Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • Purbaya Minta Dirjen Bea Cukai Usut Importir Ilegal: Nggak Boleh Lepas!

    Purbaya Minta Dirjen Bea Cukai Usut Importir Ilegal: Nggak Boleh Lepas!

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa meminta agar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC) Kemenkeu mengusut importir ilegal yang masih beroperasi sampai dengan saat ini. 

    Pada saat kunjungan kerjanya di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (3/10/2025), Purbaya menyoroti berbagai barang hasil penindakan di sektor kepabeanan dan cukai. Terdapat barang-barang impor ilegal hingga barang kena cukai (BKC) yang tidak dikenakan pita cukai sehingga melanggar aturan. 

    Beberapa barang yang dihadirkan meliputi motor gede diduga hasil impor ilegal temuan Kantor Wilayah Bea Cukai Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, rokok dan mesin pelinting rokok ilegal, serta minuman mengandung etil alkohol (MMEA) ilegal 

    Khusus terkait dengan barang impor ilegal, Purbaya meminta agar otoritas Bea Cukai menindak tegas para importir yang melanggar hukum. 

    Dia menyoroti motor gede hasil temuan Bea Cukai Jateng & DIY, yang ternyata hasil pendalaman otoritas terhadap importir berisiko tinggi pada Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. 

    Dia pun meminta agar Dirjen Bea Cukai Djaka Budhi Utama untuk segera menindak para pelaku serupa yang masih melakukan importasi ilegal dari berbagai simpul transportasi. 

    “Pak Dirjen, yang kayak gini-gini enggak boleh lepas ya. Kalau barang kan gampang, tetapi kalau orangnya berkeliaran besok dia impor ilegal lagi. Saya memberi pesan ke importir ilegal sekarang enggak bisa lari lagi,” jelasnya, Jumat (3/10/2025). 

    Sementara itu, terkait dengan BKC yang melanggar hukum, Kemenkeu akan melakukan penindakan dengan prinsip ultimum remedium. 

    Artinya, penegak hukum akan mendahulukan penyelesaian berupa mediasi, sanksi perdata hingga administratif sebelum menempuh jalur hukum pidana sebagai langkah terakhir. 

    Adapun BKC meliputi rokok, etanol atau etil alkohol serta minuman mengandung etil alkohol (MMEA). Semuanya dikenakan pita cukai yang dibayarkan ke negara. 

    Kendati prinsip ultimum remedium didahulukan, Bea Cukai tetap masih melakukan penindakan secara pidana terhadap produsen yang melanggar aturan. 

    Contohnya, Kanwil Bea Cukai Jateng & DIY yang mengungkap ke Purbaya telah menangkap lebih dari 200 orang terkait dengan peredaran rokok ilegal. 

    “Rupanya banyak barang gelap yang mengganggu pasar dan mengurangi pendapatan pemerintah. Tidak hanya itu saja di tempat yang ada bisnis ilegal jadi mengalami kompetensi ga fair. Ke depan akan kita perbaiki itu,” terang Purbaya.

  • Purbaya Mau Beri Pemutihan ke Produsen Rokok Ilegal jika Masuk ke Kawasan Industri

    Purbaya Mau Beri Pemutihan ke Produsen Rokok Ilegal jika Masuk ke Kawasan Industri

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa akan memberikan kesempatan bagi produsen rokok ilegal untuk melegalkan usahanya dan dibebaskan dari hukuman apabila masuk ke kawasan industri hasil tembakau. 

    Hal itu disampaikan Purbaya saat berkunjung ke Kudus, Jawa Tengah, Jumat (3/10/2025). Dia ingin melihat langsung praktek kawasan industri hasil tembakau di lapangan sejalan dengan upaya untuk memberantas peredaran rokok ilegal. 

    Menurut Purbaya, dia tengah mempertimbangkan untuk membantu pemerintah daerah (pemda) dalam membangun kawasan industri hasil tembakau. Harapannya, itu menjadi pesan bagi produsen rokok ilegal untuk masuk ke kawasan industri dan bisa diregulasi sehingga turut membantu penerimaan negara dari cukai. 

    Purbaya mengungkap bahwa bupati setempat telah berencana untuk membangun kawasan industri sejenis di tempat lain dengan luasan tanah sekitar 5 hektare (ha). 

    “Kami melihat seberapa cepat bupati bangun, kalau dia enggak punya duit, saya coba lihat bisa masuk atau enggak ke situ. Dengan harapan produsen gelap masuk ke sana. Pesannya kita akan bangun untuk produsen gelap mungkin ada pemutihan yang ke belakang dosanya diampuni,” jelasnya kepada wartawan, Jumat (3/10/2025). 

    Kesempatan bagi produsen rokok ilegal untuk melegalkan produknya, terang Purbaya, diharapkan bisa disusul dengan penerapan cukai yang pas. Dia menyebut Dirjen Bea Cukai Kemenkeu tengah memelajari formula pengenaan cukai yang pas bagi perusahaan-perusahaan rokok kecil yang belum dikenakan pita cukai. 

    Formulasi pengenaan cukai bagi produsen kecil itu diupayakan tidak mematikan perusahaan, namun dalam waktu yang sama tidak mengganggu persaingan usaha bagi produsen lain yang sudah berada di pasar. 

    Menkeu yang pernah bekerja di Danareksa itu menyampaikan bahwa ingin menciptakan pasar yang berkeadilan bagi industri kecil maupun besar. Dia ingin memastikan lapangan kerja tetap terjaga, namun dipastikan harus tetap menyetor ke penerimaan negara melalui cukai. 

    “Tetapi setelah itu, ke depan kita akan bertindak keras. Jadi mereka kita kasih ruang untuk melegalkan produknya dengan pola penerapan cukai yang pas untuk mereka,” jelas Purbaya. 

  • Ada Andil Efisiensi pada Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga yang Baru 55% Jelang Akhir 2025

    Ada Andil Efisiensi pada Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga yang Baru 55% Jelang Akhir 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut efisiensi belanja pemerintah pada awal 2025 turut memengaruhi laju penyerapan anggaran pemerintah pusat khususnya kementerian/lembaga yang baru sekitar 55% sampai dengan akhir kuartal III/2025. 

    Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti memaparkan bahwa belanja pemerintah pusat sampai dengan data terbaru pekan ini baru mencapai 65%. Secara terperinci, belanja kementerian/lembaga masih berada di posisi Rp815 triliun dari anggaran Rp1.481,7 triliun atau sekitar 55%. 

    Belanja paling banyak adalah dari belanja pegawai yang sudah terserap 77%, belanja bantuan sosial 72% serta barang dan modal di kisaran 45%. 

    Prima, sapaannya, realisasi belanja pemerintah seperti saat ini sebenarnya adalah hal yang berjalan secara reguler. Setiap kementerian/lembaga memiliki kecepatan yang berbeda-beda dalam menyerap anggarannya. 

    Pada tahun ini, Prima menyebut siklus penyerapan anggaran terkategorikan istimewa karena ada efisiensi belanja pada Februari 2025, sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025. 

    “Jadi, semua K/L harus melakukan adjustment [penyesuaian] lagi. Jadi, ini kalau istimewa nih 2025. Nah, setelah itu dilakukan adjustment, mereka melakukan perencanaan lagi. Mana yang prioritas, mana yang enggak prioritas. Sehingga ini juga schedule-nya jadi agak mundur,” ujarnya kepada wartawan di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (3/10/2025). 

    Meski serapan anggaran belum mencapai 60% memasuki kuartal akhir 2025, Prima optimistis belanja bisa diselesaikan sesuai target seperti tahun-tahun sebelumnya. 

    Prima menyebut setidaknya ada 12 kementerian/lembaga yang memiliki anggaran besar dan mencakup hingga 80% total belanja kementerian/lembaga. 

    Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa juga telah membuka peluang untuk menyisir anggaran kementerian/lembaga dengan anggaran besar namun belum optimal diserap hingga akhir bulan ini. 

    Prima menjelaskan bahwa berdasarkan siklusnya, sekitar 38% anggaran belanja negara baru dibelanjakan sekitar tiga bulan terakhir tahun anggaran. Artinya, 38% belanja baru diserap pada Oktober, November dan Desember hampir setiap tahunnya. 

    Menurut pejabat eselon I Kemenkeu itu, tantangan belanja negara pada tahun ini salah satunya adalah adanya kementerian/lembaga yang baru. Institusi baru di pemerintahan ini harus mulai menyusun organisasinya, serta menyusun anggaran dan lain-lain. 

    “Tapi kalau kita lihat dari angka, sekarang kita sudah bisa 55% untuk belanja K/L-nya. Ini saya rasa ini adalah suatu capaian yang membuat kita cukup optimis ya untuk kita bisa menyelesaikan tahun 2025 ini dengan sesuai harapan,” jelasnya. 

    Apabila dibandingkan dengan realisasi APBN per Agustus 2025, realisasi belanja negara sudah Rp1.388,8 triliun. Perinciannya yakni belanja K/L Rp686 triliun serta non K/L Rp702,8 triliun. 

  • Dituding Salah Baca Data oleh Bahlil Lahadalia, Menkeu Purbaya: Nanti Kita Jelasin seperti Apa

    Dituding Salah Baca Data oleh Bahlil Lahadalia, Menkeu Purbaya: Nanti Kita Jelasin seperti Apa

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa kembali angkat suara setelah dituding salah membaca data oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia.

    Kesalahan baca data dimaksud terkait harga asli LPG 3 Kg. Ia menilai bisa saja apa yang dibilang Menteri ESDM benar, namun ia akan memastikan lagi nanti detailnya seperti apa.

    “Saya sedang pelajari. Kita pelajarin lagi. Mungkin pak Bahlil betul tapi kita lihat lagi seperti apa. Yang jelas saya dapat angka dari hitungan staf saya,” kata Purbaya kepada wartawan saat kunjungan kerja di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (3/10)

    “Nanti kita lihat di mana salah pengertian. Tapi harusnya sih pada akhirnya angkanya sama. Nanti kita jelasin seperti apa,” imbuhnya.

    Kemungkinan lain kata Purbaya karena adanya perbedaan cara melihat data antara satu kementerian dan kementerian lain. Terlebih, kata Purbaya, antara penglihatan secara praktik dan dari sisi akuntan memang berbeda cara penulisannya.

    “Salah data? Mungkin cara ngeliat datanya beda. Kan hitung-hitungan kan kadang-kadang kalau dari praktek sama dari akuntan kan kadang-kadang beda cara nulisnya,” jelasnya.

    Meski begitu, bendahara negara ini meyakini bahwa apa yang telah ia sampaikannya beberapa waktu lalu perihal harga asli LPG 3 Kg senilai Rp42.750 per tabung adalah benar.

    Pasalnya, jikalau memang Kemenkeu ada salah hitung, itu berpotensi ada penambahan dana dari biaya kompensasi untuk energi itu. Namun Purbaya mengaku, hingga hari ini tak ada penambahan yang terjadi.

    “Tapi saya yakin pada akhirnya besarannya sama juga kok. Uangnya segitu-segitu aja. Kalau salah hitung, bisa nambah duit, saya salah hitung terus biar uang nambah. Tapi harusnya sama pada akhirnya,” pungkasnya.

  • Luhut Bakal Ukur Dampak MBG Terhadap Perputaran Ekonomi Daerah

    Luhut Bakal Ukur Dampak MBG Terhadap Perputaran Ekonomi Daerah

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menyampaikan bakal mengukur dampak Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terhadap perputaran ekonomi daerah di Tanah Air.

    Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan bahwa dampak yang akan diukur mencakup perputaran ekonomi di tataran Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) hingga proyeksinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Dalam waktu dekat kita akan mengukur, berapa dampaknya jumlah uang yang turun, perputaran SPPG yang timbul, lapangan kerja yang timbul, dampaknya pada pertumbuhan ekonomi berapa, dan seterusnya,” kata Luhut dalam konferensi pers di Kantor DEN, Jakarta Pusat, Jumat (3/10/2025).

    Menurutnya, tuah program MBG saat ini juga belum terlihat signifikan terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi dalam negeri, tetapi menjanjikan hal itu akan tampak dalam waktu dekat.

    Ketika ditanya perihal rekomendasi DEN kepada Badan Gizi Nasional (BGN) mengenai pelaksanaan MBG, dia menyebut telah berkoordinasi dengan Kepala BGN Dadan Hindayana terkait higienitas makanan yang dihidangkan.

    Menurutnya, kejadian keracunan yang mendera ribuan siswa usai menyantap MBG itu bisa terjadi pada awal penerapan program. Dia menyebut, pemerintah terus memperbaiki pelaksanaan MBG seraya meminta seluruh pihak agar tetap optimistis.

    “Jangan terlalu pesimistis. Bangsa kita ini bangsa besar, jadi enggak usah kita juga terlalu [pesimistis]. Saya lihat kemarin itu bukan soal niat yang kurang, memang barang baru, ya, pastilah ada [kurang] di sana-sini,” ujar purnawirawan TNI ini.

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkap bahwa realisasi penyerapan anggaran program MBG naik tiga kali lipat dalam kurun waktu Agustus ke September 2025. Salah satu faktor yang memengaruhinya adalah proses pencairan anggaran yang sudah tidak lagi dengan metode penggantian (reimbursement). 

    Direktur Jenderal (Dirjen) Perbendaharaan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti menjelaskan bahwa pemerintah telah mengubah metode pencairan anggaran MBG setelah April 2025. Dari awalnya dengan metode reimbursement, kini Badan Gizi Nasional membuat perencanaan anggaran untuk setiap 10 hari ke depan. 

    “Dari bulan Agustus ke September itu naik tiga kali lipat realisasinya. Makanya ini good news-nya. Berarti proses yang ada di BGN sudah semakin baik,” jelas pria yang akrab disapa Prima itu kepada wartawan di kantor Kemenkeu, Jakarta.

  • Ketua Komisi XI DPR Sentil Purbaya yang Komentari Harga LPG 3 Kg
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Oktober 2025

    Ketua Komisi XI DPR Sentil Purbaya yang Komentari Harga LPG 3 Kg Nasional 3 Oktober 2025

    Ketua Komisi XI DPR Sentil Purbaya yang Komentari Harga LPG 3 Kg
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun mengingatkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa agar tidak memberikan pernyataan di luar ranahnya sebagai bendahara negara.
    Peringata ini disampaikan Misbakhun setelah Purbaya mengomentari subsidi LPG 3 kilogram yang membuat hubungannya dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menghangat.
    “Peraturan perundang-undangan sudah jelas membagi kewenangan itu. Jadi, pernyataan Menkeu yang keluar dari ranahnya justru berpotensi menimbulkan gangguan koordinasi antarkementerian,” kata Misbakhun dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (3/10/2025).
    Misbakhun mengatakan, tugas Purbaya selaku bendahara negara semestinya memastikan bagaimana subsidi dibayar tepat waktu, transparan, dan akuntabel
    Politikus Partai Golkar itu mengingatkan Purbaya untuk fokus membenahi tata kelola pembayaran subsidi pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
    Misbakhun meminta Purbaya tidak berpolemik pada persoalan teknis penyaluran subsidi yang memang telah menjadi masalah klasik seperti bahan bakar minyak (BBM), listrik, dan LPG 3 kilogram.
    Menurut dia, persoalan penentuan harga dan distribusi subsidi menjadi kewenangan kementerian teknis, yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Sosial.
    “Realisasi pembayarannya kerap terlambat, membebani arus kas, bahkan berpotensi mengganggu pelayanan publik. Ini yang seharusnya segera diperbaiki Menteri Keuangan,” ujar Misbakhun.
    Misbakhun mengatakan, inti dari pemberian subsidi dari negara adalah menjaga daya beli masyarakat miskin dan menjamin akses energi yang terjangkau bagi kelompok rentan.
    Ia mewanti-wanti, polemik antarkementerian tidak boleh mengganggu kucuran subsidi dari negara.
    Pasalnya, jika distribusi subsidi LPG 3 kilogram tidak tepat sasaran, masyarakat kelas bawah menjadi pihak yang paling dirugikan.
    Lebih lanjut, Misbakhun menjelaskan, masyarakat yang berhak menerima subsidi energi tercatat dalam Data Terpadu Subsidi Energi Nasional (DTSEN), hasil kerja sama Kementerian ESDM dengan Badan Pusat Statistik (BPS).
    Oleh karena itu, saat ini yang perlu dilakukan adalah pemutakhiran data penerima subsidi dan koordinasi.
    “Yang diperlukan sekarang adalah perbaikan basis data penerima manfaat, integrasi sistem digital, dan sinergi antarkementerian, bukan perdebatan terbuka di ruang publik,” tutur Misbakhun.
    Sebelumnya, Purbaya dan Bahlil saling melempar komentar mengenai subsidi pemerintah terhadap gas LPG 3 kg.
    Mulanya, Purbaya menyebut harga asli LPG 3 kg sebesar Rp 42.750 per tabung, kemudian pemerintah menanggung subsidi sebesar Rp 30.000 per tabung agar masyarakat hanya perlu membayar Rp 12.750 per tabung.
    Pernyataan itu disampaikan Purbaya dalam rapat di Komisi XI DPR RI pada Selasa (30/9/2025).
    Bahlil kemudian mengkritik Purbaya yang salah membaca data dan masih memerlukan penyesuaian karena belum lama menjabat sebagai Menteri Keuangan.
    “Itu mungkin Menkeu-nya salah baca data itu. Ya mungkin butuh penyesuaian. Saya enggak boleh tanggapi sesuatu yang selalu ini ya. Saya kan sudah banyak ngomong tentang LPG. Mungkin Menkeu-nya belum dikasih masukan oleh dirjennya dengan baik atau oleh timnya,” ujarnya di Kantor BPH Migas, Jakarta, Kamis (2/10/2025).
    Pernyataan Bahlil ini dilantas direspons Purbaya dengan menyebut ada perbedaan cara antara dia dan Bahlil dalam memandang sebuah data.
    “Saya sedang pelajari. Kita pelajari lagi. Mungkin Pak Bahlil betul, tapi kita lihat lagi seperti apa. Yang jelas saya dapat angka dari hitungan staf saya,” ujarnya di Kudus, Jawa Tengah, Jumat (3/10/2025).
    Menurut dia, perbedaan angka dapat terjadi karena masing-masing kementerian memiliki hitungan yang berbeda, bukan berarti Kemenkeu menambah-nambahkan sendiri harga asli LPG 3 kg.
    “Saya salah data? Mungkin cara ngeliat datanya beda. Kan hitung-hitungan kan kadang-kadang kalau dari praktik sama dari akuntan kan kadang-kadang beda cara nulisnya,” ucap Purbaya.
    “Saya yakin pada akhirnya besarannya sama juga kok. Uangnya segitu-segitu saja. Kalau salah hitung bisa nambah duit, saya salah hitung terus biar uang nambah. Tapi harusnya sama pada akhirnya,” imbuh dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Badan Gizi Sebut Perpres soal Makan Bergizi Gratis Rampung Pekan Ini

    Badan Gizi Sebut Perpres soal Makan Bergizi Gratis Rampung Pekan Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Gizi Nasional (BGN) menyampaikan bahwa penyusunan peraturan presiden (Perpres) terkait tata kelola Program Makan Bergizi Gratis (MBG) (MBG) akan rampung pada pekan ini.

    Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan bahwa rancangan beleid ini akan mengatur tugas, fungsi, peran masing-masing instansi kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah dalam mengeksekusi program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tersebut.

    “Jadi di situ akan terlihat bahwa BGN tugasnya penyelenggara, melakukan intervensi, kemudian pengawasan itu tugasnya Kementerian Kesehatan,” kata Dadan dalam konferensi pers di Kantor Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Jakarta Pusat, Jumat (3/10/2025).

    Dia melanjutkan, Kementerian Kependudukan dan Pembinaan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN) juga akan terlibat dalam penyaluran MBG kepada ibu hamil dan menyusui.

    Sementara itu, pemerintah daerah disebutnya akan menyiapkan perihal infrastruktur dan pembina peternak, petani, hingga nelayan yang memasok bahan baku MBG di wilayah masing-masing.

    Dadan juga menjelaskan peran Kementerian Pertanian (Kementan) dalam meningkatkan produksi hasil bumi, seiring tugas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait hasil laut.

    “Jadi seluruhnya sudah ada di dalam Perpres tersebut. Dengan adanya Perpres itu, masing-masing pihak tidak akan lagi gamang karena sudah ada perannya masing-masing dan seluruhnya akan dikoordinasikan oleh tim koordinasi,” ujarnya.

    Pada kesempatan yang sama, Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan menyebut, serapan anggaran MBG semakin membaik dalam beberapa waktu terakhir.

    Luhut lantas menyinggung pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang membuka opsi relokasi anggaran apabila serapan MBG tak optimal.

    “Tadi kami pastikan juga bahwa penyerapan anggarannya sekarang kelihatan sangat membaik sehingga Menteri Keuangan enggak perlu nanti ngambil-ngambil anggaran yang tidak terserap,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Luhut menyebut, juga telah mengingatkan BGN mengenai potensi kenaikan biaya dana alias cost of fund apabila anggaran MBG tak kunjung terserap.

    Purnawirawan TNI ini menilai bahwa apabila anggaran tersebut terserap dengan baik, maka ekonomi di akar rumput akan turut bergerak, yang pada akhirnya berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

  • Ketua Komisi XI DPR Sentil Purbaya yang Komentari Harga LPG 3 Kg
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Oktober 2025

    Misbakhun Minta Menkeu Purbaya Fokus Benahi Tata Kelola Pembayaran Subsidi, Bukan Berpolemik Soal Teknis Nasional 3 Oktober 2025

    Misbakhun Minta Menkeu Purbaya Fokus Benahi Tata Kelola Pembayaran Subsidi, Bukan Berpolemik Soal Teknis
    Penulis
    KOMPAS
    .
    com
    – Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menegaskan bahwa Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya harus fokus memperbaiki tata kelola pembayaran subsidi dan kompensasi dalam anggaran pendapatan belanja negara (APBN), bukan terjebak dalam polemik teknis.
    “Selama bertahun-tahun masalah klasik ini selalu muncul, terutama pada subsidi energi, seperti BBM, listrik, dan LPG 3 kilogram (kg). Realisasi pembayarannya kerap terlambat, membebani arus kas, bahkan berpotensi mengganggu pelayanan publik. Ini yang seharusnya segera diperbaiki Menteri Keuangan (Purbayan),” kata Misbakhun dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (3/10/2025).
    Ia menilai, aspek teknis seperti penetapan harga maupun distribusi subsidi merupakan kewenangan kementerian teknis, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Sosial.
    Sebaliknya, kata Misbakhun, tugas utama Menkeu adalah memastikan pembayaran subsidi berjalan tepat waktu, transparan, dan akuntabel sebagai bendahara umum negara.
    “Peraturan perundang-undangan sudah jelas membagi kewenangan itu. Jadi, pernyataan Menkeu yang keluar dari ranahnya justru berpotensi menimbulkan gangguan koordinasi antarkementerian,” ujarnya.
    Politisi Partai Golkar ini menekankan, hakikat subsidi adalah menjaga daya beli rakyat kecil dan memastikan kelompok rentan mendapat akses energi dengan harga terjangkau. Karena itu, polemik antarkementerian tidak boleh menutupi tujuan utama kebijakan subsidi.
    “Jika distribusi subsidi LPG 3 kg atau subsidi energi lain tidak tepat sasaran, yang paling dirugikan adalah masyarakat kelas bawah. Yang diperlukan sekarang adalah perbaikan basis data penerima manfaat, integrasi sistem digital, dan sinergi antar kementerian, bukan perdebatan terbuka di ruang publik,” imbuhnya.
    Misbakhun juga menegaskan bahwa basis data penerima manfaat subsidi energi akan masuk ke dalam Data Terpadu Subsidi Energi Nasional (DTSEN), yang merupakan hasil kerja sama Kementerian ESDM dengan Badan Pusat Statistik (BPS).
    Karena itu, menurutnya, yang dibutuhkan saat ini adalah penguatan koordinasi dan pemutakhiran data secara konsisten.
    Lebih lanjut, Misbakhun mengingatkan bahwa dalam APBN 2026 belanja subsidi dan kompensasi energi diproyeksikan meningkat seiring ketidakpastian harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah.
    Oleh sebab itu, menurutnya, disiplin fiskal dan tata kelola yang lebih baik akan sangat menentukan kredibilitas APBN dan kepercayaan publik.
    “Komisi XI DPR RI mendukung kebijakan subsidi untuk rakyat. Namun tetap mengawasi agar APBN dijalankan tertib, efisien, dan berpihak pada masyarakat. Menkeu harus menjawab tantangan ini dengan memastikan mekanisme pembayaran subsidi tepat waktu dan akuntabel,” ujar Misbakhun. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • ADB Proyeksi Ekonomi RI Cuma Tumbuh 4,9%, Luhut: Buah MBG Belum Terlihat

    ADB Proyeksi Ekonomi RI Cuma Tumbuh 4,9%, Luhut: Buah MBG Belum Terlihat

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menanggapi laporan Asian Development Bank (ADB) yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 dari 5% menjadi 4,9%.

    Dia menilai bahwa proyeksi tersebut sah-sah saja di tengah gejolak perekonomian dunia. Namun, dia menggarisbawahi agar hal tersebut tak diiringi sikap pesimistis secara berlebihan, mengingat tuah program prioritas pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disebutnya belum terlihat.

    “Menurut saya, buah daripada makan bergizi kan belum kelihatan, tetapi akan segera kelihatan,” kata Luhut dalam konferensi pers di Kantor DEN, Jakarta Pusat, Jumat (3/10/2025).

    Lebih lanjut, dia menyebut bahwa kebijakan perpindahan kas negara sebesar Rp200 triliun ke perbankan nasional oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa juga belum seluruhnya mengalir.

    Secara pribadi, Luhut memandang bahwa saat ini merupakan kesempatan emas bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, misalnya untuk mendukung program pangan maupun sektor lain seperti energi.

    Menurutnya, tanpa mengabaikan aspek kehati-hatian, akses pembiayaan dari perbankan nasional akan lebih mudah seiring suntikan dana pemerintah ini.

    “Jadi kita sekalian harus optimis melihat itu. Bahwa saya melapor ke Presiden, ‘Pak, ini kita harus lihat dari sisi positif.’ Golden opportunity buat kita, buat bangsa Indonesia, atau investor-investor muda di Indonesia, untuk berinvestasi,” jelas purnawirawan TNI ini.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Asian Development Bank alias ADB memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam laporan terbaru, dari 5% (proyeksi April) menjadi 4,9% (proyeksi September) pada 2025.

    ADB menjelaskan perkembangan ketidakpastian perdagangan global tingginya tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat mempengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di Asia dan Pasifik, termasuk Indonesia.

    Tak hanya pada tahun ini, ADB juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan. Organisasi yang bermarkas di Manila, Filipina itu memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5% pada 2026 atau lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,1%.

  • Kemenkeu minta pemda akselerasi belanja untuk atasi dana mengendap

    Kemenkeu minta pemda akselerasi belanja untuk atasi dana mengendap

    Ini menjadi tantangan bagi daerah, bagaimana mereka mempercepat itu (belanja) sehingga saldo kasnya bisa lebih baik

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan meminta pemerintah daerah mengakselerasi penyaluran belanja sehingga dana yang mengendap di bank dapat memberikan stimulus bagi perekonomian daerah.

    “Ini menjadi tantangan bagi daerah, bagaimana mereka mempercepat itu (belanja) sehingga saldo kasnya bisa lebih baik, tidak kelihatan tinggi,” kata Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti dalam taklimat media di Jakarta, Jumat.

    Berdasarkan data Kemenkeu, dana pemda di perbankan tercatat mencapai Rp233,11 triliun per 31 Agustus 2025. Angka itu menjadi yang tertinggi sejak 2021, di mana umumnya dana mengendap berada pada kisaran Rp178 triliun hingga Rp203 triliun.

    Menurut Astera, dana mengendap itu umumnya disebabkan oleh kendala perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Desain anggaran biasanya disusun pada September-Oktober sebelum tahun anggaran, yang kemudian diikuti oleh proses pengadaan dan kontrak.

    Namun, melihat tren historis, kontrak cenderung baru mulai berjalan sekitar bulan April dan realisasi belanja baru terakselerasi pada tiga bulan terakhir tahun berjalan.

    Dengan siklus seperti itu, dana yang sudah ditransfer cenderung tertahan di bank pembangunan daerah (BPD).

    Bila dana tahun sebelumnya serta dana transfer baru terkumpul tanpa diiringi penyaluran belanja, saldo dana daerah di bank makin tinggi.

    Kendati begitu, Astera menyebut nilai dana mengendap pemda di bank cenderung menurun pada akhir tahun, menjadi kisaran Rp95 triliun hingga Rp100 triliun.

    “Walaupun kami tetap tidak menutup mata, karena ada daerah-daerah yang tidak bisa membelanjakan dengan optimal,” tuturnya.

    Sebagai catatan, sebaran dana pemda di perbankan berdasarkan wilayah per Agustus 2025 rinciannya yaitu Jawa (119 pemda) Rp84,77 triliun atau memakan porsi 36,37 persen; Kalimantan (61 pemda) Rp51,34 triliun atau 22,03 persen; Sumatera (164 pemda) Rp43,63 triliun atau 18,71 persen.

    Selanjutnya Sulawesi (87 pemda) Rp19,27 triliun atau 8,27 persen; Maluku dan Papua (67 pemda) Rp17,34 triliun atau 7,44 persen; serta Bali dan Nusa Tenggara (44 pemda) Rp16,75 triliun atau 7,19 persen.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.