Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • Iuran BPJS Kesehatan Naik Kalau Ekonomi Tumbuh di Atas 6%

    Iuran BPJS Kesehatan Naik Kalau Ekonomi Tumbuh di Atas 6%

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan iuran BPJS Kesehatan tidak akan naik pada 2025 ini. Sebab menurutnya saat ini perekonomian dalam negeri baru mengalami pemulihan.

    “Kalau sekarang belum, sekarang belum,” jawabnya singkat saat ditemui wartawan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).

    Meski begitu, Purbaya mengatakan bahwa besaran iuran BPJS Kesehatan berpotensi dinaikkan jika ekonomi Indonesia berhasil tumbuh di atas 6%. Namun ia juga belum bisa memastikan seberapa besar kenaikan iuran-nya nanti, mengingat hal ini belum dibicarakan lebih jauh.

    “Ini kan ekonomi baru mau pulih, belum lari, kita jangan utak-atik dulu sampai ekonominya pulih, dalam pengertian tumbuhnya di atas 6% lebih dan mereka sudah mulai dapat kerjaan lebih mudah. Baru kita pikir menaikkan beban masyarakat,” terangnya.

    Saat diminta penegasan apakah iuran BPJS Kesehatan berpeluang dinaikkan tahun depan mendatang seperti yang tertuang dalam dengan Buku Nota Keuangan dan RAPBN 2026, ia belum bisa memastikan.

    “Tahun depan kalau ekonomi tumbuh di atas 6,5% gimana? Artinya masyarakat cukup kuat untuk menanggung bersama dengan pemerintah,” ucap Purbaya.

    Sebelumnya, Purbaya sempat mengatakan persoalan kenaikan tarif BPJS Kesehatan belum diputuskan. Sebab pihaknya masih menyerahkan perhitungan itu kepada BPJS Kesehatan.

    “Belum itu, biar mereka yang ngitung,” ujar Purbaya saat ditemui di kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (9/10/2025).

    Purbaya juga mengakui kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi salah satu pembahasan saat bertemu Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin. Keduanya diketahui bertemu membahas pengelolaan BPJS Kesehatan.

    “Ada (pembahasan soal iuran BPJS Kesehatan) tapi belum final, baru permukaannya aja. Jadi belum bisa didiskusikan ke media, belum clear,” tuturnya.

    Selain itu dalam Buku Nota Keuangan dan RAPBN 2026, pemerintah membuka ruang untuk kenaikan iuran BPJS Kesehatan tahun depan. Dalam dokumen itu dijelaskan, pemerintah akan melakukan penyesuaian tarif iuran secara bertahap.

    “Penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah,” tulis dokumen tersebut.

    Pendekatan kenaikan iuran bertahap disebut penting dilakukan demi meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

    (igo/fdl)

  • Purbaya Yakin Data BI soal Dana Mengendap di Bank Benar, Minta KDM Cek Lagi

    Purbaya Yakin Data BI soal Dana Mengendap di Bank Benar, Minta KDM Cek Lagi

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa buka suara soal sanggahan beberapa Gubernur soal dana Pemerintah Daerah (Pemda) mengendap di Bank. Sanggahan disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi atau KDM.

    Menurut Purbaya, data menyangkut dana Pemda mengendap di perbankan didapatkannya dari Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral. Purbaya yakin data tersebut valid sehingga meminta para gubernur memeriksa kembali data mereka.

    “Itu data dari BI, itu dicek sama BI, harusnya betul seperti itu. Mereka harus cek lagi seperti apa dana, dana diperbankannya mereka,” ujar Purbaya saat ditemui di Kemenkeu, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).

    Purbaya menjelsakan, BI mendapatkan laporan dari perbankan secara rutin. Purbaya kembali menekankan bahwa data milik BI lah yang seharusnya benar.

    “Itu kan dalam data dari bank sentral, itu laporan dari bank yang dilaporkan setiap saat ke bank sentral. Harusnya itu yang betul,” tuturnya.

    Sebelumnya, Purbaya menyoroti lambatnya realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hingga kuartal III-2025. Selain realisasi yang lambat, Purbaya juga menyinggung ada 15 pemerintah daerah yang memiliki simpanan dana daerah tertinggi di perbankan.

    Purbaya menyebut total dana daerah yang mengendap di perbankan mencapai Rp 234 triliun. Pemprov Jabar diketahui menempati urutan kelima dengan Rp 4,1 triliun, sementara Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp 3,1 triliun.

    Namun, KDM membantah tudingan Purbaya usai menerima penjelasan dari Bank Indonesia (BI). KDM menegaskan tidak ada dana Pemda Jabar sebesar Rp 4,1 triliun mengendap dalam bentuk deposito. Menurutnya, data yang benar adalah terdapat uang sebesar Rp 3,8 triliun tersimpan di kas daerah dalam bentuk giro berdasarkan data per 30 September 2025.

    “Nah, jadi ada nggak duit yang Rp 4,1 triliun yang deposito? Tidak ada. Yang ada adalah pelaporan keuangan di tanggal 30 September, ada dana yang tersimpan di kas daerah dalam bentuk giro sebesar Rp 3,8 triliun. Sisanya dalam bentuk deposito BLUD di luar kas daerah, yang menjadi kewenangannya BLUD masing-masing,” ujarnya melalui unggahan video di Instagram @dedimulyadi71, Rabu (22/10/2025).

    KDM juga menyebut dana Rp 3,8 triliun itu sudah digunakan untuk berbagai kebutuhan Pemprov Jabar. Misalnya, menggaji pegawai, biaya perjalanan dinas, hingga membayar tagihan listrik.

    Sementara itu, dalam data BI hingga 30 September, anggaran daerah yang tersimpan di perbankan mencapai Rp 233,97 triliun. Namun, angka tersebut berbeda dengan data dari 546 Pemda yang disampaikan kepada Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri. Hingga 17 Oktober, dana Pemda di rekening kas daerah mencapai Rp 215 triliun.

    Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan, pihaknya memperoleh data posisi simpanan perbankan dari laporan bulanan yang disampaikan oleh seluruh kantor bank.

    “Bank menyampaikan data tersebut berdasarkan posisi akhir bulan dari bank pelapor,” ujar Ramdan, dalam keterangan tertulis, Rabu (22/10/2025).

    (ily/rrd)

  • Purbaya Yakin Data BI soal Dana Mengendap di Bank Benar, Minta KDM Cek Lagi

    Purbaya Yakin Data BI soal Dana Mengendap di Bank Benar, Minta KDM Cek Lagi

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa buka suara soal sanggahan beberapa Gubernur soal dana Pemerintah Daerah (Pemda) mengendap di Bank. Sanggahan disampaikan oleh Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi atau KDM.

    Menurut Purbaya, data menyangkut dana Pemda mengendap di perbankan didapatkannya dari Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral. Purbaya yakin data tersebut valid sehingga meminta para gubernur memeriksa kembali data mereka.

    “Itu data dari BI, itu dicek sama BI, harusnya betul seperti itu. Mereka harus cek lagi seperti apa dana, dana diperbankannya mereka,” ujar Purbaya saat ditemui di Kemenkeu, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).

    Purbaya menjelsakan, BI mendapatkan laporan dari perbankan secara rutin. Purbaya kembali menekankan bahwa data milik BI lah yang seharusnya benar.

    “Itu kan dalam data dari bank sentral, itu laporan dari bank yang dilaporkan setiap saat ke bank sentral. Harusnya itu yang betul,” tuturnya.

    Sebelumnya, Purbaya menyoroti lambatnya realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hingga kuartal III-2025. Selain realisasi yang lambat, Purbaya juga menyinggung ada 15 pemerintah daerah yang memiliki simpanan dana daerah tertinggi di perbankan.

    Purbaya menyebut total dana daerah yang mengendap di perbankan mencapai Rp 234 triliun. Pemprov Jabar diketahui menempati urutan kelima dengan Rp 4,1 triliun, sementara Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp 3,1 triliun.

    Namun, KDM membantah tudingan Purbaya usai menerima penjelasan dari Bank Indonesia (BI). KDM menegaskan tidak ada dana Pemda Jabar sebesar Rp 4,1 triliun mengendap dalam bentuk deposito. Menurutnya, data yang benar adalah terdapat uang sebesar Rp 3,8 triliun tersimpan di kas daerah dalam bentuk giro berdasarkan data per 30 September 2025.

    “Nah, jadi ada nggak duit yang Rp 4,1 triliun yang deposito? Tidak ada. Yang ada adalah pelaporan keuangan di tanggal 30 September, ada dana yang tersimpan di kas daerah dalam bentuk giro sebesar Rp 3,8 triliun. Sisanya dalam bentuk deposito BLUD di luar kas daerah, yang menjadi kewenangannya BLUD masing-masing,” ujarnya melalui unggahan video di Instagram @dedimulyadi71, Rabu (22/10/2025).

    KDM juga menyebut dana Rp 3,8 triliun itu sudah digunakan untuk berbagai kebutuhan Pemprov Jabar. Misalnya, menggaji pegawai, biaya perjalanan dinas, hingga membayar tagihan listrik.

    Sementara itu, dalam data BI hingga 30 September, anggaran daerah yang tersimpan di perbankan mencapai Rp 233,97 triliun. Namun, angka tersebut berbeda dengan data dari 546 Pemda yang disampaikan kepada Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri. Hingga 17 Oktober, dana Pemda di rekening kas daerah mencapai Rp 215 triliun.

    Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan, pihaknya memperoleh data posisi simpanan perbankan dari laporan bulanan yang disampaikan oleh seluruh kantor bank.

    “Bank menyampaikan data tersebut berdasarkan posisi akhir bulan dari bank pelapor,” ujar Ramdan, dalam keterangan tertulis, Rabu (22/10/2025).

    (ily/rrd)

  • Ada Suap Audit BPK, Jual Beli Jabatan, hingga Proyek Fiktif BUMD!

    Ada Suap Audit BPK, Jual Beli Jabatan, hingga Proyek Fiktif BUMD!

    GELORA.CO – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa kembali menyoroti maraknya praktik korupsi di daerah yang dinilai menghambat pembangunan nasional. 

    Ia menegaskan, masih banyak kepala daerah dan pejabat publik yang terjebak dalam praktik suap audit, jual beli jabatan, hingga proyek fiktif di lingkungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

    Purbaya menyebut sederet kasus tersebut sebagai bukti nyata bahwa reformasi tata kelola pemerintahan belum sepenuhnya berjalan optimal.

    “Data KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga mengingatkan kita dalam tiga tahun terakhir masih banyak kasus daerah, audit BPK di Sorong dan Meranti, jual beli jabatan di Bekasi sampai proyek fiktif BUMD di Sumatera Selatan. Artinya reformasi tata kelola ini belum selesai,” ungkap Purbaya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).

    Purbaya menekankan, praktik korupsi di daerah menjadi penyebab utama kebocoran anggaran dan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Ia juga menyinggung berbagai kasus yang sebelumnya telah diusut KPK sebagai bukti lemahnya tata kelola di tingkat daerah.

    Kasus Suap Audit BPK di Meranti

    Salah satu yang disorot Purbaya adalah kasus suap audit BPK di Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau. Kasus ini menjerat Bupati Kepulauan Meranti kala itu, Muhammad Adil, yang ditangkap tangan oleh KPK pada 7 April 2023.

    Dalam kasus tersebut, Adil diduga menyuap auditor BPK agar laporan keuangan Pemkab Meranti mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

    Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan bahwa Adil bersama Kepala BPKAD Fitri memberikan uang senilai sekitar Rp1,1 miliar kepada Ketua Tim Pemeriksa BPK Riau, M. Fahmi Aressa. 

    Dalam putusan pengadilan, Adil dijatuhi hukuman 9 tahun penjara, denda Rp600 juta, serta diwajibkan mengembalikan uang pengganti sebesar Rp17 miliar. Sementara itu, Fahmi divonis 4 tahun 3 bulan penjara.

    Kasus Suap Audit BPK di Sorong

    Selain di Meranti, Purbaya juga menyoroti kasus serupa yang terjadi di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. Kasus ini melibatkan mantan Penjabat (Pj) Bupati Sorong, Yan Piet Moso, bersama Kepala BPKAD Efer Segidifat dan stafnya, Maniel Syafle.

     

    Ketiganya didakwa memberikan uang sebesar Rp450 juta kepada tim BPK Papua Barat untuk menghilangkan temuan dalam hasil pemeriksaan keuangan tahun 2022–2023. 

    Pihak BPK yang diduga terlibat, termasuk Kepala BPK Perwakilan Papua Barat Daya Patrice Lumumba Sihombing, disebut menerima uang melalui perantara bernama Abu dan David. 

    Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Manokwari pada April 2024, Yan Piet Moso dijatuhi hukuman 1 tahun 10 bulan penjara, sedangkan Efer dan Maniel masing-masing divonis 2 tahun penjara.

    Proyek Fiktif di BUMD Sumatera Selatan 

    Purbaya juga menyoroti praktik korupsi di BUMD Sumatera Selatan. Dugaan kasus ini menimpa PT Sriwijaya Mandiri Sumsel (PT SMS), perusahaan daerah yang mengelola Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Api-api. Mantan Direktur Utama PT SMS, Sarimuda, ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan KPK pada September 2023. 

    Kasus ini berawal dari kerja sama PT SMS dengan PT KAI dalam pengangkutan batubara. Dalam periode 2020–2021, Sarimuda diduga membuat dokumen invoice fiktif untuk mencairkan dana perusahaan. Uang yang dikeluarkan atas dasar dokumen palsu itu sebagian digunakan untuk kepentingan pribadi dan ditransfer ke rekening keluarganya.

    Perbuatan tersebut menyebabkan kerugian negara sekitar Rp18 miliar. KPK menduga pelanggaran ini melibatkan pelanggaran berbagai peraturan, termasuk UU Keuangan Negara, UU Perseroan Terbatas, PP BUMD, serta UU Tindak Pidana Korupsi. Kasus ini masih dalam tahap penyidikan lanjutan.

    Sorotan terhadap Reformasi Tata Kelola 

    Purbaya menilai, sederet kasus korupsi di daerah mencerminkan bahwa reformasi birokrasi dan tata kelola anggaran belum sepenuhnya berjalan efektif di tingkat pemerintahan daerah. Ia menyoroti masih adanya pejabat yang menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi.

    Dalam pernyataannya, Purbaya menekankan pentingnya memperkuat transparansi dan pengawasan keuangan daerah agar pembangunan berjalan efektif. Ia juga mendorong perbaikan sistem akuntabilitas publik agar praktik korupsi serupa tidak terus berulang.

  • Kalau Benar Saya Berhentikan Pejabat Saya!

    Kalau Benar Saya Berhentikan Pejabat Saya!

    GELORA.CO – Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi akan mengecek langsung kabar dana mengendap Rp 4,17 triliun milik Pemprov Jabar ke Bank Indonesia (BI). Dedi menyebut akan memecat seluruh pejabatnya jika kabar itu benar.

    “(Habis dari Kemendagri) ke BI, ya kita harus menanyakan kan, kalau saya sih berharapnya benar Rp 4,1 (triliun). Ya kan, kalau benar saya dapat tambahan lagi tuh uang lebih kan, tapi konsekuensinya seluruh pejabat saya, saya berhentikan,” kata Dedi kepada wartawan setiba di Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025) dikutip dari detikNews.

    Dedi mengatakan alasan pemecatan itu karena pejabat terbukti membohonginya jika memang ada dana mengendap senilai itu.

    “Ya karena dia bohong sama saya, kan sederhana,” ucapnya.

    Dedi menyebut data milik Pemprov Jabar dengan Kemendagri sudah sama. Dia mengaku selalu melaporkan data keuangan Pemprov Jabar ke Kemendagri setiap hari.

    “Makanya kan data dari BI ini sumber datanya dari mana gitu loh. kalau saya sih senang aja kalau memang ada Rp 4,1 T, gitu loh,” ucapnya.

    Diberitakan sebelumnya, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyebut data pemda yang mengendap di bank diperolehnya dari BI. Jika ingin mengetahui data itu secara detail, sebut Purbaya, Dedi bisa memeriksanya ke BI selaku bank sentral.

    “Saya bukan pegawai Pemda Jabar. Kalau dia mau periksa, periksa aja sendiri. Itu data dari sistem monitoring BI yang dilaporkan oleh perbankan setiap hari kali ya, setiap berapa minggu sekali. Itu seperti itu datanya. Dan di situ ada flag, ada contrengan nih punya siapa, punya siapa. Punya Pemda depositonya jenisnya apa, giro dan lain-lain. Jadi jangan Pak Dedi nyuruh saya kerja,” tegas Purbaya ditemui di kantor Pusat Kemenkeu, Jakarta, Selasa (21/10).

  • Mau Sikat Mafia Impor Baju Bekas, Purbaya Bicara Nasib Thrifting di Pasar Senen

    Mau Sikat Mafia Impor Baju Bekas, Purbaya Bicara Nasib Thrifting di Pasar Senen

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa merespons dampak pelarangan impor bal pakaian bekas dalam karung atau balpres terhadap bisnis di Pasar Senen. Lokasi tersebut merupakan pusat thrifting di Jakarta yang dikenal sebagai tempat jual beli pakaian bekas impor.

    Purbaya menilai bisnis di Pasar Senen tak akan tutup meski impor balpres pakaian bekas dilarang. Menurutnya, pakaian bekas tersebut akan digantikan oleh produk-produk buatan dalam negeri.

    “Oh nggak (tutup), nanti kan diisi dengan barang-barang dalam negeri,” ujar Purbaya saat ditemui di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).

    Purbaya menegaskan bahwa pemerintah tidak mendukung adanya UMKM yang menjual barang ilegal. Pemerintah berupaya menghidupkan UMKM legal yang dapat membuka lapangan kerja dan menggenjot produksi dalam negeri. Hal ini diharapkan berdampak positif juga pada industri tekstil dalam negeri.

    “Lu pengen menghidupkan UMKM ilegal? Bukan itu tujuan kita. Kita tujuannya menghidupkan UMKM yang legal juga bisa menciptakan tenaga kerja di penyerapan, di sisi produksi di sini. Jadi kita ingin hidupkan lagi produsen-produsen tekstil di dalam negeri,” tegas Purbaya.

    Purabaya menekankan bakal menggalakkan lagi aturan pelarangan impor bal pakaian bekas. Ke depannya pelaku impor pakaian bekas akan mendapat hukuman tambahan berupa denda hingga di-black list sehingga tak bisa lagi melakukan kegiatan impor.

    Selama ini penegakan hukum terhadap praktik tersebut hanya berupa pemusnahan barang dan hukum pidana bagi pelakunya. Hal itu dinilai cenderung merugikan pemerintah, sebab negara harus menggelontorkan uang dalam pelaksanaannya.

    “Saya juga baru tahu istilah balpres itu. Impor barang-barang baju bekas, seperti apa penanganannya. Rupanya selama ini hanya bisa dimusnahkan dan yang impor masuk penjara, saya nggak dapet duit, (pelakunya) nggak didenda. Jadi saya rugi, cuma keluar ongkos untuk memusnahkan barang itu, tambah ngasih makan orang-orang yang di penjara itu,” tutupnya.

    (ily/rrd)

  • Purbaya Bakal Sikat Mafia Impor Pakaian Bekas!

    Purbaya Bakal Sikat Mafia Impor Pakaian Bekas!

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa bakal menggalakkan lagi aturan pelarangan impor bal pakaian bekas dalam karung atau balpres. Ke depannya pelaku impor pakaian bekas akan mendapat hukuman tambahan berupa denda.

    Purbaya menjelaskan, selama ini penegakan hukum terhadap praktik tersebut hanya berupa pemusnahan barang dan hukum pidana bagi pelakunya. Purbaya menilai hal itu cenderung merugikan pemerintah sebab negara harus menggelontorkan uang dalam eksekusinya.

    “Saya juga baru tahu istilah balpres itu. Impor barang-barang baju bekas, seperti apa penanganannya. Rupanya selama ini hanya bisa dimusnahkan dan yang impor masuk penjara, saya nggak dapet duit, (pelakunya) nggak didenda. Jadi saya rugi, cuma keluar ongkos untuk memusnahkan barang itu, tambah ngasih makan orang-orang yang di penjara itu,” ujar Purbaya saat ditemui di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Rabu (22/10/2025).

    Tak hanya itu, Purbaya menyebut bahwa ke depannya pelaku impor balpres pakaian bekas akan di-blacklist pemerintah. Artinya yang bersangkutan tidak boleh lagi melakukan kegiatan impor barang. Menurutnya nama-nama pemain impor pakaian bekas sudah dikantongi pemerintah.

    “Sepertinya mereka udah tau, kita udah tahu pemain-pemainnya siapa aja. Saya lupa tadi, kalau ada yang pernah balpres, saya akan blacklist, nggak boleh impor lagi,” tegas Purbaya.

    Larangan impor baju bekas sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, dan Undang-Undangnya adalah (UU) Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan.

    Sebagai informasi, hari ini Purbaya melakukan sidak ke Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai untuk meninjau sistem pengawasan di sana. Isu impor pakaian bekas merupakan salah satu yang dibahas Purbaya dan Ditjen Bea Cukai.

    Lihat juga Video: Purbaya Geram Oknum Bea Cukai Nongkrong di Starbucks-Beking Rokok Ilegal

    (ily/rrd)

  • 9
                    
                        Di Depan Dedi Mulyadi, Sekda Siap Mundur jika Ngibul soal Rp 4,1 T Mengendap di Bank
                        Bandung

    9 Di Depan Dedi Mulyadi, Sekda Siap Mundur jika Ngibul soal Rp 4,1 T Mengendap di Bank Bandung

    Di Depan Dedi Mulyadi, Sekda Siap Mundur jika Ngibul soal Rp 4,1 T Mengendap di Bank
    Tim Redaksi
    BANDUNG, KOMPAS.com –
    Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menyatakan siap mengundurkan diri jika terbukti berbohong terkait informasi dana Rp 4,1 triliun milik Pemprov Jabar yang mengendap di bank.
    Pernyataan itu disampaikan Herman langsung di hadapan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam perjalanan menuju Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam rekaman video yang diterima Kompas.com, Rabu (22/10/2025).
    Dalam video itu, Dedi menjelaskan bahwa dirinya bersama jajaran Pemprov Jabar akan menemui pihak Kemendagri dan Bank Indonesia (BI).
    Hal tersebut untuk mencocokkan data terkait dana Rp 4,1 triliun yang dirilis oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa masih tersimpan di rekening pemerintah daerah.
    Dedi mengatakan, langkah itu diambil untuk memastikan kesesuaian antara data yang dirilis Kementerian Keuangan dan catatan yang dimiliki Pemprov Jabar.
    “Kan di paparan Pak Menkeu tanggal 17 Oktober yang bersumber dari data BI tanggal 15 Oktober. Itu kan di situ ada tuh Pemda Jabar masih memiliki uang sebesar Rp4,1 triliun. Uang itu tersimpan di giro, tersimpan di deposito,” kata Dedi.
    Dedi kemudian menanyakan langsung kepada Sekda mengenai kondisi kas daerah per 15 Oktober 2025.
    “Nah, Bapak (sekda) harus jujur ke saya, tanggal 15 Oktober uang kita ada berapa?” tanya Dedi.
    “Rp2,6 triliun, Pak, di RKUD (rekening kas umum daerah),” jawab Herman.
    Dedi menerangkan, uang yang tersimpan di RKUD adalah dana milik Pemprov Jabar yang disimpan di Bank Jabar Banten (BJB).
    Dedi kemudian menjelaskan bahwa dana tersebut merupakan uang milik Pemprov Jabar yang tersimpan di Bank Jabar Banten (BJB), dan dipastikan tidak ada rekening simpanan lain di luar BJB.
    “Tidak ada, Pak, semua di Bank Jabar,” jawab Herman.
    Dedi menegaskan, jika data yang tercatat di BI ternyata menunjukkan jumlah yang berbeda, maka Sekda Jabar telah memberikan informasi yang salah.
    “Kalau nanti di BI ternyata uangnya Rp4,1 triliun, berarti Bapak berbohong pada saya. Kalau Bapak berbohong pada saya, berarti Bapak juga berbohong pada rakyat Jawa Barat. Konsekuensinya, Bapak saya berhentikan,” kata Dedi.
    Menanggapi pernyataan tersebut, Herman menyatakan kesiapannya untuk bertanggung jawab, bahkan siap dicopot dari jabatannya.
    “Siap, Pak. Sebelum Bapak berhentikan, saya siap mengundurkan diri,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 1.900 Eks Buruh Leces Gugat Menkeu Purbaya Rp1, Simbol Luka dari Probolinggo

    1.900 Eks Buruh Leces Gugat Menkeu Purbaya Rp1, Simbol Luka dari Probolinggo

    Probolinggo (beritajatim.com) – Setelah lebih dari satu dekade menunggu kejelasan nasib, ribuan mantan buruh PT Kertas Leces (Persero) akhirnya melangkah ke meja hijau. Mereka resmi menggugat Menteri Keuangan RI dengan tuntutan simbolik senilai Rp1 per orang.

    Gugatan ini bukan soal nominal, melainkan bentuk protes atas janji yang tak kunjung ditepati. Selama 13 tahun, para buruh menanti hak mereka dibayarkan setelah perusahaan milik negara itu dinyatakan pailit.

    Perwakilan buruh, Asmawi, mengungkapkan bahwa langkah hukum ini menjadi satu-satunya cara untuk menuntut keadilan. “Kami sudah terlalu lama menunggu. Banyak rekan kami meninggal sebelum haknya diberikan,” ujarnya, Rabu (22/10/2025).

    Gugatan tersebut telah resmi terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 716/Pdt.G/2025/PN.JKT.PST. Dalam petitumnya, para penggugat menulis kalimat yang menggugah: “Satu Rupiah untuk Membuka Mata Negara.”

    Sejak PT Kertas Leces diputus pailit pada 2018, aset senilai ratusan miliar seharusnya digunakan untuk membayar hak buruh. Namun hingga kini, proses lelang aset belum berjalan karena tertahan di Kementerian Keuangan.

    “Sertifikat tanah dan bangunan senilai Rp700 miliar sudah lama ditetapkan sebagai aset lelang. Tapi sampai sekarang tidak ada kejelasan dari pemerintah,” jelas Eko Novriansyah Putra, kuasa hukum para buruh.

    Eko menegaskan, gugatan ini bukan soal uang, melainkan bentuk kekecewaan terhadap negara yang dianggap abai terhadap warganya sendiri. “Satu rupiah ini adalah simbol air mata, bukan nilai ekonomi. Negara harus bertanggung jawab,” tegasnya.

    Ia juga menyebut bahwa sikap Kementerian Keuangan yang menahan aset tersebut dapat dikategorikan sebagai **perbuatan melawan hukum oleh penguasa**. Semua proses hukum kepailitan dan penetapan hak buruh sebenarnya telah tuntas sejak enam tahun lalu.

    “Kami tidak menuntut belas kasihan, hanya keadilan. Semoga Menteri Purbaya bisa menutup luka panjang para buruh ini,” tambah Eko dengan nada tegas.

    Bagi ribuan eks buruh Leces yang kini hidup tersebar di berbagai daerah, satu rupiah adalah simbol perlawanan bermartabat. “Kalau angka kecil ini bisa menggugah hati pemerintah, maka perjuangan kami tidak akan sia-sia,” tutur Asmawi penuh haru. (Ada/ted)

  • Kala Dedi Mulyadi Tantang Balik Purbaya Buka Data Dana APBD yang Mengendap di Bank
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        22 Oktober 2025

    Kala Dedi Mulyadi Tantang Balik Purbaya Buka Data Dana APBD yang Mengendap di Bank Megapolitan 22 Oktober 2025

    Kala Dedi Mulyadi Tantang Balik Purbaya Buka Data Dana APBD yang Mengendap di Bank
    Tim Redaksi
    DEPOK, KOMPAS.com –
    Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menantang Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk membuka data daerah yang disebut menahan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam bentuk simpanan di bank.
    “Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu (Purbaya) untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” kata Dedi dalam keterangan tertulis, Senin (20/10/2025).
    Pernyataan itu disampaikan menanggapi pernyataan Purbaya yang sebelumnya menyoroti lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah hingga menyebabkan dana sebesar Rp 234 triliun masih mengendap di bank per akhir September 2025.
    Dari total tersebut, Jawa Barat tercatat memiliki simpanan terbesar kelima dengan nilai Rp 4,17 triliun.
    Purbaya menilai, lambatnya penyerapan anggaran bukan disebabkan kurangnya dana, melainkan karena keterlambatan eksekusi program di daerah.
    “Pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat. Sekali lagi (untuk) memastikan uang itu benar-benar bekerja untuk rakyat,” ujarnya dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).
    Ia menegaskan, rendahnya serapan APBD membuat uang daerah terus menumpuk di bank.
    “Realisasi belanja APBD sampai dengan triwulan ketiga tahun ini masih melambat. Rendahnya serapan tersebut berakibat menambah simpanan uang Pemda yang menganggur di bank sampai Rp 234 triliun,” tutur Purbaya.
    Ia pun mengingatkan agar pemerintah daerah segera mempercepat realisasi anggaran.
    “Pesan saya sederhana, dananya sudah ada, segera gunakan, jangan tunggu akhir tahun. Gunakan untuk pembangunan yang produktif dan bermanfaat langsung bagi masyarakat,” tegasnya.
    Dedi menilai tudingan Purbaya tidak sepenuhnya tepat karena tidak semua daerah menahan belanja atau menimbun uang di perbankan.
    Menurut dia, sebagian pemerintah daerah justru mempercepat realisasi belanja publik agar manfaatnya cepat dirasakan masyarakat.
    Dedi mendesak pemerintah pusat membuka daftar daerah-daerah yang benar-benar menaruh uang APBD dalam deposito agar meminimalisir opini negatif terhadap daerah lain.
    “Sebaiknya, daripada menjadi spekulasi yang membangun opini negatif, umumkan saja daerah-daerah mana yang belum membelanjakan keuangannya dengan baik, bahkan yang menyimpannya dalam bentuk deposito,” kata Dedi.
    “Hal ini sangat penting untuk menghormati daerah-daerah yang bekerja dengan baik,” tambahnya.
    Selain itu, Dedi meminta pemerintah pusat juga memeriksa dana APBN yang mungkin masih mengendap di sejumlah kementerian.
    Ia menilai istilah “dana mengendap” tidak sepenuhnya tepat digunakan karena uang yang telah masuk ke kas daerah tidak langsung bisa dibelanjakan seluruhnya.
    “Nah, kemudian juga kami pertanyakan juga, apakah dana yang tersimpan itu yang belum dibelanjakan sepenuhnya hanya ada di kabupaten, kota, dan provinsi? Apakah di kementerian hari ini sudah habis dananya? Ya, dicek saja,” terang Dedi.
    Dedi juga mengoreksi data yang disampaikan Purbaya. Menurut dia, sisa dana APBD Jawa Barat yang tersimpan dalam bentuk giro sebesar Rp 2,41 triliun, bukan Rp 4,17 triliun seperti disebutkan pemerintah pusat.
    “Bukan Rp 4 triliun, tapi Rp 2,4 triliun. Oh, tapi
    Alhamdulillah
    , kalau di Bank Indonesia (BI) masih ada dana Pemprov Jabar Rp 4 triliun,” ucap Dedi saat ditemui di Universitas Indonesia, Depok, Selasa (21/10/2025).
    Ia menambahkan, hingga Desember 2025, Pemprov Jabar masih membutuhkan dana sekitar Rp 5–6 triliun untuk menuntaskan belanja daerah.
    Karena itu, Pemprov Jabar sementara menggunakan kas daerah untuk belanja modal, sambil menunda belanja barang dan jasa.
    “Sampai akhir Desember kami masih perlu lagi sekitar Rp 5 triliun lagi. Jadi nanti di Desember, mungkin bisa malah kurang kalau saya dorongin terus pembangunannya,” ujar Dedi.
    Dedi juga menyebut masih ada dana transfer dari pemerintah pusat yang belum dibayarkan seluruhnya, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH).
    “Di mana minus (Rp 5 triliun) itu menutupi? Ya nunggu pendapatan daerahnya masuk, dana transfer dari pemerintah pusatnya masuk, termasuk juga kurang bayarnya pemerintah pusat pada Provinsi Jawa Barat,” jelasnya.
    “Dana DBH yang tahun lalu belum lunas bayarnya, masih Rp 191 miliar lagi belum lunas tuh,” sambung Dedi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.