Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • Bea Cukai Akhirnya Punya Sistem Canggih Awasi Impor Setelah ‘Digebuk’ Menkeu Purbaya

    Bea Cukai Akhirnya Punya Sistem Canggih Awasi Impor Setelah ‘Digebuk’ Menkeu Purbaya

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan perbaikan sistem di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bisa lebih ketat mengawasi impor. Ternyata, hal tersebut bisa berhasil setelah didesak oleh Purbaya.

    Dia mengakui, talenta Bea Cuka sebetulnya cukup mumpuni. Hasilnya, setelah ‘digebuk’ ada sejumlah inovasi termasuk penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam sistem pengawasannya.

    “Jadi Bea Cukai sudah cukup bergerak cepat dalam beberapa minggu terakhir ya, rupanya memang orang Bia Cukai pintar-pintar, hanya tinggal digebukin aja. Gebuk-gebuk, dua minggu keluar,” ungkap Purbaya di Terminal Peti Kemas, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (12/12/2025).

    Salah satunya merujuk pada Trade AI. Sebuah sistem pemantauan untuk mendeteksi under-invoicing, over-invoicing, hingga potensi pencucian uang. Sistem ini mendeteksi secara otomatis dokumen yang diserahkan importir dengan pola penghitungan Bea Cukai.

    “Ini dua minggu pengembangan AI seperti ini, saya bilang, amat canggih. Saya tadinya hampir gak percaya, saya pikir dia beli. Gak beli kan? Mereka bikin sendiri, jadi orang kita cukup pintar,” tutur Purbaya.

    Dia menegaskan, Trade AI ini bisa memperkuat pengawasan impor. “Trade AI bisa mendeteksi under-invoicing, over-invoicing, hingga potensi pencucian uang. Sistem ini analisis nilai pabean, klasifikasi barang, dan verifikasi dokumen,” katanya.

     

  • Soal Gaji Tunggal ASN, Menteri PANRB Beri Penjelasan Begini

    Soal Gaji Tunggal ASN, Menteri PANRB Beri Penjelasan Begini

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), Rini Widyantini buka suara mengenai konsep gaji tunggal bagi aparatus sipil negara (ASN) atau single salary. Lantas, kapan konsep gaji tunggal ASN ini diterapkan?

    Rini belum bicara mengenai waktu penerapan single salary tersebut. Walaupun gaji tunggal ASN tertuang dalam naskah Nota Keuangan/RAPBN 2026. Dia hanya menjelaskan soal konsep gaji tunggal tersebut.

    “Itu sebetulnya total reward. Jadi bukan hanya kita menyatukan salaries, bukan itu konsepnya,” ungkap Rini, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, dikutip Jumat (12/12/2025).

    Dia menjelaskan, pemberian reward kepada ASN bukan sebatas pada materi, tapi juga sistem kerja. Lalu, ada bentuk apresiasi terhadap kinerja, suasana kantor, hingga sistem karier.

    “Jadi kita menggunakannya itu total reward kepada ASN. Itulah yang dianut oleh Undang-Undang nomor 20 (Tahun 2023),” ujarnya.

    “Jadi bukan single salary-nya, begitu. Tapi kita memberikan kepada ASN itu untuk secara lebih komprehensif,” Rini menambahkan.

    Menkeu Purbaya Belum Tahu

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi usulan penerapan sistem gaji tunggal atau single salary system bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).

    Sistem ini diusulkan untuk menggantikan skema penggajian lama yang memisahkan antara gaji pokok dan berbagai tunjangan. Purbaya mengaku belum dapat memberikan kepastian terkait implementasi wacana tersebut.

    “Saya belum tahu,” ujar Purbaya singkat saat ditemui usai menghadiri acara Prasasti Luncheon Talk, Rabu, 8 Oktober 2025.

  • Bea Cukai Pasang Alat Pemindai Berbasis AI, Menkeu Purbaya: Penyelundup Deg-degan

    Bea Cukai Pasang Alat Pemindai Berbasis AI, Menkeu Purbaya: Penyelundup Deg-degan

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai oknum penyelundup kini tak bisa tenang. Pasalnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah memasang alat pindai canggih berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

    Salah satu unit pemindai dengan tenaga AI itu dipasang di Terminal Peti Kemas, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Purbaya menegaskan, hal ini merupakan perubahan layanan untuk memerangi penyelundupan.

    “Agenda kita sederhana, tapi penting, Bea Cukai meresmikan pemindai peti kemas baru pada hari ini. Saya ingin adanya perubahan. Dulu urusan bea cukai bikin deg-degan, sekarang yang deg-degan justru oknum penyelundup, ini kata bea cukai,” ungkap Purbaya di Termina Peti Kemas, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (12/12/2025).

    Diketahui, rencana penggunaan AI dalam sistem kepelabuhanan, utamanya bea cukai telah diungkap Purbaya beberapa waktu lalu. Menurutnya, ini menjadi percepatan dan mengubah citra pelayanan di bea cukai.

    “Dulu pelayanan bea cukai dinilai lambat, sekarang malah AI-nya yang diminta jangan terlalu cepat,” katanya.

    Bendahara Negara ini menuturkan, penggunaan AI dalam sistem Bea Cukai untuk memperlancar arus barang menjadi lebih cepat dan transparan. “Transformasi digital di kepabeanan bukan pilihan, ini adalah suatu keharusan. Kita harus menjaga kepercayaan publik, kita harus menjaga daya saing ekonomi, dan kita harus memerangi penyelundupan dengan cara yang lebih modern,” tegas Purbaya.

     

  • Penyederhanaan Regulasi Bisa Jadi Kunci Hilangkan Thrifting

    Penyederhanaan Regulasi Bisa Jadi Kunci Hilangkan Thrifting

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan komitmennya memberantas pakaian bekas impor atau thrifting. Ia menolak usulan pengenaan pajak terhadap produk tersebut karena statusnya ilegal.

    Ketua Umum Asosiasi Garmen dan Tekstil Indonesia (AGTI) Anne Patricia Sutanto menjelaskan bahwa penguatan industri lokal dan terjaminnya pasokan bahan baku berperan penting mengurangi ketergantungan pasar terhadap thrifting.

    Menurutnya, Indonesia memiliki kapasitas besar memenuhi kebutuhan tekstil domestik sekaligus merambah pasar global, namun masih menghadapi tantangan struktural dan standar internasional yang belum sepenuhnya terpenuhi.

    “Indonesia punya potensi besar, tetapi masih ada tantangan yang harus diselesaikan agar mampu bersaing di pasar global,” ujarnya dalam keterangan resmi.

    Anne menilai pemerintah telah menunjukkan komitmen memperlancar impor bahan baku yang masih dibutuhkan industri. Ia menekankan pentingnya koordinasi lintas kementerian agar pasokan tidak terhambat regulasi yang tumpang tindih.

    “Jika regulasi bisa disederhanakan, daya saing industri akan meningkat. Pemerintah sudah memiliki kemauan untuk mendukung, tinggal bagaimana kebijakan itu diselaraskan,” ujarnya.

    Ia menambahkan impor tetap dibutuhkan untuk jenis bahan baku tertentu yang belum dapat diproduksi di dalam negeri atau belum memenuhi standar mutu global. Keterbatasan product development di sejumlah pabrik membuat banyak merek internasional masih bergantung pada bahan impor.

    Menurutnya, kapasitas industri lokal sebenarnya ada, namun belum merata. Tantangan terbesar terletak pada pemenuhan standar Environmental, Social, and Governance (ESG), mulai dari aspek lingkungan, sosial, hingga penggunaan energi ramah lingkungan.

    “Jika standar lingkungan, perizinan, upah minimum, hingga penggunaan energi non-pool bisa dipenuhi, produk dalam negeri berpeluang besar diterima merek internasional,” tuturnya.

    Anne mengungkapkan banyak bahan kain untuk pesanan merek global masih harus diimpor karena sebagian pabrik belum mampu menghasilkan kualitas yang konsisten, terutama segmen performance fabric dan sustainable textile. Kapasitas produksi dan kecepatan penuhi permintaan juga dinilai masih terbatas.

    Ia menegaskan penguatan industri lokal dan ketersediaan bahan baku memang dapat menekan thrifting, tetapi penurunan praktik tersebut tetap membutuhkan kepastian regulasi dan perubahan perilaku pasar.

    “Jika daya saing meningkat dan pasokan lokal kuat, thrifting pasti berkurang. Tetapi tetap dibutuhkan kepastian regulasi,” kata Anne.

  • DJP Agresif Panggil WP Jumbo, Ingin Ijon Pajak?

    DJP Agresif Panggil WP Jumbo, Ingin Ijon Pajak?

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa tidak memiliki banyak opsi untuk memastikan defisit APBN akhir 2025 tak melampaui batas 3% terhadap PDB. Hal ini di tengah risiko shortfall penerimaan pajak yang diperkirakan semakin melebar. 

    Apabila mengacu pada data yang disampaikan pada konferensi pers APBN KiTa edisi November 2025, realisasi penerimaan pajak sampai dengan akhir Oktober 2025 yakni Rp1.459 triliun atau baru 70,2% terhadap outlook laporan semester I/2025 Rp2.076,9 triliun. 

    Sementara itu, dari informasi yang dihimpun Bisnis, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto disebut memberikan instruksi kepada jajaran kepala kantor wilayah (kanwil) di bawahnya untuk mengejar target penerimaan hingga Rp2.005 triliun. Hal itu di tengah kemampuan kanwil untuk berkomitmen mengumpulkan Rp1.947,2 triliun. 

    Artinya, otoritas pajak memiliki waktu hanya kurang dari sebulan untuk mengumpulkan selisih senilai Rp57,8 triliun. 

    Menurut Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) Prianto Budi Saptono, kemampuan otoritas pajak untuk mengumpulkan sisa target penerimaan sangat bergantung kepada kapasitas masing-masing kantor pelayanan pajak (KPP). Sebab, setiap KPP memiliki karakteristik yang berbeda-beda, tergantung dengan wajib pajak (WP) yang mereka layani. 

    “Jadi ada yang memang KPP punya wajib pajak lumayan bagus, karena industrinya lagi moncer. Akan tetapi di sisi lain, ada KPP yang memang wajib pajak dengan karakteristik yang lagi down,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (11/12/2025). 

    Prianto, yang juga berjibaku di Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI), menceritakan bahwa sejumlah Kepala KPP beberapa kali pernah memanggil wajib pajak (WP) terutama pada kantor WP besar. Mereka rata-rata adalah BUMN yang ada di Jakarta. 

    Pemanggilan itu berdasarkan mutual relationship antara otoritas dan wajib pajak untuk memenuhi target penerimaan. WP besar bisa diberikan opsi untuk menyetorkan pajak mereka lebih dulu pada akhir tahun untuk kemudian dipindahbukukan dari tahun berikutnya. 

    “Itu praktik terjadi beberapa tahun lalu saya mendapatkannya dari wajib pajak yang cerita. Jadi dipanggil KPP kemudian ditanya mau menyumbang berapa, setor pajak tambahan berapa. Ada juga yang dipatok sekian, kalau begini otomatis akan berbeda-beda setiap KPP,” tuturnya. 

    Prianto mengatakan bahwa praktik ini mirip dengan ijon pajak. Praktik itu dilarang setidaknya saat Menkeu dijabat Sri Mulyani Indrawati, kendati tidak ada aturan sanksinya. 

    “Ada yang cerita, deposito di perusahaan cari dipindahkan ke setoran pajak nanti tahun berikutnya di awal-awal bisa di PBK [pindahbukukan] ke jenis pajak lainnya. Itu nanti mutual relationsip, bisa terjadi juga kembali ke kreativitas kepala kantor pelayanan pajak,” ucapnya. 

    Namun, apabila opsi dimaksud tidak berhasil, pemerintah setidaknya memiliki dua opsi untuk memastikan defisit APBN tidak semakin membengkak seiring pelebaran shortfall. Salah satu opsi yang sudah dikantongi pemerintah adalah penggunaan saldo anggaran lebih (SAL).

    Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Badan Anggaran (Banggar) DPR telah menyetujui rencana pemerintah untuk memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) senilai Rp85,6 triliun pada 2025. Wakil Ketua Banggar DPR Wihadi Wiyanto menyampaikan bahwa pemanfaatan SAL tersebut akan digunakan untuk mengurangi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN), memenuhi kewajiban pemerintah, serta menutup belanja prioritas dan defisit anggaran. 

    “Silpa itu bisa digunakan, atau ternyata memang pajaknya terpenuhi keran utang dimungkinkan sesuai UU Perbendaharaan Negara. Ada cara lain, ya efisiensi lagi,” lanjut Prianto. 

    Ke depan, senjata pemerintah untuk mengumpulkan penerimaan pajak dengan target lebih tinggi yakni Rp2.357,7 triliun juga tidak banyak. Senjatanya masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya yakni memaksimalkan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi. 

    Apalagi, Menkeu Purbaya telah mengamanatkan kepada kementeriannya untuk tidak membuat pungutan pajak baru atau penaikan tarif. Hal itu kendati di tahun depan otoritas akan mulai memungut bea keluar untuk ekspor batu bara dan emas. 

    Dari sisi intensifikasi, Prianto menyebut otoritas bisa menggeser-geser WP dari pengurusannya di kantor pajak madya ke pratam apabila dinilai kurang potensial. Fiskus juga dinilai bisa menggunakan mekanisme SP2DK untuk pemeriksaan. 

    “Untuk ekstensifikasi, bisa menyisir wajib pajak yang belum masuk yaitu di underground economy, atau kebijakannya bisa diubah dengan sekarang membatasi wajib pajak badan yang masih menerapkan PPh final UMKM 0,5% dengan harapan mereka bayar lebih tinggi karena enggak bisa lagi [dapat insentif pajak 0,5%],” paparnya. 

    Di sisi lain, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan pihaknya tetap akan mengoptimalkan setoran penerimaan negara sampai dengan akhir tahun, yang tersisa persis sekitar 20 hari lagi sebelum tutup buku. Dia mengeklaim defisit APBN masih akan tetap aman. 

    “Kami akan optimalkan, harusnya sampai akhir tahun yang jelas defisitnya masih aman, jadi enggak usah, kami akan usahakan aman,” ujarnya usai ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (11/12/2025). 

    Purbaya tidak memerinci lebih lanjut apa strateginya dalam mengincar setoran pajak ratusan triliun untuk menutupi kekurangan penerimaan. Dia hanya menyebut otoritas akan menggali seluruh potensi penerimaan yang ada. 

    “Semua potensi akan kami gali,” terang mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu. 

  • 60 Pemdes di Bondowoso Tak Bisa Cairkan Dana Non-Earmark, Akankah Menkeu Purbaya Melunak?

    60 Pemdes di Bondowoso Tak Bisa Cairkan Dana Non-Earmark, Akankah Menkeu Purbaya Melunak?

    Bondowoso (beritajatim.com) – Sebanyak 60 desa di 19 kecamatan se Kabupaten Bondowoso hingga saat ini tidak dapat mencairkan Dana Desa (DD) tahap II non-earmark tahun 2025, setelah pemerintah pusat menetapkan aturan baru melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2025.

    PMK tersebut merupakan revisi atas regulasi mengenai pengalokasian, penggunaan, dan penyaluran dana desa tahun anggaran 2025. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah pengetatan syarat pencairan dana non-earmark—dana yang tidak terikat peruntukan tertentu—yang harus diajukan lengkap sebelum 17 September 2025.

    Bagi desa yang tidak mengajukan berkas tepat waktu, dana non-earmark tidak akan disalurkan sama sekali. Ketentuan ini mulai berlaku setelah PMK 81/2025 ditetapkan pada 19 November 2025 dan diundangkan pada 25 November 2025.

    Selain batas waktu pengajuan, PMK juga memunculkan syarat baru: desa diwajibkan membentuk Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) sebagai komponen penyaluran dana.

    Berdasarkan laporan internal, Bondowoso termasuk dalam daerah yang belum bisa mencairkan dana non-earmark bersama sejumlah kabupaten lain di Indonesia. Untuk Jawa Timur, Bondowoso berada di daftar yang sama dengan antara lain Sidoarjo (127 desa), Mojokerto (117 desa), Blitar (70 desa), Lamongan (102 desa), Banyuwangi (92 desa), dan Malang (118 desa).

    Di Bondowoso sendiri, 51 desa tidak bisa mencairkan dana non-earmark, sementara 9 desa bahkan tidak dapat mencairkan earmark maupun non-earmark. Satu desa, yakni Padasan, tercatat belum menerima DD sejak tahap awal karena kepala desanya tersangkut kasus hukum.

    Kepala Desa Bendelan, Kecamatan Binakal, Bambang Suhartono, mengakui desanya gagal mencairkan dana non-earmark karena keterlambatan administrasi.

    “Dana yang belum kami jalankan itu sekitar Rp290 juta. Rencananya untuk paving di dua titik, tembok penahan tanah, dan program pemberdayaan masyarakat. Karena belum bisa cair, tekanan sosial-politik di masyarakat cukup terasa,” ujarnya, Kamis, 11 Desember 2025.

    Bambang menambahkan dirinya belum menyampaikan persoalan ini kepada warga karena masih berharap ada perubahan kebijakan. “Informasinya, syarat pengajuan bukan lagi 17 September, tetapi 17 Desember. Semoga pemerintah pusat bisa mendengar aspirasi para kepala desa,” katanya.

    Hal serupa dialami Desa Mengen, Kecamatan Tamanan. Kepala Desa Mengen, Fauzan, menyebut dana non-earmark desanya sekitar Rp100 juta.

    “Rencananya untuk pemberdayaan masyarakat, mungkin mesin rajang tembakau atau dukungan untuk UMKM. Saya sudah sampaikan ke warga apa adanya, bahwa kami terhambat aturan itu,” ujarnya.

    Ketua APDESI Bondowoso, Mathari, mengonfirmasi bahwa sekitar 15 kepala desa dari Bondowoso turut mengikuti aksi unjuk rasa di Jakarta pada Senin, 8 Desember 2025. Aksi tersebut mendesak pemerintah pusat meninjau ulang PMK 81/2025.

    “PMK ini sangat membebani kepala desa. Mereka punya janji kepada masyarakat untuk membangun. Dana non-earmark yang tidak bisa cair di Bondowoso rata-rata Rp200–400 juta per desa,” ujarnya.

    Mathari, yang juga Kades Bukor di Kecamatan Wringin, mengaku desanya sendiri tidak terdampak aturan ini, namun ia hadir untuk menyampaikan aspirasi kolektif para kepala desa.

    Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Bondowoso, Mahfud Junaidi, menegaskan bahwa persoalan ini bukan hanya terjadi di Bondowoso, melainkan di banyak daerah lain.

    “Ada 60 desa di Bondowoso yang belum salur dana non-earmark. Satu di antaranya adalah Padasan yang memang bermasalah sejak awal. Sisanya karena terlambat melengkapi persyaratan hingga batas waktu 17 September 2025,” terangnya.

    Mahfud menyebut pihaknya telah melakukan sosialisasi mengenai aturan pusat tersebut. Di Jawa Timur saja, ada 1.261 desa yang serupa Bondowoso. “Ini terjadi di banyak tempat, bukan hanya Bondowoso,” tambahnya.

    PMK 81/2025 diteken oleh Menteri Keuangan Purbaya, yang menggantikan Sri Mulyani pada era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Di kalangan kepala desa, muncul harapan agar Menkeu memberikan kelonggaran atau masa transisi.

    Sejumlah desa, termasuk di Bondowoso, berharap pemerintah pusat mempertimbangkan perubahan jadwal pengajuan menjadi 17 Desember 2025 seperti informasi yang beredar. Jika kebijakan tidak berubah, dana non-earmark ratusan juta rupiah di puluhan desa akan hangus dan program desa terpaksa dihentikan. (awi/ian)

  • Kejar Target, Dirjen Bimo Mulai Sisir Pajak dari Wajib Pajak Tajir

    Kejar Target, Dirjen Bimo Mulai Sisir Pajak dari Wajib Pajak Tajir

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memanggil sejumlah wajib pajak (WP) kaya terkait dengan kepatuhan perpajakan, Kamis (11/12/2025). 

    Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto menyebut pemanggilan WP kaya, atau high wealth individual (HWI), itu dalam rangka konsultasi berkaitan dengan data-data yang dinilai olehnya belum terkomunikasikan dengan baik.

    Dia menyinggung bahwa beberapa WP kaya belum mengetahui bahwa otoritas pajak bisa memantau kepatuhan mereka berdasarkan data dari instansi lain, yakni data kepemilikan manfaat atau beneficial ownership. 

    “Sekarang itu data luar biasa untuk benchmarking kepatuhan dari wajib pajak, terkadang wajib pajak mungkin merasa kami enggak punya akses terhadap data tersebut, sehingga di laporan SPT-nya itu tidak dimasukkan,” ungkapnya sebagaimana dikutip dari YouTube Pusdiklat Pajak, Kamis (11/12/2025). 

    Bimo menyampaikan bahwa harusnya kebijakan fiskal, yang salah satunya mencakup pajak, harusnya bisa menjadi penyeimbang guna menekan ketimpangan sosial dan penghasilan di Indonesia. Lulusan Taruna Nusantara itu menyebut harusnya hal itu menjadi kompas moral bagi masyarakat maupun penyelenggara negara. 

    Pada kesempatan yang sama, Bimo turut mengakui bahwa sektor mineral dan batu bara (minerba) serta sawit merupakan sektor yang sampai saat ini masih sulit dipajaki. 

    Menurut Bimo, kesulitan otoritas pajak untuk memungut setoran dari kedua sektor industri ekstraktif itu sudah dialami olehnya sejak awal berkarier di Ditjen Pajak pada 2002 lalu. 

    “Sejak 2002 saya bekerja di pajak itu selalu sektor strategis yang dikejar-kejar pajaknya dan enggak rampung-rampung sampai hari ini tuh sektor minerba dan sawit ” ujarnya di forum tersebut. 

    Dirjen Pajak yang pernah bekerja di Kemenko Maritim dan Investasi serta Kemenko Perekonomian itu mengakui, industri ekstraktif telah memanfaatkan kekayaan alam Indonesia. Akan tetapi, pemanfaatan sumber daya alam Indonesia itu justru menjauh dari prinsip pasal 33 Undang-Undang Dasar atau UUD 1945. 

    Pada pasal tersebut, harusnya kekayaan negara dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. “Betapa sebenarnya value added belum bisa kami secure. ESDM, DJP, DJSEF, pemerhati, akademisi dan konsultan, ini PR kita bersama,” terangnya. 

  • Asia Pacific Fibers (POLY) PHK 3.000 Pekerja Imbas Produksi Anjlok

    Asia Pacific Fibers (POLY) PHK 3.000 Pekerja Imbas Produksi Anjlok

    Bisnis.com, JAKARTA — Produsen poliester dan benang filamen, PT Asia Pacific Fibers Tbk. (POLY) atau APF telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 3.000 pekerja pabrik yang berada di Karawang dan Kaliwungu, Kendal. 

    Direktur Utama APF Ravi Shankar mengatakan, pabrik di Karawang telah tutup selama setahun terakhir, sementara pabrik di Kendal masih memproduksi benang filamen dengan utilitas produksi 30%—35%. 

    “Kapasitas pabrik Karawang turun drastis, akhirnya berhenti, pabrik Kendal hanya jalan 30–35% dengan pekerja sekitar 1.000 pekerja,” kata Ravi saat ditemui di Jakarta, Kamis (11/12/2025). 

    Mestinya, kapasitas produksi benang di pabrik Kendal tersebut 144.000 ton. Namun, dengan utilitas 30% maka produksi per bulan mencapai 2.500-3.000 ton. APF mencatat jika peningkatan kapasitas 2 kali lipat dari saat ini maka membutuhkan dana US$60 juta. 

    Ravi menyebut, dari total produksi benang saat ini, APF masih mendapatkan permintaan ekspor 30% sementara sisanya diserap oleh pasar domestik. Kendati demikian, permintaan terus melemah seiring dengan masifnya impor barang murah. 

    Menurut Ravi, kondisi ini menunjukkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia masih menghadapi tantangan berat. Ini menjadi alarm bagi pemerintah bahwa restrukturisasi bisnis dan keuangan di sektor TPT ini mendesak diselesaikan.

    Jika tidak segera dilakukan, dikhawatirkan gelombang kebangkrutan perusahaan TPT bisa berlanjut. Akibatnya, badai PHK di industri TPT semakin tak terbendung dan pada gilirannya bisa berdampak pada stabilitas ekonomi nasional.

    Dalam hal ini, APF berharap agar Kementerian Keuangan bisa mempercepat kepastian proses restrukturisasi utang perseroan kepada pemerintah.

    “Dengan adanya perubahan kebijakan yang diambil pemerintah saat ini, kami melihat adanya opportunity agar proses restrukturisasi utang segera selesai,” ujarnya.

    Pihaknya sudah mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang baru. Ini dimaksudkan untuk memperoleh dukungan percepatan dan win-win solution dalam penyelesaian restrukturisasi utang Perseroan.

    “Pak Purbaya (Menkeu) sudah menerima surat kami dan cepat merespons dengan memberikan disposisi ke DJKN,” katanya.

    Ravi menjelaskan, akibat berlarut-larutnya lebih dari 20 tahun tanpa kepastian restrukturisasi utang tersebut Perseroan mulai sulit mempertahankan going concern. Kreditur yang sebelumnya mendukung kelangsungan usaha Perseroan saat ini mulai kehilangan kepercayaannya.

  • Dana Hibah di Malang Capai Rp159,9 Miliar, DPRD: APH Harus Tingkatkan Pengawasan

    Dana Hibah di Malang Capai Rp159,9 Miliar, DPRD: APH Harus Tingkatkan Pengawasan

    Malang (beritajatim.com) – Realisasi anggaran dana hibah pada APBD Kabupaten Malang 2026 cukup tinggi, yakni encapai Rp 159,9 miliar.

    Menanggapi hal itu, Anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten Malang, Zulham Akhmad Mubarrok menilai penggunaan dana hibah rentan menjadi masalah hukum ketika pemanfaatannya, tidak dilakukan dengan transparan dan akuntabel.

    “Saat ini kita ketahui masih ada sejumlah pemeriksaan kejaksaan terkait dana hibah KONI Kabupaten Malang tahun 2023 dan 2024, ini harus jadi catatan dan atensi kita semua,” kata Zulham, Kamis (11/12/2025.

    Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan itu memberi catatan, idealnya penerima hibah diprioritaskan pada sektor yang membawa dampak langsung kepada masyarakat terutama di bidang pelayanan dasar.

    Kata Zulham, ada 4 OPD yang menjadi penerima hibah cukup besar di tahun depan. Antara lain, Dinas Pendidikan (Rp86,1 miliar), Dinas Kesehatan (Rp27,6 miliar), Bakesbangpol (Rp 17,2 miliar), dan Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (Rp12,6 miliar).

    “Prioritasnya harus tepat karena ruang fiskal kita mengalami efisiensi besar-besaran dari Pusat. Tak boleh lagi ada lagi dana rakyat yang tidak efektif penggunaan apalagi bentuknya hibah,” ujar Zulham.

    Pada APBD 2026, pendapatan daerah ditargetkan Rp4,33 triliun. Jumlah itu merosot cukup tajam, yakni Rp529,27 miliar dibanding target 2025 yang mencapai Rp 4,86 triliun. Kondisi serupa juga terjadi pada belanja daerah.

    Rencana belanja tahun depan dirancang Rp4,47 triliun atau berkurang Rp547,03 miliar dari alokasi 2025 yang mencapai Rp5,02 triliun. Hal itu merupakan dampak dari pemangkasan dana transfer dari Kemenkeu hingga Rp 644 miliar pada 2026 mendatang.

    Zulham yang juga anggota Komisi IV itu secara khusus mengingatkan mitranya yakni Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan terkait dengan pengelolaan Hibah UPLAND di bidang pertanian.

    Menurut Zulham, pada 2017 Hibah itu sempat menyita perhatian publik karena menjadi objek pemeriksaan Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Malang.

    Selain itu, pada 2025 ini KPK juga sedang melakukan pemeriksan terkait hibah APBD Jatim 2019-2022 di sektor pertanian yang ada di wilayah Kabupaten Malang dan sudah memeriksa sejumlah saksi Pokmas dan Kepala Desa.

    “Pertanian ini tulang punggung kabupaten jadi harus lurus tidak boleh bengkok. Tidak ada istilahnya kebal hukum, semua sama di mata hukum dan harus tetap taat asas,” kata Zulham mengakhiri. [yog/suf]

  • Asia Pacific Fiber (POLY) Menanti Restu Purbaya Percepat Restrukturisasi Utang

    Asia Pacific Fiber (POLY) Menanti Restu Purbaya Percepat Restrukturisasi Utang

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) atau APF tengah menantikan kepastian proses restrukturisasi utang perseroan kepada pemerintah yang mengalami status quo sejak 2005. Percepatan prosesnya kini berada di tangan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. 

    Direktur Utama APF Ravi Shankar mengatakan, pihaknya telah mengirimkan surat kepada Menkeu Purbaya untuk memperoleh dukungan percepatan dan win-win solution dalam penyelesaian restrukturisasi utang perseroan. 

    “Rencana perusahaan kalau sudah perbaiki balance sheet kita, bisa ada dapat dukungan perbankan. Satu kita utilisasi kapasitas, kedua ada ekspansi pabrik baru filamen di Kendal, ini terkait restrukturisasi,” kata Ravi saat ditemui di Jakarta, Kamis (11/12/2025). 

    Surat permohonan APF disebut telah diterima oleh Menkeu Purbaya dan diberikan disposisi ke Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). Hal ini pun menjadi angin segar. 

    Saat ini, APF masih menunggu tindak lanjut dari pihak DJKN. Meski demikian, pihaknya tetap optimistis bahwa dengan adanya semangat reformasi dari menteri keuangan yang baru, DJKN akan menindaklanjuti secara konkret.

    “Dengan adanya perubahan kebijakan yang diambil pemerintah saat ini, kami melihat adanya opportunity agar proses restrukturisasi utang segera selesai,” ujarnya. 

    Adapun, nilai restrukturisasi utang APF mencapai US$82 juta atau sekitar Rp1,36 triliun (asumsi kurs Rp16.665 per US$). APF yang merupakan produsen serat dan benang poliester terkemuka di Indonesia, memulai restrukturisasi utangnya menyusul krisis ekonomi Asia 1997–1998. 

    Saat itu, perusahaan yang kala itu bernama PT Polysindo Eka Perkasa di bawah Texmaco Group, kesulitan memenuhi kewajiban finansial dan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 2005.

    Pada 2006, kreditur menyetujui konversi utang tanpa jaminan menjadi saham sebagai langkah awal mengurangi beban utang perusahaan. Beberapa tahun kemudian, pada 2009, perusahaan berekspansi dan memilih rebranding dengan nama APF. Namun demikian, beban utang berjaminan yang lebih besar masih tersisa.

    Selama 2010-an, APF berulang kali mengajukan rencana restrukturisasi termasuk opsi debt–equity swap. Namun, negosiasi dengan kreditur besar seperti PT Perusahaan Pengelola Aset dan pemegang obligasi internasional tidak kunjung menemukan titik temu. Restrukturisasi berjalan lambat dan serangkaian usulan belum mendapatkan persetujuan akhir.

    Sejak 2021, APF mulai terlibat dalam pembahasan dengan Satgas BLBI dan menyampaikan itikad baik termasuk pembayaran awal untuk memulai pembicaraan restrukturisasi. Hingga 2025, proses penyelesaian utang berjaminan masih berlangsung dan belum tuntas sehingga membatasi akses perusahaan terhadap pembiayaan baru serta menghambat ekspansi kapasitas produksi.

    Akibat kondisi tersebut juga, pabrik poliester di Karawang akhirnya ditutup pada 2024 lalu hingga merumahkan 3.000 pekerja. Ravi menjelaskan, akibat berlarut-larutnya lebih dari 20 tahun tanpa kepastian restrukturisasi utang tersebut Perseroan mulai sulit mempertahankan going concern.

    Kreditur yang sebelumnya mendukung kelangsungan usaha Perseroan saat ini mulai kehilangan kepercayaannya. Hal itu membuat Perseroan menghentikan operasi pabrik di Karawang dan mengurangi utilisasi pabrik di Kaliwungu jadi tinggal 30%. 

    “Kondisi seperti ini sebenarnya menunjukkan industri TPT [tekstil dan produk tekstil] di Indonesia masih menghadapi tantangan berat. Ini menjadi alarm bagi pemerintah bahwa restrukturisasi bisnis dan keuangan di sektor TPT ini mendesak diselesaikan,” terangnya. 

    Bila tidak segera dilakukan, dikhawatirkan gelombang kebangkrutan perusahaan TPT bisa berlanjut. Akibatnya, badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri TPT semakin tak terbendung dan pada gilirannya bisa berdampak pada stabilitas ekonomi nasional.

    Senada, Direktur Keuangan APF Deddy Sutrisno menambahkan, bila restrukturisasi utang kepada pemerintah bisa segera selesai, Perseroan berkode saham POLY ini berencana melakukan investasi untuk meningkatkan produksi benang dan serat poliester. 

    “Sehingga kami bisa bangkit kembali beroperasi bahkan siap melakukan investasi,” katanya.

    Pasalnya, dengan restrukturisasi utang selesai nantinya, APF berkomitmen dapat memperbaiki neraca keuangan dan mendapatkan modal kerja baru untuk peningkatan kapasitas produksi Perseroan di pabrik Kaliwungu, Kendal.

    Pihaknya pun berharap bisa kembali mempekerjakan karyawan yang terkena PHK dan menyerap tenaga kerja lainnya. Selain itu, Perseroan juga bisa berkontribusi bagi industri TPT nasional dalam menyediakan bahan baku tekstil.

    Sebagaimana diketahui, Perseroan merupakan salah satu manufaktur benang poliester sebagai bahan baku utama tekstil dengan pangsa pasar nasional sebelumnya pernah mencapai 21%. Ini sekaligus menjadikan APF sebagai produsen poliester terbesar kedua di Indonesia. Meski demikian, Deddy belum bisa menyebutkan nilai investasi yang dibutuhkan nantinya.

    “Kami masih hitung berapa kebutuhan nilai investasinya, tapi yang pasti para kreditur siap mendukung bisnis Perseroan,” tuturnya.

    Selain itu, dengan kondisi bisnis perusahaan yang terus menurun saat ini pihaknya menargetkan penjualan mencapai US$44,5 juta atau turun sekitar 76,6% dari tahun 2024 sebesar US$190,15 juta, atau turun sekitar 84,57% dari penjualan tahun 2023 sebesar US$ 288,55 juta.

    Meski demikian, dengan adanya efisiensi usaha Perseroan berhasil menekan kerugian usaha atau EBITDA negatif yang diproyeksikan menjadi US$3,4 juta pada akhir 2025 dibanding periode sama 2024 minus US$7,67 juta.

    Per September 2025, Perseroan telah membukukan penjualan sebesar US$33,38 juta atau turun sekitar 80% dibanding periode sama tahun lalu sebesar US$166,74 juta. Akibatnya, Perseroan mencatat EBITDA negatif sebesar US$2,55 juta per September 2025.