Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • Bos Pajak: Potensi Kerugian Negara Rp140 M dari Pelanggaran Ekspor CPO

    Bos Pajak: Potensi Kerugian Negara Rp140 M dari Pelanggaran Ekspor CPO

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktur Jenderal Bea Cukai Bimo Wijayanto mengungkapkan kerugian negara dari sisi pajak ratusan miliar dari pelanggaran ekspor produk fatty matter (turunan minyak sawit mentah/ crude palm oil/ CPO).

    Berdasarkan analisis DJP, ditemukan potensi kerugian pendapatan negara akibat perbedaan harga signifikan antara dokumen tertulis, Fatty Matter dan barang sesungguhnya atu dikenal under invoicing.

    Bimo mengatakan ada 25 wajib pajak yang melaporkan ekspor Fatty Matter dengan total nilai PEB Rp2,08 triliun dengan potensi kerugian negara di sisi pajak yang ditaksir mencapai Rp140 miliar.

    “Jadi potensi kerugian negara kami estimasi dari Rp2,08 triliun dari sisi pajak itu sekitar Rp140 miliar,” ucap Bimo dalam konferensi pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/11/2025).

    Temuan pelanggaran ekspor ini adalah hasil dari operasi gabungan antara Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) bersama Kepolisian RI (Polri). Operasi ini ditemukan, 87 kontainer bermuatan 1.802 ton fatty matter PT MMS melanggar ketentuan ekspor.

    Sebanyak 87 kontainer itu dilaporkan sebagai produk fatty matter, produk turunan CPO yang tidak masuk dalam kelompok yang dikenakan bea keluar (BK) dan tidak masuk daftar larangan terbatas (lartas) ekspor.

    87 kontainer itu diamankan di Pelabuhan Tanjung Priok, awalnya akan diekspor ke China.

    Hanya saja, menurut Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Djaka Budi Utama, barang yang disebut dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) senilai Rp28,7 miliar itu ternyata mengandung campuran produk turunan CPO lainnya. Dengan begitu, ekspor barang tersebut berpotensi dikenakan BK dan kewajiban ekspor.

    Dijelaskan, operasi gabungan Kemenkeu (DJBC-DJP) dan Satgassus Polri mengungkap dugaan pelanggaran ekspor produk turunan CPO oleh PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok.

    “Barang diberitahukan sebagai Fatty Matter – kategori yang tidak dikenakan Bea Keluar dan tidak termasuk lartas ekspor. Hasil uji laboratorium BLBC dan IPB menunjukkan produk merupakan campuran nabati yang mengandung turunan CPO, sehingga berpotensi terkena Bea Keluar dan kewajiban ekspor,” ungkap Djaka.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Prabowo Siap Tanggung Utang Whoosh, Bagaimana Menkeu Purbaya?

    Prabowo Siap Tanggung Utang Whoosh, Bagaimana Menkeu Purbaya?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial, Preciosa Kanti, ikut merespons langkah Presiden Prabowo Subianto yang disebut pasang badan dalam polemik pembiayaan Kereta Cepat Whoosh.

    Dikatakan Kanti, keputusan yang diambil Presiden justru berseberangan dengan pernyataan tegas Menkeu, Purbaya Yudhi Sadewa.

    Kanti bahkan mengaku sejak awal memilih tidak banyak berkomentar soal Purbaya.

    “Ini alasan mengapa selama ini saya hanya satu kali berkomentar perihal fenomenal Purbaya,” ujar Kanti di X @PreciosaKanti (6/11/2025).

    “Pada saat Purbaya berkata kurang lebih bahwa Rocky Gerung mesti meminta maaf jika Purbaya sudah menaikkan pertumbuhan ekonomi menjadi 8 persen,” tambahnya.

    Lanjut Kanti, tidak banyak yang perlu dibahas karena sekeras apa pun gaya seorang menteri, keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden.

    “Mengapa saya memilih untuk tidak berkomentar banyak? Karena Purbaya, sekoboi apa pun, dia hanyalah seorang menteri. Di mana keputusan akhir akan tetap di tangan Presiden,” tukasnya.

    Kanti mengatakan, kebijakan yang diambil pemerintah belakangan ini kerap membingungkan dan tak jarang berujung pada kekecewaan publik.

    “Bukan hal baru, betapa membingungkannya kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Presiden saat ini,” katanya.

    Ia mencontohkan, pernyataan Purbaya yang menegaskan tidak akan memakai APBN untuk membayar utang proyek Whoosh sempat membuat rakyat optimistis.

    Hanya saja, hal itu seolah dimentahkan oleh ucapan Presiden sendiri.

    “Seperti masalah Whoosh ini. Tegas Purbaya mengatakan tidak akan memakai APBN untuk membayar hutang Whoosh! Rakyat gembira ibarat menemukan penjaga tangguh. Namun Presiden berkata sebaliknya,” imbuhnya.

  • 1.802 Ton Produk Turunan CPO Langgar Ketentuan Ekspor, Gagal Dikirim ke China

    1.802 Ton Produk Turunan CPO Langgar Ketentuan Ekspor, Gagal Dikirim ke China

    Jakarta

    Operasi gabungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Satgassus Polri mengungkap dugaan pelanggaran ekspor produk turunan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) oleh PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Barang bukti diamankan sebanyak 87 kontainer bermuatan 1.802 ton senilai Rp 28,7 miliar yang rencananya akan diekspor ke China.

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Djaka Budhi Utama mengatakan barang diberitahukan sebagai fatty matter atau kategori yang tidak dikenakan bea keluar dan tidak termasuk lartas ekspor. Setelah dilakukan uji laboratorium, menunjukkan produk merupakan campuran nabati yang mengandung turunan CPO sehingga berpotensi terkena bea keluar dan kewajiban ekspor.

    “Kita melakukan analisa data yang akhirnya dengan menggunakan laboratorium yang berbeda, ternyata setelah diteliti secara mendalam bahwa pemberitahuan izin ekspor tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh importir,” kata Djaka dalam konferensi pers di Buffer Area New Priok Container Terminal (NPCT) 1, Jakarta Utara, Kamis (6/11/2025).

    Djaka menyebut penegahan kini masih dalam tahap penelitian lebih lanjut, termasuk pemeriksaan terhadap pihak-pihak terkait dan pengumpulan bukti tambahan.

    “Dapat kami sampaikan tersangka awal PT MMS dan tentunya ada tiga perusahaan yang terafiliasi terkait kegiatan ini. Untuk siapa-siapa yang menjadi inisiatornya tentu akan dilakukan pendalaman lebih lanjut,” ucap Djaka.

    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan penindakan ini berdasarkan hasil analisis adanya lonjakan luar biasa dari ekspor komoditas yang disebut sebagai fatty matter. Data ekspor 2025 menunjukkan terdapat 25 wajib pajak termasuk PT MMS melaporkan komoditas serupa dengan nilai Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Rp 2,08 triliun.

    “Saat ini pada komoditas jenis fatty matter oleh pemerintah tidak dikenakan bea keluar maupun pungutan ekspor, serta bukan komoditas yang termasuk dalam kategori larangan dan atau pembatasan ekspor. Ternyata celah ini yang kemudian digunakan untuk menyelundupkan, untuk menghindari pajak yang tentunya ini mengakibatkan kerugian negara,” kata Listyo dalam kesempatan yang sama.

    “Ini yang tentunya akan kita lakukan pendalaman terhadap beberapa perusahaan yang lain. Nanti apabila memang kita perlukan untuk melakukan proses penegakkan hukum dan juga pengembalian kerugian terhadap negara, tentunya ini akan kita lakukan,” tambahnya.

    (acd/acd)

  • Rasio Pajak Hanya 8,58% hingga Kuartal III/2025, Terburuk Sejak Pandemi

    Rasio Pajak Hanya 8,58% hingga Kuartal III/2025, Terburuk Sejak Pandemi

    Bisnis.com, JAKARTA — Daya pungut penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) kuartal III/202 hanya mencapai 8,58% atau terendah sejak era pandemi Covid-19, serta masih jauh dari target sepanjang tahun.

    Berdasarkan pembukuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.516,6 triliun hingga kuartal III/2025 atau Januari—September 2025. Sementara dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Bisnis, produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp17.672,9 triliun hingga Kuartal III/2025.

    Berdasarkan data-data tersebut, dapat dihitung tax ratio: (Rp1.295,3 triliun / Rp17.672,9 triliun) × 100% = 8,58%. Artinya, tax ratio hingga Kuartal III/2025 sebesar 8,58%.

    Angka itu turun dibandingkan realisasi tax ratio pada periode yang sama tahun-tahun sebelumnya: 9,48% pada kuartal III/2024, 10,15% pada kuartal III/2023, 10,9 pada kuartal III/2022.

    Dengan demikian, terjadi penurunan tax ratio dalam tiga tahun terakhir. Realisasi tax ratio 8,58% pada kuartal III/2025 ini hanya sedikit lebih baik dari realisasi tax ratio 8,28% pada kuartal III/2021 atau masa pandemi Covid-19.

    Tak hanya itu, Kemenkeu menargetkan tax ratio sepanjang 2025 mencapai 10,02%. Singkatnya, realisasi hingga kuartal III (8,58%) masih jauh dari target akhir tahun (10,02%) atau masih kurang 1,44 poin persentase.

    Masalahnya, secara historis, capaian pada Kuartal III setiap tahunnya kerap kali tidak akan jauh berbeda dari realisasi akhir tahun. Pada tahun lalu misalnya: tax ratio pada Kuartal III/2024 (9,48%) tidak jauh beda dari realisasi pada akhir tahun (10,08%) atau cuma naik 0,6 poin persentase.

    Upaya Otoritas

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak sebesar Rp1.295,3 triliun atau baru setara 62,4% dari outlook sepanjang tahun (Rp2.076,9 triliun) hingga akhir September 2025.

    Artinya, Kemenkeu perlu mengumpulkan Rp781,9 triliun dalam tiga bulan terakhir 2025 agar outlook penerimaan pajak sepanjang tahun bisa tercapai.

    Meski sulit, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kemenkeu Yon Arsal menjelaskan periode Oktober–Desember memang selalu menjadi masa pengumpulan penerimaan terbesar sepanjang tahun. Dia menyebut, pola tersebut juga terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

    “Ini memang cukup challenging, namun tiga bulan terakhir itu di mana kita biasanya merealisasikan berbagai hasil aktivitas pengawasan yang sudah kita lakukan sejak awal tahun,” ujar Yon dalam media briefing di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Senin (20/10/2025).

    Oleh sebab itu, Direktorat Jenderal Pajak akan memaksimalkan sejumlah langkah untuk memaksimalkan penerimaan pajak akhir tahun. Pertama, pengawasan pembayaran masa dengan menyesuaikan besaran pajak terhadap kinerja sektor usaha.

    Artinya, sektor yang tumbuh akan kita lakukan dinamisasi naik agar pembayaran pajaknya sesuai dengan seharusnya. Sebaliknya, sektor yang turun juga akan memberi kelonggaran melalui dinamisasi turun.

    Kedua, memperkuat pengawasan kepatuhan material melalui kegiatan pemeriksaan, penegakan hukum, dan penagihan aktif. Yon mengaku bahwa seluruh langkah itu merupakan kelanjutan dari proses pengawasan yang sudah dijalankan sejak awal tahun.

    “Mudah-mudahan kita masih tetap optimis bahwa target yang dibebankan itu masih bisa kita realisasikan,” tutupnya.

  • Di Balik Langkah Tegas Kejagung Sita Harta Musim Mas dan Permata Hijau Group

    Di Balik Langkah Tegas Kejagung Sita Harta Musim Mas dan Permata Hijau Group

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan langkah tegas terkait sisa pembayaran uang pengganti (UP) dari Musim Mas Group dan Permata Hijau Group sebanyak Rp4,4 triliun.

    Berdasarkan komitmen dari kedua korporasi itu, pelunasan kewajiban pembayaran UP dari perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO), yang juga menyeret korporasi besar Wilmar Group. 

    Oleh sebab itu, sebagai jaminan untuk pembayaran uang triliunan itu, sejumlah aset dari Musim Mas dan Permata Hijau Group telah dilakukan penyitaan oleh korps Adhyaksa.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI Anang Supriatna mengatakan pihaknya telah menyita aset milik Musim Mas dan Permata Hijau Group secara sementara.

    Adapun, aset yang disita penyidik pada direktorat Jampidsus Kejagung RI itu terkait dengan Musim Mas dan Permata Hijau berupa perkebunan sawit hingga pabrik.

    Dalam hal ini, menurut Anang, nilai dari penyitaan dari Musim Mas Group dan Permata Hijau Group itu telah melebihi kewajiban pembayaran UP Rp4,4 triliun.

    Secara terperinci, sisa UP yang belum dibayarkan dari dua korporasi tersebut, yakni Musim Mas Group sebesar Rp3,7 triliun dan Permata Hijau Group Rp752 miliar.

    “Nilainya itu, aset yang disita berdasarkan appraisal itu sudah melebihi dari sisa uang pengganti yang dibayarkan,” ujar Anang saat dikonfirmasi, dikutip Kamis (6/11/2025).

    Aset Musim Mas dan Permata Hijau Group Bakal Dilelang 

    Adapun, Anang menyatakan pihaknya akan mengambil langkah tegas apabila Musim Mas dan Permata Hijau Group tidak bisa membayar kewajiban UP sesuai perjanjian.

    Langkah tegas itu berupa pelelangan aset yang telah disita sebelumnya. Pelelangan tersebut, kata Anang, dilakukan untuk memulihkan kerugian negara akibat kasus korupsi CPO alias minyak goreng tersebut.

    “Namun apabila mereka tidak komit terhadap perjanjiannya, maka aset yang ada, akan kita lakukan sita dan kita lelang untuk menutupi daripada uang pengganti kerugian negara,” pungkas Anang.

    Dalam catatan Bisnis, secara total uang yang telah kembali negara mencapai Rp13,2 triliun pada Senin (20/10/2025). Uang tersebut berasal dari pembayaran uang pengganti tiga korporasi yang terseret dalam perkara korupsi CPO ini.

    Perinciannya, Wilmar Group Rp11,8 triliun; Musim Mas Group Rp1,18 triliun; dan Permata Hijau Group Rp186 miliar.

    Uang belasan triliun hasil rasuah itu diserahkan ke negara oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin ke Menteri Keuangan (Menkeu) RI Purbaya Yudhi Sadewa dan disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Prabowo sempat mengungkap bahwa nilai uang yang diserahkan ke Kemenkeu bakal memiliki dampak besar bagi masyarakat. Contohnya, dana sebesar Rp13 triliun dapat digunakan untuk memperbaiki lebih dari 8.000 sekolah. 

    Dengan begitu, uang hasil rampasan kasus rasuah ini bisa menjadi investasi bagi masa depan bangsa melalui pengembangan sumber daya manusia unggul.

    Selain itu, orang nomor satu di Indonesia ini menyatakan bahwa uang Rp13,2 triliun ini bisa membangun sekitar 600 kampung nelayan modern di berbagai daerah.

    “Rp13 triliun ini kita bisa memperbaiki danmerenovasi 8.000 sekolah lebih. Kalau satu kampung nelayan kita anggarkan Rp22 miliar, maka uang ini bisa membangun 600 kampung nelayan. Satu kampung bisa menampung sekitar 5.000 orang. Artinya, sekitar 5 juta rakyat Indonesia bisa hidup layak,” tutur Prabowo di Kejagung, Senin (20/10/2025).

  • RUU Redenominasi Rupiah Jadi Prioritas Kemenkeu, Target Rampung 2026

    RUU Redenominasi Rupiah Jadi Prioritas Kemenkeu, Target Rampung 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana untuk mengusulkan rencana pembentukan Rancangan Undang-undabg tentang Perubagan Harga Rupiah atau Redenominasi Rupiah.

    Rencana pembahasan RUU Redenominasi Rupiah itu masuk dalam 4 kerangka regulasi yang tercantum di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.70/2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025-2029.

    Kemenkeu menargetkan, jika tidak ada aral melintang, pembahasan RUU Redenominasi Rupiah akan rampung pada tahun 2026.

    Adapun tujuan pengusulan RUU itu mencakup 4 aspek. Pertama, tercapainya efisiensi perekonomian melalui peningkatan daya saing nasional. Kedua, terjaganya kesinambungan perkembangan perekonomian nasional.

    Ketiga, terjaganya nilai rupiah yang stabil sebagai wujud terpeliharanya daya beli 
    masyarakat. Keempat, meningkatnya kredibilitas rupiah.

    Bukan Isu Baru

    Dalam catatan Bisnis, isu redenominasi rupiah sejatinya bukan hal baru. Wacana ini selalu mencuat setiap kali nilai tukar rupiah terhadap dolar mengalami tekanam.

    Pada tahun 2023 lalu misalnya, pemerintah mengemukakan  redenominasi rupiah dinilai belum bisa diterapkan dalam waktu dekat, terutama di tengah perekonomian saat ini yang belum stabil.

    Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Abdurohman menyampaikan bahwa pelaksanaan redenominasi harus menunggu momentum yang tepat.

    Sementara saat ini, perekonomian dunia belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19. Situasi global yang masih sangat dinamis juga menjadi pertimbangan.

    “Dari sisi global kan risikonya masih berat,” katanya usai menghadiri Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (4/7/2023).

    Untuk diketahui, rencana redenominasi telah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024 yang salah satunya menjelaskan tentang RUU terkait Redenominasi Rupiah. 

    Dengan rencana tersebut, penyederhanaan rupiah akan dilakukan dengan mengurangi tiga angka nol di belakang, contohnya Rp1.000 menjadi Rp1.

    Pada kesempatan sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa bank sentral memang telah menyiapkan implementasi redenominasi atau penyederhanaan nilai tukar rupiah, tetapi belum dapat diterapkan. Persiapan tersebut telah dilakukan sejak 2010.

    “Redenominasi sudah kami siapkan dari dulu, mulai dari masalah desain dan tahapan-tahapannya. Itu sudah kami siapkan dari dulu secara operasional dan bagaimana tahapan-tahapannya,” katanya.

  • Top 3: Menkeu Purbaya Siap Investigasi Penyaluran KUR

    Top 3: Menkeu Purbaya Siap Investigasi Penyaluran KUR

    Liputan6.com, Jakarta – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan akan melakukan investigasi mendalam terhadap implementasi program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Langkah ini diambil setelah muncul laporan bahwa sejumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kesulitan mengakses KUR karena diminta menyertakan agunan, meski nilai pinjaman di bawah Rp100 juta.

    “Kalau begitu ini jelas KUR ada masalah. Saya akan investigasi implementasinya seperti apa. Kalau main-main, hati-hati saja ya. Saya sikat, nanti ribut lagi orang-orang. Paling nanti pajaknya kita gedein, biar susah hidupnya,” tegas Purbaya di Jakarta, dikutip Rabu, 5 November 2025.

    Menurut dia, KUR seharusnya menjadi program pemerintah yang mempermudah akses permodalan UMKM. “KUR hadir untuk mendukung pertumbuhan UMKM. Kalau pinjaman di bawah Rp100 juta, seharusnya tidak perlu agunan,” ujarnya.

    Purbaya menilai, jika benar ada bank yang mempersulit penyaluran KUR, hal itu merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab dan merugikan negara.

    Bendahara negara itu mengingatkan bahwa pemerintah telah memberikan subsidi bunga 6 persen per tahun untuk meringankan beban pelaku UMKM.

    “Ini enggak bertanggung jawab. Itu program pemerintah yang harusnya untuk UMKM. Mengapa mereka berhentikan? Saya rugi banyak. Pokoknya saya enggak mau rugi, nanti saya periksa itu,” ujarnya.

    Artikel Menkeu Purbaya Siap Investigasi Penyaluran KUR, Ancam Sanksi Bank yang Persulit UMKM menyita perhatian pembaca di Kanal Bisnis Liputan6.com. Ingin tahu artikel terpopuler lainnya di Kanal Bisnis Liputan6.com? Berikut tiga artikel terpopuler di Kanal Bisnis Liputan6.com yang dirangkum pada Kamis, (6/11/2025):

  • Bocoran Isi Pertemuan Prabowo dengan Purbaya cs di Istana

    Bocoran Isi Pertemuan Prabowo dengan Purbaya cs di Istana

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto memanggil beberapa pejabat ke Istana Kepresidenan, Jakarta. Mereka antara lain Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Investasi dan Hilirisasi sekaligus CEO Danantara Rosan Roeslani, dan Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid.

    Selain itu, ada Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dan Menteri Luar Negeri Sugiono.

    Pertemuan itu membahas soal sejumlah langkah strategis untuk menjaga stabilitas politik dan ekonomi nasional. Namun, tidka dirinci langkah apa saja yang mau dilakukan.

    “Dalam pertemuan tersebut, Presiden bersama para pejabat terkait membahas sejumlah langkah strategis untuk menjaga stabilitas politik nasional, memperkuat fondasi pertumbuhan ekonomi, serta mendorong peningkatan investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri,” tulis Sekretariat Kabinet dalam unggahan resmi di Instagram @sekretariat.kabinet, Rabu (6/11/2025).

    Prabowo juga menegaskan pentingnya sinergi antar lembaga dalam menciptakan iklim investasi yang sehat, berkeadilan, dan berkelanjutan demi mewujudkan kemajuan serta kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

    Rosan Roeslani setelah pertemuan menjelaskan pertemuan siang tadi dilakukan sambil makan siang bersama Prabowo. Dia mengaku hanya mengobrol biasa saja dalam pertemuan itu.

    “Ya tadi ini lah makan siang sama Pak Presiden, sama Pak Menkeu. Ngobrol-ngobrol biasa aja, ya kayak beberapa laporan pertumbuhan perekonomian dan segala macam,” ungkap Rosan.

    (hal/hns)

  • Purbaya Dapat Info Ada yang Bermain dalam Penyaluran KUR: Saya Investigasi!

    Purbaya Dapat Info Ada yang Bermain dalam Penyaluran KUR: Saya Investigasi!

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa akan menyelidiki penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pasalnya, ada laporan terkait praktik tidak semestinya oleh bank penyalur.

    Dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komite IV DPD RI beberapa waktu lalu, salah satu anggota melaporkan bahwa terdapat bank yang meminta agunan dari calon debitur, meski yang diajukan tidak lebih dari Rp 100 juta. Hal ini membuat banyak UMKM yang enggan meminjam ke bank.

    “Kalau gitu ini jelaskan ada masalah di KUR. Saya akan investigasi seperti apa implementasinya, kalau mereka main-main ya hati-hati saja,” kata Purbaya, di Senayan, Jakarta, dikutip Rabu (5/11/2025).

    Apabila praktik tersebut terbukti benar, menurut Purbaya, oknum tersebut sangat tidak bertanggung jawab. Sebab, KUR merupakan program pemerintah yang dihadirkan untuk membantu UMKM.

    Di sisi lain, UMKM mengajukan kredit tidak lebih dari Rp 100 juta, maka seharusnya UMKM tersebut tidak perlu menjaminkan agunan.

    “Kalau saya sikat ntar ribut lagi orang-orang, ‘bukan urusan kamu’. Tapi biar saja, pajaknya gue gedein ya, biar susah hidupnya. Tapi gini, itu kan nggak bertanggung jawab, itu program pemerintah yang harusnya untuk UMKM, kenapa mereka berhentiin,” ujarnya.

    Padahal, dalam praktiknya Purbaya mengatakan banyak bank yang menyalurkan KUR bukan untuk UMKM. KUR diberikan justru kepada para peminjam lama bank terkait, namun dengan subsidi bunga dari Kementerian Keuangan.

    “Saya rugi banyak. Jadi saya orangnya pelit pokoknya kalau saya nggak mau rugi, nanti saya periksa itu. Saya punya 6.600 orang di seluruh Indonesia, jadi cukup ya kita bereskan,” kata dia.

    Purbaya mengatakan, telah sejak lama Kementerian Keuangan mau melakukan pemeriksaan atas penyaluran KUR. Namun pihaknya cukup berhati-hati, mengingat program tersebut tidak berada di lingkup pengawasan Kementerian Keuangan.

    “Nanti kalau ada yang ribut, bapak-bapak ibu-ibu (anggota DPD) jagain saya ya? Nanti dibilang ‘lu ikut campur kementerian’. Aduh tapi ini kan uang saya dan saya nggak ngeliat dampaknya ke UMKM dan selama ini semuanya ribut masalah itu. UMKM dapat masalah itu, UMKM nggak dapat KUR. Agak aneh memang sebetulnya,” tutur Purbaya.

    Menyangkut persoalan ini, Purbaya mengatakan, dirinya akan menindaklanjuti bersama Kemenko Perekonomian. Hal ini mengingat KUR bukan program Kemenkeu melainkan Kemenko Perekonomian.

    Di samping itu, Purbaya juga menjawab tentang isu yang menyebut bahwa jatah KUR sudah habis. Menurutnya, informasi tersebut jelas salah. Setidaknya masih terdapat sekitar Rp 60 triliun dana KUR.

    “Dari catatan yang saya punya, di sini ada dana Rp 284 triliun. Baru dialokasin, Rp 228 triliun. Jadi ada masih hampir Rp 60 triliun,” kata Purbaya.

    (shc/hns)

  • Bank Mandiri & BRI Minta Tambahan Dana Pemerintah, Bakal Dikasih Kemenkeu?

    Bank Mandiri & BRI Minta Tambahan Dana Pemerintah, Bakal Dikasih Kemenkeu?

    Jakarta

    Sejumlah bank telah menyelesaikan penyaluran dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah yang ditempatkan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa ke deposito Himbara. Bank-bank tersebut berharap bisa mendapatkan tambahan.

    Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu. Katanya, ada dua bank yang telah menyelesaikan penyaluran, antara lain PT Bank Mandiri (Persero) Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI.

    “Kita lihat Mandiri dan BRI kenceng juga nih, pak. BRI sama Mandiri ini udah langsung 100% mereka udah minta lagi,” kata Febrio dalam acara Economic Outlook di Ritz-Carlton Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (5/11/2025).

    Secara rinci, dana yang ditempatkan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dialokasikan untuk PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rp 55 triliun, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Rp 55 triliun, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Rp 55 triliun, PT Bank Tabungan Negara Tbk Rp 25 triliun, dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Rp 10 triliun.

    Berdasarkan bahan paparan yang disajikan Febrio, tercatat Bank Mandiri dan BRI telah menyelesaikan penyaluran kreditnya 100%. Lalu, BNI telah menyalurkan 68% atau sebesar Rp 37,4 triliun, BTN 41% atau sebesar Rp 10,3 triliun, dan BSI 99% atau sebesar Rp 9,9 triliun.

    Namun Febrio mengaku belum menyetujui permintaan Bank Mandiri dan BRI untuk menambah dana pemerintah di deposito. Kementerian Keuangan akan mengevaluasi secara menyeluruh untuk menentukan langkah lanjutan.

    Febrio menambahkan, evaluasi perlu dilakukan mengingat masih terdapat bank yang belum menyelesaikan penyalurannya. Selain itu, penambahan dana juga akan mempertimbangkan kondisi kas pemerintah.

    “Kita nanti coba evaluasi, tentunya kita juga melihat kondisi kas pemerintah. Kita tahu bahwa pemerintah itu punya pasar SBN dan juga pasar SPN. Kita pastikan bahwa kebutuhan operasional kas untuk pemerintah itu tidak akan terganggu, tetapi begitu kita punya ada potensi untuk kas yang berlebih, dalam waktu tertentu kita bisa selalu letakkan di perbankan. Jadi, kita akan lakukan dengan manajemen kas yang semakin efisien,” jelas Febrio usai acara.

    Di samping itu, ia juga menyebut kalau pemerintah tidak memberikan sanksi atau target tertentu kepada perbankan untuk menyalurkan kreditnya. Meski begitu, pihaknya berharap penempatan dana pemerintah di deposito perbankan akan berdampak pada pertumbuhan bunga kredit.

    “Nggak ada kontrak tertentu. Kita hanya memindahkan kas, ingat, tanpa kita bilang ‘oh minimal Anda harus begini’, nggak juga, tapi kita tahu karena bunganya murah, mereka harus bekerja. Karena nggak mungkin mereka bayar bunga tetapi tidak menghasilkan penghasilan. Makanya, begitu kita letakkan dengan bunga yang lebih murah, itu mendorong mereka untuk menciptakan kredit, karena cost of fund-nya ikut turun dan likuiditasnya bertambah untuk ample,” terang dia.

    Tonton juga video “Kerja Sama dengan Bank Mandiri, CT: Ada Sejarahnya, Ibarat Pulang Kampung”

    (shc/ara)