Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • Gaspol Hari Ini: Anomali Purbaya, Restu Prabowo, dan Picu Kompetisi Para Menteri

    Gaspol Hari Ini: Anomali Purbaya, Restu Prabowo, dan Picu Kompetisi Para Menteri

    Gaspol Hari Ini: Anomali Purbaya, Restu Prabowo, dan Picu Kompetisi Para Menteri
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Gaya komunikasi Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memberikan warna baru dalam Kabinet Merah Putih.
    Meski sempat menuai kritik, Purbaya menegaskan bahwa gaya komunikasinya yang disebut bergaya “koboi” tidak dimaksudkan untuk kepentingannya sendiri, tetapi atas perintah dan arahan Presiden
    Prabowo Subianto
    .
    Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
    Adi Prayitno
    menilai, Purbaya menjadi sorotan karena publik bosan dengan
    gaya komunikasi
    menteri yang lain, yang terlalu formal dan teknokratik.
    “Seperti kebanyakan menteri yang sangat formalistik dan mungkin cenderung membahasakan sesuatu itu tidak dipahami oleh publik, tapi ketika Purbaya menjadi menteri keuangan yang baru, banyak sekali istilah ekonomi yang selama ini sulit kita pahami, mudah sekali untuk dipahami secara signifikan,” ujar Adi, dalam podcast Gaspol! di YouTube Kompas.com, Sabtu (8/11/2025).
    Tak hanya itu, Adi juga melihat kelebihan Purbaya justru karena ia adalah sosok baru yang tak pernah diperhitungkan publik.
    Sehingga, ketika komunikasinya blak-blakan dan mudah dipahami, ia berhasil mendapatkan sorotan.
    Sementara itu,
    Kabinet Merah Putih
    banyak diisi oleh sejumlah figur yang sudah beberapa kali menjadi menteri dalam pemerintahan sebelumnya.
    Posisi tersebut menyebabkan publik tidak memiliki rasa penasaran yang cukup tinggi.
    “Hampir separuh dari menteri-menteri yang ada saat ini adalah orang-orang yang cukup populer sejak lama. Karena rata-rata mereka itu adalah elite partai atau pernah menjadi menteri sebelumnya. Tapi, kenapa publik corongnya enggak ke mereka? Tapi, ke Pak Purbaya?” ujar dia.
    “Ada sesuatu yang sifatnya alamiah, sifatnya mendasar yang datangnya dari hati. Orang suka itu enggak bisa direkayasa,” sambung dia.
    Terakhir, menurut Adi, Purbaya memang lebih baik mengomentari soal pekerjaan kementerian lain.
    Sebab, selama ini kementerian punya ego sektoral masing-masing yang kerap membuat kinerja pemerintah tak optimal.
    Ia mengatakan, mestinya jangan ada menteri yang terusik karena Purbaya begitu berisik mengomentari kinerja kementeriannya.
    “Enggak apa-apa komentarin (kementerian yang lain). Loh, selama ini kita alergi kok dengan ego sektoral, kalau memang ada menteri lain yang agak ngerti tentang isu di kementerian lain, kenapa enggak boleh ngomong? Negara ini bukan kapling-kaplingan,” papar Adi.
    Simak obrolan selengkapnya dalam podcast Gaspol! Tayang perdana malam ini, pukul 20.00 WIB.

    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pesan Purbaya ke PNS DJP Soal Target Setoran Pajak: Jangan Putus Asa!

    Pesan Purbaya ke PNS DJP Soal Target Setoran Pajak: Jangan Putus Asa!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengunjungi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Wajib Pajak Besar (Large Tax Office/LTO), kemarin, Jumat (7/11/2025). Hal ini terungkap dalam Instagram @menkeuri.

    Kepada pegawai pajak, Purbaya menegaskan dirinya optimistis target penerimaan pajak pada 2025 akan tercapai. Dia pun meminta pegawai pajak tetap bekerja secara optimal.

    “Teman-teman pajak, jangan putus asa. Target pasti bisa tercapai. Kita usahakan seoptimal mungkin agar penerimaan pajak tetap tumbuh,” ujar Purbaya kepada pegawai pajak di LTO, dikutip Sabtu (8/11/2025).

    Purbaya mengakui tantangan penerimaan perpajakan saat ini adalah perlambatan ekonomi dan hal ini bukan kesalahan pegawai pajak. Dia memastikan pemerintah sudah melakukan upaya untuk membalikkan kondisi ekonomi ini.

    “Bukan salah orang pajak itu (penerimaan) gak tercapai, karena ekonominya turun. Tapi orang di luar gak peduli. Jadi kita tetap usahakan seoptimal mungkin,” paparnya.

    Di tengah usaha pemerintah membalikkan ekonomi, Purbaya melihat setoran pajak juga membaik. Dia pun berharap target penerimaan pajak tahun ini bisa tercapai.

    “Kita sudah mulai membalikkan arah ekonomi sejak minggu kedua September. Sekarang pajaknya mulai membaik sedikit demi sedikit dan saya harap target tahun ini bisa tercapai,” katanya.

    Adapun, dia percaya penerimaan pajak tahun depan akan lebih baik karena ekonomi RI membaik dan akan didorong untuk mencapai 6%.

    “Kalau rasio kita betul, private sector berjalan baik,” ujarnya.

    Dia pun berpesan kepada pegawai pajak untuk menjaga integritas dan memahami betul apa yang mereka kerjakan.

    “Yang penting Anda ngerti kan apa yang Anda kerjain. Jaga terus integritas,” tegasnya.

    Sebagai catatan, target penerimaan pajak 2025 adalah sebesar Rp2.189 triliun sebagai mana tercantum dalam APBN 2025. Namun, hingga akhir September 2025, realisasinya baru mencapai Rp1.273,35 triliun atau sekitar 58,16% dari target.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • 6 Cara Mengenali Video Buatan AI di Media Sosial, Cek Panduannya di Sini

    6 Cara Mengenali Video Buatan AI di Media Sosial, Cek Panduannya di Sini

    Liputan6.com, Jakarta Apa kamu pernah melihat video podcast Ken Arok dengan Kartini di Tiktok, Youtube, Instagram, atau media sosial lain?

    Video-video yang terlihat nyata itu semakin banyak berseliweran di platform media sosial (medsos), dan saking terlihat seperti nyata banyak pengguna tak sadar video atau foto tersebut dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI).

    Dilansir dari ZDnet, Sabtu (8/11/2025) video yang dihasilkan AI menampilkan tokoh-tokoh terkenal, bersejarah atau lainnya saat ini bisa dengan mudah dipalsukan.

    Beberapa waktu lalu, sebuah video memperlihatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat viral di medsos. Dalam video tersebut, mantan Menkeu tersebut mengatakan “guru beban nengara” ramai jadi pembicaraan dan memicu reaksi warganet.

    Nyatanya, video tersebut merupakan deepfake atau hasil rekayasa kecerdasan buatan. Setiap hari selalu ada video baru yang dibuat dari alat OpenAI, Sora 2 ataupun Nano Banana dari Google.

    Hasil dibuat dari kedua perangkat tersebut terlihat realistis dan lengkap dengan dialog, efek suara, dan cerita yang kompleks.

    Lalu bagaimana cara mengetahui sebuah video buatan AI? Berikut 6 ciriyang bisa kamu perhatikan untuk mengenali video buatan AI.

    1. Detail Visual Terasa Aneh

    Perhatikan bentuk wajah, tangan, gerakan tubuh, dan respons ekspresi. Pada video AI, sering muncul gerakan yang tidak alami. Misalnya jari tampak menyatu, mata berkedip tidak teratur, atau gerakan tubuh terlalu kaku. 

  • Menkeu Purbaya Bakal Jalankan Redenominasi, RUU Ditargetkan Selesai 2027

    Menkeu Purbaya Bakal Jalankan Redenominasi, RUU Ditargetkan Selesai 2027

    Liputan6.com, Jakarta – Wacana redenominasi mata uang Rupiah, atau pemotongan jumlah nol pada pecahan mata uang tanpa mengurangi nilai tukarnya, kembali menguat dalam dokumen perencanaan strategis pemerintah.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029, Pemerintah secara resmi menargetkan pembentukan payung hukum redenominasi, yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi), selesai pada 2027.

    DIkutip dari PMK 70/2025, Jumat (7/11/2025), rencana ini menempatkan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan sebagai unit penanggung jawab utama.

    “RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada 2027,” tulis aturan tersebut, dikutip Jumat (7/11/2025).

    Ini bukan sekadar perubahan pada lembaran uang, melainkan langkah strategis jangka menengah yang diyakini akan membawa dampak fundamental bagi perekonomian nasional.

    Rencana redenominasi ini sebenarnya bukan rencana baru, pada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) rencana redenominasi sudah diungkapkan oleh Bank Indonesia. Namun rencana tersebut terus mengalami kemunduran karena perekonomian Indonesia terus mengalami tekanan. 

     

  • Modus Korporasi Kemplang Bea Keluar, Ekspor CPO Dilabeli Fatty Matter

    Modus Korporasi Kemplang Bea Keluar, Ekspor CPO Dilabeli Fatty Matter

    Bisnis.com, JAKARTA — Operasi gabungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kepolisian RI (Polri) berhasil mengungkap dugaan pelanggaran ekspor produk turunan minyak sawit mentah (CPO) oleh PT MMS di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Djaka Budi Utama mengungkapkan modus yang digunakan adalah penyamaran komoditas ekspor sebagai Fatty Matter, kategori yang tidak dikenai bea keluar maupun larangan terbatas ekspor.

    “Pemberitahuan izin ekspor tidak sesuai dengan apa yang disampaikan importir, sehingga kita melakukan langkah-langkah penegahan,” ungkap Djaka dalam konferensi pers di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (6/11/2025).

    Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) serta Institut Pertanian Bogor (IPB), barang tersebut ternyata merupakan campuran nabati yang mengandung turunan CPO sehingga semestinya terutang Bea Keluar serta kewajiban ekspor lainnya.

    Total barang yang diamankan mencapai 87 kontainer dengan berat bersih 1.802 ton dan nilai sekitar Rp28,7 miliar. Kasus ini menunjukkan adanya indikasi misclassification yang menimbulkan potensi kerugian penerimaan negara.

    Temuan bermula dari informasi awal Satgassus Polri pada 20 Oktober 2025 terkait 25 kontainer ekspor yang diduga melanggar ketentuan kepabeanan. Setelah dilakukan pengembangan, jumlah kontainer bertambah hingga 87 dengan tujuh pemberitahuan ekspor barang (PEB).

    Pemeriksaan gabungan kemudian dilakukan oleh Satgassus Polri, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu, BLBC, serta IPB.

    Praktik Underinvoicing

    Analisis DJP menemukan perbedaan signifikan antara nilai dokumen (underinvoicing) dan harga pasar barang sesungguhnya. Selain PT MMS, sebanyak 25 Wajib Pajak lainnya dilaporkan mengekspor komoditas serupa sepanjang 2025 dengan total nilai PEB mencapai Rp2,08 triliun.

    Pemeriksaan bukti permulaan kini tengah dilakukan terhadap PT MMS dan tiga perusahaan afiliasinya yaitu PT LPMS, PT LPMT, dan PT SUNN. Di luar kasus tersebut, DJBC juga tengah meneliti dugaan pelanggaran serupa terhadap 200 kontainer senilai Rp63,5 miliar di Tanjung Priok dan 50 kontainer senilai Rp14,1 miliar di Belawan.

    Djaka pun menegaskan bahwa sinergi lintas lembaga menjadi kunci dalam memastikan pengawasan ekspor berjalan konsisten dan akuntabel.

    Langkah ke depan mencakup harmonisasi regulasi antarinstansi, peningkatan kapasitas laboratorium, serta penerapan pengawasan berbasis risiko untuk mendeteksi anomali klasifikasi ekspor.

  • Tax Ratio Sampai Kuartal III/2025 Jeblok, Bukti Ekonomi Melambat!

    Tax Ratio Sampai Kuartal III/2025 Jeblok, Bukti Ekonomi Melambat!

    Bisnis.com, JAKARTA — Tax ratio alias rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) hanya mencapai 8,58% hingga Kuartal III/2025. Angka tersebut menjadi yang terendah sejak era pandemi Covid-19, serta masih jauh dari target sepanjang tahun. 

    Berdasarkan pembukuan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), realisasi penerimaan perpajakan (pajak plus cukai) mencapai Rp1.516,6 triliun hingga kuartal III/2025 atau Januari—September 2025. Khusus penerimaan pajak, realisasijya sebesar Rp1.295,3 triliun.

    Sementara dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Bisnis, produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp17.672,9 triliun hingga Kuartal III/2025.

    Adapun dari data-data tersebut, dapat dihitung tax ratio: (Rp1.516,6 triliun / Rp17.672,9 triliun) × 100% = 8,58%. Artinya, tax ratio hingga Kuartal III/2025 sebesar 8,58%.

    Angka itu turun dibandingkan realisasi tax ratio pada periode yang sama tahun-tahun sebelumnya: 9,48% pada kuartal III/2024, 10,15% pada kuartal III/2023, 10,9 pada kuartal III/2022.

    Dengan demikian, terjadi penurunan tax ratio dalam tiga tahun terakhir. Realisasi tax ratio 8,58% pada kuartal III/2025 ini hanya sedikit lebih baik dari realisasi tax ratio 8,28% pada kuartal III/2021 atau masa pandemi Covid-19.

    Tak hanya itu, Kemenkeu menargetkan tax ratio sepanjang 2025 mencapai 10,02%. Singkatnya, realisasi hingga kuartal III (8,58%) masih jauh dari target akhir tahun (10,02%) atau masih kurang 1,44 poin persentase.

    Masalahnya, secara historis, capaian pada Kuartal III setiap tahunnya kerap kali tidak akan jauh berbeda dari realisasi akhir tahun. Pada tahun lalu misalnya: tax ratio pada Kuartal III/2024 (9,48%) tidak jauh beda dari realisasi pada akhir tahun (10,08%) atau cuma naik 0,6 poin persentase.

    Cerminan Ekonomi

    Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai penurunan tax ratio itu bukan semata karena faktor administrasi, melainkan cerminan perlambatan ekonomi nasional. 

    “Kinerja penerimaan pajak di negara berkembang seperti Indonesia bersifat pro-cyclical. Ketika pertumbuhan ekonomi melambat, tax ratio juga ikut menurun,” jelas Fajry kepada Bisnis, Kamis (6/11/2025). 

    Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 itu turun dibandingkan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya: 9,48% pada kuartal III/2024, 10,15% pada kuartal III/2023, 10,9 pada kuartal III/2022.  Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 ini hanya sedikit lebih baik dari realisasi tax ratio 8,28% per kuartal III/2021 atau masa pandemi Covid-19. 

    Fajry mencatat, jika melihat tren penurunan tax ratio dalam tiga tahun terakhir maka tampak penurunan tahun ini merupakan yang paling tajam yaitu sebesar 0,9 poin persentase (dari 9,48% per kuartal III/2024 menjadi 8,58% per kuartal III/2925).  

    Dia mengaku memang banyak terjadi gejolak sepanjang tahun ini dari besarnya restitusi pajak hingga pergantian kepemimpinan otoritas fiskal dan pajak. Hanya saja, Fajry menilai faktor restitusi pajak hanya berdampak pada kuartal I/2025, sedangkan pengaruh pergantian pimpinan di Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak belum terbukti signifikan.  “

    Artinya, ini menjadi indikasi jika kondisi ekonomi tahun 2025 lebih lambat dibandingkan tahun 2024, setidaknya sampai Kuartal III,” ujarnya.  

    Target Pemerintah

    Pemerintah sendiri menargetkan tax ratio 2025 sebesar 10,03%, atau 1,44 poin lebih tinggi dari posisi saat ini. Fajry meragukan target tersebut realistis dicapai dalam sisa tahun berjalan.  

    Dia berkaca pada realisasi tax ratio tahun lalu. Saat itu, tax ratio mencapai 9,48% sampai dengan Kuartal III/2024; pada akhir tahun, tax ratio tercatat di angka 10,08% atau hanya meningkat 0,6 poin persentase meski dengan berbagai usaha ekstra yang telah dilakukan otoritas.  

    “Kalaupun sisi penerimaannya mau dipaksa untuk mencapai target, iklim usaha yang akan menjadi korbannya,” wanti-wantinya. 

     Dia pun berharap adanya perbaikan ekonomi pada kuartal IV/2025 agar tax ratio dapat meningkat secara alami. Menurutnya, optimalisasi belanja pemerintah bisa menjadi salah satu pemicu akselerasi ekonomi pada akhir tahun. 

  • Komisi XI Dukung Menkeu Purbaya, Pelaku Rokok Ilegal Akan Dibina Lewat Kawasan KIHT

    Komisi XI Dukung Menkeu Purbaya, Pelaku Rokok Ilegal Akan Dibina Lewat Kawasan KIHT

    Komisi XI Dukung Menkeu Purbaya, Pelaku Rokok Ilegal Akan Dibina Lewat Kawasan KIHT
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua Komisi XI DPR Misbakhun mendukung langkah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang berencana mengedepankan pembinaan bagi pelaku usaha rokok ilegal melalui penguatan Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
    Dia menilai, pendekatan dari kementerian pimpinan Purbaya Yudhi Sadewa itu merupakan strategi pemberantasan yang lebih konstruktif dan berorientasi jangka panjang.
    “Banyak pelaku usaha kecil ingin beroperasi secara legal tetapi kurang akses dan pendampingan. Pembinaan akan memberi jalan yang lebih realistis bagi mereka,” ujar Misbakhun dalam keterangannya, Kamis (6/11/2025).
    Misbakhun menjelaskan, pendampingan dan pengintegrasian KIHT akan mendorong mereka masuk ke dalam sistem.
    Dengan demikian, kata dia, KIHT akan memberi kepastian usaha sekaligus berkontribusi pada penerimaan negara.
    “Intinya adalah mengintegrasikan mereka ke dalam sistem, bukan membuat mereka semakin terpinggirkan. Dengan begitu, negara dan pelaku usaha sama-sama diuntungkan,” tuturnya.
    Lalu, Misbakhun menegaskan pentingnya optimalisasi KIHT sebagai instrumen pembinaan.
    Dia menyebut kawasan tersebut sebagai ruang transisi yang menyediakan lingkungan produksi legal, fasilitas bersama, dan pendampingan teknis.
    “KIHT adalah jembatan dari sektor gelap ke industri resmi. Dengan tata kelola terpusat, pengawasan dan kapasitas produksi bisa meningkat tanpa beban biaya besar,” kata Misbakhun.
    Meski begitu, Misbakhun tetap menekankan betapa pentingnya pengawasan ketat oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu terhadap produksi dan peredaran rokok ilegal.
    “Pelaku usaha yang ingin berubah harus difasilitasi, tetapi yang melanggar tetap harus ditindak tegas. Ini soal menjaga keadilan dan kepatuhan dalam industri,” bebernya.
    Sementara itu, terkait keputusan pemerintah yang tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan harga jual eceran rokok pada 2026, Misbakhun menilai sudah tepat.
    Sebab, stabilitas tarif akan memberi kepastian bagi industri dan menjaga pasar tetap sehat.
    “Kombinasi pembinaan, penguatan KIHT, dan stabilitas tarif CHT merupakan formula komprehensif untuk menekan rokok ilegal dan meningkatkan penerimaan negara,” imbuh Misbakhun.
    Sebelumnya, pemerintah sedang menyiapkan skema tarif cukai dan pengaturan lain untuk mengajak
    produsen rokok ilegal
    bergabung ke Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).
    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, kebijakan itu bertujuan mengendalikan peredaran rokok ilegal sekaligus memasukkan produksinya ke jalur yang legal dan terpantau.
    “Masih kita diskusikan, tapi harusnya Desember awal sudah jalan semuanya,” ujar Purbaya usai Rapat Kerja Komite IV DPD RI bersama Menteri Keuangan di kantor DPD RI Jakarta, Senin (3/11/2025).
    Purbaya mengatakan bahwa terkait besaran tarif cukai yang disiapkan, diakuinya perhitungannya belum final.
    Untuk itu, Pemerintah katanya sedang berdiskusi intens dengan pelaku usaha yang berminat masuk ke KIHT serta pelaku industri lain untuk menemukan formulasi yang tepat.
    Berbeda dengan pendahulunya, Purbaya menekankan bahwa pendekatan pemerintah saat ini bukan untuk menghancurkan pelaku usaha rokok ilegal, melainkan membina agar mereka beralih ke produksi yang legal.
    Menurutnya, dengan memasukkan produsen ilegal ke jaringan produksi legal, negara mendapat pemasukan yang lebih adil dan peredaran rokok bisa lebih terkendali.
    Purbaya menegaskan bahwa tujuan kebijakan ini adalah menciptakan level playing field agar semua pelaku usaha yang memperoleh keuntungan turut memberi kontribusi pajak dan cukai yang seharusnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Whoosh dan Omon-omon Komitmen Antikorupsi

    Whoosh dan Omon-omon Komitmen Antikorupsi

     Oleh:Agus Wahid

    SUDAH terverifikasi oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudha Sadewa. Kerugian negara megaproyek kereta api cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh mencapai kisaran Rp118 triliun. Menkeu pun sudah jelas sikapnya. Karena megaproyek tersebut B to B, maka negara tak mau meng-cover kerugian itu melalui APBN. 

    Kini, Prabowo menunjukkan sikap dirinya, atas nama kepala negara dan pemerintahan siap menanggung kerugian itu, meski berdalih sumber dananya dari penyitaan uang korupsi. Sebuah sikap ekonomi-politik-hukum yang tergolong paradoks dengan komitmen penegakan hukum antikorupsi yang dikumandangkan selama ini

    Paradoksalitas itu jelas-jelas tak sesuai dengan komitmen Prabowo selama ini yang siap mengejar koruptor, sekalipun sampai ke daratan Antartika. Ada inkonsistensi dengan sikap politik-hukumnya yang sering dikobarkan ke ranah publik. Karena, korupsi jelas-jelas telah menyengsarakan rakyat. Sementara, Prabowo dengan gagah selalu mengumandangkan “demi rakyat, akan selalu menghadapi kekuatan apapaun dan siapapun”. 

    Mengapa terjadi gejala perubahan sikap hukum itu? Menurut penelusuran Purbaya, beberapa pihak yang paling bertanggung jawab pada kasus Whoosh di antaranya Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dan Jokowi. Ketika Purbaya menyasar LBP, Prabowo masih “anteng”. Membiarkan “cek-cok” LBP versus Purbaya. Dan sinyal kuatnya seperti menggambarkan Prabowo membackup Kemenkeu.

    Tapi, ketika arah hukumnya ke Jokowi, muncullah sinyal baru. Indikasinya, Prabowo luntur terhadap pengaruh Jokowi. Kelunturannya terbaca jelas pada sikap Pemerintah (Prabowo) yang siap menanggung kerugian megaproyek Whoosh itu. Sekali lagi, meski sumber dananya dari hasil penyitaan korupsi. 

    Kita perlu mencatat, penyitaan uang korupsi menjadi milik negara. Hasilnya pun harusnya untuk kepentingan rakyat. Yang sungguh aneh rencana hasil penyitaan hasil korupsi justru untuk meng-cover kerugian akibat korupsi itu. Keanehan ini harus kita garis-bawahi, pengcoveran itu jelas-jelas mengarah pada kepentingan personal, terutama kepada Jokowi.

    Sikap Prabowo itu dapat kita catat sebagai keloyoannya dalam menghadapi Jokowi. Dan secara ekstrim dapat dinilai Prabowo masih tersandera oleh Jokowi. At least, Prabowo mau melindungi kejahatannya padahal sangat benderang praktik abuse of powernya. Dan itulah cermin Prabowo yang tetap setia pada Jokowi. Prabowo bisa dinilai masih tebang pilih dalam penegakan hukum anti korupsi.

    Pertanyaan mendasarnya, apakah kerugian Whoosh karena faktor korupsi? Inilah yang perlu ditelusuri. Meski demikian, kita dapat mengarsir beberapa hal di balik kerugian Whoosh itu. Pertama, studi kelayakannya, dari awal sudah diyakini tidak feasible, terutama dari sisi market, meski ada manfaat sisi lain (kepentingan go green). Pertimbangan bisnis sudah disampaikan Menteri Perhubungan Ignatius Jonan kala itu. 

    Tapi, buntut dari catatan itu, Jonan malah direshuffle.  Sikap yang sama juga dilakukan oleh Kepala Bappenas saat itu: Andrinof Chaniago, padahal andilnya sangat besar bagi perjalanan politik Jokowi. Karena menilai tidak feasible, Andrinof pun direshuffle. Analisis ketidaklayakan pasar terbukti: tingkat serapan penumpang tidak sesuai ekspektasi. 

    Yang kita saksikan sebagai hal kedua, Jokowi menggunakan kekuasaan (tangan besinya). Tidak mau mendengarkan catatan akademik dari kedua menterinya. Jokowi lebih manut pada titah Xi Jinping. Apapun landasannya, Jokowi telah melakukan abuse of power. Hal ini jelaslah pelanggaran hukum yang serius. Tetap bisa dikategorikan korupsi, meski tidak langsung ke keuangan negara. Korupsi politik justru menjadi hal fundamental dalam derap pembangunan yang tak sesuai rencana. 

    Yang ketiga, terjadi pembiaran terhadap praktik markup dana pembangunan megaproyek kereta api cepat Jakarta–Bandung itu. Markup-nya cukup serius. Jika AI memperkirakan nilai pembangunan infrastruktur mencapai Rp350-an juta per m2. Penulis mendapatkan info dari sub-kontraktor: nilai mark up-nya mencapai kisaran Rp700-an juta. Padahal sekali lagi menurut narasumber subkon itu hanya kisaran Rp 60-an juta per m2 (11,6 kali lipat).

    Hal itu jelas, bukan sekedar miss-management. Tapi, yang dapat kita garis-bawahi, dalam komponen miss-management terdapat dana menguap yang terencana secara sistematis. Dan itulah praktik korupsi.

    Karena itu, sikap Purbaya sesungguhnya sudah on the track. Penolakannya membayar kerugian negara dari megaproyek Whoosh bukan sekedar akadnya B to B, tapi memang sarat dengan pengemplangan keuangan negara. 

    Kini, Prabowo diperhadapkan masalah sikap politik-hukum anti korupsi. Benarkah committed untuk memberantasnya, atau hanya omon-omon?  

    Yang perlu diprihatinkan adalah, sikap omon-omon itu akan berefek jauh, di antaranya sebuah kemungkinan Prabowo lebih mendengarkan suara anti Purbaya, dari elemen Jokowi and his geng. Jika itu terjadi, maka nasib Purbaya di ujung tanduk. Tidak tertutup kemungkinan akan direshuffle. 

    Bagi Purbaya, rasanya nothing to lose. Tapi, jika Purbaya direshuffle, maka akan terjadi distrust yang meluas. Rakyat yang sudah mulai respek pada rezim Prabowo akan kembali surut. Bahkan, sentimen positif pasar nasional dan internasional, termasuk kalangan investor asing akan berbalik negatif. Jika itu dibiarkan, ekonomi nasional pun akan kembali mengalami decline.

    Bukan hanya itu dampak kontiogionnya. Kebijakan ekonomi Purbaya akan langsung tak berjalan efektif. Terjadi lagi pembangkangan dari sistem tata-kelola keuangan negara seperti dulu yang penuh nuansa penindasan terhadap kepentingan rakyat. Para bandit ekonomi pun akan bangkit kembali secara bersama-sama. Pajak pun akan kembali membebani rakyat. 

    Pendek kata, sektor ekonomi akan kembali pada titik rendah. Prabowo yang mengimpikan pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen hanya mimpi dan fatamorgana.

    Yang perlu kita sikapi, apakah proses decline of economy disadari oleh Prabowo sebagai risiko pilihan yang paradoks atas persoalan penegakan hukum anti korupsi? Jika tidak disadari, inilah urgensinya peringatan dini (early warning). Jika menyadari, berarti Prabowo bukan hanya omon-omon, tapi memang termasuk dalam komplotan menghancurkan negara. Dan ini berarti mempersilakan rakyat untuk melakukan gerakan perlawanan massif-ekstensif. 

    Pertanyaannya, apakah perlawanannya terhadap paket Prabowo-Gibran? Sebuah analisis politik hukum, rakyat tidak bicara paket itu, tapi alamat pasti tertuju kepada sang Presiden, sebagai pemegang kendali utama. Jika itu terjadi, sama artinya Prabowo sedang mempersiapkan Gibran sebagai penerusnya. Masya Allah. Jika ini skenarionya, maka Indonesia memang sedang didesain sebagai negara yang siap dipunahkan. Persis yang dikutip Prabowo sendiri pada pilpres 2019 dalam novel Ghost Fleet karya PW Singer dan August Cole: 2030 Indonesia musnah. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun. 

    Siapa yang bersorak-sorai? Bisa China. Bisa juga AS dan lainnya. Mereka memang berkepentingan agar Republik Indonesia ini tak boleh maju. Harus tetap menjadi negara “terjajah”. Sebab, kekayaan alamnya memang menggiurkan. Inilah gambaran yang perlu kita renungkan bersama sebagai elemen anak bangsa. 

    Kita semua pun akhirnya harus merenung kembali who the real leader for Indonesia. Kita butuh pemimpin berani, cakap, berintegritas, nasionalis sejati dan berpihak pada kepentingan rakyat dan negara, bukan sosok pemimpin yang omon-omon. 

    (Analis Politik dan Pembangunan)

  • Terbongkar! Modus Under Invoicing Ekspor POME Rugikan Negara Ratusan Miliar

    Terbongkar! Modus Under Invoicing Ekspor POME Rugikan Negara Ratusan Miliar

    Liputan6.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat, hanya dalam periode Januari – Oktober 2025, terdapat sekitar 25 wajib pajak dengan total transaksi Rp 2,08 triliun yang diduga memakai modus under-invoicing melalui pengakuan barang ekspor berjenis POME (Palm Oil Mill Effluent).

    Kata Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto, dari angka tersebut, potensi kerugian negara ditaksir mencapai Rp 140 miliar dari sisi pajak.

    “Kami deteksi di tahun 2025 itu ada sekitar 25 wajib pajak pelaku ekspor yang menggunakan modus yang sama. Ini masih dugaan dari 25 pelaku tersebut setidaknya total transaksinya itu sekitar Rp 2,08 triliun. Jadi, potensi kerugian negara kami estimasi dari Rp 2,08 triliun dari sisi pajak itu sekitar Rp 140 miliar,” kata Dirjen Pajak Bimo Wijayanto dalam konferensi pers pengungkapan 87 kontainer pelanggaran ekspor produk turunan CPO di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (6/11/2025).

    Bimo menjelaskan, modus ini dilakukan dengan cara under-invoicing atau mengakui nilai ekspor lebih rendah dari sebenarnya. Barang yang diakui sebagai limbah sawit atau POME (Palm Oil Mill Effluent) ternyata justru memiliki nilai ekonomi tinggi, sehingga bea masuk dan kewajiban pajaknya berkurang drastis.

    “Awalnya itu kami mendeteksi modus lama pakai POME. Jadi under-invoicing POME lah, diakui sebagai tapi sebenarnya bukan POME. Jadi, bea masuknya itu bisa 10 kali lipat lah yang katakanlah diduga di under-invoicing,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Dirjen Pajak menegaskan, bahwa praktik semacam ini disebut sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir dan kini menjadi fokus penegakan hukum pajak.

     

     

  • Komisi XI DPR dukung Menkeu Purbaya perkuat KIHT atasi rokok ilegal

    Komisi XI DPR dukung Menkeu Purbaya perkuat KIHT atasi rokok ilegal

    “Pembinaan akan memberi jalan yang lebih realistis bagi mereka,”

    Jakarta (ANTARA) – Komisi XI DPR RI mendukung Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk memperkuat Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT) yang bakal mengedepankan pembinaan guna mengatasi rokok ilegal.

    Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menilai langkah tersebut ini merupakan strategi pemberantasan rokok ilegal yang lebih konstruktif dan berorientasi jangka panjang, karena banyak pelaku usaha kecil ingin beroperasi secara legal tetapi kurang akses dan pendampingan.

    “Pembinaan akan memberi jalan yang lebih realistis bagi mereka,” kata Misbakhun di Jakarta, Kamis.

    Dia mengatakan pendampingan dan pengintegrasian KIHT akan mendorong rokok ilegal masuk ke dalam sistem, sehingga akan memberi kepastian usaha sekaligus berkontribusi pada penerimaan negara.

    “Intinya adalah mengintegrasikan mereka ke dalam sistem, bukan membuat mereka semakin terpinggirkan. Dengan begitu, negara dan pelaku usaha sama-sama diuntungkan,” kata dia.

    Di sisi lain, dia mengatakan bahwa optimalisasi KIHT adalah hal penting sebagai instrumen pembinaan. Menurut dia, kawasan tersebut sebagai ruang transisi yang menyediakan lingkungan produksi legal, fasilitas bersama, dan pendampingan teknis.

    “KIHT adalah jembatan dari sektor gelap ke industri resmi. Dengan tata kelola terpusat, pengawasan dan kapasitas produksi bisa meningkat tanpa beban biaya besar,” katanya.

    Untuk itu, menurut dia, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai perlu lebih ketat melakukan pengawasan terhadap produksi dan peredaran rokok ilegal.

    “Pelaku usaha yang ingin berubah harus difasilitasi, tetapi yang melanggar tetap harus ditindak tegas. Ini soal menjaga keadilan dan kepatuhan dalam industri,” kata dia.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, Kami (2/10) tengah menyiapkan pemberdayaan terhadap pengusaha kecil yang selama ini memproduksi serta memasarkan rokok secara ilegal. Hal tersebut bertujuan demi menciptakan pasar yang adil bagi industri rokok.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.