Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga pemeringkat Rating and Investment Information, Inc. (R&I) mempertahankan peringkat utang jangka panjang Indonesia atau Sovereign Credit Rating (SCR) pada level BBB+ dengan outlook stabil pada 24 Oktober 2025.
Dalam keterangannya, R&I menilai inflasi Indonesia masih stabil, sementara rasio utang pemerintah tetap rendah dengan kebijakan fiskal dan moneter yang dianggap prudent.
Hanya saja, lembaga yang bermarkas di Jepang itu menekankan perlunya asesmen lanjutan atas langkah pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi sambil menjaga kesehatan fiskal jangka menengah.
Adapun, R&I memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 5% pada 2025, sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia yang menempatkan pertumbuhan di atas titik tengah rentang 4,6%–5,4%.
Inflasi diperkirakan tetap berada dalam kisaran sasaran, sementara defisit transaksi berjalan diproyeksikan sekitar 1% terhadap PDB. Dari sisi fiskal, pemerintah disebut tetap berkomitmen menjaga defisit di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Respons Perry Warjiyo
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa keputusan R&I mencerminkan kepercayaan kuat investor internasional terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan nasional di tengah ketidakpastian global.
“Diperlukan upaya bersama yang lebih kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan, sejalan dengan kapasitas perekonomian nasional,” ujar Perry dalam keterangannya, Selasa (28/10/2025).
Dia menekankan pentingnya sinergi kebijakan antara Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan pemerintah sebagai otoritas fiskal untuk memperkuat persepsi positif terhadap perekonomian nasional.
Ke depan, Bank Indonesia menyatakan komitmen untuk terus memantau perkembangan ekonomi global dan domestik serta memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Data Utang Pemerintah
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat total outstanding utang pemerintah pusat menembus angka Rp9.138,05 triliun atau hampir menyentuh 40% dari produk domestik bruto alias PDB.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, realisasi atau angka sementara utang pemerintah pusat Juni 2025 itu terbagi menjadi utang berasal dari pinjaman Rp1.157,18 triliun, serta penerbitan SBN Rp7.980,87 triliun. Secara total, angka itu turun apabila dibandingkan dengan Mei 2025 yakni Rp9.177,48 triliun.
“Per akhir Juni [rasio utang] 39,86%, satu level yang cukup rendah, cukup moderate dibanding banyak negara baik peer group negara tetangga maupun G20,” terang Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kemenkeu, Suminto, pada Media Gathering APBN 2026, Jumat (10/10/2025).
Apabila dibandingkan dengan data berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020-2024, data terbaru utang pemerintah pusat itu melesat dari tahun-tahun sebelumnya. Pada 2024, utang pemerintah pusat berdasarkan LKPP adalah Rp8.813,16 triliun.
Sementara itu, utang pemerintah pusat pada 2023 sebesar Rp8.190,38 triliun, Rp7.776,74 triliun, Rp6.913,98 triliun serta Rp6.079,17 triliun.








/data/photo/2025/10/28/69008d052dbc2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
