Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • Penyaluran Dana Rp 25 Triliun Lambat, Bos BTN Temui Purbaya – Page 3

    Penyaluran Dana Rp 25 Triliun Lambat, Bos BTN Temui Purbaya – Page 3

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, penempatan dana milik pemerintah sebesar Rp 200 triliun kepada 5 bank milik negara (Himbara) telah terealisasi ke berbagai sektor produktif.

    Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan, realisasi penyaluran Rp 200 triliun per 9 Oktober 2025 cukup menggembirakan. Lantaran pihak perbankan tidak hanya mendapat tambahan likuiditas dengan bunga lebih kompetitif.

    “Jadi, kita berikan bunganya adalah sama dengan remunerasi kita yang ada di Bank Indonesia, itu adalah 80 persen dari suku bunga kebijakan. Kalau dengan suku bunga kebijakan terakhir itu jadinya sekitar 3,8 pereen, itu tentunya lebih murah dibandingkan cost of fund perbankan yang kita tempatkan cash kita,” ujarnya pada 9 Oktober 2025.

    Hasilnya, empat bank Himbara yakni Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BSI sudah menyalurkan 50 persen atau lebih dari porsi yang diterimanya. Hanya BTN yang proses penyalurannya belum terlalu besar.

     

  • Aturan Devisa Hasil Ekspor SDA Bakal Direvisi? Menkeu Purbaya Kasih Bocoran – Page 3

    Aturan Devisa Hasil Ekspor SDA Bakal Direvisi? Menkeu Purbaya Kasih Bocoran – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke Posko Bea Cukai di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Senin (13/10/2025).

    Sidak ini dilakukan untuk memastikan jalur hijau impor berjalan sesuai prosedur dan tidak disalahgunakan untuk penyelundupan barang.

    Menkeu Purbaya menegaskan, sidak tersebut bukan bagian dari operasi khusus, melainkan pengecekan rutin untuk memastikan sistem pengawasan tetap berjalan efektif.

    “Nggak, nggak ada (pengetatan). Saya cuman cek aja pengen tahu hijau itu hijau bener atau nggak. Jangan-jangan hijaunya di dalamnya merah,” kata Purbaya.

    Ia menekankan bahwa meskipun jalur hijau diperuntukkan bagi importir berisiko rendah, pengawasan acak tetap harus dilakukan. Bendahara negara ini meminta agar petugas Bea Cukai melakukan pengecekan secara random agar jalur hijau tidak dimanfaatkan untuk penyelundupan.

    “Tapi akan minta mereka check se-random, se-regular. Tapi nggak semuanya dicek. Tapi jangan sampai jalur hijau jadi tempat orang nyelundupin barang yang nggak harusnya lewat jalur hijau,” ujarnya.

     

  • Purbaya Tolak Bayar Utang Woosh, Netizen Minta Raffi Ahmad Ikut Bayar

    Purbaya Tolak Bayar Utang Woosh, Netizen Minta Raffi Ahmad Ikut Bayar

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa tegas menolak bayar utang proyek kereta cepat Woosh menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Ramai-ramai soal ini, muncul video Raffi Ahmad dan artis lain beserta beberapa pejabat negara yang naik Woosh termasuk Joko Widodo.

    Raffi tampak kegirangan naik Woosh karena bisa memangkas waktu perjalanan Jakarta-Bandung.

    “Jakarta-Bandung setengah jam,” kata Raffi kepada Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan.

    Netizen nyinyir dan meminta agar para artis itu saja yang membayar utang Woosh tak perlu dibebankan kepada rakyat.

    “Beban hutang kereta cepat Jakarta-Bandung itu, suruh orang² ini saja yang bayar. Mereka pada cengengesan dan bangga. Gimana menurut kelen wee, cocok nggak???,” tulis akun Threads.

    “Jangan bebankan hutang kereta api cepat kepada rakyat kecil seperti kita., biarkan yang ada di Video ini yang bertanggung jawab untuk membayarnya..Aamiin,” kata akun lainnya.

    “Apakah sekarang mereka bisa ketawa melihat pt KAI kewalahan bayar utang krn whoosh ini….????… bantu lah bayar utang ke china dr uang uang kalian,” kata lainnya lagi.

    Woosh dikelola oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang berada di bawah naungan PT Kereta Api Indonesia (KAI) merupakan bagian dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara.

    Fakta ini membuat Purbaya menyoroti soal dividen yang dikelola Danantara bukan lagi oleh Kemenkeu saat ini.

    Menurut Purbaya KCIC ini sudah memiliki manajemen sendiri yang memiliki keuntungan puluhan triliun.

  • Purbaya Sebut Zaman SBY Rakyat Hidup Makmur, Dipimpin Jokowi Mesin Ekonomi Pincang

    Purbaya Sebut Zaman SBY Rakyat Hidup Makmur, Dipimpin Jokowi Mesin Ekonomi Pincang

    GELORA.CO – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa kembali menjadi perhatian publik.

    Dalam sebuah acara, Purbaya membandingkan ekonomi  era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan era Joko Widodo (Jokowi).

    Dia menyebut, kedua presiden memiliki cara sendiri-sendiri dalam mengelola negara 

    Jika dibandingkan, dia blak-blakan ekonomi Indonesia masih lebih baik ketika dipimpin SBY

    Saat SBY memimpin, dia menyebut ekonomi membaik dan rakyat hidup makmur

    Perbandingan tajam dua dekade kepemimpinan ekonomi Indonesia itu disampaikan Menkeu Purbaya dalam acara Investor Daily Summit 2025 pada Kamis (9/10/2025).

    Menurut Menkeu Purbaya, era SBY (2004-2014) ekonomi lebih sehat karena digerakkan sektor swasta dengan pertumbuhan ekonomi mendekati 6 persen, uang beredar 17 persen , dan kredit 22 persen .

    Kondisi tersebut mencerminkan adanya dinamika ekonomi yang hidup, terutama karena peran aktif sektor swasta dan investasi domestik yang kuat.

    Sementara era Jokowi (2014-2024), justru terlalu bergantung pada belanja infrastruktur pemerintah, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 5 persen , uang beredar 7 persen , dan kredit di bawah 

    Diakui Purbaya, di zaman SBY rakyat cukup makmur karena tak banyak membangun infrastruktur.

    “Zaman SBY meski tak banyak bangun infrastruktur, rakyat makmur,” ujar Purbaya dalam Investor Daily Summit 2025.

    Sementara itu, Purbaya mengakui mesin ekonomi era Jokowi pincang karena swasta lamban bergerak dan pertumbuhan uang beredar terlalu rendah untuk menopang aktivitas ekonomi.

    Disampaikan Purbaya, di era Jokowi perbankan harus berhenti karena kebijakan di sisi keuangan cenderung terlalu ketat.

    Sehingga di beberapa sektor tak berhasil tumbuh dengan optimal

    “Mesin ekonomi kita jadi pincang karena sektor swasta lamban bergerak,” kata Purbaya

    Purbaya menilai perlambatan ekonomi era Jokowi bukan semata akibat belanja infrastruktur, melainkan karena kurangnya keberanian perbankan menyalurkan kredit dan lambannya ekspansi usaha baru di sektor produktif

    Seperti diketahui, sejak era Presiden Joko Widodo alias Jokowi, utang negara meroket bak meteor.

    Keinginan Jokowi membangun infrastruktur, mengakibatkan negara butuh pinjaman besar, hingga akhirnya tembus Rp 9.138 triliun.

    Buat rakyat awam tentu sangat terkejut, hingga berpikir apa mampu Indonesia membayar utang sebesar itu?

    Terkait utang negara yang sangat besar itu, ternyata di mata Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa masih dalam level aman.

    Sebab menurut Purbaya, total utang negara tersebut masih 39,86 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    “Dan kalau acuan utang bahaya besar apa enggak, itu bukan dilihat dari nominalnya saja, tapi diperbandingkan dengan sektor ekonominya,” ucapnya saat Media Gathering di Bogor, dikutip dari Tribunnews.com, Sabtu (11/10/2025).

    “Ini kan masih di bawah 39 persen dari PDB kan, jadi dari skandal ukuran internasional itu masih aman,” imbuhnya.

    Menurut Purbaya, pemerintah memastikan nilai utang pemerintah itu digunakan sebaik mungkin, dengan mengurangi penerbitan utang dan memaksimalkan belanja pemerintah.

    “Tapi ya, jadi utang itu jangan dipakai untuk menciptakan sentimen negatif ke ekonomi kita,” katanya. 

    “Karena dari standar nasional, dari standar internasional yang ada dimana-mana kita cukup pruden,” ucap Purbaya.

    “Ke depan kita akan cepat coba kontrol belanja pemerintah kita, supaya lebih baik, sehingga yang nggak perlu-perlu saya bisa mulai potong,” sambungnya.

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, utang pemerintah hingga akhir Juni 2025 tembus Rp 9.138 triliun.

    Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto mengatakan, utang negara sebesar Rp 9.138 triliun ini setara dengan 39,86 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    “Jadi utang kita pada posisi Juni total outstandingnya Rp 9.138 triliun. Pinjamannya Rp 1.157 triliun dan SBNnya Rp 7.980 triliun,” kata Suminto.

    Suminto bilang, rasio utang terhadap PDB itu tergolong aman, karena masih di bawah batas 60 persen PDB dan sesuai Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

    “Kita betul-betul melakukan utang secara hati-hati, secara terukur dan dalam batas kemampuan,” tegas dia.

    Berdasarkan rinciannya, nominal utang per akhir Juni terdiri dari pinjaman Rp 1.157,18 triliun, pinjaman dari luar negeri Rp 1.108.17 triliun, serta pinjaman dalam negeri Rp 49,01 triliun.

    Sementara utang yang diperoleh dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 7.980,87 triliun.

    Nominal penerbitan SBN yang berdenominasi rupiah masih menominasi dengan nilai Rp 6.484,12 triliun. Sedangkan yang berdominasi valas sebesar Rp 1.496,75 triliun.

  • Cek fakta, Sri Mulyani diperiksa Bareskrim Polri setelah tak lagi jadi Menteri Keuangan

    Cek fakta, Sri Mulyani diperiksa Bareskrim Polri setelah tak lagi jadi Menteri Keuangan

    Jakarta (ANTARA/JACX) – Sebuah unggahan video di Facebook menarasikan bahwa mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, diperiksa oleh Bareskrim Polri setelah tidak lagi menjabat sebagai menkeu.

    Video berdurasi 16 detik itu memperlihatkan Sri Mulyani berjalan sambil dikerumuni wartawan, dengan narasi yang mengaitkannya pada kasus SKK Migas.

    Unggahan tersebut ramai dengan lebih dari 1,8 juta penanyangan dan 55 ribu tanda suka.

    Di dalam video terdapat tulisan:

    “Viral..!! mantan mentri keuangan SRI MULYANI diperiksa di kementrian keuangan

    NETIZEN ayo rampas aset bila terbukti

    Bagaimana menurut kalian bantu share like dan komen dibawah ini”

    Namun, benarkah Sri Mulyani diperiksa Bareskrim Polri setelah tak lagi jadi Menteri Keuangan?

    Unggahan yang menarasikan Sri Mulyani diperiksa Bareskrim Polri setelah tak lagi jadi Menteri Keuangan. Faktanya, Sri Mulyani memang diperiksa oleh Bareskrim Mabes Polri terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dalam penjualan kondensat SKK Migas. Saat itu, ia dimintai keterangan sebagai saksi pada tahun 2015, bukan 2025. (Facebook)

    Penjelasan:

    Berdasarkan hasil penelusuran, video tersebut merupakan cuplikan lama dari KompasTV berjudul “Pemeriksaan Sri Mulyani” yang diunggah pada 8 Juni 2015.

    Dalam tayangan tersebut dijelaskan bahwa Sri Mulyani Indrawati, yang saat itu merupakan mantan Menteri Keuangan era Presiden SBY, memang diperiksa oleh Bareskrim Mabes Polri terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang dalam penjualan kondensat SKK Migas. Saat itu, ia dimintai keterangan sebagai saksi.

    Pewarta: Tim JACX
    Editor: M Arief Iskandar
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pemda Protes TKD Dipangkas, Banggar DPR: Pemerintah Harus Buka Dialog dan Bijak Menanggapi

    Pemda Protes TKD Dipangkas, Banggar DPR: Pemerintah Harus Buka Dialog dan Bijak Menanggapi

    Jakarta (beritajatim.com) – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menanggapi munculnya protes dari sejumlah pemerintah daerah atas berkurangnya alokasi dana transfer ke daerah (TKD) dalam RAPBN 2026. Dia menilai keluhan tersebut wajar dan harus disikapi dengan bijak oleh pemerintah pusat melalui dialog terbuka.

    “Situasi ini memicu aspirasi dari pemda agar alokasi TKD tidak dipotong. Tentu saja aspirasi seperti ini wajar dan seirama dengan semangat Kemendagri serta Kemenkeu untuk menanggapinya secara bijak dan dialogis,” ujar Said di Jakarta, Senin (13/10/2025).

    Said menjelaskan, alokasi TKD dalam APBN 2026 memang lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Dari Rp919,9 triliun pada 2025, turun menjadi Rp848,5 triliun karena efisiensi anggaran.

    “Dalam RAPBN 2026, pemerintah mengusulkan TKD sebesar Rp649,9 triliun, lalu Banggar DPR menambahkannya menjadi Rp692,9 triliun setelah pembahasan. Jadi, memang ada koreksi positif sebesar Rp43 triliun dari usulan awal,” kata dia.

    Dia menilai pengurangan alokasi TKD perlu dijelaskan secara terbuka agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di daerah. Said mengingatkan, penurunan anggaran tidak seharusnya diartikan sebagai pemangkasan otonomi daerah.

    “Tidak perlu saling menyalahkan, karena itu justru kontraproduktif. Pemerintah pusat dan daerah harus sama-sama menjaga transparansi serta memperkuat koordinasi,” tegas dia.

    Menurut Said, dalam sistem negara kesatuan, otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan pemerintah pusat dengan semangat pemberdayaan. Dia menyebut filosofi otonomi daerah di Indonesia berbeda dengan negara federal yang memberikan kewenangan dari bawah ke atas.

    “Dalam negara kesatuan, pemerintah pusat membentuk daerah dan memberikan kewenangan secara proporsional. Semangatnya adalah memberdayakan daerah dalam kerangka pemerintahan yang demokratis,” jelas dia.

    Politisi PDI Perjuangan itu juga menegaskan bahwa kewenangan pemerintah pusat dalam menyusun TKD tidak bersifat mutlak. Pemerintah tetap terikat oleh aturan hukum yang tercantum dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).

    “Kewenangan pemerintah pusat dalam menyusun TKD tidak bersifat mutlak. Pemerintah pusat terikat dengan seluruh ketentuan yang diatur dalam UU HKPD,” ujar dia.

    Said menjelaskan, mekanisme pengelolaan keuangan pusat dan daerah saat ini bersifat asimetris, menyesuaikan karakteristik masing-masing daerah. Artinya, setiap daerah memiliki kapasitas fiskal berbeda yang diatur berdasarkan faktor sosial, budaya, dan kesejarahan.

    “Karena sifat otonomi kita asimetris, maka pembagian kewenangan dan dana juga tidak bisa seragam. Ada daerah seperti Yogyakarta, Aceh, atau Papua yang punya kekhususan tersendiri,” kata politisi asli Sumenep ini.

    Lebih lanjut, Said mendorong agar pemerintah pusat tidak hanya fokus pada pengurangan TKD, tetapi juga memperkuat efisiensi penggunaan dana di daerah. Dia menyebut pemerintah daerah kerap mengeluhkan lambatnya pencairan dana pusat dan proses birokrasi yang rumit.

    “Banyak daerah yang menyimpan dana di bank bukan karena tidak mau menyerap, tapi karena pencairan dan koordinasi dari pusat sering terlambat. Ini perlu diselesaikan dengan komunikasi yang lebih intensif,” ucap dia.

    Sebagai jalan keluar, Said mendorong pemerintah pusat dan daerah duduk bersama membahas formula pembagian dana yang lebih adil dan efisien. Dia menilai semua pihak harus berpegang pada ketentuan UU HKPD agar tidak saling menyalahkan.

    “Kedua pihak harus duduk satu meja dan mengikuti ketentuan UU HKPD. Dengan begitu, tidak ada lagi kesalahpahaman antara pusat dan daerah,” tegas dia.

    Said juga menambahkan, pemerintah dapat memperbesar porsi dana insentif fiskal, dana bagi hasil, maupun membuka peluang pinjaman daerah berbasis kinerja untuk menutup selisih TKD. “Pemerintah bisa memperkuat mekanisme fiskal daerah tanpa harus membebani APBN, misalnya melalui kemitraan dengan sektor swasta atau skema pinjaman daerah yang terukur,” ujar dia.

    Dia berharap keputusan terkait TKD tidak menghambat kinerja pembangunan daerah. Menurutnya, semangat utama hubungan keuangan pusat dan daerah adalah menciptakan keadilan fiskal dan pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.

    “Yang terpenting bukan hanya besarannya, tapi bagaimana dana itu digunakan secara efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah,” pungkas dia. [asg/beq]

  • Purbaya Buka Pengaduan Langsung Layanan Pajak hingga Bea Cukai via WA Menkeu

    Purbaya Buka Pengaduan Langsung Layanan Pajak hingga Bea Cukai via WA Menkeu

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa akan membuka saluran pengaduan langsung via WhatsApp bagi masyarakat terkait dengan layanan pajak dan bea cukai.

    Purbaya mengaku ada berbagai kendala bagi pihaknya untuk menangani pengaduan layanan pajak dan bea cukai. Menurutnya, terkadang ada laporan tidak benar yang diterima.

    Untuk itu, dia menyebut akan segera meluncurkan saluran pengaduan langsung ke Menkeu via nomor WhatsApp. “Saya akan bukan channel langsung ke Menteri. Jadi mereka bisa ngadu ke situ, untuk bea cukai dan pajak,” ungkapnya kepada wartawan saat kunjungan ke kawasan pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (13/10/202).

    Menurut Purbaya, dia akan membuat dua nomor WA pengaduan terpisah. Masing-masing untuk pengaduan pelayanan pajak dan bea cukai.

    “Nomor WA terpisah. Mungkin besok akan saya launch itu,” kata pria yang sebelumnya menjabat Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu.

    Untuk diketahui, Menkeu yang baru sebulan lebih menjabat itu menaruh perhatian cukup besar kepada otoritas pajak hingga bea cukai. Sebelum menyinggung soal saluran pengaduan itu, dia telah beberapa kali menyinggung soal penindakan terhadap pegawai pajak dan bea cukai.

    Akan tetapi, dia turut menjanjikan insentif bagi mereka apabila bisa meningkatkan realisasi penerimaan negara. Purbaya menyampaikan bahwa ingin memperlakukan aparat pajak, sekaligus bea cukai, dengan adil sesuai dengan kinerjanya.

    Sebagai contoh, belum lama ini Dirjen Pajak Bimo Wijayanto mengungkap telah memecat 26 pegawainya yang melanggar etik dalam penanganan penunggak pajak besar senilai Rp60 triliun.

    Ke depan, Purbaya akan memberhentikan pegawai pajak maupun bea cukai yang melakukan kecurangan maupun menyalahi amanat profesinya. “Kalau ada yang macam-macam, enggak ada ampun,” ujarnya kepada wartawan melalui video conference dari Jakarta pada Media Gathering APBN 2026, Jakarta, Jumat (10/10/2025).

    Purbaya tidak menutup kemungkinan untuk menindak kasus-kasus atau pelanggaran pada masa lalu, apabila sudah ada temuannya. Di sisi lain, dia ingin memberikan perlakuan yang adil dengan memberikan penghargaan bagi mereka yang melaksanakan pekerjaannya dengan hasil optimal.

    “Nanti kalau bagus sekali misalnya tax ratio-nya sekarang kan sekitar 10% ya, kalau bisa 12%, kita akan kasih insetif ke mereka. Supaya fair treatment, ada hukuman, ada juga reward kalau mereka bekerja dengan baik,” terang pria yang sebelumnya menjabat Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu.

  • Purbaya Tak Tahu Soal Family Office dan Rencana Jadikan Bali Pusat Keuangan

    Purbaya Tak Tahu Soal Family Office dan Rencana Jadikan Bali Pusat Keuangan

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan tidak tahu menahu soal rencana pemerintah menjadikan Bali sebagai pusat keuangan dengan konsep family office. 

    Sekadar informasi, family office merujuk kepada perusahaan surga pajak bagi konglomerat. Konsep tersebut diterapkan di berbagai negara surga pajak seperti Singapura hingga Hong Kong. 

    Kabar rencana pembuatan family office di Pulau Dewata itu santer diisukan tengah digodok oleh Dewan Ekonomi Nasional (DEN) serta Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

    “Enggak tahu saya. Saya enggak tahu,” terang Purbaya ketika dimintai konfirmasi oleh wartawan saat kunjungan ke kawasan pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (13/10/2025). 

    Sementara itu, Juru Bicara DEN Jodi Mahardi mengungkapkan program transformasi tersebut sama dengan wacana pembentukan family office di Bali yang sudah disampaikan Luhut pada sejumlah kesempatan.

    Pemerintah ingin menarik bank internasional, manajer aset, serta firma ekuitas swasta dengan menawarkan berbagai insentif pajak hingga regulasi ramah bisnis guna mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Pemerintah ingin menciptakan pusat keuangan yang modern, transparan, dan berpihak pada pembangunan ekonomi nasional. Nantinya diharapkan menjadi platform yang menghubungkan investasi global dengan peluang nyata di sektor riil Indonesia,” ujar Jodi kepada Bisnis, Senin (13/10/2025).

    Dia tidak menampik bahwa ada sejumlah kekhawatiran atas rencana tersebut. Kendati demikian, Jodi hanya menekankan bahwa transformasi Bali menjadi pusat keuangan baru akan membawa keuntungan besar bagi Indonesia.

    “Pendekatan yang kami ambil sangat hati-hati — memastikan kepastian hukum, integritas sistem, dan manfaat langsung bagi perekonomian Indonesia,” jelasnya.

    Ketika dimintai keterangan sudah sejauh mana pembahasan rencana program tersebut, Jodi tidak memberi keterangan lebih lanjut.

  • Pengakuan Purbaya Satu Bulan Jabat Menkeu: Cukup Kusut Tapi Seru

    Pengakuan Purbaya Satu Bulan Jabat Menkeu: Cukup Kusut Tapi Seru

    Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah sebulan menjabat sebagai bendahara negara menggantikan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ternyata menemukan banyak sekali permasalahan di sektor fiskal.

    Ia mengatakan, salah satu masalah itu ialah serapan APBN 2025 yang tidak maksimal. Kondisi itu justru membuat dana menganggur pemerintah semakin menumpuk dari tahun ke tahunnya, hingga terakumulasi menjadi Saldo Anggaran Lebih atau SAL yang lebih dari Rp 400 triliun.

    “Cukup kusut sih. Kan ada berbagai hal. Pertama saya lihat anggaran negara seperti apa 2025. 2025 penyerapannya seperti apa, ternyata banyak juga yang tidak diserap dan yang utamanya ada banyak uang nganggur,” kata Purbaya, dalam wawancara di CNBC Indonesia TV, Jumat (10/10/2025).

    Permasalahan ini pun membuat ia gencar mengeluarkan berbagai kebijakan yang mempercepat belanja negara, salah satunya penempatan dana menganggur pemerintah di Bank Indonesia ke bank milik negara,.

    Kebijakan itu bahkan menjadi program utamanya setelah dilantik Presiden Prabowo Subianto sebagai menteri keuangan pada 8 September 2025.

    Untuk meningkatkan peredaran uang primer atau M0 dan menggerakkan lebih cepat aktivitas ekonomi masyarakat, ia menempatkan dana menganggur pemerintah yang ada di Bank Indonesia (BI) senilai Rp 200 triliun ke Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, dan BSI per 12 September 2025.

    Selain masalah banyaknya dana menganggur yang dimiliki pemerintah, Purbaya mengatakan, selama sebulan menjabat ia menyaksikan bagaimana besarnya efek pemangkasan anggaran transfer ke daerah terhadap perekonomian masyarakat di berbagai daerah.

    Sebagai informasi, alokasi anggaran TKD dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dipatok sebesar Rp 649,99 triliun. Jumlah itu berkurang Rp 269 triliun jika dibandingkan dengan alokasi dalam APBN 2025 sebesar Rp 919,87 triliun. Dalam pembicaraan dengan DPR, Purbaya memutuskan anggaran TKD 2026 ditambah sedikit sebesar Rp 43 triliun menjadi Rp 693 triliun.

    Purbaya mengaku digeruduk oleh Gubernur dan Bupati beberapa waktu lalu akibat kebijakan pemangkasan anggaran TKD yang cukup signifikan. Para kepala daerah itu protes karena TKD-nya dipangkas. “Ya gampang-gampang susah menghadapi mereka,” tegasnya.

    Namun, Purbaya berjanji jika ekonomi membaik, dirinya akan mengembalikan anggaran yang dipangkasnya. Adapun, syaratnya serapan anggaran pemerintah daerah harus bagus. “Jangan ada yang macet, jangan ada yang bocor sana-sini. Jadi satu bulan ini cukup seru.”

    Foto: Infografis/ Purbaya/ Edward Ricardo
    Infografis, Gebrakan 1 Bulan Purbaya

    (arj/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pemerintah Cari Solusi Bayar Utang Whoosh Rp 116 Triliun Tanpa Sentuh APBN – Page 3

    Pemerintah Cari Solusi Bayar Utang Whoosh Rp 116 Triliun Tanpa Sentuh APBN – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak ingin APBN ikut terbebani oleh utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, alias Whoosh yang dikelola oleh konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

    Menkeu Purbaya lantas memercayakan tanggung jawab utang proyek kereta cepat Whoosh kepada Danantara, yang juga memayungi beberapa BUMN seperti PT KAI (Persero) yang masuk dalam konsorsium proyek tersebut.

    “KCIC di bawah Danantara? Kalau di bawah Danantara mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp 80 triliun atau lebih,” ujar dia via sambungan video dalam Media Gathering APBN 2026 di Bogor, Jumat (10/10/2025).

    “Harusnya mereka manage dari situ, jangan ke kita lagi. Karena kalau enggak ya semuanya ke kita lagi. Jadi jangan kalau enak swasta, kalau enggak enak government (yang ngurusin),” Purbaya menambahkan.

    Pada kesempatan sama, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto turut menegaskan, pemerintah tidak memiliki utang dalam proyek Whoosh.

    “Itu keseluruhan equity dan pinjaman badan usaha, jadi Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak ada utang pemerintah,” kata Suminto.

    Adapun proyek kereta cepat Whoosh menyimpan utang senilai USD 7,3 miliar, atau setara Rp 116 triliun. Kendati begitu, Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menjamin utang tersebut tidak akan sampai mengganggu operasional kereta api lainnya.