Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • Pemerintah Cari Solusi Bayar Utang Whoosh Rp 116 Triliun Tanpa Sentuh APBN – Page 3

    Pemerintah Cari Solusi Bayar Utang Whoosh Rp 116 Triliun Tanpa Sentuh APBN – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak ingin APBN ikut terbebani oleh utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, alias Whoosh yang dikelola oleh konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

    Menkeu Purbaya lantas memercayakan tanggung jawab utang proyek kereta cepat Whoosh kepada Danantara, yang juga memayungi beberapa BUMN seperti PT KAI (Persero) yang masuk dalam konsorsium proyek tersebut.

    “KCIC di bawah Danantara? Kalau di bawah Danantara mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp 80 triliun atau lebih,” ujar dia via sambungan video dalam Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jumat (10/10/2025).

    “Harusnya mereka manage dari situ, jangan ke kita lagi. Karena kalau enggak ya semuanya ke kita lagi. Jadi jangan kalau enak swasta, kalau enggak enak government (yang ngurusin),” Purbaya menambahkan.

    Pada kesempatan sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto turut menegaskan, pemerintah tidak memiliki utang dalam proyek Whoosh.

    “Itu keseluruhan equity dan pinjaman badan usaha, jadi Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak ada utang pemerintah,” kata Suminto.

    Adapun proyek kereta cepat Whoosh menyimpan utang senilai USD 7,3 miliar, atau setara Rp 116 triliun. Kendati begitu, Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menjamin utang tersebut tidak akan sampai mengganggu operasional kereta api lainnya.

     

  • 2
                    
                        Istana Respons Purbaya yang Tolak Bayar Utang Kereta Cepat Pakai APBN
                        Nasional

    2 Istana Respons Purbaya yang Tolak Bayar Utang Kereta Cepat Pakai APBN Nasional

    Istana Respons Purbaya yang Tolak Bayar Utang Kereta Cepat Pakai APBN
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mencari jalan keluar untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh tanpa menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
    Hal ini disampaikan Prasetyo merespons sikap Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak menggunakan APBN untuk membayar utang proyek kereta cepat.
    “Beberapa waktu yang lalu juga sudah dibicarakan untuk mencari skema supaya beban keuangan itu bisa dicarikan jalan keluar,” kata Prasetyo seusai rapat kabinet di kediaman Presiden Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Jakarta, Minggu (12/10/2025) malam.
    Prasetyo menyebutkan, pembayaran utang proyek Whoosh sendiri tidak dibahas dalam rapat di kediaman Prabowo tersebut.
    Namun, ia menekankan bahwa Whoosh merupakan moda transportasi yang sangat membantu masyarakat dan harus didukung perkembangannya.
    “Karena faktanya kan juga Whoosh, kemudian juga menjadi salah satu moda transportasi yang sekarang sangat membantu aktivitas seluruh masyarakat, mobilitas dari Jakarta maupun ke Bandung dan seterusnya,” kata Prasetyo.
    Prasetyo juga kembali menyinggung wacana perpanjangan rute Whoosh hingga Surabaya, Jawa Timur.
    “Dan justru kita pengin sebenarnya kan itu berkembang ya, tidak hanya ke Jakarta dan sampai ke Bandung, mungkin juga kita sedang berpikir untuk sampai ke Jakarta, ke Surabaya,” imbuh dia.
    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan tidak akan menggunakan uang negara alias APBN untuk menanggung utang jumbo proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh.
    Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) itu kini tengah disorot karena beban utangnya mencapai Rp 116 triliun.
    Danantara, sebagai
    superholding
    BUMN, disebut tengah mencari cara meringankan pembiayaan proyek tersebut, termasuk kemungkinan meminta dukungan dari APBN.
    Namun, Purbaya menolak wacana itu karena menurutnnya utang proyek KCIC bukan tanggung jawab pemerintah, melainkan sepenuhnya menjadi urusan BUMN yang terlibat di dalamnya.
    Meski mengaku belum menerima permintaan resmi dari Danantara, Purbaya mengingatkan bahwa sejak
    superholding
    itu terbentuk, seluruh dividen BUMN telah menjadi milik Danantara dan tidak lagi tercatat sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
    Nilainya disebut bisa mencapai sekitar Rp 80 triliun per tahun.
    “Kalau sudah dibuat Danantara, kan mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp 80 triliun atau lebih, harusnya mereka
    manage
    dari situ. Jangan ke kita lagi (Kemenkeu),” ujar Purbaya dalam Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jumat (10/10/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menkeu Purbaya Disurati Pengusaha Tekstil, Ini Isinya – Page 3

    Menkeu Purbaya Disurati Pengusaha Tekstil, Ini Isinya – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menilai utang pemerintah pusat sebesar sebesar Rp 9.138,05 triliun hingga Juni 2025 masih dalam level aman.

    Menkeu Purbaya mengatakan, acuan utang suatu negara bahaya atau tidak bukan hanya dilihat dari besaran nominalnya saja, tetapi juga diperbandingkan dengan kondisi ekonomi terkini.

    “Utang sekitar Rp 900 triliun itu masih 39 persen dari PDB (produk domestik bruto). Dari standar ukuran internasional masih aman,” ujar dia dalam sesi Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jumat (10/10/2025).

    “Anda bayangkan, kalau saya punya penghasilan Rp 1 juta per bulan dengan Pak Sekjen Rp100 juta per bulan. Maka utang saya Rp 1 juta itu sama dengan penghasilan saya satu bulan. Tetapi untuk pak sekjen hanya 1/100 dari pendapatan. Dia gampang membayar, sedangkan saya sulit,” ungkapnya seraya memberi contoh.

    Menurut dia, nominal utang dengan rasio di bawah 40 persen terhadap PDB masih cenderung aman. Lantaran secara porsi utang Indonesia hingga akhir kuartal II 2025 itu setara dengan 39,86 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

    Ia lantas membandingkannya dengan beberapa negara yang punya porsi utang jumbo. Semisal Jerman dengan rasio terhadap PDB mendekati 100 persen, Amerika Serikat lebih dari 100 persen, bahkan Jepang hingga 250 persen.

    “Dengan standar itu kita aman. Utang jangan dipakai untuk menciptakan sentimen negatif karena ada standar nasional dan internasional yang (menunjukan) kita cukup prudent,” tegas Purbaya.

     

  • Menkeu Purbaya: Saya Tidak Takut Siapapun

    Menkeu Purbaya: Saya Tidak Takut Siapapun

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengaku tidak takut dengan siapapun, karena dekat banyak para pengambil keputusan dari beberapa rezim.

    Purbaya mengaku sudah pernah membantu maupun menjadi bawahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden ke-7 Joko Widodo, Menko Perekonomian 2009—2014 Hatta Rajasa, Menko Perekonomian 2014 Chairul Tanjung, hingga Menko Marves 2016—2024 Luhut Binsar Pandjaitan.

    “Jadi, saya sudah biasa bergaul dengan top-top thinker-nya di Indonesia. Saya enggak pernah takut sama siapa saja jadinya. Saya udah selalu terekspos dengan cara berpikir mereka, cara mereka mengambil keputusan,” ungkap Purbaya dalam forum Investor Daily Summit 2025, Jakarta, dikutip pada Minggu (12/10/2025).

    Dia pun memuji Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, Prabowo juga terampil mengambil keputusan.

    Purbaya bahkan cara kepala negara dan pemerintahan itu memilihnya menjadi menteri keuangan. Dia mengaku sempat ‘menakut-nakuti’ Prabowo akan terjadi pergantian kekuasaan apabila arah kebijakan ekonomi tidak segera diubah.

    Dia mengaku sempat dipanggil Prabowo bersama sekitar empat orang lain ke Hambalang, Bogor pada Jumat (5/9/2025). Saat itu, sambungnya, Prabowo memberi pemaparan hingga tiga.

    Esoknya, Sabtu (6/9/2025), kepala negara dan pemerintah itu kembali memberikan pemaparan. Selama itu, Purbaya hanya diam tanpa menanggapi.

    Pada hari ketiga, Minggu (7/9/2025), Purbaya dan empat orang lainnya kembali berkumpul di Hambalang. Kala itu, dia tidak mau diam lagi.

    “Kalau hari Minggu, waktu itu saya enggak ngomong, ya sudah lah, enggak ada kans untuk bicara lagi. Waktu ketemu, rapatnya berlima. Begini, begini, begini, saya bilang tadi, saya takut-takuti, ‘Februari Pak [bakal pergantian kekuasaan],’ ‘Oh gitu ya?’ Nah itu, recipe to my success, kita takut-takutin dia,” ungkap Purbaya.

    Dia memberikan data-data ekonomi dari Presiden ke-2 Suharto hingga Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Menurutnya, dari waktu ke waktu, selalu ada masa ekspansi ekonomi sekitar tujuh tahun dan masa resesi atau penurunan ekonomi sekitar satu tahun.

    Purbaya menjelaskan jika otoritas salah mengambil keputusan pada saat masa penurunan atau krisis ekonomi maka bisa terjadi pergantian kekuasaan. Dia menilai itu yang terjadi waktu kejatuhan Presiden ke-2 Suharto dan Presiden ke-4 Abdurahman Wahid alias Gus Dur.

    Mantan ketua dewan komisioner Lembaga Penjamin Simpanan itu mengklaim masa penurunan ekonomi Era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pada 2008—2009 dan Era Presiden ke-7 Jokowi pada 2016 bisa menghindari pergantian kekuasaan akibat dirinya memberi masukan ke pemerintahan saat itu.

    “Ekonomi jatuh, dia jatuh. Untung ada saya,” katanya.

    Dia menjelaskan bahwa ekonomi akan ‘kering’ apabila pertumbuhan uang primer (M0) rendah. Oleh sebab itu, Purbaya selalu menganjurkan agar kebijakan moneter dan fiskal selalu mendukung likuiditas.

    Masalahnya, sambungnya, pertumbuhan uang primer mendekati 0% pada pertengahan 2025. Dia pun tidak heran apabila sempat terjadi demonstrasi besar-besaran di sejumlah kota besar di Indonesia pada akhir Agustus lalu.

    “Kalau kita tidak berubah arah kebijakan ekonomi pada waktu itu, kita akan terus mengalami demo dari minggu ke minggu. Semakin lama, semakin parah, dan penghitungan saya sebagai ekonom dan setengah dukun, Februari tahun depan akan menjadi pergantian kekuasaan yang cost-nya buat masyarakat kita mahal. Nah, itu dari Presiden Prabowo, makanya saya dimasukin, ‘Yawudah lo betulin’,” ungkapnya.

    Ternyata setelah menyampaikan itu, esoknya atau Senin (8/9/2025), Prabowo melantiknya menjadi menteri keuangan, ganti Sri Mulyani Indrawati yang sudah menjabat selama 14 tahun.

  • Dalih Kemenkeu Program MBG Rp335 Triliun Tidak Potong Anggaran Pendidikan

    Dalih Kemenkeu Program MBG Rp335 Triliun Tidak Potong Anggaran Pendidikan

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) dalam APBN 2026 ditetapkan sebesar Rp335 triliun dan berasal dari berbagai pos, mulai dari pendidikan hingga kesehatan. Porsi anggaran MBG dari pos pendidikan mencapai lebih dari 66%.

    Pada acara Media Gathering APBN 2026, Jumat (10/10/2025), Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memaparkan bahwa anggaran MBG tahun depan naik menjadi Rp335 triliun, dari APBN 2025 sebesar Rp71 triliun. 

    Total pagu anggaran MBG berasal dari lintas pos anggaran untuk target sasaran penerimanya sebanyak 82,9 juta orang. 

    “Ini menjadi bagian dari anggaran pendidikannya Rp223,6 triliun, dari anggaran kesehatan Rp24,7 triliun, dan termasuk yang di dalam fungsi ekonomi adalah Rp19,7 triliun,” terang Direktur Anggaran Bidang Perekonomian dan Kemaritiman Kemenkeu, Tri Budhianto di Bogor, Jawa Barat, dikutip pada Minggu (12/10/2025). 

    Tri menjelaskan bahwa porsi anggaran MBG terbesar dari anggaran pendidikan tidak lepas dari fakta bahwa sebagian besar target program itu adalah peserta didik atau para pelajar. 

    “Jadi, di MBG ini karena sebagian targetnya kan anak sekolah dan sebagainya, maka dia menjadi bagian dari fungsi pendidikan,” jelasnya. 

    Sementara itu, anggaran MBG untuk ibu hamil dan balita ditujukan untuk pemenuhan kesehatan mereka. Itu menjadi bagian dari fungsi kesehatan. Namun, Tri memastikan bukan berarti anggaran Rp223,6 triliun untuk MBG dari fungsi pendidikan berarti memotong anggaran pendidikan yang sudah ada. 

    “Ini bukan berarti dia mengurangi anggaran pendidikan, tapi dia memang menjadi bagian dari pendidikan itu. Jadi, dia bagian dari fungsi pendidikan,” paparnya. 

    Adapun pada APBN 2026, Badan Gizi Nasional (BGN) diperkirakan bakal menyerap anggaran Rp1,2 triliun setiap harinya untuk MBG. Syaratnya, target penerima manfaat program prioritas pemerintah itu serta fasilitas maupun infrastrukturnya harus siap pada tahun ini.

    Kepala BGN Dadan Hindayana mengatakan bahwa target-target itu meliputi 82,9 juta penerima MBG serta pemenuhan hingga 25.400 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur MBG di wilayah aglomerasi, serta 6.000 SPPG di daerah terpencil. 

    “Tahun depan, mulai hari pertama, kita akan serap Rp1,2 triliun per hari. Jadi penyerapannya tahun depan sudah tidak lagi masalah. Bahkan mungkin penyerapannya pasti sekali, Rp1,2 triliun per hari tahun depan,” jelasnya kepada wartawan di kantor BGN, Senin (29/9/2025).

  • Mulai 2026 Isi SPT Tahunan Wajib Pakai Coretax, Tidak akan Error?

    Mulai 2026 Isi SPT Tahunan Wajib Pakai Coretax, Tidak akan Error?

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelaporan pajak dengan SPT tahunan akan mulai menggunakan sistem inti administrasi perpajakan atau Coretax pada tahun ini, bagi wajib pajak (WP) pribadi. Pengisian SPT mulai awal 2026 menjadi yang pertama kali menggunakan Coretax. 

    Selama ini, pengisian SPT dilakukan melalui situs resmi Direktorat Jenderal Pajak atau DJP Online. Masyarakat akan diminta untuk mengaktivasi akun Coretax guna melaporkan pembayaran pajak mereka tahun ini. 

    Pada acara Media Gathering APBN 2026, Jumat (10/10/2025), Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yon Arsal menyebut para WP akan diminta membuat kode sandi (password) dan kode frasa (passphrase) untuk mengaktivasi akun Coretax mereka. 

    “Cuma ada beberapa langkah saja. Dan kemudian dengan sudah mengaktivasi, ini nanti sudah bisa kita melakukan transaksi termasuk mengisi SPT,” ujar Yon di Bogor, Jawa Barat, dikutip pada Minggu (12/10/2025).

    Penggunaan Coretax sebelumnya telah dilakukan untuk pelaporan pajak 2024 pada awal tahun ini. Namun, penggunaannya baru sebatas oleh perusahaan yang memotong, memungut dan membuat faktur. 

    Pada Maret 2026, seluruh WP akan diwajibkan menggunakan Coretax untuk mengisi SPT mereka. 

    “Dari DJP dan Kementerian Keuangan juga akan selalu mengajak untuk mengaktifkan akun Coretax sebagai salah satu langkah pertama untuk teman-teman wajib pajak untuk dapat mengakses dan menyampaikan SPT nantinya,” pungkas Yon. 

    Secara simultan, saat ini Ditjen Pajak Kemenkeu juga tengah menyiapkan seluruh infrastrukturnya dan sekaligus melakukan sosialisasi. 

    Adapun mengutip situs resmi Ditjen Pajak, WP yang terdaftar pada layanan DJP Online dapat langsung menggunakan Coretax dengan melakukan set ulang kata sandi melalui menu Lupa Kata Sandi.

    Tautan (link) untuk pengaturan ulang kata sandi akan dikirimkan melalui email atau SMS dari otoritas pajak. Para WP diimbau untuk menggunakan alamat email dan nomor HP yang valid dan aktif agar bisa segera diakses.

    Sementara itu, WP yang sudah memiliki NPWP tetapi belum memiliki akun DJP Online bisa mengaktivasi Coretax dengan mengajukan permintaan aktivasi melalui menu aktivasi akun wajib pajak.  

  • Menkeu Purbaya Tolak APBN Dipakai Bayar Utang Kereta Cepat, Hodari: Geng Solo dan Termul Kepanasan

    Menkeu Purbaya Tolak APBN Dipakai Bayar Utang Kereta Cepat, Hodari: Geng Solo dan Termul Kepanasan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengamat media sosial, Hodari, merespons langkah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak penggunaan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

    Dikatakan Hodari, keputusan Purbaya ini menjadi kabar mengejutkan sekaligus langkah yang berani.

    Ia menyebut sikap tegas Purbaya menolak keterlibatan APBN dalam menanggung utang proyek tersebut membuat sejumlah pihak yang selama ini mendukung proyek kereta cepat menjadi gerah.

    “Ada kabar yang begitu mengejutkan. Bahkan ini geng Solo termul-termul ini kepanasan,” ujar Hodari dikutip pada Minggu (12/10/2025).

    Ia menilai, penolakan Menkeu Purbaya terhadap pembebanan APBN merupakan bentuk tanggung jawab agar negara tidak terus menanggung beban utang proyek yang awalnya dijanjikan tidak akan menggunakan uang negara.

    “Ternyata Pak Purbaya, begitu kan, ogah yang membayar hutang-hutang kereta cepat yang dibebankan kepada APBN. Dia menolak keras,” lanjutnya.

    Hodari kemudian menyinggung kembali janji mantan Presiden Jokowi di awal proyek kereta cepat yang menyebut bahwa pembangunan tersebut tidak akan membebani APBN. Namun, realita yang terjadi justru sebaliknya.

    “Jokowi, ke mana Jokowi? Kalau tidak dibebankan APBN, lalu dibebankan kepada siapa? Dibebankan kepada Luhut? Dibebankan kepada Jokowi?,” imbuhnya.

    Tidak berhenti di situ, ia juga menilai utang proyek yang mencapai ratusan triliun rupiah dan menyebut kebijakan tersebut telah menekan sejumlah BUMN yang ikut terlibat dalam proyek tersebut.

  • Purbaya Bilang Utang Kereta Cepat Tidak Boleh Dibebankan ke APBN, Herwin Sudikta: Lagi-lagi Jadi Korban Skema B2B Bohongan

    Purbaya Bilang Utang Kereta Cepat Tidak Boleh Dibebankan ke APBN, Herwin Sudikta: Lagi-lagi Jadi Korban Skema B2B Bohongan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial, Herwin Sudikta, menyinggung pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang menegaskan bahwa utang proyek kereta cepat tidak boleh dibebankan ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Herwin menyebut proyek tersebut sejak awal memang dirancang rumit, agar saat muncul persoalan, tanggung jawabnya bisa dilempar ke berbagai pihak.

    “Proyek ini memang sengaja dibuat kompleks dari awal, supaya kalau nanti bermasalah, tanggung jawabnya bisa dibagi rata atau dilempar ke siapa saja yang masih bisa disalahkan,” ujar Herwin kepada fajar.co.id, Minggu (12/10/2025).

    Ia menilai, janji awal pemerintah yang menyebut proyek kereta cepat tanpa menggunakan dana APBN hanyalah ilusi efisiensi.

    “Dulu dibilang tanpa APBN, biar kelihatan efisien dan keren,” ucapnya.

    Dikatakan Herwin, faktanya dana yang digunakan tetap bersumber dari pinjaman luar negeri yang dijamin oleh BUMN, sehingga pada akhirnya tetap menjadi beban negara.

    “Padahal uangnya dari utang luar negeri, dijamin BUMN, yang ujungnya tetap negara juga,” ungkapnya.

    Ia bahkan menyindir bahwa jika keuangan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mulai tersendat, skenario penyelamatan dari negara tinggal menunggu waktu.

    “Jadi kalau KCIC megap-megap, siap-siap aja, penyertaan modal, restrukturisasi, atau bailout terselubung,” Herwin menuturkan.

    Herwin bilang, perubahan pola hubungan proyek yang awalnya disebut bisnis ke bisnis (B2B) tapi kini menyeret negara untuk ikut menanggung beban merupakan tanda tanya besar.

  • Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Bentuk Ketidakadilan

    Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Bentuk Ketidakadilan

    GELORA.CO – Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Borobudur (Unbor), Prof Faisal Santiago, mengatakan, uang pensiun seumur hidup anggota DPR merupakan bentuk ketidakadilan.

    “Jangan juga lah [dapat uang pensiun seumur hidup], itu tidak mencerminkan rasa keadilan juga lah,” ujarnya dikutip pada Minggu, 12 Oktober 2025.

    Ia menegaskan, ketentuan anggota DPR mendapat uang pensiun seumur hidup adalah bentuk ketidak adilan, apalagi jika hanya menjabat satu atau lima tahun.

    “Kalau dia seumur hidup, saya pikir enggak masuk akal juga lah,” kata Prof Faisal,

    Ia lantas menyampaikan, soal ketentuan uang pensiun anggota DPR ini harusnya sesuai dengan sistem ketenagakerjaan yang berlaku.

    “Pensiun itu adalah hak setiap warga negara yang bekerja [formal], baik itu PNS, baik itu non-PNS yang bekerja di swasta kan juga diatur,” ujarnya.

    Uang pensiun PNS dan pekerja formal sektor swasta sesuai masa kerja dan jabatan atau tidak pukul rata. Dengan demikian, anggota DPR mendapat uang pensiun seumur hidup adalah tidak logis.

    “Misalkan dia [anggota DPR] 10 tahun mengabdi, ya 10 tahun lah gitu [dapat uang pensiunnya]. Jangan seumur hidup,” tandasnya.

    Prof Santiago menyampaikan pandangan tersebut menanggapi judicial review (JR) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 yang diajukan Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin di Mahkamah Konstitusi (MK).

    Mereka menguji Pasal 1 a, Pasal 1 f, dan Pasal 12 UU Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara.

    Mereka mempersoalkan anggota DPR menjabat 5 tahun, namun mendapat uang pensiun seumur hidup. Ketentuan ini dijamin UU Nomor 12 Tahun 1980.

    Pemohon menyampaikan, besaran pensiun pokok dihitung 1% dari dasar pensiun untuk tiap bulan masa jabatan. Ada pula Surat Menkeu nomor S-520/MK.02/2016 dan Surat Edaran Setjen DPR nomor KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 yang menyebut pensiun DPR besarannya sekitar 60% dari gaji pokok.

    Selain uang pensiun bulanan, anggota DPR juga mendapat tunjangan hari tua (THT) sebesar Rp15 juta yang dibayarkan sekali. Dia membandingkan sistem pensiun untuk anggota DPR itu dengan para pekerja di bidang lain.

    Mereka menyampaikan, rakyat biasa harus menabung di BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lainnya yang penuh syarat. Sedangkan anggota DPR malah mendapat pensiun seumur hidup hanya dengan sekali menjabat.***

  • PNBP Nasibmu Kini: Diterpa Gejolak Harga Komoditas, Ditinggal Dividen BUMN

    PNBP Nasibmu Kini: Diterpa Gejolak Harga Komoditas, Ditinggal Dividen BUMN

    Bisnis.com, BOGOR — Pemerintah mengakui terdapat berbagai tantangan untuk menarik penerimaan negara pada 2026, tidak terkecuali untuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

    Selain volatilitas harga komoditas, otoritas fiskal tahun depan untuk pertama kali tidak akan sama sekali menerima pemasukan PNBP dari dividen BUMN. 

    Sejatinya, penerimaan dari PNBP tidak sebesar dari porsi penerimaan perpajakan yang meliputi pajak serta bea cukai. Dari total target pendapatan negara Rp3.153,6 triliun, penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp2.693,7 triliun atau lebih dari lima kalinya PNBP yang ditargetkan Rp459,2 triliun. 

    Staf Ahli Bidang PNBP Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Mochamad Agus Rofiudin memaparkan bahwa seperti halnya pajak dan bea cukai, PNBP turut dipengaruhi oleh volatilitas harga komoditas. Misalnya, terkait dengan perkembangan harga minyak mentah Indoensia (ICP) atau harga batu bara acuan (HBA). 

    Berdasarkan data Kemenkeu, hal itu bisa terlihat dari perbandingan penerimaan PNBP dengan fluktuasi harga komoditas setidaknya pada 10 tahun belakangan. Saat terjadi commodity boom 2018-2019 maupun 2022-2023, penerimaan PNBP pun ikut naik. Sempat terjadi penurunan pada 2020-2021 akibat pandemi Covid-19. 

    Saat ini, ketika terjadi penurunan produksi dan harga migas maupun minerba, PNBP pun ikut melemah. Pada saat terjadi commodity boom terakhir 2023, total realisasi PNBP mencapai Rp612,5 triliun dengan kontribusi utama dari PNBP SDA migas sekitar Rp116 triliun dan SDA nonmigas Rp135 triliun. 

    Pencapaiannya mulai turun pada 2024. Secara outlook tahun ini, realisasi PNBP 2025 sebesar Rp477,2 triliun. Kontribusi dari PNBP SDA migas dan nonmigas masing-masing sebesar Rp114,6 triliun dan Rp115,5 triliun. 

    Agus lalu menjelaskan bahwa saat ini terjadi penurunan produksi batu bara karena permintaan global menurun. China, pasar terbesar untuk komoditas RI itu, kini tengah beralih ke energi hijau. Mereka juga disebut membutuhkan batu bara dengan kualitas tinggi, sedangkan kualitas di Indonesia rata-rata rendah.

    Sementara itu, ICP juga turun dari 2024 sebesar US$83 per barel menjadi US$70 per barel pada tahun ini. “Tentunya itu pengaruhnya besar. Satu dolar ICP itu pengaruhnya ke penerimaan kita Rp1,6 triliun,” ungkapnya kepada wartawan pada acara Media Gathering APBN 2026, Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/10/2025). 

    Ditinggal Dividen BUMN

    Selain harga komoditas, PNBP semakin terdampak dengan pengalihan dividen BUMN ke Danantara sesuai dengan amanat revisi Undang-undang (UU) No.1/2025 tentang BUMN. 

    Sebelumnya, dividen BUMN masuk ke pos kekayaan negara yang dipisahkan (KND) pada PNBP. Terakhir di 2024, realisasinya Rp86,4 triliun. Sebenarnya, perubahan itu sudah terlihat pada APBN 2025 di mana awalnya ditetapkan PNBP KND sebesar Rp90 triliun, kini realisasinya secara outlook hanya Rp11,8 triliun. 

    Menurut Agus, hal itu yang menyebabkan realisasi PNBP baru terealisasi Rp306 triliun per Agustus atau terkontraksi 20% (yoy) dari realisasi Agustus 2025 yakni Rp384,1 triliun. Meski demikian, kendati sudah mulai absennya dividen BUMN pada APBN, Agus masih optimistis outlook PNBP Rp477,2 triliun tahun ini masih bisa tercapai. 

    Sedangkan untuk tahun depan, pemerintah otomatis menurunkan target PNBP keseluruhan menjadi Rp459,2 triliun dari outlook 2025 Rp477,2 triliun. Itu sejalan dengan tidak masuknya lagi dividen ke APBN. 

    “Karena KND-nya sudah enggak masuk lagi sama sekali. Kalau tahun ini kita masih dapet Rp11,8 triliun dividennya, tahun depan sudah enggak dapat. Atau kalau toh ada, saham pemerintah yang 1% merah putih itu kecil sekali hampir dimasukkan di target Rp1,8 triliun [tahun depan],” jelasnya. 

    Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa juga telah menyinggung soal dividen BUMN yang kini sudah tak lagi masuk ke kas negara. Hal itu disampaikan Purbaya ketika merespons usulan Danantara agar APBN ikut menanggung utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB), yang dibawahi BUMN PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. 

    Purbaya menilai harusnya Danantara yang saat ini sudah mengelola dividen BUMN memiliki manajemen sendiri untuk pembiayaan. “Harusnya mereka ke situ jangan ke kita lagi, kalau enggak, semua ke kita lagi. Termasuk dividennya, jadi ini kan mau dipisahin swasta sama government. Jangan kalau enak swasta, kalau enggak enak government,” kata Purbaya melalui siaran virtual pada acara Media Gathering APBN 2026, Jumat (10/10/2025).