Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • SLIK OJK Hambat KPR, BP Tapera Ngadu ke Menkeu Purbaya – Page 3

    SLIK OJK Hambat KPR, BP Tapera Ngadu ke Menkeu Purbaya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho telah melakukan audiensi dengan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa guna membahas Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dalam program pembiayaan perumahan.

    Sebab, SLIK Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi salah satu tantangan dalam proses verifikasi kelayakan calon debitur penerima dana bantuan pembiayaan perumahan (KPR) Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang dilakukan oleh bank penyalur FLPP.

    “Kecenderungan masyarakat berpenghasilan rendah terkendala akan Non Performing Loan (NPL) akibat kredit konsumtif berpengaruh pada SLIK OJK. Yang kemudian memberikan konsekuensi pada bank penyalur untuk mempertimbangkan lolos atau tidaknya kelayakan sebagai calon debitur,” ujar Heru dalam pernyataan tertulis, Kamis (23/10/2025).

    Sebelumnya, BP Tapera telah menyampaikan perihal tersebut kepada OJK sejak 5 Agustus 2025. Terhitung per 1 Januari 2022 sampai dengan 4 Agustus 2025, terdapat 111.258 data debitur yang tidak diproses oleh pihak bank penyalur lebih dari dua bulan.

    “Masih dapat terdapat calon penerima FLPP yang sudah berstatus lolos subsidi checking, namun belum dilakukan follow up oleh pihak bank penyalur. Hal tersebut berpotensi menyebabkan calon penerima FLPP yang sebelumnya berminat mengajukan FLPP menjadi tidak berminat dikarenakan proses waktu tunggu dari pihak bank penyalur,” imbuh Heru.

    OJK kemudian menanggapi dari data yang disampaikan oleh BP Tapera terkait dengan informasi data calon penerima FLPP, dimana sebanyak 103.297 atau 92,84 persen berasal dari bank Himbara dan BSI.

     

  • Gak Main-Main! Ini Cara Purbaya Sikat Mafia Pakaian Bekas

    Gak Main-Main! Ini Cara Purbaya Sikat Mafia Pakaian Bekas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tak akan memberikan ampun bagi pelaku praktik impor bal pakaian bekas dalam karung atau balpres. Dia memastikan akan memberikan hukuman tambahan bagi ‘mafia’ impor pakaian bekas ini berupa denda.

    Purbaya mengatakan negara akan rugi jika hanya memenjarakan pelaku dan memusnahkan barang bukti baju ilegal. Pasalnya, negara harus menggelontorkan uang yang tidak sedikit untuk membakar pakaian itu.

    “Rupanya selama ini hanya bisa dimusnahkan dan yang impor masuk penjara, saya nggak dapet duit, (pelakunya) nggak didenda. Jadi saya rugi, cuma keluar ongkos untuk memusnahkan barang itu, tambah ngasih makan orang-orang yang di penjara itu,” kata Purbaya saat ditemui di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, kemarin (22/10/2025).

    Hal ini membuatnya geram. Oleh sebab itu, ia memastikan ke depan penindakan terhadap pelaku impor barang-barang ilegal akan ditambah dengan pengenaan denda.

    “Jadi kelihatannya akan kita ubah, di mana kita bisa denda orang itu juga

    Di sisi lain, Purbaya menekankan selain pengenaan denda, importir barang ilegal, khususnya barang-barang seperti balpres akan masuk daftar hitam alias blacklist dari daftar importir.

    “Kalau dia yang pernah bal pres saya akan blacklist nggak beli impor barang-barang lagi,” ungkap Purbaya.

    Purbaya memastikan, dengan cara ini pasar-pasar pakaian bekas seperti di Pasar Senen atau tempat-tempat pusat thrifting tidak akan mati, sebab akan ia pastikan pasokan penggantinya dari produsen dalam negeri.

    “Nanti kan kita isi dengan barang-barang dalam negeri. apa kalia ingin menghidupkan UMKM ilegal? bukan itu tujuan kita,” kata Purbaya.

    “Kita tujuannya menghidupkan UMKM ilegal yang juga bisa menciptakan tenaga kerja yang menyerap sisi produksi di sini, jadi kita ingin hidupkan lagi produsen-produsen tekstil di dalam negeri,” paparnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Polemik Dana Jabar Rp 4,1 Triliun: Dedi Mulyadi Bantah Deposito, Siap Diperiksa BPK
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        23 Oktober 2025

    Polemik Dana Jabar Rp 4,1 Triliun: Dedi Mulyadi Bantah Deposito, Siap Diperiksa BPK Bandung 23 Oktober 2025

    Polemik Dana Jabar Rp 4,1 Triliun: Dedi Mulyadi Bantah Deposito, Siap Diperiksa BPK
    Editor
    BANDUNG, KOMPAS.com
    – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan tidak ada dana sebesar Rp 4,1 triliun milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat yang mengendap dalam bentuk deposito di bank.
    Hal itu disampaikan Dedi setelah menerima penjelasan langsung dari Bank Indonesia (BI).
    “Ini kami sudah selesai mendapat penjelasan dari Bank Indonesia. Bank Indonesia ini adalah bank sentral, jadi jangan sampai ada pertanyaan atau pernyataan yang keliru. Jadi, ada enggak duit Rp 4,1 triliun yang deposito? Tidak ada, Pak,” kata Dedi dalam keterangan videonya, Rabu (22/10/2025).
    Menurut Dedi, dana yang dilaporkan per 30 September 2025 senilai Rp 3,8 triliun bukan deposito, tetapi kas daerah dalam bentuk giro.
    “Yang ada adalah pelaporan keuangan per 30 September, ada dana yang tersimpan di kas daerah dalam bentuk giro sebesar Rp 3,8 triliun. Sisanya adalah deposito BLUD di luar kas daerah yang menjadi kewenangannya BLUD masing-masing,” ujarnya.
    Digunakan untuk Belanja Publik, Bukan Ditahan
    Dedi menegaskan dana kas daerah tersebut telah dipakai untuk mendukung berbagai kebutuhan pemerintahan.
    “Uang Rp 3,8 triliun ini, hari ini sudah dipakai untuk bayar proyek, gaji pegawai, belanja perjalanan dinas, bayar listrik, air, dan pegawai outsourcing,” ungkapnya.
    Ia pun membantah keras tudingan bahwa Pemprov Jabar sengaja mengendapkan dana untuk mencari keuntungan bunga.
    “Tidak ada pengendapan atau penyimpanan uang pemerintah provinsi disimpan di deposito untuk diambil bunganya. Tidak ada. Awas ya, tidak ada,” tegas Dedi.
    Dedi menyebut posisi kas daerah bersifat dinamis sesuai kebutuhan belanja.
    “Apa yang dinyatakan bahwa uang yang ada di kas daerah hari ini Rp 2,5 triliun, kemarin Rp 2,3 triliun, sebelumnya Rp 2,4 triliun, itu yang benar,” katanya.
    Polemik makin memanas setelah Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar, Herman Suryatman, menyatakan siap mundur jika terbukti memberikan informasi tidak sesuai fakta.
    Hal itu disampaikan Herman di hadapan Dedi dalam perjalanan menuju Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
    Dalam video yang diterima Kompas.com, Dedi menegaskan kunjungan ke Kemendagri dan BI dilakukan untuk mencocokkan data dana Rp 4,1 triliun yang disebut masih mengendap di perbankan.
    “Kan di paparan Pak Menkeu tanggal 17 Oktober yang bersumber dari data BI tanggal 15 Oktober. Itu kan di situ ada tuh Pemda Jabar masih memiliki uang sebesar Rp 4,1 triliun. Uang itu tersimpan di giro, tersimpan di deposito,” kata Dedi.
    Dedi lalu menanyakan kondisi kas daerah per 15 Oktober 2025 kepada Herman.
    “Tanggal 15 Oktober uang kita ada berapa?” tanya Dedi.
    “Rp 2,6 triliun, Pak, di RKUD,” jawab Herman.
    Herman memastikan seluruh dana Pemprov disimpan di Bank Jabar Banten (BJB).
    “Tidak ada, Pak, semua di Bank Jabar,” ujarnya.
    Dedi menegaskan akan bertindak tegas jika data BI menunjukkan angka berbeda.
    “Kalau nanti di BI ternyata uangnya Rp 4,1 triliun, berarti Bapak berbohong pada saya…
    Konsekuensinya, Bapak saya berhentikan,” kata Dedi.
    Herman menjawab mantap: “Siap, Pak. Sebelum Bapak berhentikan, saya siap mengundurkan diri.”
    Adu data terus bergulir antara Dedi Mulyadi dan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa soal dana APBD Jawa Barat Rp 4,17 triliun yang disebut mengendap dalam bentuk deposito.
    Dedi membantah keras tudingan tersebut dan menantang Purbaya membuka data secara terbuka.
    “Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” ujarnya (20/10/2025).
    Menurut Dedi, tudingan bahwa daerah menahan belanja tidak berdasar. Pemprov Jabar justru mempercepat realisasi belanja publik.
    “Di antara kabupaten, kota, dan provinsi… pasti ada yang bisa mengelola keuangan dengan baik,” ujarnya.
    Purbaya membalas dengan tegas, menyebut data bersumber dari BI.
    “Tanya saja ke Bank Sentral. Itu kan data dari sana… Kemungkinan besar anak buahnya juga ngibulin dia,” ujarnya.
    Purbaya menegaskan tidak pernah menyebut Jabar secara khusus.
    “Saya enggak pernah sebut data Jabar… Itu laporan dari perbankan yang masuk secara rutin,” katanya.
    Dedi menyatakan Pemprov Jabar terbuka untuk diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
    “Silakan Badan Pemeriksa Keuangan memeriksa. Ini bagian dari upaya membangun keterbukaan publik,” tegasnya.
    Ia memastikan uang milik rakyat dipakai sepenuhnya untuk pembangunan, bukan “parkir” di bank.
    Berita sebelumnya, Menkeu Purbaya merilis data 15 daerah dengan dana mengendap tertinggi. Jabar masuk daftar 5 besar daerah yang dinilai menyimpan dana di bank:
    1. Provinsi DKI Jakarta Rp 14,6 triliun

    2. Jawa Timur Rp 6,8 triliun

    3. Kota Banjar Baru Rp 5,1 triliun

    4. Provinsi Kalimantan Utara Rp 4,7 triliun

    5. Provinsi Jawa Barat Rp 4,1 triliun

    6. Kabupaten Bojonegoro Rp 3,6 triliun

    7. Kabupaten Kutai Barat Rp 3,2 triliun

    8. Provinsi Sumatera Utara Rp 3,1 triliun

    9. Kabupaten Kepulauan Talaud Rp 2,6 triliun

    10. Kabupaten Mimika Rp 2,4 triliun

    11. Kabupaten Badung Rp 2,2 triliun

    12. Kabupaten Tanah Bumbu Rp 2,11 triliun

    13. Provinsi Bangka Belitung Rp 2,10 triliun

    14. Provinsi Jawa Tengah Rp 1,9 triliun

    15. Kabupaten Balangan Rp 1,8 triliun.
    Untuk memastikan kebenaran data, Dedi mengambil tiga Langkah. Pertama memanggil seluruh pejabat Pemprov Jabar, bertemu Kemendagri, dan berkoordinasi dengan Bank Indonesia.
    Ia menegaskan akan mencopot pejabat yang terbukti menyembunyikan data.
    “Saya tidak akan segan-segan berhentikan pejabat itu,” tegasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jangan Kaget Nanti Jadi Koruptor

    Jangan Kaget Nanti Jadi Koruptor

    GELORA.CO – Putra Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya, Yudo Sadewa, tengah menjadi sorotan publik setelah unggahannya di media sosial viral pada Selasa, 22 Oktober 2025. 

    Melalui Instagram pribadinya, Yudo menyebut di masa depan tidak menutup kemungkinan ada mahasiswa yang dulunya aktif berdemonstrasi justru terjerat kasus korupsi.

    Dia juga menyinggung dugaan bahwa sebagian mahasiswa yang ikut aksi mendapat bayaran dari pihak tertentu.

    “Guys nanti kalau kalian udah lulus kuliah jangan kaget kalau temen kalian yang dulu ikut demo aktif, jadi tersangka kasus korupsi, guys, karena jaman sekarang mahasiswa itu dibayar untuk demo,” ujar Yudo dalam video tersebut, dikutip Rabu 22 Oktober 2025.

    “Mereka demo bukan karena antikorupsi tetapi karena tidak kebagian jatah,” demikian narasi unggahan.

    Unggahan tersebut langsung menuai reaksi keras dari warganet. Banyak yang menilai pernyataan Yudo terlalu menggeneralisasi dan berpotensi menimbulkan kesalahpahaman.

    Beberapa komentar warganet menyoroti sikap Yudo yang dianggap tidak bijak dalam menyampaikan opini di ruang publik.

    “Mas, pernyataan seperti ini sepantasnya hanya jadi obrolan antar teman, keluarga, dan orang terdekat; bukan konsumsi publik. Jatuhnya Anda dan keluarga yang rugi,” tulis salah seorang warganet.

    Ada pula komentar bernada sindiran, “Ternyata lawan Pak Purbaya sebenarnya adalah komentar anaknya sendiri di sosmed.”

    “Memang betul ada yang begitu, tapi jangan di sama ratakan. Masih banyak perjuangan mahasiswa dan masyarakat yang tulus,” tulis warganet.

  • Dirjen Pajak Ingatkan UMKM Naik Kelas, Jangan Akali PPh Final 0,5%!

    Dirjen Pajak Ingatkan UMKM Naik Kelas, Jangan Akali PPh Final 0,5%!

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto mendorong pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) supaya tidak memecah-mecah usahanya demi mendapatkan insentif pajak penghasilan (PPh) final 0,5%. 

    Bimo menyampaikan bahwa selama ini pedagang kecil selalu diberikan insentif, salah satunya PPh final 0,5%. Insentif itu pun diperpanjang hingga 2029. 

    Namun demikian, Bimo menyoroti bahwa selama ini ada beberapa dugaan praktik ‘arisan faktur’ untuk mengakali insentif PPh final UMKM setengah persen itu. Padahal, penerima insentif itu hanya bagi pengusaha UMKM dengan omzet Rp500 juta sampai dengan Rp4,8 miliar.

    “Jadi ya kami lihat kalau memang yang sudah naik kelas ya, enggak seharusnya kemudian memecah dirinya untuk mendapatkan insentif yang 0,5%,” terangnya kepada wartawan usai rapat di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (22/10/2025). 

    Bimo menuturkan, pengusaha yang sudah memiliki omzet di atas Rp4,8 miliar maka diwajibkan untuk menyetorkan PPh. Dia menyebut otoritas fiskal pun membantu agar para pengusaha UMKM yang sudah naik kelas itu bisa membukukan laba dan menyetorkan pajak terutangnya. 

    “Jadi menghitung berdasarkan pembukuan profitnya berapa, kemudian yang seharusnya terutang sesuai dengan performance-nya. Tidak hanya sesuai dengan omzet yang langsung 0,5%,” paparnya.

    Adapun modus itu juga disoroti oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Pada acara Media Gathering APBN 2026, Jumat (10/10/2025), Purbaya mengaku sudah mendengar soal permasalahan itu, yakni ada pengusaha yang memecah-mecah usahanya agar bisa mendapatkan insentif PPh final UMKM 0,5%.  

    Untuk itu, Purbaya akan mengecek data terkait yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), maupun data dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum.  

    “Kita coba dalami lagi, bisa enggak kita deteksi itu dengan database yang ada di Coretax maupun nanti kerja sama dengan database di Kementerian Hukum. Ini effort baru, saya enggak harap dalam waktu setahun menghasilkan jumlah signifikan dalam hal peningkatan pajak atau penjaringan orang-orang yang melakukan hal tersebut,” paparnya.

  • PDIP Bentuk Tim Kaji Proyek Kereta Cepat Whoosh – Page 3

    PDIP Bentuk Tim Kaji Proyek Kereta Cepat Whoosh – Page 3

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, secara blak-blakan tidak akan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menutupi pembayaran proyek kereta cepat Whoosh yang dikelola PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

    Purbaya menjelaskan, alasan tidak mau membayar. Ia menilai dividen Danantara mampu membayar utang Whoosh tersebut. Bahkan diperkirakan dividen yang dimiliki Danantara sebesar Rp 80 – 90 triliun setiap tahunnya.

    “Sudah saya sampaikan (soal tidak mau membayar utang Whoosh memakai APBN). Kenapa? Karena kan Danantara terima dividen dari BUMN kan, hampir Rp 80 – 90 triliun. Itu cukup untuk menutup bayaran tahunan untuk kereta api cepat” kata Menkeu Purbaya usai Rapat Dewan Pengawas Danantara, di Wisma Danantara, Jakarta, Rabu (15/10/2025).

    Diketahui, utang Whoosh yang harus dibayar adalah Rp 2 triliun setiap tahun. Lebih lanjut, Purbaya mengatakan Danantara akan mempelajari usulan dari dirinya.

    Dalam kesempatan berbeda, saat ditemui di kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan keenganan membayar utang Whoos merupakan keputusan yang diambil karena sumber pembayaran proyek tersebut kini berasal dari BUMN holding investasi, bukan langsung dari kas negara.

    Menkeu Purbaya menjelaskan secara gamblang, bahwa dividen perusahaan pelat merah yang sebelumnya masuk ke APBN kini sudah dialihkan ke BPI Danantara. Artinya, APBN tidak perlu menanggung utang kereta cepat tersebut.

    “Tapi ketika sudah dipisahkan, dan seluruh dividen masuk ke Danantara, Danantara cukup mampu untuk membayar itu. Jadi bukan nggak dibayar, tapi Danantara, bukan APBN, kelihatannya. Arahnya saya maunya ke sana,” ujar Purbaya.

  • Sama-sama Klaim Data Bank Indonesia, Siapa Benar Menkeu Purbaya atau Dedi Mulyadi?

    Sama-sama Klaim Data Bank Indonesia, Siapa Benar Menkeu Purbaya atau Dedi Mulyadi?

    “Uang Rp 3,8 triliun ini, hari ini sudah dipakai untuk bayar proyek, gaji pegawai, belanja perjalanan dinas, bayar listrik, air, dan pegawai outsourcing,” ucapnya.

    Dari penjelasan BI tersebut, KDM memastikan tudingan bahwa Pemprov Jabar menjadi salah satu daerah yang mengendapkan dana dalam bentuk deposito terpatahkan.

    “Tidak ada pengendapan atau penyimpanan uang pemerintah provinsi disimpan di deposito untuk diambil bunganya. Tidak ada,” katanya.

    Disinggung mengenai paparan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menyatakan sebaliknya, KDM hanya berujar satu kata, “Begitulah”.

    Meski demikian, KDM memastikan posisi kas daerah Pemprov Jabar terus bergerak sesuai kebutuhan belanja daerah, dengan jumlah fluktuatif per harinya.

    “Apa yang dinyatakan bahwa uang yang ada di kas daerah hari ini Rp 2,5 triliun, kemarin Rp 2,3 triliun, sebelumnya Rp 2,4 triliun, itu yang benar,” katanya.

    Terkait ancaman pencopotan pejabat yang menginformasikan data bohong soal fiskal daerah, Dedi mengatakan setelah mendapatkan penjelasan BI, dirinya mengatakan merasa tidak enak hati.

    “Jadi saya merasa enggak enak nih. Soalnya tadinya mau ada lowongan sekda, sekarang jadi tidak ada,” katanya dengan nada bergurau.

    Sebelumnya, Dedi Mulyadi menampik pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait 15 daerah yang menyimpan dana bukan di bank pembangunan daerahnya, termasuk Jawa Barat, dalam rapat inflasi daerah bersama Mendagri Tito Karnavian, Senin (20/10).

    Purbaya menyebut Pemprov Jabar menyimpan deposito sebesar Rp 4,17 triliun. Selain Jabar, Purbaya juga menyebut Pemprov DKI Jakarta menyimpan deposito Rp 14,683 triliun dan pemprov Jatim Rp 6,8 triliun.

  • Median: Tingkat Kepuasan Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran 68,9 Persen – Page 3

    Median: Tingkat Kepuasan Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran 68,9 Persen – Page 3

    Median juga mengukur kinerja menteri yang paling disukai.

    Hasil survei menyebutkan lima menteri teratas yang paling disukai, antara lain:

    Menkeu Purbaya Yudi Sadewa
    Menko Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono
    Menkdidasmen Abdul Muti
    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman
    Menpora Erick Thohir. 

    Survei Median menggunakan platform media sosial pada 17-19 Oktober 2025, dengan target 600 responden. Kuesioner berbasis google form yang disebarkan melalui media sosial dengan target pengguna aktif media sosial berusia 17-60 tahun. Form pertanyaan disebar di akun media sosial di 38 provinsi.

    Sebelumnya, Poltracking Indonesia juga mencatat tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia, dari Sumatera hingga Papua. Survei dilakukan pada 3–10 Oktober 2025.

    “Relatif hampir merata di semua kewilayahan yang kita lakukan cross tabulation (tabulasi silang) mengapresiasi positif atau puas terhadap kinerja pemerintah,” kata Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda Rasyid dalam paparannya bertajuk Survei Nasional Evaluasi 1 Tahun Kinerja Pemerintahan Prabowo-Gibran, di akun YouTube Poltracking TV, Minggu (19/10/2025).

    Responden yang paling merasa puas terhadap kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran berasal dari Jawa Timur, yakni 85,4 persen. Kemudian, disusul oleh responden asal Kalimantan sebanyak 83,9 persen dan Sumatera sebanyak 83,2 persen.

    Selain itu, sebanyak 78,7 persen asal Jawa Barat juga mengaku puas, sementara responden asal wilayah Jakarta-Banten yang mengaku puas terhadap kinerja Prabowo-Gibran berjumlah 77,1 persen.

    Sebaran responden puas lainnya, antara lain, 72,4 persen asal Sulawesi, 70,7 persen asal Jawa Tengah-Daerah Istimewa Yogyakarta, 67,2 persen asal Bali-Nusa Tenggara, dan 63,1 persen asal Maluku-Papua.

    “Wilayah Sumatera dan Jatim tingkat kepuasan di atas 80 persen dan merata di semua wilayah,” jelas Hanta, dilansir Antara.

    Poltracking Indonesia juga menunjukkan total 78,3% responden mengaku puas dengan kinerja Prabowo-Gibran. 19,2% responden menilai sebaliknya. Sementara sebanyak 2,5% responden menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.

    “Responden mengaku puas total 78,3% terdiri dari 9,7% mengaku sangat puas dan 68,6% menjawab cukup puas. Dan 19,2% adalah gabungan jawaban dari 17,5% yang mengaku kurang puas dan 1,7% yang memilih jawaban tidak puas,” tutur Hanta.

     

     

  • Oknum Pegawai Pajak Diduga Palak Warga Lagi Diusut

    Oknum Pegawai Pajak Diduga Palak Warga Lagi Diusut

    Jakarta

    Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Bimo Wijayanto mengusut dugaan oknum pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tigaraksa, Tangerang, Banten, memalak wajib pajak.

    Laporan itu diterima dari wajib pajak yang mengadu melalui layanan Lapor Pak Purbaya.

    Bimo mengatakan, pihaknya sudah mengundang pelapor yang pertama kali mengungkap kasus tersebut. Namun, Ditjen Pajak belum bisa mengungkap sepenuhnya kasus tersebut karena pelapor belum memberikan informasi.

    “Lagi kita investigate, belum dapat case-nya. Dari pelapor kita sudah undang, Saya belum bisa ini karena dari pelapor belum memberikan informasi,” ujar Bimo saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (22/10/2025).

    Bimo menyebut penyelesaian kasus itu akan disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa.

    “Nanti kita lihat, nanti Pak Purbaya sendiri,” tuturnya.

    Sebagai informasi, sebelumnya laporan pememalakan wajib pajak ini diduga dilakukan oknum account representative (AR) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tigaraksa, Tangerang, Banten. Hal ini disampaikan langsung Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pada pekan lalu.

    Saat itu Purbaya membahas tentang laporan yang diterimanya melalui layanan WhatsApp Lapor Pak Purbaya dengan nomor 082240406600, yang sudah dibuka sejak 15 Oktober 2025.

    “Izin lapor tindak premanisme AR Pajak KPP Tigaraksa. Siap Tigaraksa KPP-nya? kalau itu minggu depan saya cek harus sudah rapi nih nggak ada premanisme. Dia minta duit pasti maksa ya? Hebat juga ya kreatif lah. Oh ternyata betul saya pikir kalau kita ngomong di atas selesai, ternyata nggak. Ini birokrasi seperti itu,” kata Purbaya kepada awak media, Jumat (17/10/2025).

    Purbaya pun bercerita, banyak pejabat nakal yang berpikir bahwa masa jabatan menteri hanya empat atau lima tahun. Hal ini membuat para birokrat tidak peduli terkait imbauan atau peringatan yang diarahkan oleh Menteri Keuangan.

    Menurutnya, para birokrat ini beranggapan jika menterinya berganti nanti mereka tetap aman. Ia menyebut perilaku itu sebagai sikap acuh para birokrat.

    (ily/hns)

  • Purbaya Siapkan Rp 20 Triliun Hapus Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan

    Purbaya Siapkan Rp 20 Triliun Hapus Tunggakan Iuran BPJS Kesehatan

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa telah menyiapkan anggaran Rp 20 triliun pada APBN 2026 untuk menghapus atau memutihkan tunggakan iuran BPJS Kesehatan masyarakat tak mampu.

    “Siap, untuk tahun 2026 sudah siap. Rp 20 triliun itu ada, Rp 20 triliun sudah kita anggarkan,” kata Purbaya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (22/10/2025).

    Di sisi lain, Purbaya meminta BPJS Kesehatan melakukan perbaikan manajemen. Salah satunya terkait pemanfaatan IT hingga mengurangi program-program yang tidak efisien.

    “Harus ada perbaikan juga sedikit di sana. Misalnya mereka sudah kemukakan ada banyak program-program mungkin dari Kementerian Kesehatan yang mewajibkan rumah sakit membeli alat-alat yang kemahalan dan kebanyakan. Jadi saya bilang, sudah diskusi saja dengan Kementerian Kesehatan, kita kurangin begitu-begitu,” terang Purbaya

    “Saya juga minta mereka mengefektifkan IT yang mereka punya. Mereka rupanya punya 200 orang yang bekerja di IT, itu sudah perusahaan komputer sendiri. Gede banget saya bilang, ya sudah lu bikin lebih optimal dengan cara mengintegrasikan seluruh IT mereka di seluruh Indonesia, dan pakai AI sehingga program nanti kalau sudah klaim-klaim yang nggak jelas kelihatan langsung terdeteksi,” sambung mantan Kepala Lembaga Penjamin Simpanan itu.

    Purbaya menambahkan perbaikan manajemen BPJS Kesehatan ini dapat terlaksana dalam 6 bulan ke depan, khususnya dalam hal pemanfaatan IT. Dengan begitu dana Rp 20 triliun dari pemerintah tidak akan terbuang sia-sia.

    “Jadi saya harapkan 6 bulan ke depan itu sudah bekerja, mereka bilang bisa. Kalau itu bisa harusnya IT kita, IT BPJS merupakan IT yang nanti sistem rumah sakit bisa terbesar dan terbaik di dunia. Saya maunya itu, jadi Rp 20 triliun nggak apa-apa,” tutur Purbaya.

    (igo/hns)