Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • Mantan Menkeu, Wamenkeu hingga Dirjen Pajak Buka-bukaan Soal PPN 12%

    Mantan Menkeu, Wamenkeu hingga Dirjen Pajak Buka-bukaan Soal PPN 12%

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rencana Pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada awal tahun depan, sesuai mandat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), masih menjadi sorotan berbagai kalangan masyarakat, mulai dari ekonom, pengusaha hingga pejabat dan mantan pejabat.

    Banyak dari kalangan ini yang sebenarnya menolak kenaikan PPN menjadi 12%, mengingat daya beli masyarakat yang lemah. Menteri Keuangan era Presiden Joko Widodo, Bambang Brodjonegoro pun ikut buka suara.

    Dia menegaskan penolakannya terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN, jika dilakukan demi mengkompensasi penurunan pajak penghasilan (PPh) badan.

    “Secara prinsip sebenarnya saya kurang setuju. Tapi karena sudah dilakukan, dan kebetulan itu dinyatakan dengan suatu tahapan,” ungkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, dikutip Rabu (4/12/2024).

    Bambang mengungkapkan, saat menjadi menteri keuangan periode pertama Presiden Joko Widodo atau Jokowi, penolakan gencar dia lakukan karena didasari pada tidak adilnya paket kebijakan kompensasi pajak tersebut, karena PPN dikenakan untuk setiap transaksi masyarakat Indonesia, sedangkan PPh Badan hanya dipungut untuk perusahaan menengah dan besar.

    “Karena bagi saya, kalau kita menurunkan PPh badan, maka yang mendapatkan manfaat adalah, ya mohon maaf ya, pengusaha-pengusaha menengah besar,” ungkap ekonom senior yang sempat menjadi Menteri PPN/Kepala Bappenas periode 2016-2019 itu.

    “Sedangkan kalau kompensasinya, kenaikan PPN, itu akan mengena kepada seluruh masyarakat, seluruh penduduk Indonesia yang melakukan transaksi ekonomi. Tidak peduli apakah dia kelas yang paling atas atau kelas yang paling bawah,” tegasnya.

    ‘Butuh Uang’

    Mantan Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengungkapkan dugaannya mengapa pemerintah terkesan ngotot ingin menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% di tengah tekanan daya beli masyarakat.

    Anny menduga pemerintah butuh tambahan penerimaan untuk membiayai program-program pemerintah baru.

    “Kita memang tahu pemerintah sekarang butuh kenaikan penerimaan negara, ada program-program baru yang harus didanai,” kata Anny dalam program Tax Time di CNBC Indonesia, dikutip Rabu (4/12/2024).

    Selain membiayai program, Anny menduga pemerintah butuh banyak uang untuk kebutuhan lainnya, yakni membayar utang yang jatuh tempo dan bunga utang. Dia mengatakan seperti diketahui, pemerintah akan menghadapi utang jatuh tempo dan bunga utang yang menumpuk pada 2025 dan 2026.

    “Kita pada 2025 dan 2026 harus membayar utang dan bunga utang dalam jumlah besar, sementara APBN yang kita memiliki keterbatasan.. jadi itu urgensi kenapa PPN menjadi 12%,” kata dia.

    Meski mengetahui kebutuhan pemerintah, Anny menilai kenaikan PPN menjadi 12% dirasa kurang tepat dan akan sangat menekan daya beli masyarakat. Terlebih, kata dia, masyarakat juga akan menghadapi berbagai kenaikan iuran, seperti BPJS Kesehatan, iuran perumahan hingga rencana peralihan subsidi BBM.

    “Jadi isu-isu itu yang membuat kita bertanya-tanya tentang kemampuan daya beli, utamanya masyarakat kelas menengah kita,” kata dia.

    Politikus Gerindra yang merupakan mantan Menteri Keuangan periode Maret-Mei 1998 era Pemerintahan Soeharto, Fuad Bawazier menilai suara-suara penolakan kenaikan PPN itu wajar terjadi karena ekonomi masyarakat saat ini memang sedang tidak baik-baik saja, khususnya yang berkaitan dengan daya beli masyarakat. Tercermin dari kondisi deflasi 5 bulan berturut-turut sejak Mei-September 2024, sebelum akhirnya inflasi sedikit pada Oktober 2024 sebesar 0,08%.

    “Artinya banyak yang menilai ini adalah penurunan daya beli. Apalagi ke penduduk kelas menengah. Itu bisa dilihat dari macam-macam indikasi. Antara lain ada yang deposito di bank-bank itu depositnya kemungkinan menurun, sementara yang atas malah naik,” ujar Fuad.

    Fuad meyakini permasalahan itu tentu akan menjadi pertimbangan Prabowo untuk meninjau kembali rencana kenaikan PPN sesuai amanat UU HPP.

    Dia mengatakan, penundaan implementasi dari amanat UU ini pernah terjadi pada 1985 saat akan berlakunya UU PPN. Kala itu, pemerintah memutuskan untuk menunda penerapan tarif PPN sebesar 10% karena memang kondisi ekonomi masyarakat belum siap untuk menanggung beban pungutan terhadap setiap transaksi barang dan jasa.

    “Salah satunya saat itu PPN, yang mustinya berlaku Januari 1984 ditunda menjadi Januari 1985. Nah ini bisa saja. Misalnya apakah ditunda itu kan sebelumnya ada enggak ada pemerintahan baru ataupun tidak memang sudah harus berlaku tahun 2025, ada undang-undang,” ucap Fuad.

    Prabowo Bisa Rilis Perppu

    Sementara itu, penolakan keras datang dari Mantan Dirjen Pajak di era Presiden SBY, Hadi Poernomo. Dia mendesak pemerintah membatalkan kenaikan tarif PPN 12%, bukan sekedar mengundur penerapannya.

    Sebagai alternatif, Hadi mengusulkan sistem perpajakan berbasis sistem monitoring self-assessment untuk menjaga penerimaan negara sekaligus menurunkan tarif PPN kembali ke 10%.

    Dia pun menegaskan kebijakan perpajakan harus melindungi daya beli rakyat kecil dan mendorong pemerataan ekonomi.

    Hadi menilai pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) agar ketetapan tarif PPN 12 persen yang ada dalam UU HPP bisa dibatalkan.

    “Penerbitan Perppu dapat dilakukan untuk mencegah kenaikan tarif PPN. Karena ini kan sudah diatur undang-undang di UU HPP,” imbuh Hadi dalam rilisnya, dikutip Rabu (3/12/2024).

    Ia juga menambahkan, mengacu pada UU HPP, tarif PPN 12 persen ini akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Artinya masih ada waktu satu bulan untuk membatalkan aturan tersebut.

    “Waktu yang singkat ini masih bisa dilakukan pemerintah dengan menerbitkan perppu, karena hanya membutuhkan persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto,” ungkap Hadi.

    Hadi mengungkapkan mengandalkan PPN sebagai sumber utama hanya akan membebani masyarakat kecil yang mayoritas pendapatannya untuk konsumsi.

    Hadi mengusulkan sistem monitoring self-assessment, di mana seluruh transaksi keuangan dan non-keuangan Wajib Pajak wajib dilaporkan secara lengkap dan transparan. Dengan demikian, pajak bukan hanya sebagai sumber utama pendapatan negara, tetapi juga alat yang sangat strategis untuk memberantas korupsi dan melunasi semua utang negara.

    Menurutnya, korupsi dan penghindaran pajak memiliki karakteristik yang sama, yaitu timbul karena adanya kesempatan. Prinsip self-assessment yang mengandalkan kejujuran Wajib Pajak, berpotensi menimbulkan pelaporan pajak dengan tidak benar dan jelas. Dalam sistem self-assessment, Wajib Pajak diberikan hak untuk menghitung sendiri pajaknya, membayar pajak yang terutang, dan melaporkannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan kepada otoritas pajak.

    Selain itu, penting juga untuk mengembangkan dan memperkuat alat monitoring yang memungkinkan otoritas pajak dapat memverifikasi pelaporan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sehingga prinsip self-assessment dapat dijalankan dengan lebih efektif dan akuntabel.

    “Kalau sistem ini diterapkan, keadilan perpajakan akan terwujud. Petugas pajak tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Ini adalah kunci untuk menciptakan keadilan pajak,” kata Hadi.

    Dengan sistem monitoring self-assessment, transparansi yang dihasilkan memungkinkan perluasan basis pajak yang lebih akurat. Hal ini membuka peluang untuk menurunkan tarif pajak tanpa mengurangi penerimaan negara, karena basis pajak yang lebih luas tetap mampu mendukung peningkatan rasio pajak secara signifikan.

    Dengan demikian, jika semua pembenahan telah dilakukan, tarif PPN bisa diturunkan kembali menjadi 10 persen, sehingga daya beli masyarakat meningkat tanpa mengurangi penerimaan negara.

    (haa/haa)

  • Mengukur Dampak PPN 12 Persen ke Penjualan Mobil Premium di RI

    Mengukur Dampak PPN 12 Persen ke Penjualan Mobil Premium di RI

    Jakarta

    Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan, pajak pertambahan nilai atau PPN 12 persen tetap akan berlaku mulai Januari 2025. Lantas, sejauh apa dampak kebijakan tersebut terhadap penjualan mobil premium di Indonesia?

    Bansar Maduma selaku General Manager (GM) Lexus Indonesia membenarkan, kenaikan PPN 12 persen akan berdampak ke harga jual kendaraannya di Tanah Air. Namun, kata dia, bukan kenaikan harga produk yang mempengaruhi daya beli konsumen mereka.

    “Kalau dilihat dari buying power, mereka sebetulnya secara impact tidak terlalu besar. Tapi yang saya khawatirkan adalah buying power mereka itu dipengaruhi keadaan ekonomi,” ujar Bansar kepada detikOto.

    “Customer kita kan kebanyakan pengusaha. Nah, bagaimana impact dari PPN 12% itu terhadap usaha mereka? Jadi secara harga mungkin tidak terlalu ber-impact, tapi secara latar belakang (usahanya) itu yang masih kita investigasi,” tambahnya.

    Dampak kenaikan PPN 12 persen terhadap pasar mobil premium seperti Lexus. Foto: Rifkianto Nugroho

    Dia berharap, kenaikan PPN 12 persen tak berdampak banyak ke sektor usaha yang digeluti konsumennya. Sebab, dengan demikian, hitung-hitungan mereka untuk membeli kendaraan baru tak berubah.

    “Mudah-mudahan kalau kustomer usahanya tidak terlalu ber-impact, maka pastinya penjualan kendaraan kita juga tidak terlalu ber-impact,” ungkapnya.

    Sebagai catatan, kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025. Penerapan PPN naik menjadi 12 persen sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

    Di kesempatan yang sama, Bansar menjelaskan, konsumen Lexus masih berasal dari kalangan pengusaha atau pimpinan perusahaan. Mereka secara usia kebanyakan sudah matang dan memasuki usia setengah abad.

    “Kebanyakan masih… kita bilangnya middle to mature. Jadi over 40 lah, kelihatannya balance antara pengusaha dan eksekutif,” kata dia.

    (sfn/rgr)

  • GBK Minta Sri Mulyani Revisi Perpres 33/2020 dan Tunda Kenaikan PPN 12 Persen

    GBK Minta Sri Mulyani Revisi Perpres 33/2020 dan Tunda Kenaikan PPN 12 Persen

    Surabaya (beritajatim.com) – Dewan Pembina Gawagis Berpikir Kemajuan (GBK), Ubaidillah Amin (Gus Ubaid) dan pengurus GBK meminta kepada Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani untuk meninjau kembali dan merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional.

    Standar Harga Satuan Regional ini meliputi satuan biaya honorarium, satuan biaya perjalanan dinas dalam negeri, satuan biaya rapat/pertemuan di dalam dan di luar kantor, satuan biaya pengadaan kendaraan dinas; dan satuan biaya pemeliharaan.

    “Tentu permintaan ini berdasarkan perintah Bapak Presiden Prabowo Subianto yang serius dalam memikirkan masyarakat dan pengusaha-pengusaha di Indonesia, baik pengusaha skala kecil menengah (UMKM) atau pengusaha besar,” kata Gus Ubaid yang juga Pengasuh Ponpes Annuriyah Kaliwining Jember ini, Selasa (3/12/2024).

    “Kami mendukung pernyataan Presiden Prabowo yang meminta kepada Ibu Menteri Keuangan memangkas perjalanan dinas ke luar negeri sebanyak 50 persen. Menurut kami, itu sangat bagus. Bahkan, perjalanan dinas ke luar negeri itu bisa dipangkas sampai 70 persen, hanya sisakan 30 persen, karena itu tidak produktif,” lanjutnya.

    Akan tetapi, GBK meminta kepada Menkeu Sri Mulyani untuk tidak juga memotong perjalanan dinas dalam negeri. “Karena apa? Ini karena fakta di lapangan hari ini itu banyak pengusaha-pengusaha perhotelan di daerah itu okupansinya rendah sekali. Seperti yang kami tahu secara langsung, yaitu salah satu hotel berbintang di Surabaya dan Hotel Fortuna Grande Jember, manajer hotel tersebut mengeluh karena okupansinya rendah sekali. Bahkan, per Oktober kemarin ini Hotel Fortuna Grande Jember minus Rp 400 juta, karena tidak ada pemesanan acara atau kunjungan dari beberapa instansi,” jelasnya.

    Pihaknya juga diperkuat oleh informasi langsung dari teman DPRD Jatim soal perjalanan dinas dalam negeri yang dipangkas, karena Perpres 33/2020 itu
    diberlakukan lagi sama Menkeu Sri Mulyani.

    “Mungkin sebaiknya Perpres 33/2020 itu direvisi atau bahkan dihapus saja dan mengganti dengan Perpres baru yang secara penuh mengatur perjalanan dinas dalam negeri, karena hal itu dapat membangkitkan perekonomian dalam negeri. Apalagi mengingat Perpres 33/2020 dikeluarkan oleh Bapak Jokowi pada saat dunia lagi dilanda Covid-19 waktu itu dan banyak anggaran dipangkas untuk penanganan Covid-19,” ujarnya.

    Perkumpulan ulama muda itu juga sangat mendukung Luhut Binsar Panjaitan sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang meminta kenaikan PPN 12 persen untuk sementara ditunda. Ini karena sekarang banyak pengusaha di daerah mengeluh PPN yang dinaikkan, karena itu akan membuat para pengusaha dan UMKM gulung tikar.

    “Jadi, kami mungkin mewakili teman-teman pengusaha yang berkeluh kesah kepada kami, agar perjalanan dinas di dalam negeri tolong diperbanyak lagi. Semoga Perpres 33/2020 dihapus dan diganti Perpres baru, serta perbanyak perjalanan dinas ke dalam negeri supaya perekonomian di dalam negeri ini bener-bener tumbuh,” pungkasnya. (tok/ian)

  • Kemenkeu gelar pelatihan AI untuk perencanaan strategis

    Kemenkeu gelar pelatihan AI untuk perencanaan strategis

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menggelar pelatihan “Artificial Intelligence for Strategic Scenario Planning” sebagai upaya memanfaatkan teknologi dalam perencanaan strategis.

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengatakan teknologi kecerdasan buatan (aI) berperan penting dalam perencanaan strategis dan pengambilan keputusan berbasis data untuk masa depan.

    “Perbincangan tentang Artificial Intelligence (AI) memang tidak terelakkan karena pemanfaatan AI saat ini adalah gambaran masa depan. Hal itu pula yang mendasari Kemenkeu melaksanakan pelatihan ini,” kata Anggito saat sesi pelatihan di Pusdiklat Keuangan Umum BPPK, dikutip di Jakarta, Selasa.

    Pelatihan ini bertujuan untuk memperkuat kemampuan pegawai Kementerian Keuangan dalam mengumpulkan informasi, menganalisis data, serta merancang perencanaan strategis menggunakan AI.

    Dengan kegiatan ini, diharapkan Kemenkeu dapat menyusun rencana strategis yang lebih baik dan mengambil keputusan yang lebih tepat, terutama dalam mendukung pengamanan penerimaan negara, efisiensi belanja, serta peningkatan potensi perekonomian nasional.

    Wamenkeu Anggito juga mengajak seluruh peserta untuk terus belajar dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, agar dapat mengoptimalkan pemanfaatan AI, khususnya dalam pengelolaan keuangan negara.

    “Hari ini, kita sama-sama belajar memanfaatkan AI dan berkomitmen untuk terus belajar agar dapat mengoptimalkan potensi dari perkembangan teknologi ini, khususnya dalam pengelolaan keuangan negara,” tambahnya.

    Pelatihan ini menjadi penting sebagai bagian dari upaya Kemenkeu untuk meningkatkan kapasitas SDM dalam menghadapi tantangan global dan merumuskan kebijakan yang lebih responsif terhadap dinamika perekonomian dunia yang terus berubah.

    Sebelumnya, Kemenkeu meluncurkan Community of Practices (CoPs) Data Analytics and Scenario Planning sebagai langkah akselerasi budaya data-driven.

    Kegiatan kick-off tersebut digelar di Aula DJPPR pada Jumat (22/11) dengan melibatkan kolaborasi antara Biro SDM, Pusdiklat Keuangan Umum, serta Central Transformation Office (CTO).

    Berdasarkan arahan Menteri Keuangan dan Wakil Menteri Keuangan, CoPs dibentuk sebagai thinktank community yang berfokus pada data analytics dan scenario planning. CoPs beranggotakan pegawai lintas unit eselon I yang terpilih berdasarkan kompetensi di sembilan tema strategis, meliputi Aset Negara, Ekonomi Makro, Ekonomi Regional, Keuangan Internasional, Penerimaan Negara, Sektor Keuangan, Sektor Primer, Sektor Sekunder dan Tersier, serta Spending and Treasury.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2024

  • Pernah Naik pada 2022, Ini Alasan Pemerintah Akan Naikkan PPN Jadi 12 Persen

    Pernah Naik pada 2022, Ini Alasan Pemerintah Akan Naikkan PPN Jadi 12 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah sudah berencana menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Sebelumnya, PPN sudah mengalami kenaikan dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022.

    Kenaikan PPN tersebut menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Sebagian mendukung dan sebagian lainnya mengkritiknya.

    Sebenarnya apa yang melatarbelakangi kenaikan PPN dan apa dampaknya bagi masyarakat? Berikut ini penjelasannya.

    Peraturan Pemerintah Terkait PPN
    Rencana kenaikan PPN dimulai pada 2021 setelah pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada 29 Oktober 2021. UU HPP mengubah beberapa UU mengenai Perpajakan seperti UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), UU PPN, dan UU Cukai.

    Usulan kenaikan PPN berasal dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang saat itu dipimpin oleh Sri Mulyani yang kemudian diajukan kepada Komisi XI DPR. Setelah melewati proses yang panjang, DPR kemudian menerima dan mengesahkan UU HPP. Salah satu aturan yang berlaku setelah pengesahan UU HPP adalah kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022 dan direncanakan kembali naik menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.

    Tujuan Kenaikan PPN
    Kenaikan PPN bertujuan untuk menaikkan jumlah pemasukan negara melalui pajak. Pada 2021, Sri Mulyani menuturkan melalui kenaikan PPN diharapkan penerimaan pajak pada 2022 dapat meningkat. Ketika itu, diproyeksikan penerimaan pajak antara Rp 1.499 triliun hingga Rp 1.528 triliun atau tumbuh sebesar 8,37 persen hingga 8,42 persen.

    Realitanya pada akhir Desember 2022, Kemenkeu mencatat penerimaan pajak tahun tersebut meningkat pesat dan melewati dari target proyeksi awal, yaitu sebanyak Rp 2.034 triliun. Jumlah tersebut tumbuh sebanyak 31,4 persen, jika dibandingkan dengan 2021 yang mendapatkan penerimaan pajak sebanyak Rp 1.547 triliun.

    Dengan adanya rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025, pemerintah dalam hal ini Kemenkeu memproyeksikan jumlah penerimaan pajak akan sebesar Rp 2.189 triliun pada tahun tersebut. Angka ini tumbuh sekitar 13,9 persen jika dibandingkan dengan outlook penerimaan pajak 2024 sekitar Rp 1.921 triliun.

    Penerapan PPN
    Penerapan PPN diberlakukan pada beberapa objek, seperti:
    – Barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) diserahkan dalam daerah pabean oleh pengusaha kena pajak (PKP).
    – Mengekspor BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh PKP.
    – Mengimpor BKP dan/atau pendayagunaan JKP tak berwujud berasal dari di luar daerah pabean.

    Aktiva yang diserahkan oleh PKP yang pada awal mulanya tidak ditujukan untuk diperjualbelikan, asalkan PPN yang dibayarkan pada proses perolehannya dapat dikreditkan.

    BKP dalam hal ini diartikan sebagai barang-barang yang memiliki wujud dan sifat barang bergerak atau tidak bergerak serta barang tidak berwujud. Barang berwujud, seperti mobil, komputer, dan ponsel, sementara barang tidak berwujud berupa hak paten, aplikasi, dan lisensi.

    JKP tidak berwujud meliputi layanan menonton siaran film atau mendengarkan musik berbasis aplikasi atau web.

    Skema Kenaikan PPN di Indonesia
    Pemerintah Indonesia telah merencanakan kenaikan tarif PPN dalam dua tahap sebagai bagian dari reformasi perpajakan. Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021, kenaikan pertama pada 1 April 2022, mengubah tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen, dan tahap kedua direncanakan pada 1 Januari 2025, tarif PPN akan meningkat menjadi 12 persen.

    Kebijakan tersebut dirancang secara bertahap untuk memberi waktu kepada masyarakat dan pelaku usaha untuk menyesuaikan harga barang dan sistem pembayaran pajak.

    Sebagai bagian dari implementasi kebijakan ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaksanakan sosialisasi dan pendampingan kepada masyarakat dan pelaku usaha, termasuk UKM, agar mereka bisa menyesuaikan sistem pelaporan dan pembayaran pajak dengan tarif yang baru.

    Barang dan jasa esensial, seperti sembako, kesehatan, pendidikan, dan jasa keuangan, tetap bebas dari PPN, untuk menjaga daya beli masyarakat. Di samping itu, pemerintah juga menyiapkan bansos dan insentif sektor untuk membantu mengurangi dampak kenaikan tarif PPN pada masyarakat berpendapatan rendah serta sektor usaha yang terdampak, seperti pariwisata dan barang konsumsi.

    Untuk memastikan kebijakan berjalan dengan baik, pemerintah akan melakukan evaluasi dan monitoring secara berkala. Pemantauan ini akan dilakukan untuk menilai dampak sosial dan ekonomi dari kenaikan PPN, serta untuk mengidentifikasi sektor atau kelompok yang mungkin paling terdampak. Pemerintah juga akan memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi pelaporan dan pembayaran PPN.

    Dampak Kenaikan PPN di Indonesia
    1.  Dampak bagi pemerintah
    Kenaikan PPN menjadi 12 persen dapat memberikan tambahan pemasukan bagi pemerintah untuk mendanai berbagai program penting, seperti pembangunan jalan, sekolah, rumah sakit, dan program pengentasan kemiskinan. Dengan pemasukan yang lebih besar dari pajak ini, pemerintah juga bisa lebih mudah mengurangi utang negara dan menjaga keuangan tetap stabil.

    2. Dampak bagi masyarakat
    – Kenaikan PPN bisa memicu inflasi
    Saat PPN naik 1 persen, harga barang dan jasa juga ikut naik, meskipun kenaikannya tidak langsung sebesar itu. Menurut studi Ernst & Young, kenaikan 1 persen PPN biasanya meningkatkan inflasi sedikit di bawah 1 persen. Akibatnya, masyarakat harus membayar lebih untuk barang dan jasa, sehingga daya beli mereka berkurang.

    – Daya beli masyarakat menurun
    Karena harga naik, banyak orang mulai mengurangi belanja mereka. Sebagian besar memilih menabung daripada membeli barang. Ini membuat konsumsi rumah tangga, yang biasanya menjadi pendorong utama ekonomi Indonesia, jadi lebih lambat. Pada 2023, konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 53 persen dari total ekonomi, jadi penurunan ini cukup mengkhawatirkan.

    – Pertumbuhan ekonomi melambat
    Jika daya beli turun dan konsumsi rumah tangga melemah, aktivitas ekonomi pun akan berkurang. Hal ini bisa memengaruhi sektor perdagangan dan membuat ekonomi secara keseluruhan berjalan lebih lambat.

    3. Dampak pada dunia usaha
    Pelaku usaha perlu menyesuaikan harga jual atau menyerap sebagian kenaikan biaya agar tetap kompetitif saat PPN 12 persen diterapkan. Sektor jasa konsumsi, elektronik, dan otomotif menjadi yang paling terdampak. Selain itu, perusahaan juga harus lebih kreatif dalam strategi pemasaran untuk menarik konsumen yang semakin selektif.

    Penundaan PPN 12 Persen
    Baru-baru ini Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan memberikan sinyal pemerintah akan menunda kenaikan PPN 12 persen.

    “Ya, hampir pasti diundur,” ujar Luhut di Jakarta, Rabu (27/11/2024).

    Menurut Luhut, keputusan untuk menunda kenaikan PPN ini diambil karena pemerintah berencana memberikan stimulus atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat. Stimulus akan diberikan khususnya kepada masyarakat kelas menengah, melalui bantuan sosial (bansos).

    “PPN 12 persen harus diundur karena sebelum itu, pemerintah harus memberikan dahulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya terpuruk,” kata Luhut.

    Luhut menjelaskan bansos yang akan diberikan bukan berupa bantuan langsung tunai (BLT), melainkan subsidi energi ketenagalistrikan.

  • Guo Zaiyuan Hingga Jokowi Digugat Bayar Ganti Rugi Rp615,2 Triliun

    Guo Zaiyuan Hingga Jokowi Digugat Bayar Ganti Rugi Rp615,2 Triliun

    GELORA.CO – Taipan Sugianto Kusuma alias Aguan termasuk pihak yang digugat secara perdata ke pengadilan terkait proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk atau PIK-2. Bos Agung Sedayu Group itu dianggap melakukan perbuatan melawan hukum dan dituntut membayar ganti rugi Rp616,2 triliun.

    Gugatan didaftarkan 20 warga negara Indonesia dari beragam profesi mulai dari aktivis, pengamat, purnawirawan TNI hingga pegiat media sosial ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 29 November 2024.

    Menamakan diri Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat di PIK-2, mereka menyebut Aguan melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur Pasal 1365 KUHPerdata.

    “Tujuannya agar jika gugatan dikabulkan, uang ganti rugi itu langsung dibayarkan kepada Kemenkeu. Jadi, dengan begitu defisit tertutupi dan pemerintah tak perlu lagi mencari dengan menaikkan pajak seperti PPN 12 persen dan lain-lainnya,” jelas 

    koordinator tim hukum penggugat, Ahmad Khozinuddin.

    Selain Aguan yang bernama asli Guo Zaiyuan dan pernah bolak balik diperiksa KPK dalam kasus suap reklamasi teluk Jakarta,   pihak yang digugat antara lain CEO Salim Group Anthony Salim alias Liem Hong Sien Liem Hong Sien atau Liem Fung, PT Pantai Indah Kapuk Dua, perusahaan yang membebaskan lahan PIK-2, mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang memberi status PSN untuk PIK-2, pengurus Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Surta Wijaya dan Maskota HJS.

    Aguan cs digugat karena dianggap telah secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama melakukan setidaknya delapan perbuatan melawan hukum.

    Pertama, melakukan kegiatan penyelundupan hukum kawasan PIK-2 yang hanya seluas 1.705 hektare di kawasan Kosambi, namun pada faktanya proyek PSN PIK-2 diterapkan di semua wilayah pembebasan lahan yang tidak masuk kawasan PSN di 10 kecamatan, di mana sembilan kecamatan di antaranya berada di Kabupaten Tangerang, dan satu kecamatan di Serang yakni Kecamatan Teluk Naga, Paku Haji, Sepatan, Mauk, Kronjo, Kresek, Gunung Keler, Kemiri, dan Kecamatan Mekar Baru. Sedang kecamatan di Serang yang lahannya ikut dibebaskan meski tidak termasuk PSN PIK-2 adalah Kecamatan Tanara.

    Dua, melakukan kegiatan pengantaran tanah timbun untuk pengurugan PIK-2 menggunakan sejumlah truk yang menimbulkan polusi, kerusakan jalan, kemacetan, hingga menimbulkan kecelakaan dengan korban jiwa. Terakhir, terjadi kecelakaan yang menyebabkan seorang remaja 13 tahun meninggal dunia akibat terlindas truk yang membawa material tanah timbun untuk pengurugan PIK-2.

    Tiga, melakukan pengantaran tanah timbun untuk pengurugan lokasi PIK-2 dengan truk dilakukan terus menerus 1×24 jam yang melanggar pasal 3 Peraturan Bupati Tangerang Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bupati Nomor 46 Tahun 2018 tentang Pembatasan Waktu Operasi Mobil Barang Pada Ruas Jalan di Kabupaten Tangerang yang mengatur jadwal operasional truk pukul 22:00 WIB hingga pukul 05:00 WIB.

    Empat, Aguan cs melakukan kegiatan pemagaran kawasan PIK-2 yang telah memutus akses warga ke sejumlah wilayah lainnya yang sebelumnya terhubung secara alami melalui sejumlah jalan desa dan jalan terusan yang ada di desa. Kawasan PIK-2 menjadi kawasan eksklusif yang membuat desa terisolasi dan akses ke wilayah lainnya yang sebelumnya bisa secara bebas dan leluasa terhubung.

    Lima, melakukan kegiatan pembangunan kawasan area PIK-2 yang telah menutup sejumlah akses publik, selain akses jalan, juga akses nelayan untuk melaut secara bebas karena sejumlah proyek PIK-2 di kawasan pantai telah menghalangi rute nelayan untuk melaut pada jalur yang biasa dilewati.

    Enam, melakukan kegiatan pembangunan kawasan area PIK-2 yang telah merampas hak tanah rakyat karena terpaksa menjual tanah mereka dengan harga murah dan kehilangan sumber penghasilan untuk bertahan hidup, baik dari kegiatan bertani, menggarap sawah maupun mengelola tambak, sedangkan harga tanah yang murah, yakni Rp30.000-Rp50.000 per meter tersebut tidak dapat digunakan untuk membeli tanah pengganti untuk dijadikan aset produksi sebagai sumber mata pencaharian.

    Tujuh, melakukan pembebasan lahan yang tidak termasuk di kawasan di 10 kecamatan yang menimbulkan sejumlah masalah sosial berkaitan dengan hak-hak rakyat yang dirampas, diintimidasi dan lain sebagainya.

    Terakhir, melakukan pembiaran atas atas penyelundupan hukum dan pelanggaran surat Kemenko Perekonomian No. 6 Tahun 2024 tanggal 15 Mei 2024 dan Surat Komite Percepatan Penyedia Infrastruktur (KPPIP) No PK.KPPIP/55/D.IV.M.EKON.KPPIP/06/2024 tanggal 4 Juni 2024 Perihal: Surat Keterangan PT Mutiara Intan Permai sebagai Badan Usaha Pengelola dan Pengembang PSN PIK-2 Tropical Coastland, sehingga memunculkan ancaman keamanan dan pertahanan melalui munculnya entitas negara dalam negara di PIK-2.

    Adapun ke-20 penggugat Aguan cs yakni Brigjen TNI (Purn) R. Kun Priyambodo, Kolonel TNI (Purn) Sugeng Waras, Kolonel TNI (Purn) Muh Nur Saman, Kolonel TNI (Purn) Didi Rohendi, Kolonel TNI (Purn) Achmad Romzan, Kolonel TNI (Purn) Rochmad Suhadji, Kolonel TNI (Purn) Drg Drajat Mulya H.F, Kolonel TNI (Purn) Iwan Barli Setiawan.

    Lalu Kolonel TNI (Purn) Alan Sahari Harahap,  Menuk Wulandari, Edy Mulyadi, dan Rizal Fadillah, Ida Nurhaida Kusdianti, Hilda Melvinawati, R. Rachmadi, Harlita Juliastuti K, Sandrawati, Suyanti, Ida Saidah dan Tuti Surtiati.

    “Tujuan dari gugatan ini adalah agar proyek PSN PIK-2 dibatalkan,” tukas Ahmad Khozinuddin.

  • PPN Naik jadi 12%? Kemenko Perekonomian Lempar Bola Panas ke Kemenkeu

    PPN Naik jadi 12%? Kemenko Perekonomian Lempar Bola Panas ke Kemenkeu

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyerahkan keputusan final soal rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun depan kepada Kementerian Keuangan.

    Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Susiwijono Morgiarso menjelaskan perpajakan merupakan urusan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), sambungnya, hanya akan melakukan sosialisasi hingga menerima masukan dari berbagai pihak.

    “Itukan [rencana penerapan PPN 12%] teman-teman di Kemenkeu nanti dengan K/L terkait. Kalau kita kan Pak Menko sudah menyampaikan, kita lagi menjangkau semuanya, kalau masalah pemberlakuannya teman-teman Kemenkeu,” jelas Susi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024).

    Kendati demikian, dia tidak menampik bahwa internal Kemenko Perekonomian juga membahas perihal rencana penerapan PPN 12% pada 1 Januari 2025, yang merupakan amanat Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Menurutnya, pemerintah berencana memberi insentif ke sejumlah sektor sebagai kompensasi kenaikan PPN. Hanya saja, sambungnya, pembahasan di internal Kemenko Perekonomian masih dalam tahap permulaan.

    “Nanti insentifnya seperti apa, sedang proses pembahasan,” ujar Susi.

    Sementara itu, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto tidak banyak bicara terkait polemik penerapan PPN 12%. Dia hanya meminta setiap bersabar menunggu kepastian.

    “Akan dibahas,” kata Airlangga pada kesempatan yang sama.

    Sampai saat ini, belum ada kepastian mengenai rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11% menjadi 12% pada 2025.

    Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan kemungkinan besar pemerintah akan menunda penerapan kenaikan tarif PPN. Menurut Luhut, pemerintah ingin memperbaiki daya beli masyarakat terlebih dahulu.

    Pemerintah, kata Luhut, tengah menggodok stimulus bantuan sosial kepada rakyat khususnya kelas menengah sebelum tarif PPN 12% diterapkan. 

    “Ya hampir pasti diundur [kenaikan PPN jadi 12%], biar dulu jalan tadi yang ini [bantuan sosial],” kata Luhut kepada wartawan, Rabu (27/11/2024). 

    Padahal, dalam rapat kerja antara Kementerian Keuangan dengan Komisi XI DPR pada Rabu (13/11/2024), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% merupakan amanat UU HPP.

    Dia menyatakan bahwa pemerintah akan mencoba menjalankan rencana kenaikan tarif PPN tersebut meski banyak pihak yang menentangnya.

    “Kita perlu siapkan agar itu [kenaikan PPN menjadi 12%] bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik,” ujarnya.

  • Istana Tegaskan Belum ada Wacana Pemisahan Ditjen Pajak dan Kemenkeu

    Istana Tegaskan Belum ada Wacana Pemisahan Ditjen Pajak dan Kemenkeu

    Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan belum ada pembahasan dari pemerintahan Prabowo Subianto untuk membentuk Kementerian atau Badan Penerimaan Negara (BPN) dalam waktu dekat.

    “Sampai saat ini tidak ada pembahasan dalam rapat kabinet untuk pembentukan badan penerimaan Negara,” ujarnya kepada wartawan di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/12/2024).

    Hasan juga memastikan bahwa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan berjalan seperti biasa. “Kementerian keuangan masih bekerja seperti biasa satu menteri dengan tiga wakil menteri masih bekerja seperti biasa,” tandas Hasan.

    Sebelumnya adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, memberi sinyal bahwa Kementerian atau Badan Penerimaan Negara (BPN) bakal dibentuk dalam waktu dekat.

    Hashim bahkan menyebut Prabowo kelak bakal melantik Wakil Menteri Keuangan III Anggito Abimanyu sebagai pimpinan BPN.

    “Saya kira beliau [Anggito] sebagai wakil menteri itu nanti untuk sementara. Sementara beliau nanti diangkat sebagai menteri penerimaan negara,” ucap Hashim dalam Rapimnas Kadin versi Munaslub 2024 di Jakarta, Minggu (1/12/2024).

    Dia menjelaskan BPN kelak bakal fokus mengurus pajak, cukai, hingga penerimaan negara lainnya seperti royalti dari pertambangan dan lainnya.

  • Prabowo Rasakan Kabinetnya Kompak karena Retret: Tambah Lima Hari Lebih Baik Lagi

    Prabowo Rasakan Kabinetnya Kompak karena Retret: Tambah Lima Hari Lebih Baik Lagi

    Prabowo Rasakan Kabinetnya Kompak karena Retret: Tambah Lima Hari Lebih Baik Lagi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden
    Prabowo Subianto
    merasakan Kabinet Merah Putih bekerja kompak sejak menjabat selama 1,5 bulan pertama.
    Ia menilai, kekompakan ini tercipta lantaran sudah menjalani retret selama tiga hari di Akademi Militer (Akmil) Magelang bulan lalu.
    Hal ini dikatakannya saat memberikan pengarahan di sidang kabinet paripurna, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (2/11/2024).
    “Saya juga sampaikan apresiasi kepada Kabinet Merah Putih. Saya merasakan ada kerja sama yang sangat baik, saya merasakan ada teamwork,” kata Prabowo, Senin.
    “Saya merasakan kita kalau analogi tim sepak bola, kelihatan kekompakan, kelihatan kerja sama semuanya. Mungkin ini akibat retret di magelang,” imbuh dia disambut tawa para menteri hingga kepala badan yang hadir.
    Ia lantas berseloroh, ingin melakukan retret lagi selama lima hari agar kekompakan makin solid.
    Pun bertanya sembari bergurau kepada para menteri dan kepala Badan untuk meminta persetujuan terkait tambahan retret tersebut.
    “Kalau tiga hari saja begitu hasilnya mungkin kita tambah lima hari lebih baik lagi. Bagaimana konsensus? Keputusan?” tanya Prabowo, yang kembali disambut tawa.
    Lebih lanjut Kepala Negara mengucapkan terima kasih kepada jajarannya karena sudah bekerja baik selama ia berkunjung ke luar negeri dua pekan lebih.
    Tak cuma itu, banyak kebijakan pro rakyat yang dikeluarkan, mulai dari penghapusan utang UMKM petani dan nelayan, kenaikan gaji guru ASN, PPPK, dan non-ASN atau honorer, serta menaikkan upah minimum nasional.
    “Upah minimum juga naik. Terima kasih kepada pihak-pihak yang bekerja, menteri yang bekerja. Menaker, Menko PMK, dan (Menko) PM. Terima kasih. Juga peningkatan kesejahteraan guru, Terima kasih terutama terima kasihnya ke Menkeu dan Mendikdasmen,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Luhut Bicara PNS Kemenkeu Bakal Diganti dengan Robot, Benarkah? – Page 3

    Luhut Bicara PNS Kemenkeu Bakal Diganti dengan Robot, Benarkah? – Page 3

    Di tengah pesatnya transformasi teknologi, Luhut tetap optimis bahwa Indonesia memiliki modal besar untuk menjaga stabilitas ekonomi. Dengan inflasi yang rendah dan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,68 persen, ia yakin pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,3 persen ke depan.

    “Inflasi kita termasuk yang terendah di antara negara-negara G20, dan ini menjadi modal besar bagi stabilitas ekonomi Indonesia,” ujar Luhut.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi tahunan pada November 2024 sebesar 1,55 persen, didorong oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang menyumbang inflasi sebesar 1,68 persen.

    Namun, ia juga menyoroti tantangan pada posisi ICOR (Incremental Capital Output Ratio) Indonesia yang masih tinggi di angka 6,8.

    Pentingnya Kepemimpinan Inklusif di Era Teknologi

    Luhut menekankan pentingnya kepemimpinan yang inklusif untuk menghadapi tantangan global dan disrupsi teknologi. Ia mendorong pemimpin di berbagai level pemerintahan untuk melibatkan tim secara aktif dalam mencapai tujuan bersama.

    “Saya tidak pernah mengklaim prestasi itu milik saya. Itu semua adalah hasil kerja tim. Dengan pendekatan ini, setiap anggota tim memiliki rasa tanggung jawab terhadap keberhasilan yang diraih,” tambahnya.