Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • Purbaya Buka-bukaan Isi Pertemuan dengan Bos Pertamina

    Purbaya Buka-bukaan Isi Pertemuan dengan Bos Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap isi pertemuannya dengan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri, Kamis (23/10/2025). Keduanya berbicara ihwal pembangunan kilang hingga pengembangan hulu migas. 

    Untuk diketahui, pada rapat bersama Komisi XI DPR pada September 2025 lalu, Purbaya sempat secara terbuka mengkritik Pertamina yang tidak fokus pada pendirian kilang. 

    Purbaya menyebut kritiknya terhadap BUMN migas itu direspons positif oleh Simon. Mantan Deputi di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi itu pun memberikan pujian ke Simon. 

    “Dia bilang dia malah senang sekarang saatnya membangun kilang ke depan. Dia akan lebih sering membangun kilang lagi. Berbagai macam diskusi yang kita [bahas, red], tetapi biasanya pada dasarnya lebih positif daripada managing director, direktur utama yang sebelumnya,” ujarnya kepada wartawan di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Kamis (23/10/2025).

    Namun demikian, terang Purbaya, pertemuannya dengan Simon belum menyimpulkan bahwa Pertamina dalam waktu dekat akan menambah kilangnya. Dia memperkirakan BUMN itu bisa jadi menargetkan penambahan kilang sebagai salah satu program jangka menengah mereka. 

    Tidak hanya soal kilang, Purbaya juga mengeklaim turut menyampaikan kritik ihwal kinerja hulu migas Pertamina. Dia menyebut kinerja sektor hulu migas yang digarap Pertamina. Kritik itu pun, klaimnya, turut disambut positif oleh Simon. 

    Menkeu lulusan ITB itu menjelaskan bahwa lifting migas, salah satu bagian dari asumsi ekonomi makro yang berpengaruh kepada APBN, tidak akan naik apabila tidak ada eksplorasi atau penemuan sumur minyak baru. Apalagi, ketersediaan minyak akan selalu berkurang setelah produksi dilakukan. 

    “Jadi harus ada eksplorasi di hulu lagi. Kayaknya dia [Simon] mau katanya. Enggak tahu mampu apa enggak,” terangnya. 

  • Akumindo: Dana Rp200 Triliun di Himbara Belum Sentuh UMKM

    Akumindo: Dana Rp200 Triliun di Himbara Belum Sentuh UMKM

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) mengungkapkan bahwa dana sebesar Rp200 triliun yang ditempatkan pemerintah di bank-bank milik negara (Himbara) belum menyentuh segmen UMKM.

    Sekretaris Jenderal Akumindo Edy Misero menyampaikan bahwa hal ini tak terlepas dari proses pencairan kredit UMKM yang dirasa masih sulit. Menurutnya, hal ini bertolak belakang dengan tujuan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk menggerakkan sektor riil.

    “Niatan Menteri Keuangan bagus dengan dana Rp200 triliun, tetapi kalau sistem pencairan kepada pelaku-pelaku UMKM itu masih sama, enggak akan bisa [berdampak],” kata Edy saat ditemui di Ritz-Carlton Jakarta, Kamis (23/10/2025).

    Menurutnya, dalam menggelontorkan dana jumbo, pemerintah perlu mengiringinya dengan pengawasan terhadap pencairan dana tersebut di perbankan. 

    Edy tak menampik bahwa segmen UMKM memiliki risiko yang lebih tinggi dalam meningkatkan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).

    Namun demikian, dia menilai bahwa pemerintah semestinya memiliki mekanisme dalam memitigasi risiko tersebut, di samping kepatuhan yang diupayakan meningkat dari sisi UMKM.

    “Misalnya di China, mereka bisa menanggung risknya. Kenapa kita tidak? Kita belajar untuk itu. Dan pelaku UMKM juga harusnya belajar untuk bertanggung jawab terhadap apa yang dia dapatkan,” ujar Edy.

    Sebelumnya, Menteri UMKM Maman Abdurrahman angkat suara soal risiko kenaikan kredit bermasalah segmen UMKM, pada saat akses pembiayaan UMKM diperluas melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 19/2025.

    Maman menyampaikan bahwa POJK tersebut memuat ketentuan penerapan pemeringkat kredit alternatif (PKA) atau innovative credit scoring (ICS) sebagai bentuk relaksasi syarat pengajuan kredit UMKM. Menurutnya, mitigasi risiko tetap dilakukan oleh bank penyalur kredit dan OJK selaku regulator.

    “Jadi saya pikir bank pasti tetap akan melakukan mitigasi dengan OJK, ya. Apakah ini malah akan meningkatkan NPL atau justru menurunkan,” kata Maman dalam diskusi media di Kantor Kementerian UMKM, Rabu (22/10/2025).

    Adapun, OJK melaporkan bahwa porsi kredit UMKM perbankan menurun, yakni berkisar 19% dari total penyaluran kredit sebesar Rp8.075 triliun per Agustus 2025.

    Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan bahwa hal ini diiringi pelambatan kredit UMKM yang hanya bertumbuh 1,35% secara tahunan (year-on-year/YoY) hingga bulan kedelapan tahun ini.

  • Menkeu Purbaya Persoalkan Uang APBD Disimpan dalam Bentuk Deposito dan Giro, Dedi Mulyadi: Tidak Mungkin Juga Nyimpen Uang di Kasur

    Menkeu Purbaya Persoalkan Uang APBD Disimpan dalam Bentuk Deposito dan Giro, Dedi Mulyadi: Tidak Mungkin Juga Nyimpen Uang di Kasur

    “Memang di provinsi, di kabupaten kota, ada yang disebut dengan penyimpanan deposito on call. Yaitu uang yang tersedia di kas daripada di giro sangat rendah bunganya, lebih baik disimpan di deposito,” tuturnya.

    Ia menegaskan, deposito on call tersebut bersifat fleksibel dan dapat dicairkan kapan pun untuk kebutuhan pembangunan.

    “Kemudian bunganya itu menjadi pendapatan lain-lain yang itu juga bisa menjadi modal pembangunan pemerintah daerah, tidak lari ke perorangan kembali lagi ke kas daerah,” katanya.

    Dedi juga memastikan dana kas daerah Jawa Barat dikelola di Bank Jabar Banten (BJB) dalam bentuk giro, bukan deposito. Ia punya alasan, keputusan menyimpan kas berupa giro dinilai lebih prudent dalam membiayai proyek atau pekerjaan.

    Dedi mencontohkan, proyek pembangunan jalan senilai Rp1 triliun akan dibayarkan secara bertahap melalui tiga termin. “Yang Rp1 triliun itu tidak langsung dibayarkan begitu kontrak dibayarkan. Maka dibagi menjadi tiga termin. Ada termin pertama biasanya 20-30 persen, kemudian termin kedua, termin ketiga,” tuturnya.

    Kondisi tersebut merupakan bagian dari mekanisme pengelolaan keuangan daerah yang diatur dengan sistem termin pembayaran agar pembangunan tetap terkendali.

    “Kalau diberikan uang langsung, bagaimana kalau nanti uangnya diserap tapi pekerjaannya tidak ada? Ini akan menjadi masalah hukum bagi penyelenggara kegiatan seperti kepala PU,” katanya.

    Menurutnya, Pemprov Jabar berkomitmen mengutamakan penggunaan anggaran untuk kegiatan pembangunan yang memberikan manfaat nyata bagi publik.

  • Awasi WP Prioritas, Purbaya Jamin Ditjen Pajak Tak Pakai Gaya Preman

    Awasi WP Prioritas, Purbaya Jamin Ditjen Pajak Tak Pakai Gaya Preman

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan upaya Direktorat Jenderal Pajak tidak memakai gaya preman saat mengejar target penerimaan 2025 dengan micro-management.

    Purbaya mengatakan bahwa micro-management yang bakal diterapkan dengan melihat potensi-potensi penerimaan pajak yang belum dikerjakan. Apalagi, jika ada potensi penerimaan pajak yang justru bocor. 

    “Bukan berarti jadi kayak preman gedok rumah orang jam 5 pagi, enggak gitu. Kami akan buat penagihan lebih profesional,” terangnya kepada wartawan di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Kamis (23/10/2025).

    Selain itu, Purbaya menyebut sistem administrasi perpajakan yakni Coretax sudah siap untuk digunakan lebih luas. Dia menyebut akan mengumumkan kondisi Coretax terbaru setelah pembenahan yang dilakukan oleh pemerintah. 

    “Besok saya umumkan Coretax seperti apa statusnya. Sudah bagus,” terang mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu. 

    Sebelumnya, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto mengatakan bakal memantau secara ketat kepatuhan seluruh wajib pajak (WP) seiring dengan semakin besarnya potensi gap antara target dan realisasi penerimaan alias shortfall pajak tahun ini. 

    Bimo mengatakan fiskus sudah mulai berupaya melakukan micro management untuk memungut pajak. Upaya itu dilakukan hingga ke tingkat kantor wilayah (kanwil) guna melihat lebih dalam potensi penerimaan pajak. 

    “Kami list dari semua kanwil, potensi yang paling besar siapa, kemudian kira-kira kepatuhannya seperti apa, gap kepatuhannya kami endorse untuk bisa jadi optimum. Itu aja sih,” terangnya kepada wartawan saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (22/10/2025).

    Berdasarkan data APBN KiTa edisi Oktober 2025, penerimaan pajak sampai dengan akhir September 2025 tercatat sebesar Rp1.295,3 triliun. Realisasi itu turun sebesar 4,4% (yoy) dari September 2024 yakni Rp1.354,9 triliun. Capainnya baru 62,4% terhadap outlook penerimaan pajak berdasarkan laporan semester I/2025, yakni Rp2.076,9 triliun.

    Menurut hitung-hitungan Purbaya, pertumbuhan penerimaan pajak bisa lebih cepat apabila perekonomian tumbuh lebih cepat. Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2025 akan melambat, namun bakal melesat di atas 5,5% (yoy) pada kuartal IV/2025. 

    “Tetapi kalau ceteris paribus, kita akan tutupi kebocoran-kebocoran yang timbul. Di cukai, underinvoicing, segala macam kita periksa lagi. Di pajak juga saya harapkan yang main-main, enggak main-main lagi sehingga kita enggak bocor pajaknya,” terangnya kepada wartawan usai sidang kabinet paripurna dalam rangka satu tahun pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/10/2025).

  • Istana Sebut Aturan DHE SDA Tak Efektif, BI: Kepatuhan Eksportir 95%

    Istana Sebut Aturan DHE SDA Tak Efektif, BI: Kepatuhan Eksportir 95%

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyebut pemerintah sedang mengkaji revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.8/2025 yang mengatur soal kewajiban penempatan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) di dalam negeri 100% selama 12 bulan.

    Saat ditemui usai rapat koordinasi terbatas (rakortas) di Kemenko Perekonomian, Rabu (22/10/2025) malam, Prasetyo mengungkap bahwa eksportir masih memindahkan dananya ke tempat lain di luar rekening yang sudah disiapkan untuk menampung DHE SDA.

    “Kan maknanya dari DHE ini supaya banyak yang disimpannya di dalam negeri kan, kami mengurangi itu dikirim ke luar negeri,” ujarnya kepada wartawan, dikutip Kamis (23/10/2025). 

    Prasetyo menyebut pemerintah masih terus membicarakan teknis aturan yang akan direvisi pada PP No.8/2025 itu. Evaluasinya masih berlangsung dan akan dibahas di Istana Kepresidenan. 

    Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto dalam waktu belakangan ini kerap mengumpulkan para menterinya dalam rapat terbatas (ratas) untuk salah satunya membahas evaluasi aturan DHE SDA. Salah satu menteri yang hadir adalah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. 

    Namun, Purbaya enggan memerinci apa aturan yang akan dievaluasi oleh pemerintah. “Sepertinya ada perubahan kebijakan tentang DHE SDA, tapi bukan saya yang ini, nanti mungkin dari pak Mensesneg yang memimpin rapat pemecahan masalahnya,” terangnya kepada wartawan di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Selasa (21/10/2025). 

    Tambal Outflow Pakai Cadev 

    Adapun Bank Indonesia (BI) yang menyiapkan rekening khusus untuk menampung DHE SDA menyebut, tingkat kepatuhan eksportir dalam memarkirkan dananya 100% selama 12 bulan sangat tinggi atau 95%. 

    “Jadi artinya seluruh ekspor dari DHE SDA yang mereka terima itu masuk ke rekening khusus yang memang untuk penempatan DHE SDA,” ungkap Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti pada konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu (22/10/2025).

    Destry turut menjelaskan bahwa mayoritas penempatan DHE itu untuk konversi sekitar 78,2%. Konversi itu, terang Destry, menambah suplai valuta asing (valas) berdenominasi dolar di pasar keuangan RI. 

    Deputi Gubernur Senior BI dua periode itu mengakui bahwa penambahan suplai valas di dalam negeri berkat DHE SDA itu tidak serta-merta meningkatkan cadangan devisa (cadev). 

    Sebab, lanjutnya, suplai valas hasil konversi itu digunakan untuk menambah suplai valas di pasar domestik. Oleh sebab itu, BI berkeyakinan bahwa penerapan PP No.8/2025 sejauh ini  memberikan dampak positif. 

    Akan tetapi, Destry tidak menampik bahwa aliran modal asing keluar pasar keuangan RI dalam dua bulan terakhir begitu besar. Akibatnya, BI harus menggunakan cadev yang dimiliki untuk menambal outflow itu. 

    “Itu juga menyebabkan kami harus menggunakan cadangan devisa untuk melakukan intervensi termasuk juga adanya pembayaran untuk dividen, repatriasi, dan juga untuk pinjaman. Tetapi intinya untuk PP DHE saya rasa sejauh ini sudah menjalankan sesuai yang diamanatkan,” terangnya. 

  • Buntut Purbaya Ungkap Dana Mengendap, Komisi II Bakal Panggil Kemendagri dan Kepala Daerah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        23 Oktober 2025

    Buntut Purbaya Ungkap Dana Mengendap, Komisi II Bakal Panggil Kemendagri dan Kepala Daerah Nasional 23 Oktober 2025

    Buntut Purbaya Ungkap Dana Mengendap, Komisi II Bakal Panggil Kemendagri dan Kepala Daerah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi II DPR berencana memanggil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan sejumlah pemerintah daerah (pemda).
    Tujuannya untuk meminta klarifikasi terkait dana publik yang mengendap di perbankan hingga mencapai Rp 234 triliun.
    “Perlu dipanggil untuk klarifikasi kepada Kemendagri terkait dengan pengawasan dan pembinaan terhadap pemda, sekaligus memanggil pemda yang dananya banyak diparkir di bank,” kata Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/10/2025).
    Khozin menegaskan, perlu ada penjelasan terbuka dari pihak pemda mengenai alasan dana tersebut belum digunakan.
    Sebab, dana yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan masyarakat tak sepatutnya hanya “terparkir” di bank.
    “Pemda mesti mengklarifikasi atas mengendapnya dana publik ratusan triliun itu. Dana tersebut sengaja ditempatkan di bank atau disimpan karena mengikuti pola belanja yang meningkat di akhir tahun?” ucap Khozin.
    Politikus PKB itu mengingatkan, jika dana APBD sengaja diparkir di bank, hal itu dapat mengganggu pelayanan publik dan pelaksanaan program strategis nasional di daerah.
    “Kalau dana APBD sengaja diparkir, ini yang jadi soal, karena akan mengganggu pelayanan publik dan menjadi penghambat tumbuhnya ekonomi di daerah,” kata Khozin.
    Di sisi lain, Khozin mendorong adanya perubahan pola belanja baik di pusat maupun daerah, jika dana tersebut tersimpan karena siklus penyerapan anggaran yang meningkat.
    “Tren penyerapan anggaran meningkat di akhir tahun ini terjadi di pusat dan daerah. Menkeu Purbaya mestinya dapat mengubah pola klasik ini, tujuannya agar anggaran negara betul-betul dimanfaatkan untuk publik secara berkesinambungan,” tutur dia.
    Khozin pun turut mempertanyakan efektivitas pengawasan Kemendagri terhadap tata kelola keuangan daerah.
    Dia meminta Kemendagri tidak hanya melakukan pembinaan, tetapi juga memberikan sanksi administratif jika ditemukan pelanggaran.
    Menurut dia, sejumlah regulasi dapat menjadi dasar bagi pemerintah pusat dalam membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan daerah.
    “Kemendagri mestinya dapat mengoptimalkan pengawasan dan pembinaan, termasuk mengambil langkah tegas berupa sanksi administratif bila terdapat pelanggaran peraturan,” kata Khozin.
    “Pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda, PP Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dan PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,” pungkas dia.
    Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti dana pemda yang belum digunakan dan masih mengendap di bank hingga Rp 234 triliun per akhir September 2025.
    Dia menyebut, dana tersebut tidak terserap bukan karena kekurangan anggaran, melainkan karena lambatnya realisasi belanja APBD.
    “Realisasi belanja APBD sampai dengan triwulan ketiga tahun ini masih melambat. Jadi, jelas ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” kata Purbaya, dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10/2025).
    Purbaya menegaskan, pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat, dengan total realisasi transfer ke daerah sepanjang 2025 mencapai Rp 644,9 triliun.
    Dia pun mengingatkan pemda agar segera menggunakan anggaran untuk program yang produktif dan bermanfaat bagi masyarakat.
    “Pesan saya sederhana, dananya sudah ada, segera gunakan, jangan tunggu akhir tahun,” tegasnya.
    Namun, sejumlah kepala daerah membantah data yang disampaikan Menkeu.
    Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut dana yang tersimpan di rekening pemerintah provinsi hanya sekitar Rp 2,4 triliun, bukan Rp 4,1 triliun seperti yang disebut Kemenkeu.
    “Tidak ada dana Rp 4,1 triliun yang disimpan dalam bentuk deposito. Yang ada hari ini hanya Rp 2,4 triliun dan itu tersimpan di rekening giro untuk kegiatan Pemprov Jabar,” kata Dedi di Kantor Bank Indonesia, Rabu (22/10/2025).
    Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution juga membantah data Kemenkeu yang menyebut dana mengendap di daerahnya mencapai Rp 3,1 triliun.
    Dia mengatakan, saldo Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Sumut hanya Rp 990 miliar dan telah digunakan untuk membiayai sejumlah kegiatan pemerintah provinsi.
    “RKUD kami cuma satu, ada di Bank Sumut. Saldo hari ini Rp 990 miliar, dan itu pun untuk pembayaran beberapa kegiatan serta karena perubahan APBD,” kata Bobby, di Medan, Selasa (21/10/2025).
    Bobby menargetkan tingkat penyerapan anggaran di Sumut bisa mencapai 90 persen pada akhir tahun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemenkeu Saran Dapen Bisa Investasi di Instrumen EBT, Ini Respons OJK

    Kemenkeu Saran Dapen Bisa Investasi di Instrumen EBT, Ini Respons OJK

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyoroti mayoritas saat ini alokasi investasi dana pensiun (dapen) sukarela masih sangat terkonsentrasi pada instrumen yang bersifat fixed income seperti Surat Berharga Negara (SBN) dan deposito di perbankan. Dapen pun disarankan juga melirik instrumen di sektor energi baru dan terbarukan (EBT).

    Direktur Pengembangan Dana Pensiun, Asuransi, dan Aktuaria Kemenkeu, Ihda Muktiyanto berpendapat fokus itu membuat manajemen risiko terkelola baik. Namun, di satu sisi dia khawatir imbal hasil untuk kebutuhan jangka panjang peserta dapen bisa terbatas.

    Sebab demikian, dia menilai perlu adanya strategi investasi yang lebih berimbang supaya dana pensiun bisa memperluas instrumen investasinya yang memiliki nilai tambah.

    “Termasuk di dalamnya instrumen-instrumen yang memiliki underlying energi baru dan terbarukan, instrumen hijau, dan tentunya instrumen lain yang memiliki kemampuan untuk bisa meningkatkan return dari hasil investasinya dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian,” katanya dalam acara Indonesia Pension Fund Summit (IPFS) 2025, di Tangerang Selatan, Kamis (23/10/2025).

    Lebih lanjut, Ihda mencontohkan salah satu portofolio investasi dana pensiun yang dikelola Norges Bank sudah mulai menempatkan pada instrumen infrastruktur energi terbarukan meski baru 0,1%. Menurutnya, ini mencerminkan strategi diversifikasi globalnya.

    “Hal ini mencerminkan strategi investasi jangka panjang untuk bisa menyeimbangkan portofolio sekaligus mendukung agenda keberlanjutan global,” ujar dia.

    Dia optimis industri dana pensiun di Indonesia juga bisa mengikuti jejak tersebut seiring dengan meningkatnya aset dana pensiun. Sebab itu, dia mendorong agar portofolio investasi mengarah ke instrumen yang berorientasi jangka panjang yang berkelanjutan.

    Merespons hal tersebut, Kepala Eksekutif Pengawasan PPDP OJK Ogi Prastomiyono mengatakan investasi di instrumen renewable energy bisa menjadi salah satu alternatif atau opsi bagi industri dana pensiun.

    “Tinggal produknya itu tersedia atau tidak. Karena ini menjadi alternatif bagi dapen untuk menginvestasikan di produk renewable energy, tentunya dengan renewable energy, ada insentif-insentif yang diberikan, sehingga itu menjadi opsi bagi perusahaan dapen,” ujarnya saat tanya jawab konferensi pers.

  • Komisi II akan panggil Kemendagri-Pemda soal Rp234 triliun di bank

    Komisi II akan panggil Kemendagri-Pemda soal Rp234 triliun di bank

    Perlu dipanggil untuk klarifikasi kepada Kemendagri terkait dengan pengawasan dan pembinaan terhadap pemda sekaligus memanggil pemda yang dananya banyak diparkir di bank

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin mengatakan pihaknya akan memanggil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan pihak pemerintah daerah (pemda) yang APBD-nya diparkir di bank untuk memberikan klarifikasi.

    Hal itu disampaikan Khozin menyoroti kabar soal banyaknya dana untuk publik Rp234 triliun yang hanya mengendap di Bank.

    “Perlu dipanggil untuk klarifikasi kepada Kemendagri terkait dengan pengawasan dan pembinaan terhadap pemda sekaligus memanggil pemda yang dananya banyak diparkir di bank,” kata Khozin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Ia pun bertanya-tanya mengapa dana milik sejumlah pemerintah daerah itu mengendap di perbankan.

    Khozin mempertanyakan kinerja Pemda hingga sampai ratusan triliunan dana yang seharusnya diperuntukkan bagi rakyat justru hanya ‘terparkir’ di bank.

    “Pemda mesti mengklarifikasi atas mengendapnya dana publik ratusan triliun itu. Dana tersebut sengaja ditempatkan di bank atau disimpan karena mengikuti pola belanja yang meningkat di akhir tahun?” ujarnya.

    Apabila dana pemda sengaja ditempatkan di bank, menurut Khozin, maka hal tersebut akan berdampak pada tidak optimalnya fungsi Pemda dalam pelayanan masyarakat dan program strategis nasional menjadi terganggu.

    “Kalau dana APBD sengaja diparkir, ini yang jadi soal, karena akan mengganggu pelayanan publik dan menjadi penghambat tumbuhnya ekonomi di daerah,” kata Khozin.

    Namun jika dana Pemda ditempatkan di bank karena mengikuti siklus belanja yang meningkat di akhir tahun, Khozin mendorong adanya perubahan dalam skema belanja negara termasuk belanja daerah.

    “Tren penyerapan anggaran meningkat di akhir tahun ini terjadi di pusat dan daerah. Menkeu Purbaya mestinya dapat mengubah pola klasik ini, tujuannya agar anggaran negara betul-betul dimanfaatkan untuk publik secara berkesinambungan,” ungkapnya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti fenomena meningkatnya dana milik pemerintah daerah (pemda) yang belum terserap dan masih mengendap di perbankan.

    Purbaya mengungkap data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per akhir September 2025 di mana terdapat dana Pemda yang mengendap jumlahnya mencapai Rp 234 triliun.

    Menurut Purbaya, kondisi tersebut menunjukkan masih lambatnya realisasi belanja daerah, meski pemerintah pusat telah menyalurkan dana dengan cepat.

    Khozin pun mempertanyakan efektivitas pengawasan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Ia meminta Kemendagri melakukan pembinaan dan pengawasan, bahkan sanksi administratif bila Pemda memang melanggar ketentuan perundang-undangan.

    “Kemendagri mestinya dapat mengoptimalkan pengawasan dan pembinaan, termasuk mengambil langkah tegas berupa sanksi administratif bila terdapat pelanggaran peraturan,” kata Khozin.

    Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan pemerintahan dalam negeri dan otonomi daerah itu lantas mengutip sejumlah regulasi yang dapat menjadi instrumen bagi pemerintah pusat dalam melakukan pembinaan, dan pengawasan. Bahkan, menurut Khozin, terdapat pemberian sanksi administratif dalam tata kelola keuangan di daerah apabila regulasi dilanggar.

    “Pasal 68 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda, PP No 12 Tahun 2017 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dan PP 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,” kata Legislator dari Dapil Jawa Timur IV itu.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DPR usul Kemendagri mediasi Menkeu-Pemda soal anggaran mengendap

    DPR usul Kemendagri mediasi Menkeu-Pemda soal anggaran mengendap

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengusulkan agar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memediasi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dengan Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mencari titik terang terkait permasalahan anggaran daerah yang mengendap hingga Rp234 triliun di bank.

    Dia pun mengatakan bahwa saat ini ada suara-suara dari daerah yang menginginkan tambahan anggaran dari pemerintah pusat, tapi di sisi lain ternyata ada anggaran daerah yang mengendap.

    “Agar memang bisa mendapatkan atau mendudukkan persoalan ya, apa penyebab sehingga jangan-jangan kepala daerahnya mungkin tidak tahu ada anggaran yang tidak terserap sebesar Rp234 triliun,” kata Doli dalam diskusi yang digelar di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Dia menilai bahwa data yang disampaikan oleh Menteri Keuangan itu tentu mengejutkan berbagai pihak. Jika tidak ada penjelasan lebih lanjut, menurut dia, akan menimbulkan kebingungan karena kontradiktif dan kontraproduktif.

    “Nah kalau tidak cepat di-clear-kan maka kemudian nanti bisa menimbulkan tafsir lain, anggaran itu kenapa kok bisa ada tidak dipergunakan, sementara di satu sisi hampir seluruh kepala daerah mengatakan kekurangan anggaran dalam pengelolaan pemerintahannya,” katanya.

    Maka dari itu, dia pun mewajarkan bila pemerintah pusat mengurangi dana transfer ke daerah (TKD) pada tahun 2025 dan 2026, dengan harapan anggaran yang belum terserap itu bisa dioptimalkan.

    “Kita juga berharap percepatan pembangunan daerah itu juga bisa memberikan dukungan terhadap percepatan pembangunan nasional,” kata legislator yang membidangi urusan pemerintahan daerah itu.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah yang menyebabkan dana sebesar Rp234 triliun masih mengendap di bank hingga akhir September 2025.

    Dari total tersebut, DKI Jakarta tercatat sebagai daerah dengan simpanan terbesar, yakni mencapai Rp14,6 triliun. Purbaya menegaskan lambatnya penyerapan anggaran bukan disebabkan oleh kurangnya dana, melainkan karena keterlambatan eksekusi di daerah.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Purbaya Ogah Duduk Bareng Dedi Mulyadi Cs soal Dana Mengendap, Kenapa?

    Purbaya Ogah Duduk Bareng Dedi Mulyadi Cs soal Dana Mengendap, Kenapa?

    GELORA.CO  – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan enggan duduk bersama sejumlah kepala daerah terkait polemik perbedaan data dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mengendap di perbankan.

    Adapun, sejumlah kepala daerah seperti Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah menyanggah terkait besaran dana mengendap di perbankan berdasarkan data yang diklaim Purbaya berasal dari Bank Indonesia (BI).

    Purbaya menilai, persoalan tersebut bukan menjadi kewenangannya secara langsung, melainkan ranah Bank Indonesia (BI) sebagai pihak yang mengumpulkan data perbankan.

    “Enggak (tidak ada rencana duduk bareng), bukan urusan saya itu. Biar aja BI yang ngumpulin data, saya cuma pake data bank sentral aja,” kata Purbaya di Jakarta, Kamis (23/10/2025).

    Dia menegaskan hanya menggunakan data resmi yang bersumber dari BI. Purbaya juga belum berencana untuk bertemu dengan kepala daerah yang membantah adanya dana pemda yang mengendap di bank.

    “Tanya aja ke BI, itu kan data dari bank-bank mereka juga. Mereka nggak mungkin monitor semua akun satu per satu,” ujar Purbaya.

    Lebih lanjut, Purbaya mengungkapkan adanya beberapa kepala daerah yang berdalih bahwa dana mereka tidak ditempatkan dalam bentuk deposito, melainkan di rekening giro atau checking account. Namun menurutnya, langkah tersebut justru tidak menguntungkan.

    “Ada yang ngaku katanya uangnya bukan di deposit, tapi di checking account. Checking account apa? Giro. Malah lebih rugi lagi. Bunganya lebih rendah kan? Kenapa di checking? Ada yang di giro kalau gitu,” ucapnya. 

    Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meluruskan terkait kabar dana sebesar Rp4,1 triliun milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang disebut mengendap. Dia menyatakan, dana Rp4,1 triliun itu merupakan data per 30 September 2025, dan dipastikan anggaran tersebut sudah berputar.

    Lebih lanjut, Dedi menjelaskan dana kas daerah yang ada kini Rp2,6 triliun. Jumlah uang itu juga berkurang lantaran kas daerah digunakan sehari-hari untuk kepentingan Pemerintah Provinsi Jawa Barat 

    “Kan uangnya berputar gini, ada yang masuk, ada yang keluar, ada masuk, ada keluar,” tuturnya.

    Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution juga membantah terkait besaran dana mengendap di bank. Dia menegaskan, dana kas daerah yang tersimpan di Bank Sumut jauh lebih kecil dari yang diklaim.

    “Hari ini, di sana (rekening Pemprov Sumut) hanya Rp990 miliar,” ujar Bobby