Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • E-Money dan QRIS Kena PPN 12 Persen, Ini Hitungannya – Halaman all

    E-Money dan QRIS Kena PPN 12 Persen, Ini Hitungannya – Halaman all

     

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Uang elektronik, dompet digital (e-wallet), dan transaksi pembayaran melalui Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) akan terkena kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.

    Untuk uang elektronik dan e-wallet, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) menjelaskan bahwa jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital selama ini telah dikenakan PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

    Namun, yang menjadi dasar pengenaan pajaknya bukan nilai pengisian uang (top up), saldo (balance), atau nilai transaksi jual beli.

    Dasar pengenaan PPN 12 persen adalah pada jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital tersebut.

    “Artinya, jasa layanan uang elektronik dan dompet digital bukan merupakan objek pajak baru,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti dikutip dari keterangan tertulis pada Minggu (22/12/2024).

    Ia pun mencontohkan ilustrasi pengenaan PPN 12 persen pada jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital.

    (1) Zain mengisi ulang (top up) uang elektronik sebesar Rp 1.000.000. Biaya top up misalnya Rp 1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut:

    11 persen x Rp 1.500 = Rp 165.

    Dengan kenaikan PPN 12%, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut:

    12% x Rp 1.500 = Rp180.

    Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1% hanya Rp 15.

    (2) Slamet mengisi dompet digital atau e-wallet sebesar Rp 500.000. Biaya pengisian dompet digital atau e-wallet misalnya Rp 1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut:

    11% x Rp1.500 = Rp165.

    Dengan kenaikan PPN 12%, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut:

    12% x Rp1.500 = Rp180.

    “Artinya, berapapun jumlah nominal transaksi sepanjang jasa layanan yang dibebankan oleh provider tidak mengalami perubahan, maka jumlah PPN yang dibayar akan tetap sama,” ujar Dwi.

    QRIS Kena PPN

    Transaksi pembayaran melalui QRIS merupakan bagian dari Jasa Sistem Pembayaran.

    Pengenaan PPN ini atas penyerahan jasa sistem pembayaran oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) kepada para merchant terutang PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

    Artinya, menurut Dwi, penyelenggaraan jasa sistem pembayaran bukan merupakan objek pajak baru.

    PPN 12 persen akan dipungut oleh PJSP dari pemilik merchant atau si pedagang.

    “Yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa dari pemilik merchant,” ucap Dwi.  

  • PLN Berikan Diskon 50 Persen untuk Pelanggan Listrik, Ini Penjelasannya!

    PLN Berikan Diskon 50 Persen untuk Pelanggan Listrik, Ini Penjelasannya!

    JABAREKSPRES – Kabar gembira untuk pelanggan listrik PLN di awal tahun nanti akan mendapatkan diskon pembayaran untuk pelanggan 450 VA, 900 VA, 1300,VA dan 2200 VA.

    Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo mengatakan diskon akan diberikan untuk 4 kategori pelanggan listrik sebesar 50 persen.

    ‘’Dikon ini akan diberikan untuk bulan Januari dan Februari 2025 nanti,’’ ujar Darmawan dalam keterangannya, dikutip Minggu, (21/12/2024)

    BACA JUGA: Begini Cara Dapat Diskon Listrik PLN 50 Persen untuk Pelanggan 450 VA sampai 2200 VA

    Diskon pembayaran listrik sebagai stimulus ekonomi dari pemerintah dan akan diberikan kepada 81,4 pelanggan rumah tangga

    Untuk jumlah pelanggan kategori 450 Volt Amphere (VA) ada sebanyak 24,6 juta pelanggan. Sedangkan 900 VA sebanyak 38 juta pelanggan.

    Kemudian pelanggan dengan kategori 1.300 VA ada sebanyak 14,1 juta dan terakhir pelanggan dengan kategori 2.200 VA sebanyakk 4,6 juta rumah tangga.

    BACA JUGA: Pajak PPh 21 Pekerja dengan Gaji di Bawah Rp 10 Juta Ditanggung Pemerintah

    Pemberian diskon pembayaran tarif listrik ini menyasar  97 persen pelanggan yang bertujuan untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan daya beli.

    ‘’Jadi kalau beli listri sebesar 100 ribu maka cukup bayar 50 ribu saja karena sudah ada diskon 50 persen,’’ ujarnya.

    Darmawan mengatakan, PT PLN (Persero) akan mendukung penuh kebijakan pemerintah tersebut, terlebih penyaluran diskon ini akan tepan sasaran.

    BACA JUGA: Waspada Peredaran Narkoba Happy Water di Malam Tahun Baru!

    Untuk memperoleh diskon ini, masyarakat tidak perlu melakukan registrasi baik pelanggan Pascabayar dan Prabayar. Sebab, sistem pembayaran listrik PLN sudah otomatis akan memberikan potongan harga.

    Untuk pembelian listrik Prabayar akan diberikan diskon langsung sebesar 50 persen ketika membeli melalui aplikasi PLN, Agen, ataupun mitra lainya.

    Sementara itu, sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, kebijakan ini dikeluarkan untuk menjaga daya beli masyarakat.

    Dengan begitu, pergerakan perekonomian akan tetap jalan, meski banyak berbagai tekanan global yang tidak bisa dihindarkan.

    BACA JUGA: Kejati Jabar Tahan Dua Tersangka Kasus Kebun Binatang Bandung, Negara Rugi Rp 25 Miliar

    Untuk diketahui, Kebijakan ini dinamakan bantuan stimulus yang diberikan kepada masyarakat untuk meningkatkan daya beli.

  • Bayar Pakai QRIS Kena PPN 12%, Ini Penjelasan dan Hitungan Lengkapnya

    Bayar Pakai QRIS Kena PPN 12%, Ini Penjelasan dan Hitungan Lengkapnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Masyarakat Indonesia siap-siap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. 

    Mulanya, pemerintah menyebut hanya barang-barang mewah yang terdampak PPN 12%. Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) lalu menjelaskan bahwa semua barang yang selama ini dikenakan PPN 11% akan naik menjadi 12% tahun depan. 

    Salah satu yang dikenai PPN 12% adalah transaksi uang elektronik dan dompet digital (e-wallet). Hal ini sudah dikonfirmasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu.

    Pasalnya, jasa atas transaksi uang elektronik dan e-wallet sudah lama tercakup sebagai barang dan jasa kena pajak, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

    Saat tarif PPN masih 11% sejak 1 April 2022 hingga kini, jasa transaksi uang elektronik dan e-wallet sudah menjadi objek pajak. Artinya, jasa transaksi itu bukan barang baru yang dikenakan tarif pajak saat PPN menjadi 12% per 1 Januari 2025.

    “Jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital selama ini telah dikenakan PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022,” dikutip dari keterangan tertulis Ditjen Pajak bernomor KT-03/2024, Sabtu (21/12/2024).

    Namun, yang menjadi dasar pengenaan pajak bukan nilai pengisian uang (top up), saldo (balance), atau nilai transaksi jual-beli. Adapun pengenaan pajaknya dilakukan atas jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital tersebut.

    Mengutip situs Kementerian Keuangan, PPN atau value added tax (VAT) dikenal juga dengan istilah goods and services tax (GST). PPN adalah pajak tidak langsung yang disetor oleh pihak lain atau pedagang yang bukan penanggung pajak.

    Dengan kata lain, konsumen akhir sebagai penanggung pajak tidak menyetorkan langsung pajak yang ditanggungnya. Untuk memahami besaran kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% terhadap biaya transaksi di dompet digital ataupun e-wallet, termasuk pembayaran dengan QRIS, berikut ini simulasi yang telah dibuat oleh Ditjen Pajak:

    a) Zain mengisi ulang (top up) uang elektronik sebesar Rp1.000.000. Biaya top up misalnya Rp1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut:

    11% x Rp1.500 = Rp165.

    Dengan kenaikan PPN 12%, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut:

    12% x Rp1.500 = Rp180.

    Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1% hanya Rp15.

    b) Slamet mengisi dompet digital atau e-wallet sebesar Rp500.000. Biaya pengisian dompet digital atau e-wallet misalnya Rp1.500, maka PPN dihitung sebagai berikut:

    11% x Rp1.500 = Rp165.

    Dengan kenaikan PPN 12%, maka PPN dihitung menjadi sebagai berikut:

    12% x Rp1.500 = Rp180

    Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1% hanya Rp15.

    “Artinya, berapapun jumlah nominal transaksi sepanjang jasa layanan yang dibebankan oleh provider tidak mengalami perubahan, maka jumlah PPN yang dibayar akan tetap sama,” kata Ditjen Pajak.

    (fab/fab)

  • Ditjen Pajak Buka Suara soal e-Money dan e-Wallet Kena PPN 12%

    Ditjen Pajak Buka Suara soal e-Money dan e-Wallet Kena PPN 12%

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan buka suara terkait kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% yang ikut dikenakan untuk uang elektronik seperti e-money hingga dompet digital (e-wallet).

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti menjelaskan bahwa jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital selama ini telah dikenakan PPN.

    Dia menjelaskan, hal itu sesuai dengan ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

    “Namun, yang menjadi dasar pengenaan pajaknya bukan nilai pengisian uang [top up], saldo [balance], atau nilai transaksi jual beli melainkan atas jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital tersebut,” tutur Dwi dalam keterangan tertulis, Sabtu (21/12/2024).

    Artinya, lanjut Dwi, jasa layanan uang elektronik dan dompet digital bukan merupakan objek pajak baru.

    “Berapapun jumlah nominal transaksi sepanjang jasa layanan yang dibebankan oleh provider tidak mengalami perubahan, maka jumlah PPN yang dibayar akan tetap sama,” terangnya.

    Lebih lanjut, DJP Kemenkeu pun memberikan contoh pengenaan tarif PPN 12% untuk e-money hingga dompet digital (e-wallet).

    Sebagai contoh, X mengisi ulang (top up) uang elektronik sebesar Rp1 juta. Sementara itu, biaya top up yang dikenakan Rp1.500, maka PPN dihitung 11% x Rp1.500 = Rp165.

    Namun dengan kenaikan PPN 12% pada awal Januari 2025, maka PPN dihitung menjadi 12% x Rp1.500 = Rp180.

    “Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1% hanya Rp15,” jelasnya.

    Contoh untuk kasus dompet digital, misalnya Z mengisi dompet digital (e-wallet) sebesar Rp500.000. Biaya pengisian e-wallet misalnya adalah Rp1.500, maka PPN dihitung: 11% x Rp1.500 = Rp165. Akan tetapi, dengan kenaikan PPN 12%, maka PPN dihitung menjadi 12% x Rp1.500 = Rp180.

    “Jadi, kenaikannya PPN sebesar 1% hanya Rp15,” imbuhnya.

    Dwi menambahkan, kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% ini sejatinya merupakan amanat Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

    Sesuai kesepakatan pemerintah dengan DPR, kenaikan tarif dilakukan secara bertahap, dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan kemudian dari 11% menjadi 12% pada 1 Januari 2025 mendatang.

    “Kenaikan secara bertahap ini dimaksudkan agar tidak memberi dampak yang signifikan terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi,” tutupnya.

  • Pemerintah Perpanjang Insentif PPN DTP untuk Sektor Properti, Ini Alasannya – Page 3

    Pemerintah Perpanjang Insentif PPN DTP untuk Sektor Properti, Ini Alasannya – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan keputusan untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada awal tahun 2025 telah dipertimbangkan secara bertahap dan matang. Kebijakan PPN 12 persen sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021.

    Sri Mulyani menjelaskan bahwa Undang-Undang HPP, yang disahkan pada 29 September 2021, tidak hanya mengatur peraturan perpajakan, tetapi juga mencakup kebijakan yang berpihak pada masyarakat. Salah satunya adalah melalui penyesuaian tarif PPN secara bertahap.

    Kenaikan tarif PPN sebelumnya, dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022, dirancang untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional pasca-pandemi. Begitu pula dengan kenaikan berikutnya dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025.

    “Waktu itu, bahkan setelah pandemi, kita menaikkan tarif dari 10 persen ke 11 persen pada 1 April 2022. Kemudian DPR memutuskan penundaan kenaikan berikutnya hingga 1 Januari 2025. Hal ini memberi masyarakat waktu untuk pulih dengan memadai,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).

    Kebijakan Pro Rakyat dalam Undang-Undang HPP

    Menkeu menegaskan bahwa dalam pembahasan Undang-Undang HPP, pemerintah tetap memperhatikan kebutuhan masyarakat, khususnya kelompok ekonomi menengah ke bawah.

     

  • UMKM Beromzet Kurang dari Rp4,8 M Tetap Pakai PPh 0,5%

    UMKM Beromzet Kurang dari Rp4,8 M Tetap Pakai PPh 0,5%

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membantah adanya rencana pemerintah untuk menurunkan batasan omzet bagi UMKM untuk bisa menikmati tarif PPh 0,5% maupun kategori pengusaha kena pajak (PKP).

    Sebagaimana diketahui, batasan atau threshold bagi pengusaha untuk menggunakan tarif PPh 0,5% maupun sebagai batasan untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) saat ini adalah senilai Rp 4,8 miliar per tahun.

    Namun, saat tarif PPN akan naik menjadi 12% per 1 Januari 2025, santer tersiar kabar thresholdnya tengah dibahas pemerintah untuk diturunkan menjadi menjadi Rp 3,6 miliar per tahun. Sebagaimana tertera dalam dokumen Bahan Rapat Koordinasi Paket Kebijakan Ekonomi.

    Meski begitu, melalui lembaran Keterangan Tertulis Nomor KT-03/2024, Ditjen Pajak menegaskan, “Sampai saat ini Pemerintah tidak berencana untuk menurunkan batasan omzet bagi pengusaha untuk menggunakan tarif PPh 0,5% maupun sebagai batasan untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), dari Rp 4,8 miliar per tahun menjadi Rp 3,6 miliar per tahun.”

    Penegasan ini sebelumnya telah disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia membantah bahwa pemerintah akan menurunkan ambang batas atau threshold omzet UMKM yang bisa memanfaatkan tarif pajak penghasilan (PPh) final dan status pengusaha kena pajak dari yang saat ini maksimal Rp 4,8 miliar menjadi Rp 3,6 miliar per tahun.

    “Ya kalau itu belum ada rencana. Threshold tetap Rp 4,8 miliar,” kata Airlangga di kantornya Kamis malam (19/12/2024).

    Ia pun mengaku belum ada bahasan di antara pemerintah untuk menurunkan ambang batas UMKM yang bisa bebas pajak tersebut. Meski begitu, Airlangga mengakui bila pemerintah memang ada rencana untuk mengevaluasi ambang batas omzet UMKM yang mulai terkena pajak ataupun bisa menikmati PPh Final 0,5%.

    “Tapi tetap Rp 4,8 miliar, ya. Kalau evaluasi pasti ada, sekarang engak ada,” tutur Airlangga.

    Sebelumnya, Sekertaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, rencana kebijakan penurunan threshold omzet PPh Final UMKM didasari dari rekomendasi Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan atau OECD.

    OECD menganggap, batasan omzet usaha di Indonesia yang terbebas dari pajak pertambahan nilai (PPN) ketinggian. Penilaian ini tertuang dalam Survei Ekonomi OECD Indonesia edisi November 2024. Batasan omzet usaha yang dimaksud OECD ini ialah senilai Rp 4,8 miliar atau setara US$ 300.000.

    “Sebenarnya rencana penurunan sudah disampaikan Bu Menkeu (Sri Mulyani) dan Pak Menko (Airlangga) di beberapa kesempatan karena ada catatan rekomendasi OECD juga, untuk lebih disesuaikan thresholdnya dengan best practices negara lain, terkait keadilan dan perluasan tax base,” ucap Susiwijono di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    Meski begitu, Susiwijono menegaskan bahwa rencana kebijakan ini baru sebatas kajian di internal pemerintahan, belum ada keputusan resmi terkait itu. Ia juga menekankan kebijakan ini tidak akan termasuk ke dalam paket kebijakan ekonomi yang dirilis pemerintah tentang kelanjutan PPh Final UMKM orang pribadi yang dapat memanfaatkan PPh Final 0,5% sampai dengan 2025.

    “Kemarin ini tidak disinggung karena konteksnya kan adalah insentif-insentif untuk meringankan UMKM dalam rangka adanya pemberlakuan PPN 12% per 1 Januari 2025. Tapi, setelah itu nanti pasti disampaikan,” ucap Susiwijono.

    Bila nantinya hasil proses pembahasan threshold omzet PPh final UMKM diputuskan diturunkan menjadi Rp 3,6 miliar per tahun, Susiwijono memastikan, pemberlakuannya akan ditetapkan dengan mengubah PP, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.

    Perubahan PP itu ia akui pada akhirnya juga akan menjadi acuan batasan omzet untuk memberikan insentif PPh Final 0,5% bagi UMKM. Namun, ia kembali menegaskan bahwa rencana ini juga belum tentu menghasilkan keputusan threshold omzet pengusaha kena pajak yang senilai Rp 4,8 miliar akan ikut turun.

    “Kita lihat perubahan PP nya nanti ya, threshold yang mana ini kan harus ubah PP, nanti pasti pemerintah akan sampaikan hitung-hitungannya, kita perlu juga arah kajiannya bagaimana meski sudah ada ke sana terkait rekomendasi OECD, cuma konteks sekarang kan ke insentif PPh Final UMKM,” ungkap Susiwijono.

    (mkh/mkh)

  • Jurus MG Biar Dapat Insentif Mobil Hybrid dari Pemerintah

    Jurus MG Biar Dapat Insentif Mobil Hybrid dari Pemerintah

    Jakarta

    Mobil MG VS HEV belum bisa mendapatkan insentif pajak penjualan atas barang mewah. Sebab mobil tersebut masih diimpor utuh dari Thailand

    He Guowei atau disapa Alec, Chief Executive Officer MG Motor Indonesia mengikuti regulasi insentif mobil hybrid yang bakal diterbitkan di Indonesia.

    “Sekarang masih diimpor dari Thailand, HEV benefit (insentif) hanya produksi lokal. Jadi kita tidak bisa menikmatinya,” kata Alec di Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Dia memiliki agenda bakal meluncurkan mobil hybrid dari model ZS. Diketahui model ini juga bakal dapat penyegaran untuk model internal combustion engine (ICE). Rencananya peluncuran bakal dilakukan sekitar bulan Juli, MG bakal memperkenalkan dua model baru jenis SUV, salah satunya hybrid.

    “Tapi tahun depan proyek depan akan meluncurkan ZS baru dan hybrid itu akan produksi di sini,” kata Alec.

    “Sebelumnya kita punya HEV, ini akan diproduksi lokal. Jadi kita akan bisa menikmati insentif HEV,” tambahnya.

    Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kemenko Perekonomian telah mengumumkan diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil hybrid sebesar tiga persen.

    Namun, aturan tersebut hanya berlaku untuk kendaraan produksi lokal. Kepastian tersebut disampaikan Rustam Effendi selaku Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu RI. Sehingga, kendaraan hibrida yang masih berstatus impor tak bisa menikmati fasilitas tersebut.

    “PPnBM DTP 3 persen hybrid hanya untuk produksi dalam negeri peserta program Kemenperin, yang berhak mendapatkan reduced tarif PPnBM,” ujar Rustam Effendi.

    Seperti diketahui, pabrik MG Motor Indonesia sudah beroperasi sejak Januari 2024. Pabrik ini memproduksi dua mobil listrik andalan MG, New MG ZS EV dan MG 4 EV. Kedua model listrik ini menjadi bukti komitmen MG dalam berinvestasi di Indonesia.

    (riar/dry)

  • Soal PPN 12 Persen, Gus Yahya: Pandangan Pemerintah Perlu Didengar Utuh – Page 3

    Soal PPN 12 Persen, Gus Yahya: Pandangan Pemerintah Perlu Didengar Utuh – Page 3

    Diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam penjelasannya mengatakan, kenaikan PPN 12 persen itu diperlukan sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara guna mendukung stabilitas ekonomi nasional.

    “Kenaikan itu sesuai dengan amanat Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Langkah ini bertujuan menjaga keseimbangan fiskal di tengah tantangan ekonomi global,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers bertajuk “Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan” di Jakarta, Senin (16/12/2024).

    Menurut Sri, kebijakan kenaikan PPN bersifat selektif dan hanya menyasar barang dan jasa kategori mewah atau premium.

    Mengutip situs kemenkeu.go.id, barang dan jasa kategori mewah atau premium itu seperti kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional yang berbiaya mahal. Kata Menteri Sri, setiap melakukan pemungutan pajak, pemerintah selalu mengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong.

    “Disebut berkeadilan karena kelompok masyarakat yang mampu akan membayarkan pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang, sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir,” klaim Sri.

    Baca juga Imbas PPN 12%, Sejumlah Hotel Bakal Gulung Tikar

     

  • Begini Ketentuan Transaksi Uang Elektronik Kena PPN 12 Persen

    Begini Ketentuan Transaksi Uang Elektronik Kena PPN 12 Persen

    Jakarta Beritasatu.com – Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Dwi Astuti memberikan klarifikasi terkait isu transaksi uang elektronik yang menjadi objek pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen.

    Ditegaskan Dwi Astuti, pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik bukan merupakan objek pajak baru karena telah berlaku sejak berlakunya Undang-Undang PPN Nomor 8 Tahun 1983.

    Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), layanan uang elektronik tidak termasuk dalam daftar objek yang dibebaskan dari PPN. Hal ini berarti apabila tarif PPN naik menjadi 12 persen, maka tarif tersebut juga berlaku untuk transaksi uang elektronik.

    “Pengenaan PPN atas jasa layanan uang elektronik sudah dilakukan sejak berlakunya UU PPN Nomor 8 Tahun 1983. Artinya bukan objek pajak baru,” kata Dwi Astuti, dikutip dari Antara, Sabtu (21/12/2024).

    Aturan teknis mengenai PPN pada transaksi uang elektronik diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2022. Beberapa layanan yang dikenakan PPN meliputi dompet elektronik (e-wallet), uang elektronik (e-money), switching, gerbang pembayaran, kliring, penyelesaian akhir, dan transfer dana.

    PPN dikenakan pada biaya layanan atau komisi yang dibebankan kepada penyelenggara. Misalnya, biaya administrasi registrasi, pengisian ulang saldo (top up), pembayaran transaksi, transfer dana, hingga tarik tunai untuk uang elektronik. Sedangkan nilai uang elektronik, termasuk saldo, reward point, bonus point, dan transaksi transfer dana murni, tidak dikenakan PPN.

    Sebagai contoh, untuk biaya administrasi top up sebesar Rp 1.000 dengan tarif PPN saat ini 11 persen, pengguna akan dikenakan PPN sebesar Rp 110, sehingga total biaya menjadi Rp 1.110. Apabila tarif PPN naik menjadi 12 persen, biaya PPN naik menjadi Rp 120, sehingga total biaya menjadi Rp 1.120.

    Pada saat pengguna transaksi uang elektronik hanya mentransfer uang atau menggunakan saldo tanpa biaya tambahan, maka tidak ada PPN yang dikenakan pada saat ini maupun ketika PPN 12 persen diimplementasikan.

  • Daftar 10 Menteri Terbaik Kabinet Merah Putih, Budi Gunawan Tempati Posisi Teratas

    Daftar 10 Menteri Terbaik Kabinet Merah Putih, Budi Gunawan Tempati Posisi Teratas

    Jakarta, Beritasatu.com – Hasil survei terbaru Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) menunjukkan bahwa Menko Polkam Budi Gunawan menjadi menteri terbaik Kabinet Merah Putih atau kabinet Prabowo-Gibran. 

    Berdasarkan hasil survei LPI tersebut menunjukkan mayoritas responden menilai kinerja Budi Gunawan terbaik di antara 10 menteri kabinet yang terjaring, meskipun selisih dengan menteri yang lain tidak terlalu berbeda jauh.

    “Survei kami menemukan bahwa Menko Polkam Budi Gunawan merupakan menteri terfavorit dan mampu membangun sentimen (citra) positif yang inheren dengan performa terbaiknya dan berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap visi-misi serta orientasi Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka,” ujar Wakil Direktur LPI Ali Ramadhan dalam acara peluncuran hasil survei bertajuk “Evaluasi Kabinet Merah Putih Akhir Tahun 2024 dan Proyeksi Tahun 2025” di Hotel Aryaduta, Semanggi, Jakarta Pusat, Jumat (20/12/2024).

    Ali mengatakan, dari berbagai aspek yang diukur LPI, Budi Gunawan unggul dibandingkan menteri yang lainnya, yakni di aspek kinerja, dimensi progam kerja, dan kapasitasnya bekerja sesuai dengan visi-misi Pemerintahan Prabowo-Gibran. Ali mengatakan sebanyak 92,36% responden menilai Budi Gunawan mempunyai kecakapan, well communicated terhadap awak media serta mempunyai kapasitas dan pengalaman yang lebih dari cukup untuk memimpin institusinya.

    “Kalau diakumulasi dari tiga aspek yang diukur LPI termasuk berbagai indikator di dalamnya, penilaian responden terhadap Pak Budi Gunawan berada di urutan pertama tertinggi di angka 90,31%,” ungkap Ali.

    Menurut Ali, penilaian ini tidak terlepas dari kinerja Budi Gunawan dalam memastikan situasi politik dan keamanan terkendali dan stabil. Terutama, kata Ali, memastikan Pilkada 2024 berjalan lancar, aman dan tidak ada konflik berarti di masyarakat.

    “Terobosan Pak Budi Gunawan yang lain adalah pembentukan tujuh desk untuk stabilitas politik dan keamanan. Dengan adanya tujuh desk tersebut, koordinasi dengan kementerian di bawah Kemenko Polkam bisa berjalan baik dan berdampak positif untuk kemajuan Indonesia,” jelas Ali.

    Ketujuh desk tersebut adalah pertama, Desk Pilkada dengan leading sector menteri dalam negeri. Kedua, Desk Pencegahan Penyelundupan dengan leading sector Kemenkopolkam. Ketiga Desk Pemberantasan Narkoba dengan leading sector Kapolri

    Lalu, keempat, Desk Penanganan Judi Online dengan leading sector Kapolri. Kelima, Desk Koordinasi Peningkatan Penerimaan Devisa Negara dengan leading sector Jaksa Agung.

    Keenam, Desk Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dan Perbaikan Tata Kelola dengan leading sector Jaksa Agung. Terakhir, Desk Keamanan Siber dan Perlindungan Data dengan leading sector Menteri Komunikasi dan Digital serta Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN.

    Survei LPI tentang menteri terbaik digelar pada 12-19 Desember 2024 terhadap 700 responden dari 20 provinsi besar di Indonesia. Metode survei adalah face to face interview dan online interview dengan margin of error plus minus 3,69% pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden dalam survei ini adalah kelas menengah intelektual, yaitu kelompok masyarakat berpendidikan tinggi (S1, S2, S3) yang secara sadar dan aktif mengamati proses sosial dan politik dan memiliki pandangan mandiri terhadap situasi sosial-politik yang terjadi, setidaknya selama 2024.

    Menteri Terbaik Kabinet Merah Putih terbaik versi LPI
    1. Menko Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan (90,31%)
    2. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono (89,87%)
    3. Menteri BUMN Erick Thohir (89,85%)
    4. Menkeu Sri Mulyani (89,78%)
    5. Menlu Sugiono (89,65%)
    6. Mendagri Tito Karnavian (89,33%)
    7. Mendikti, Sains dan Teknologi, Satryo Soemantri Brojonegoro (89,27%)
    8. Menteri Agama, Nasaruddin Umar (89,18%)
    9. Mendikdasmen Abdul Mu’ti (88,83%)
    10. Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (88,24%)