Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • PP 28/2024 Berisiko Picu Ketimpangan Regulasi Industri Kretek

    PP 28/2024 Berisiko Picu Ketimpangan Regulasi Industri Kretek

    Bisnis.com, JAKARTA — Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) menilai Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) berisiko menimbulkan ketimpangan regulasi industri kretek.

    Ketua Umum Gappri, Henry Najoan mengatakan kebijakan pemerintah yang tidak menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2026 merupakan bentuk kehadiran negara bagi petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor kretek.

    “Pemerintah masih memiliki pekerjaan untuk meninjau ulang beberapa regulasi yang dirasa memberatkan bagi industri kretek nasional,” kata Henry dalam keterangannya, Kamis (2/10/2025).

    Salah satunya, polemik Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) khususnya pada Bagian XXI Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam Pasal 429 – 463.

    Menurutnya, PP 28/2024 dinilai cacat hukum karena proses penyusunannya tidak transparan dan minim pelibatan pelaku industri hasil tembakau (IHT).

    “Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam produk hukum yang dihasilkan dan berisiko menimbulkan dampak negatif bagi industri dan perekonomian nasional,” ujarnya.

    Gappri mengingatkan agar pemerintah berkomitmen meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena industri hasil tembakau memiliki peran vital dalam penyerapan tenaga kerja dan kontribusi besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Pihaknya mendorong pemerintah untuk membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan guna menciptakan regulasi yang adil dan berimbang, agar tercipta kebijakan yang adil bagi kepentingan pembangunan ekonomi, sosial dan industri.

    Berdasarkan catatan Bisnis.com, Selasa (30/9/2025), Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi kritik atas kebijakan pemerintah yang memutuskan tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau tahun ini.

    Dia menegaskan bahwa keputusan tidak menaikkan cukai tembakau diambil untuk menjaga kelangsungan industri rokok dalam negeri sekaligus melawan peredaran produk ilegal.

    “Karena saya nggak mau industri kita mati,” jelasnya.

  • BUMN Pelindo Dukung Rencana Purbaya Cek Acak Jalur Hijau Impor

    BUMN Pelindo Dukung Rencana Purbaya Cek Acak Jalur Hijau Impor

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo, Arif Suhartono menyatakan perseroan siap mendukung rencana Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memeriksa secara acak jalur hijau impor guna meningkatkan kepatuhan importir.

    Arif menilai, pemeriksaan acak di jalur hijau bea cukai tidak mengganggu selama tidak memengaruhi operasional terminal petikemas maupun kargo di pelabuhan. 

    “Jadi dwelling time kita sudah bagus. Pemeriksaan secara random jalur hijau tidak mengganggu, yang penting tidak mengganggu operasional,” jelasnya saat dihubungi Bisnis, Selasa (30/9/2025).

    Adapun dwelling time di pelabuhan menurut data Lembaga National Single Window (LNSW) Kemenkeu yakni 2,47 hari per Agustus 2025. Secara terperinci, dwelling time di lima pelauhan terbesar di Indonesia adalah Belawan 2,46 hari, Tanjung Priok 2,29 hari, Tanjung Perak 2,73 hari dan Makassar 2,14 hari. Hanya Tanjung Emas, Semarang, yang saat ini masih 3,45 hari. 

    Anak usaha Pelindo, yakni Subholding Pelindo Terminal Petikemas, terang Arif nantinya hanya akan mengikuti instruksi dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu). BUMN pelabuhan itu hanya akan mendukung instruksi dari Bea Cukai selaku otoritas kepabeanan di pelabuhan. 

    Arif tak menjawab apabila rencana Kemenkeu itu sudah dikoordinasikan dengan Pelindo. Namun, dia menyebut perseroan tidak perlu komunikasi secara formal.

    “Perintah untuk dicek [fisik secara acak] murni call-nya dari Bea Cukai, jadi tidak perlu ada komunikasi. Secara normal aja,” paparnya.

    Adapun berdasarkan data LNSW, pemeriksaan kepabeanan atau customs clearance di jalur hijau bea cukai pelabuhan tidak memberikan porsi pada penghitungan dwelling time per Agustus 2025. Sebab, pemberitahuan pabean yang disampaikan oleh pelaku usaha langsung mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). 

    Berbeda dengan jalur merah, di mana importir dan impor terkategorikan risiko tinggi, rata-rata lama pemeriksaan kepabeanan bisa menyumbang hingga 3,74 hari kepada dwelling time.

    “Namun yang perlu digarisbawahi proporsi jalur merah dari total keseluruhan importasi yang menggunakan dokumen BC 2.0 hanya sebesar 6,04%. Itu sebabnya hasil DT secara umum adalah sebesar 2.47 hari dengan porsi Customs Clearance PIB hanya sebesar 0.23 Hari,” jelas Direktur Pengelolaan Layanan Data dan Kemitraan LNSW Kemenkeu, Indra Adiwijaya kepada Bisnis.

    Di sisi lain, Pembina Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Asosiasi Logistik dan Forwarder (ALFI) DKI Jakarta, Widijanto menilai pemeriksaan kepabeanan di jalur hijau selama ini sangat membantu importir. Namun, dia mengaku belum mendapatkan informasi lengkap dari pihak Bea Cukai Kemenkeu mengenai rencana pemeriksaan fisik secara acak itu. 

    Apabila pemeriksaan fisik dilakukan dengan sama rata, terang Widijanto, maka  tidak akan ada perbedaan antara jalur hijau maupun jalur merah yang tingkat risikonya berbeda. Saat ini, jelasnya, barang impor yang turun dari kapal langsung melewati alat pemindai yakni hico scan. 

    “Kalau sudah lewat hico scan sesuai [aturan], ya dilepas. Saya kurang tertarik kalau jalur hijau dikembalikan ikut diperiksa fisik juga. Yang penting importir atau pemilik barang jujur dan tidak main-main,” ujarnya kepada Bisnis. 

    Adapun Menkeu Purbaya pekan lalu, Jumat (26/9/2025), menyebut akan meningkatan penegakan hukum dan kepatuhan sejalan dengan naiknya target penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai.

    Untuk penerimaaan negara dari kepabeanan, pria yang pernah menjabat Deputi Kemenko Kemaritima dan Investasi itu menyebut otoritas akan memeriksa secara random jalur hijau bea cukai yang sebelumnya tidak pernah tersentuh pemeriksaan fisik. 

    “Jalur ini biasanya enggak diperiksa. Sekarang kita randomize sehari berapa biji, 10 atau lebih, Dites random, jadi enggak bisa main-main lagi,” jelasnya. 

  • Proyek LRT Jabodebek Masih Ngutang Rp 2,2 T, Kemenhub Buka Suara

    Proyek LRT Jabodebek Masih Ngutang Rp 2,2 T, Kemenhub Buka Suara

    Jakarta

    Kementerian Perhubungan (Kemenhub) buka suara merespons pembayaran sisa utang sebesar Rp 2,2 triliun kepada PT Adhi Karya (Persero) Tbk untuk pembangunan LRT Jabodebek.

    Direktur Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub Allan Tandiono mengatakan hingga saat ini Kemenhub bersama PT KAI (Persero) masih menunggu skema pembayaran utang dari Kementerian Keuangan.

    “Terkait pembayaran proyek, sebetulnya itu kan memang pekerjaan yang telah dilakukan oleh kontraktor Adhi Karya dan KAI perlu bayar,” jelas Allan dalam media briefing di Jakarta Selasa (30/9/2025).

    “Jadi Kementerian Perhubungan maupun KAI saat ini menunggu ya dari Kementerian Keuangan terkait skema pembayarannya seperti apa,” sambungnya.

    Allan menambahkan sebelum pelunasan utang akan dilakukan verifikasi terlebih dahulu. Dengan begitu jumlah utang yang dibayarkan sesuai nilai pengerjaannya.

    “Nanti juga perlu diverifikasi terkait pembayarannya,” kata Allan.

    Sebagai informasi, sebelumnya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) tengah mengkaji sisa tunggakan utang pemerintah kepada PT Adhi Karya (Persero) Tbk senilai Rp 2,2 triliun dalam proyek LRT Jabodebek.

    Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria mengatakan pihaknya akan meninjau lebih lanjut terkait rencana pengambilalihan utang proyek tersebut oleh KAI. Hal ini untuk memastikan perbaikan pada kinerja keuangan BUMN.

    “Nanti akan saya cek polanya, tentunya harusnya skemanya harus proper, harus benar, Karena harus memastikan bahwa setiap perusahaan menjadi sehat. Karena itu nanti saya cek untuk yang LRT tadi dengan Adhi Karya,” kata Dony, ditemui di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Senin (29/9/2025).

    Utang Pemerintah di Proyek LRT

    Sisa utang pemerintah untuk pembangunan LRT sebesar Rp 2,2 T pertama kali dibahas oleh Direktur Utama ADHI, Entus Asnawi. Ia mengatakan pihaknya telah menerima penegasan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait pembayaran piutang yang akan dilakukan secara penuh oleh KAI.

    “Proses sekarang ini kami sudah dapat penegasan dari Kementerian Keuangan bahwa pembayarannya nanti akan dilakukan melalui KAI, misalnya dengan skema PMN atau skema subsidi ke KAI. PT KAI kemudian akan membayarkan secara penuh ke Adhi Karya,” ungkap Entus dalam acara Public Expose Live secara virtual, Senin (8/9/2025).

    Entus menambahkan, pihaknya masih menunggu kajian untuk mendapatkan angka komersial pembayaran utang tersebut. Menurutnya, pelunasan piutang pemerintah ini dapat membantu perseroan menyelesaikan sejumlah kewajiban.

    Entus juga memaparkan pembangunan LRT Jabodebek tahap pertama sepanjang 44 km awalnya didanai oleh pemerintah. Namun, terdapat perubahan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2015, di mana dana sebesar Rp 23,3 triliun diberikan melalui PMN dari total nilai kontrak Rp 25,5 triliun. Proyek LRT Jabodebek sendiri menghabiskan anggaran hingga Rp 32,5 triliun.

    (igo/hns)

  • Purbaya Tanggapi Kritik Cukai: Kalau Industri Mati, Siapa yang Sediakan Lapangan Kerja?

    Purbaya Tanggapi Kritik Cukai: Kalau Industri Mati, Siapa yang Sediakan Lapangan Kerja?

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi kritik atas kebijakan pemerintah yang memutuskan tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau tahun ini.

    Usai mendampingi Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan dengan investor global Ray Dalio di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (30/9/2025), Purbaya menyebut bahwa setiap kebijakan pasti mengundang pro dan kontra.

    “Enggak apa-apa, jadi gini, setiap kebijakan kan ada pro dan kontra. Ada yang suka, ada yang nggak suka. Cuman kita lihat yang mana yang paling bermanfaat buat ekonomi dan masyarakat. Itu yang kita kerjakan. Kan sudah hitung alasannya kenapa,” ujar Purbaya menanggapi aksi kritik berupa pengiriman karangan bunga ke kantornya.

    Dia menegaskan bahwa keputusan tidak menaikkan cukai tembakau diambil untuk menjaga kelangsungan industri rokok dalam negeri sekaligus melawan peredaran produk ilegal.

    “Karena saya nggak mau industri kita mati. Terus kita biarkan yang ilegal hidup. Nggak naik udah syukur. Harusnya kan mereka minta turun. Untungnya minta turun sih. Mereka bilang sudah cukup nggak naik. Sambil saya jaga market di sini supaya produk-produk ilegal dari luar maupun dari dalam tidak menguasai pasar,” jelasnya.

    Menjawab kritik bahwa alasan kesehatan seharusnya menjadi prioritas dalam kebijakan cukai, Purbaya menilai perlu keseimbangan antara aspek kesehatan dan keberlangsungan ekonomi.

    “Kalau dia kesehatan, kalau dia bisa menciptakan lapangan kerja sebanyak yang hilang gara-gara industri yang mati, boleh kita ubah kebijakannya langsung. Cuman kalau dia nggak bisa, jangan ngomong aja. Kan masyarakat juga perlu penghidupan kan. Saya bilang harus ada keseimbangan kebijakan,” tegasnya.

    Purbaya menambahkan, pendekatan untuk mengurangi konsumsi rokok harus dilakukan secara bertahap dengan program yang jelas, termasuk alternatif penciptaan lapangan kerja baru.

    “Kalau kita mengajarin supaya mereka nggak ngerokok, ya diajarin pengertian supaya nggak ngerokok. Dan harusnya bertahap. Saya belum melihat program yang bertahap, yang menciptakan lapangan kerja, yang menggantikan orang-orang yang kerja di industri rokok. Kalau itu tutup semua, jadi dia desain kebijakannya apa, nanti saya ikutin. Kalau bagus,” tandas Purbaya.

    Kritik Kebijakan Cukai

    Sebelumnya, Ketua Umum Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) Manik Marganamahendra,  bersama ratusan jaringan pemuda dari sejumlah organisasi kepemudaan Indonesia pagi ini mengirim papan bunga ke Kementerian Keuangan, berisi kritik tajam kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang dijuluki “Menteri Koboi”. Aksi simbolis ini menanggapi keputusan pemerintah untuk membatalkan kenaikan cukai rokok 2026 setelah mendengar masukan dari industri rokok.

    Selain IYCTC dan jaringan pemuda, aksi papan bunga juga dikirimkan oleh berbagai kelompok masyarakat sipil lainnya, mulai dari organisasi perempuan terdampak rokok, Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI), hingga aliansi masyarakat sipil yang selama ini aktif mendesak regulasi pengendalian rokok di Indonesia. Aksi ini menegaskan bahwa penolakan bukan hanya suara orang muda, tapi juga aspirasi publik luas yang merasakan langsung dampak rokok.

    “Kalau jadi menteri koboi ya silahkan Pak, tapi jangan koboi-koboian sama industri rokok, artinya jangan main tarik ulur dengan mereka, kalau mau ya tegas ke semua, termasuk tetap kasih cukai tinggi untuk produk rokok bukan malah nggak naik apalagi diturunkan,” ujar Manik lewat rilisnya, Selasa (30/9/2025). 

    Istilah ‘Menteri Koboi’ ini digunakan secara figuratif untuk menggambarkan pemimpin yang tegas, berani mengambil keputusan, dan tidak takut melangkah. Namun, menurut para pemuda, sikap koboi tidak boleh diterjemahkan sebagai kesembronoan.

    “Kalau alasan Pak Menteri membatalkan kenaikan cukai rokok karena mendengar masukan dari industri rokok, lalu kapan Bapak akan mendengar suara kami yang terdampak? Saat ini sudah hampir 6 juta anak Indonesia menjadi perokok aktif karena murahnya harga rokok, belum lagi, penggunaan rokok elektronik di kalangan remaja yang naik drastis dalam satu dekade terakhir. Padahal, cukai yang lebih tinggi bisa menjadi alat efektif untuk mencegah generasi muda terjebak dalam siklus kecanduan dan penyakit akibat rokok.” sambung Manik.

    Manik menegaskan bahwa setiap tahun, Indonesia kehilangan ratusan juta tahun hidup sehat (QALYs) karena rokok. BPJS Kesehatan sampai harus keluar Rp15,6 triliun untuk menanggung penyakit akibat rokok di 2019, sementara keluarga ekonomi kecil menghabiskan 12% gajinya hanya untuk membeli rokok, bukan makanan bergizi atau sekolah anak.

    Dia juga mengingatkan rekomendasi WHO yang menyebut cukai rokok seharusnya membuat harga rokok minimal 70% lebih mahal agar efektif melindungi publik. Menunda kenaikan demi “dialog industri” menurut Manik adalah sinyal bahwa kesehatan masyarakat belum menjadi prioritas.

    Manik juga membahas terkait alasan Purbaya membatalkan kenaikan cukai rokok. Menurutnya, klaim seperti kenaikan cukai akan menyebabkan PHK besar-besaran adalah narasi yang sering digunakan untuk menekan kebijakan fiskal sehat.

    “Justru, sudah banyak studi membuktikan bahwa kenaikan cukai tidak berdampak terhadap pekerjaan. Penelitian industri manufaktur Indonesia menunjukkan bahwa dalam beberapa subsektor, termasuk produk tembakau, absorpsi tenaga kerja cenderung stagnan atau menurun karena efisiensi/mekanisme produksi menunjukkan bahwa PHK lebih terpengaruh oleh teknologi dan efisiensi produksi, bukan sekadar tarif cukai.” ungkapnya.

  • Jawaban Santai Menkeu Purbaya Usai Dikritik soal Cukai Rokok Lewat Karangan Bunga – Page 3

    Jawaban Santai Menkeu Purbaya Usai Dikritik soal Cukai Rokok Lewat Karangan Bunga – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi santai kritik masyarakat dalam bentuk pengiriman karangan bunga atas keputusannya yang tidak menaikkan tarif cukai rokok pada 2026.

    Purbaya, seusai bertemu Presiden RI Prabowo Subianto, menyebut setiap kebijakan pasti menimbulkan pro dan kontra, namun pemerintah tetap fokus pada langkah yang dianggap paling bermanfaat bagi ekonomi sekaligus masyarakat.

    “Biarin, bunganya wangi kok bagus, nggak apa-apa. Jadi begini, setiap kebijakan kan ada pro dan kontra. Ada yang suka, ada yang nggak suka,” katanya menanggapi aksi pengiriman karangan bunga ke kantornya sebagai bentuk kritik, dikutip dari Antara, Selasa (30/9/2025).

    Menurut Purbaya, keputusan tidak menaikkan cukai rokok diambil untuk menjaga industri rokok tidak mati dan tidak memberi ruang bagi produk ilegal menguasai pasar.

    Ia menyatakan, selain aspek kesehatan, kebijakan fiskal juga harus mempertimbangkan keberlangsungan lapangan kerja yang ditopang industri tersebut.

    “Kan sudah hitung alasannya kenapa. Karena saya nggak mau industri kita mati. Terus, kita biarkan yang ilegal hidup,” katanya.

    Ketika ditanya soal alasan kesehatan yang kerap dijadikan dasar kritik terhadap kebijakan cukai rokok, Purbaya mempertanyakan argumen tersebut.

     

  • Resmi, Bea Cukai Cek Fisik Jalur Hijau Impor Secara Acak

    Resmi, Bea Cukai Cek Fisik Jalur Hijau Impor Secara Acak

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) memastikan akan melakukan pemeriksaan fisik barang-barang impor pada jalur hijau di pelabuhan secara terbatas. Keputusan ini merupakan tindak lanjut instruksi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. 

    Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan, pemeriksaan fisik di jalur hijau secara prinsip sejatinya bisa dilakukan bahkan sebelum adanya instruksi Menkeu Purbaya itu. Namun, pelaksanaannya selama ini telah dilakukan secara terbatas. 

    Secara prinsip, otoritas kepabeanan di pelabuhan bisa memeriksa fisik barang impor yang masuk di jalur hijau dengan dua tujuan. Pertama, untuk menguji keandalan sistem penjaluran berbasis risk engine. 

    Kedua, untuk menjaga kepatuhan importir agar selalu konsisten memenuhi ketentuan. Dalam hal instruksi Purbaya untuk memastikan penegakan kepatuhan importir, maka Bea Cukai menyatakan bakal menindaklanjuti arahan tersebut guna memperkuat langkah pengawasan pada importasi di jalur hijau. 

    “Pelaksanaan pemeriksaan jalur hijau dilakukan secara selektif sehingga tetap menjaga kelancaran arus barang,” jelas Nirwala Dwi Heryanto kepada Bisnis, Selasa (30/9/2025). 

    Dalam catatan Bisnis, Bea Cukai membagi empat jalur pemeriksaan barang impor yakni jalur merah, jalur kuning, jalur hijau, dan jalur mita. Pembagian ini berdasarkan risiko yang dinilai oleh aparat Bea Cukai atas importir maupun produk yang dibawa masuk ke dalam negeri. Kasta tertinggi dalam jalur pemeriksaan ini adalah Mita alias Mitra Utama Kepabeanan. Sedangkan di bawahnya adalah jalur hijau yang ditandai importir risiko sedang mengimpor produk risiko rendah atau importir risiko rendah mendatangkan produk risiko rendah. 

    Sistem penjaluran ini, terang Nirwala, menggunakan risk engine berbasis manajemen risiko dan analisis data. Jalur merah ditetapkan untuk importasi yang berisiko tinggi sehingga wajib dilakukan pemeriksaan. 

    Sementara itu, jalur hijau ditujukan kepada barang impor berisiko rendah dan pada prinsipnya tidak dilakukan pemeriksaan fisik.

    Dengan adanya instruksi Purbaya, Bea Cukai diminta untuk meningkatkan pemeriksaan kepatuhan importir yang diperiksa di jalur hijau. Artinya, barang-barang dari luar negeri yang diduga tidak memenuhi ketentuan berdasarkan sistem manajemen risiko Bea Cukai maupun nota intelijen otoritas luar negeri, bisa dialihkan pemeriksaannya ke jalur merah. 

    Adapun Nirwala meyakini adanya langkah pengawasan tambahan di jalur hijau bea cukai tidak akan berdampak kepada waktu bongkar muat suatu kontainer atau kargo hingga keluar dari pelabuhan, alias dwelling time.

    Dia menjelaskan, berdasarkan data historis dari lima pelabuhan utama yang mencakup 70% volume impor nasional, pemeriksaan fisik terhadap dokumen barang impor di jalur hijau hanya sekitar 0,65% dari total. 

    Pejabat eselon II Kemenkeu itu juga menyebut kontribusi pemeriksaan kepabeanan atau customs clearance terhadap keseluruhan dwelling time relatif kecil atau sekitar 10 jam dalam sehari. 

    “Sepanjang Januari-Agustus 2025, rata-rata proses customs clearance hanya memerlukan 0,45 hari dari total dwelling time yang tercatat 2,46 hari,” jelas Nirwala. 

    Oleh sebab itu, Bea Cukai meyakini langkah pengawasan yang lebih ketat di pelabuhan itu tidak akan menambah beban signifikan terhadap dwelling time. “Sekaligus tetap menjamin iklim perdagangan yang sehat,” pungkasnya. 

  • Menkeu Purbaya Ancam Copot Dirut Pertamina, Janji Bangun 7 Kilang Minyak Tak Pernah Terealisasi

    Menkeu Purbaya Ancam Copot Dirut Pertamina, Janji Bangun 7 Kilang Minyak Tak Pernah Terealisasi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa mulai menebar ancaman kepada manajemen PT Pertamina (persero). Dia menilai, manajemen perusahaan plat merah itu malas-malasan.

    Purbaya menyorot tajam PT Pertamina terutama terkait tidak adanya pembangunan kilang minyak baru belakangan ini. Kondisi itu membuat Indonesia terus bergantung pada impor BBM selama puluhan tahun, terutama dari Singapura.

    “Kita banyak impornya sampai puluhan tahun. Sudah berapa tahun kita mengalami hal tersebut? Sudah puluhan tahun kan? Kita pernah bangun kilang baru nggak? Nggak pernah. Sejak kecil sampai sekarang nggak pernah bangun kilang baru,” ujar Purbaya Yudhi Sadewa saat Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9).

    Dia mengungkap, saat masih bertugas di Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Marvest) pada 2018, dirinya pernah menekan Pertamina untuk segera membangun kilang baru.

    Saat itu, ungkap Purbaya, PT Pertamina menjanjikan akan membangun tujuh kilang dalam waktu lima tahun. Namun, hingga kini tidak satu pun terealisasi.

    “Sampai sekarang kan nggak ada satu pun. Jadi bapak tolong kontrol mereka juga. Jadi saya kontrol, dari bapak-bapak juga kontrol, karena kita rugi besar. Karena kita impor dari mana? Dari Singapura,” tegasnya.

    Menkeu menambahkan, pemerintah siap mengambil langkah lebih tegas jika Pertamina tidak mengeksekusi proyek pembangunan kilang. Mulai dari pemotongan alokasi dana hingga pergantian direksi.

    “Kalau nggak, kita potong uangnya juga, Pak. Saya kan pengawas, saya ganti aja dirutnya. Artinya timbal balik. Jadi ini saya pikir masukan yang bagus sekali dari DPR,” kata dia.

  • Tarif Impor AS 19% Belum Berlaku, Ekspor RI 2025 Diharapkan Masih Kuat

    Tarif Impor AS 19% Belum Berlaku, Ekspor RI 2025 Diharapkan Masih Kuat

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah menyebut tarif impor yang dikenakan oleh Amerika Serikat (AS) terhadap barang-barang yang dikirim dari Indonesia belum berlaku. Untuk itu, kinerja ekspor RI diperkirakan masih kuat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi sepanjang 2025. 

    Sebelumnya, tarif impor AS yang dikenakan pemerintahan Presiden Donald Trump kepada mitra-mitra dagangnya berlaku pada 7 Agustus 2025 termasuk Indonesia. Dalam hal ini, tarif impor untuk Indonesia berhasil dinegosiasi dari awalnya 32% menjadi 19%. 

    Akan tetapi, tarif 19% bagi barang-barang asal Indonesia ke AS maupun 0% sebaliknya itu belum berlaku di lapangan. Sebab, kedua belah pihak masih dalam tahap penyusunan dokumen-dokumen hukum kesepakatan bea masuk tersebut (legal drafting). 

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang memimpin tim negosiator dengan pihak Gedung Putih maupun Utusan Perdagangan AS, menyebut pemerintah RI masih menyusun legal drafting serta menegosiasikan lebih lanjut beberapa barang atau produk yang bisa dikecualikan dari tarif 19%. 

    “Tarif AS kan masih dalam negosiasi, sehingga ini belum berlaku. Jadi kalau kita lihat data dari BPS, ekspor masih kuat,” ujar Airlangga kepada wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

    Setidaknya sampai dengan Oktober 2025 ini, pemerintah Indonesia dari lintas kementerian/lembaga akan terus melakukan pertemuan bilateral secara daring dengan pihak United States Trade Representatives (USTR). Ada beberapa dokumen hukum yang harus diselesaikan kedua belah pihak. 

    Misalnya, dokumen terkait dengan kesepakatan perdagangan kedua negara (Agreement on Reciprocal Trade) hingga komitmen khusus antara AS dan negara mitra (Country Specific Commitment).  

    Oleh sebab itu, Airlangga memastikan bahwa tarif 19% untuk barang-barang dari Indonesia ke AS serta sebaliknya sebesar 0% belum berlaku. Harapannya, pemerintah Indonesia dan AS akan segera menyelesaikan legal drafting pada bulan depan. 

    “Jadi tunggu sampai final, kita sedang siapkan. Harapannya tentu Oktober ini bisa diselesaikan,” terang Menko Perekonomian sejak 2019 itu.

    Secara simultan, pemerintah juga tengah memastikan agar legal drafting dimaksud bakal mengecualikan tarif atau bea masuk 19% untuk sejumlah komoditas dari Indonesia seperti kelapa sawit, karet maupun kakao.

    “Semua yang dari tanah Indonesia seperti kelapa sawit, karet, kakao itu, hampir dipastikan bisa diberikan nol [tarif],” pungkasnya. 

    Sebelumnya, pada konferensi pers APBN KiTa 22 September 2025 lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya mengungkap bahwa surplus neraca perdagangan masih berlanjut pada Agustus 2025 tercatat sebesar US$5,3 miliar. 

    Torehan itu lebih tinggi dari yang telah disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS), awal September ini, yakni untuk Juli 2025 sebesar US$4,17 miliar. 

    Purbaya lalu lebih menyoroti surplus neraca perdagangan kumulatif Januari-Agustus 2025 yang tercatat sudah mencapai US$41,06 miliar. Pertumbuhannya melesat hingga 52,3% dari torehan Januari-Agustus 2024 yang hanya US$32,7 miliar. 

    Dia mengakui bahwa ada pengaruh dari langkah eksportir melakukan pengiriman barang lebih dulu untuk menghindari tarif impor AS yang diterapkan 7 Agustus 2025 lalu. Barang-barang dari Indonesia yang masuk ke AS, dalam hal ini, dikenakan tarif hingga 19% atau lebih rendah dari ketetapan awal sebesar 32%. 

    “Ini pertumbuhan yang amat spektakuler, kalaupun ada orang bilangnya karena mau ada tarif maka frontloading, tetapi kalau saya lihat tetap saja tumbuh ini menunjukkan globalnya enggak jelek-jelek amat. Jadi sekarang kita tinggal menjaga domestiknya seperti apa,” jelas Purbaya, dikutip Rabu (24/9/2025).

  • Penempatan Rp 200 T di Himbara, Kaisar Said Putra: Sah Secara Hukum, Tapi Belum Tentu Efektif – Page 3

    Penempatan Rp 200 T di Himbara, Kaisar Said Putra: Sah Secara Hukum, Tapi Belum Tentu Efektif – Page 3

    Melihat masalah tersebut, Kaisar menyarankan empat langkah yang harus menjadi perhatian utama, seperti penguatan kredit UMKM, stimulus kredit modal kerja, relaksasi kredit untuk sektor perdagangan dan konstruksi, serta dukungan kredit untuk sektor pertanian dan sektor produktif padat karya. 

    “Dengan keterlibatan aktif banyak pihak, terutama perbankan, pelaku usaha, dan regulator, likuiditas yang tersedia dapat diarahkan ke sektor riil, menciptakan multiplier effect melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan konsumsi rumah tangga, serta penguatan daya beli masyarakat,” tutur Kaisar.

    Untuk melihat perkembangan dari strategi pemerintah tersebut, kata Kaisar, DPR akan terus mengawasi dampak kebijakan ini. 

    “Jika dalam waktu dekat langkah pemerintah tidak ada dampak konkret, Kemenkeu perlu menyiapkan strategi alternatif untuk menghindari resiko pemborosan fiskal akibat dana mengendap,” tandas Kaisar. 

  • Penjualan Mobil RI Kalah Jauh dari Malaysia, Ternyata Ini Penyebabnya

    Penjualan Mobil RI Kalah Jauh dari Malaysia, Ternyata Ini Penyebabnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Penjualan mobil nasional di bulan Agustus 2025 memang mengalami kenaikan secara bulanan. Namun, masih jauh di bawah pencapaian penjualan Agustus 2024.

    Tak hanya itu, penjualan mobil nasional bulan Agustus 2025 juga jauh di bawah pencapaian pasar otomotif Malaysia di periode sama.

    Lalu apa penyebab penjualan mobil di Indonesia lebih rendah dibandingkan Malaysia?

    Pengamat Otomotif Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, pemicunya adalah masalah klasik. Yaitu, pajak tahunan kendaraan di Malaysia yang lebih rendah dibandingkan Indonesia.

    “Masalanya klasik. Pajak tahunan kendaraan di Malaysia yang rendah (sekitar 2-5% dari nilai kendaraan). Ini mendorong ‘remajakan armada’ dan pembelian baru, terutama di kalangan kelas menengah sebagai segmentasi pasar otomotif terbesar di manapun,” katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (30/9/2025).

    Malaysia, sambungnya, juga memberikan subsidi yang sama dengan Indonesia. Yakni, insentif untuk EV (electric vehicle/ mobil listrik) dan mobil hybrid sampai akhir tahun. Ini menjadi salah satu faktor turut mendongkrak penjualan mobil di negara tersebut.

    Hanya saja, imbuh dia, untuk EV yang dirakit di Malaysia ada pembebasan penuh pajak impor, cukai, dan penjualan hingga Desember.

    “Dan yang terakhir, ini kuncinya. Income rata-rata rakyat Malaysia itu sekitar US$11.970, ini tahun 2023, dengan proyeksi pertumbuhan mencapai US$12.500-an di tahun 2025 ini. Bandingkan dengan Indonesia yang hanya sekitar US$4.980-an. Dan, pendapatan rumah tangga perkotaan rata-rata Indonesia sekitar US$350-400 US, rata-rata di Malaysia sekitar US$1.500-1.700,” bebernya.

    “Jadi jelas ada kesenjangan ekonomi yang signifikan antara daya beli rakyat Malaysia dan Indonesia, sampai 2,5 kali,” cetus Yannes.

    Kesimpulannya, papar dia, penjualan mobil listrik di Malaysia pun berhasil melampaui Indonesia di tahun 2025. Terutama, ujarnya, karena kebijakan insentif yang lebih jangka panjang, dominasi produksi lokal yang berhasil, dan daya beli masyarakat kelas menengah di Malaysia yang superior.

    “Inilah yang menciptakan ekosistem adopsi EV yang lebih matang dari kita,” tukasnya.

    Belum lagi, tuturnya, Malaysia juga lebih unggul untuk rasio ketersediaan SPKLU per EV dibandingkan Indonesia. “Sekitar 0,273 versus 0,093. Lalu, distribusi di Malaysia lebih merata, sedangkan di Indonesia distribusi terkonsentrasi di Jawa,” ucapnya.

    Kualitas Kondisi Jalan di Malaysia Lebih Baik

    Dari pengalamannya saat berkunjung ke Malaysia, Yannes menyebut, jalanan di Malaysia hingga ke kampung semuanya aspal hotmix.

    “Karena pertumbuhan ekonomi Malaysia yang lebih merata antara kota dan desa, tidak terjadi penumpukan komuter di jam-jam sibuk yang menuju dan keluar dari kota besar. Intinya secara keseluruhan jalan di Malaysia berkualitas lebih baik, sehingga biaya logistik jauh lebih efisien dibandingkan Indonesia,” sebutnya.

    Kondisi ini mendorong kepercayaan konsumen untuk beli mobil baru, baik mobil listrik maupun mobil bensin.

    Hanya saja, imbuh dia, langkah pertama yang harus dilakukan di Indonesia agar bisa mengejar ketertinggalan dari Malaysia adalah memperbaiki pertumbuhan ekonomi makro.

    “Nah kita tunggu keberhasilan program Menkeu baru terkait gelontoran dana Rp200 triliun dan berbagai deregulasi agar dana yang parkir di bank-bank pemerintah dapat diputarkan ke sektor bisnis di dalam negeri. Yang terus terang masih dalam tahap awal, apakah berhasil atau tidak,” kata Yannes.

    Sebagai catatan, penjualan mobil nasional tercatat mengalami kenaikan 1,48% atau 902 unit secara wholesale (dari pabrik ke dealer) menjadi 61.780 unit dari Juli 2025 yang tercatat sebanyak 60.878 unit.

    Penjualan bulan Agustus 2025 ini melanjutkan tren kenaikan sejak Juni 2025. Di mana pada bulan Juni tercatat penjualan sebanyak 58.341 unit.

    Meski, jika dibandingkan penjualan bulan Agustus setahun sebelumnya yang mencapai 76.302 unit, masih tercatat penurunan sampai 19,03% atau 14.522 unit.

    Sementara itu, mengutip The Star, penjualan mobil di Malaysia pada bulan Agustus 2025 melonjak 0,6% secara tahunan menjadi 73.041 unit, dibandingkan Agustus 2024 yang cetak penjualan 72.580 unit.

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]