Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • Bea Cukai dan DJP Sang ‘Enak Emas’ Kemenkeu Kini jadi Sorotan

    Bea Cukai dan DJP Sang ‘Enak Emas’ Kemenkeu Kini jadi Sorotan

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak kerap dianggap sebagai ‘anak emas’ Kementerian Keuangan, di antaranya terkait fungsi mereka dalam mengumpulkan penerimaan negara. Namun, kedua instansi itu kini menjadi sorotan, bahkan ada ancaman pembekuan langsung dari presiden.

    Presiden Prabowo Subianto memberikan ultimatum keras kepada Bea Cukai melalui pesannya ke Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Ada waktu satu tahun bagi lembaga itu untuk berbenah dan memperbaiki kinerja.

    Menurut Purbaya, Prabowo akan membekukan Bea Cukai dan mengembalikan fungsi pemeriksaan kepabeanan kepada surveyor swasta internasional, Société Générale de Surveillance (SGS), layaknya era Orde Baru apabila kinerja dan citra publik mereka tak kunjung membaik.

    “Kalau kita gagal memperbaiki, nanti 16.000 orang pegawai Bea Cukai dirumahkan,” ujar Purbaya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).

    Purbaya mengakui bahwa saat ini persepsi publik terhadap instansi kepabeanan tersebut berada di titik kritis. Dalam rapat internal, dia secara terbuka menyampaikan kepada jajarannya bahwa citra Bea Cukai kurang bagus di mata media, masyarakat, hingga Prabowo.

    Hanya saja, di tengah ancaman pembubaran tersebut, Purbaya mengaku telah memasang badan. Dia telah meminta tenggat waktu satu tahun kepada Prabowo untuk melakukan bersih-bersih internal secara mandiri tanpa intervensi pihak luar.

    Purbaya mengatakan opsi pembekuan Bea Cukai bukanlah bentuk hukuman, melainkan langkah korektif agar kinerja lembaga itu bisa meningkat.

    “Waktu zaman Orde Baru, SDS yang menjalankan pengecekan di custom kita. Jadi, saya pikir dengan adanya seperti itu orang-orang Bea Cukai, tim saya di Bea Cukai semakin semangat. Pengembangan software-nya juga cepat sekali,” katanya.

    Kendati demikian, Purbaya tidak serta-merta ingin menyerahkan operasional Bea Cukai kepada pihak luar. Oleh sebab itu, dia tetap berharap fungsi Bea Cukai dapat dijalankan internal pemerintah, dengan syarat adanya perbaikan signifikan.

    “Saya pikir kita akan bisa menjalankan program-program yang di Bea Cukai dengan lebih bersih tanpa harus menyerahkan ini ke tangan orang lain. Jadi, teman-teman saya di Bea Cukai, staf saya, saya peringatkan itu dan mereka amat semangat untuk memperbaiki bersama-sama,” tuturnya.

    Purbaya turut merinci sejumlah persoalan yang sedang membelit Bea Cukai, mulai dari dugaan praktik under-invoicing hingga masuknya barang ilegal.

    “Ada under-invoicing ekspor yang nilainya lebih rendah. Ada juga barang-barang yang ilegal masuk yang enggak ketahuan segala macam. Orang kan nuduh, katanya Bea Cukai main segala macam,” katanya.

    Lebih jauh, dia memaparkan adanya temuan dari investigasi internal yang menyangkut ketidaksesuaian data perdagangan antara Indonesia, China, dan Singapura.

    “Ada jalan yang sebagian dari China tuh ke Singapura, baru Singapura ke Indonesia. Kalau orang pakai UN.com trade database, kalau cuma lihat satu sisi aja, itu enggak pas. Namun, kalau kita gabung yang sini sama yang sini ke sini itu akan sama. Jadi bedanya enggak banyak. Hanya beda CIF, FOB aja. Jadi antara ekspor sampai impor aja pengitungannya,” tuturnya.

    Oleh sebab itu, Purbaya pun memastikan investigasi lanjutan akan terus dilakukan, dan prosesnya akan makin cepat dengan pemanfaatan teknologi baru.

    “Untuk semua jenis ekspor, apakah seperti itu? Atau apakah ada penggelapan? Ini masih kita kerjakan manual. Nggak lama lagi kita akan kerjakan pakai AI [artificial intelligence]. Jadi, akan lebih cepat,” ujarnya.

    Sebagai langkah perbaikan, bendahara negara itu mulai mengadopsi teknologi kecerdasan imitasi alias AI di pos-pos pelayanan Bea Cukai. Teknologi ini difokuskan untuk mendeteksi praktik under-invoicing atau manipulasi faktur harga barang impor yang selama ini menjadi celah kebocoran penerimaan negara.

    Purbaya menilai, respons internal Bea Cukai terhadap ultimatum ini cukup positif. Dia meyakini sumber daya manusia (SDM) di instansi tersebut memiliki kapasitas intelektual yang mumpuni untuk berubah.

    “Saya pikir tahun depan sudah aman. Artinya, Bea Cukai akan bisa bekerja dengan baik dan profesional. Orang Bea Cukai pintar-pintar dan siap untuk merubah keadaan,” ujar Purbaya.

    Pelantikan Letjen TNI (Purn.) Djaka Budi Utama (kiri) sebagai ⁠Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, menggantikan Askolani (kanan) yang kini menjabat sebagai ⁠⁠Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan. Pelantikan berlangsung di Kementerian Keuangan, Jakarta pada Jumat (23/5/2025). / dok. KLI Kementerian Keuangan

    Pembekuan Bea Cukai Bukan Hal Baru

    Secara historis, pembekuan Bea Cukai bukan hal yang baru. Era Orde Baru, tepatnya periode pertengahan 1980-an hingga awal 1990-an mencatat babak penting tarik-ulur kewenangan di pelabuhan.

    Berdasarkan laporan Media Keuangan terbitan Kementerian Keuangan bertajuk Mengurai Sejarah Lembaga Bea Cukai, saat itu pelabuhan di Indonesia terkenal sangat korup: penyeludupan dan penyelewengan oleh petugas Bea Cukai sudah menjadi rahasia umum.

    Keluhan juga datang dari pengusaha, termasuk pengusaha Jepang. Aparat Bea Cukai disebut ribet, berbelit-belit, sehingga pada akhirnya melakukan pungutan liar.

    Masalah tersebut sampai ke Presiden Soeharto. Kepala negara dan pemerintah itu pun menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 1985 (Inpres 4/1985) setelah berdiskusi dengan para menteri dan mendapat penilaian dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Bahwa kelancaran arus lalu lintas barang antar pulau, ekspor dan impor merupakan unsur penting dalam peningkatan kegiatan ekonomi pada umumnya dan peningkatan ekspor komoditi non migas pada khususnya,” jelas pertimbangan Inpres 4/1985.

    Soeharto mengerahkan belasan menteri hingga Panglima ABRI untuk memastikan instruksi ini berjalan, sebuah sinyal bahwa kemacetan di pelabuhan telah menjadi masalah keamanan dan stabilitas ekonomi nasional.

    Enam tahun berselang, kebijakan tersebut dievaluasi: pemerintah menilai Inpres 4/1985 telah sukses memperlancar arus barang. Hanya saja, dinamika perdagangan ekspor-impor menuntut penyesuaian baru.

    Pada 25 Juli 1991, Presiden Soeharto menandatangani Inpres No. 3/1991. Poin paling krusial dari aturan ini adalah pernyataan tegas bahwa Inpres 4/1985 dinyatakan tidak berlaku lagi.

    Dalam Lampiran Inpres 3/1991, ditegaskan kembali bahwa kewenangan pemeriksaan barang impor berada pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

    Kendati demikian, kewenangan ini tidak serta-merta kembali seperti era pra-1985. Pemerintah menerapkan sistem pengawasan berlapis menggunakan jasa Surveyor.

    “Berdasarkan pemeriksaan tersebut surveyor menerbitkan Laporan Pemeriksaan Surveyor-Ekspor (LPS-E) yang dipergunakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam rangka pemeriksaan yang bersifat final,” tertulis dalam Lampiran Inpres 3/1991.

    Dijelaskan, barang impor hanya diizinkan masuk ke wilayah pabean Indonesia apabila dilengkapi Laporan Pemeriksaan Surveyor Impor (LPS-I) yang diterbitkan oleh surveyor di negara asal barang (tempat ekspor dilakukan).

    Dalam hal ini, pemerintah melibatkan PT Surveyor Indonesia (PT SI) untuk bekerja sama dengan SGS. Laporan surveyor ini menjadi ‘dokumen sakti’.

    Bea Cukai menggunakan LPS-I sebagai dasar pemeriksaan yang bersifat final. Artinya, petugas Bea Cukai di pelabuhan Indonesia tidak lagi memeriksa fisik barang secara acak, melainkan hanya melakukan pencocokan dokumen alias hanya ‘memberi stempel’.

    Kewenangan kemudian dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setelah Undang-Undang No. 10/1995 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan) diberlakukan secara efektif pada 1 April 1997.

    UU Kepabenan kembali memberikan wewenang pemeriksaan barang kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan kontrak dengan SGS berakhir.

    Sorotan ke Mantan Bos Pajak dan Coretax

    Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa mantan anak buah Menkeu Sri Mulyani dalam kasus dugaan korupsi terkait pembayaran pajak periode 2016—2020. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan pihaknya telah memeriksa saksi berinisial SU.

    SU merupakan eks Staf Ahli Menkeu sekaligus eks Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Berdasarkan penelusuran Bisnis, SU ini mengacu pada nama Suryo Utomo.

    “SU selaku Mantan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak dan Mantan Direktur Jenderal [Dirjen] Pajak Kementerian Keuangan RI diperiksa,” ujar Anang dalam keterangan tertulis, Selasa (25/11/2025) malam.

    Selain Suryo, Anang mengemukakan bahwa pihaknya juga telah memeriksa BNDP selaku Kepala KPP Madya Dua Semarang. Namun, dia tidak menjelaskan materi pemeriksaan keduanya secara detail, Anang hanya mengemukakan bahwa pemeriksaan ini dilakukan untuk melengkapi berkas perkara kasus pembayaran pajak periode 2016—2022.

    “Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” pungkas Anang.

    Purbaya masih memantau apakah kasus yang sedang ditangani oleh Kejagung terkait pelaksanaan pengampunan pajak alias tax amnesty atau tidak. Dia ingin tahu apakah ada penyelewengan dalam kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty pada 2016.

    “Kita lihat apakah ada penyelenggaraan di waktu tax amnesty keluar,” katanya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (26/11/2025).

    Kendati demikian, mantan ketua dewan komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menilai seharusnya tidak sewajarnya tax amnesty berujung ke kasus pidana. Menurutnya, jika memang ditemukan pelanggaran maka yang bersangkutan hanya perlu membayar denda.

    “Kalau ada pelanggaran, ya harusnya ada klausul di mana kalau misalnya aset yang dilaporkan ternyata lebih kecil daripada yang seharusnya ada dendanya. Saya pikir itu saja yang dikejar,” jelas Purbaya.

    Sorotan itu juga terjadi di tengah jalannya proyek prestisius dan ambisius Dirjen Pajak, yakni Sistem Inti Perpajakan alias Coretax System. Penerapan Coretax tidak sebanding dengan niat awalnya karena sering terkendala masalah teknis hingga persoalan teknisi yang dianggap tidak memenuhi kualifikasi.

    Purbaya pada akhir Oktober 2025 menyebut upaya pembenahan Coretax belum sepenuhnya tuntas. Salah satu aspek yang belum selesai dibenahi adalah perangkat lunak atau software yang digarap LG CNS-Qualysoft Consortium.

    Purbaya menjelaskan bahwa pihaknya sudah sebulan terakhir membenahi Coretax jelang penggunaannya untuk pelaporan SPT tahun depan.

    “Untuk software-software yang bisa dikendalikan langsung oleh tenaga dari Indonesia, kami sudah perbaiki. Cuma ternyata masih ada bagian-bagian yang terikat kontrak dengan pihak LG, di mana kami belum dikasih akses ke sana,” ujarnya kepada wartawan di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (24/10/2025) lalu.

    Dia mengatakan bahwa kontrak antara pemerintah Indonesia dengan LG untuk Coretax akan berakhir pada Desember 2025 mendatang. Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu blak-blakan menyampaikan bahwa sebelumnya Kemenkeu telah membentuk tim satgas untuk menindaklanjuti gangguan sistem Coretax yang dikerjakan oleh perusahaan asal Korea Selatan itu.

    “Sebelum kami jalankan tim special task force ini, mereka itu kalau ditanya, enggak peduli. Ditanya di sana, cuek dan, responnya lama,” paparnya.

    Kendati demikian, Purbaya menyebut saat ini pihak LG sudah mengirimkan tim untuk mengurus pembenahan sistem Coretax.

    “Jadi, orang sana enggak pintar-pintar amat. Jadi, kami optimalkan perbaikan dengan kendala yang ada dalam hal ini, sebagian masih dipegang LG,” tuturnya. (Anshary Madya Sukma, Dany Saputra)

    Mantan Dirjen Pajak Suryo Utomo, kini menjabat sebagai Kepala Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan Kemenkeu. / Bisnis

  • Deretan Upaya DJP Tagih Tumpukan Piutang Pajak Hampir Rp140 Triliun

    Deretan Upaya DJP Tagih Tumpukan Piutang Pajak Hampir Rp140 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat saldo piutang pajak neto sudah dikurangi penyisihan piutang awal 2025 tercatat sebesar Rp35,25 triliun. 

    Pada rapat dengar pendapat (RDP) lanjutan dengan Komisi XI DPR, Rabu (26/11/2025), Dirjen Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto menyampaikan bahwa sebagian besar nilai saldo piutang tersebut merupakan piutang dengan umur sampai dengan satu tahun.

    Namun demikian, Bimo mengungkap terdapat lonjakan satu piutang hingga senilai Rp139,83 triliun. 

    “Dalam catatan kami sampai dengan 30 September 2025 terdapat penambahan satu piutang sebesar Rp139,83 triliun. Di periode yang sama terdapat pelunasan piutang Rp81,297 triliun,” terang Bimo kepada Komisi Keuangan DPR, dikutip Jumat (28/11/2025). 

    Bimo lalu memaparkan bahwa pihaknya melakukan serangkaian tindakan penagihan aktif mulai dari persuasif hingga hard collection.  

    Pertama, penyampaian surat reminder melalui email blast dengan pendekatan behavioral insight, penerbitan surat teguran, penyampaian surat paksa serta pelaksanaan sita. 

    Upaya pencairan juga dilakukan khususnya terhadap 201 penunggak pajak terbesar nasional yakni dengan memblokir rekening mereka, termasuk juga terhadap 15 penunggak pajak besar.

    Kedua, pemblokiran SABH yang ada di bawah Ditjen AHU Kementerian Hukum, pemblokiran layanan PNBP, serta pelaksanaan lelang bersama dengan Ditjen Kekayaan Negara Kemenkeu. 

    Ketiga, upaya pencegahan ke luar negeri dan penyanderaan atas penanggung pajak. “[Upaya dilanjutkan dengan] pembatasan kebebasan berup cekal dan kalau perlu sampai penyanderaan,” terang Dirjen Pajak lulusan Taruna Nusantara itu. 

    Keempat, kerja sama dengan aparat penegak hukum serta antarunit eselon I Kemenkeu, perbankan dan PPATK. 

    Adapun secara terpisah, Ditjen Pajak juga mencatat khusus untuk 201 penunggak pajak besar, otoritas telah mencairkan Rp11,99 triliun per 24 November 2025 lalu. Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyebut pihaknya menargetkan pengumpulan Rp20 triliun dari penunggak pajak besar itu sampai akhir 2025.

  • Purbaya Investigasi Dugaan Praktik Penggelapan Ekspor-Impor di Bea Cukai

    Purbaya Investigasi Dugaan Praktik Penggelapan Ekspor-Impor di Bea Cukai

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bakal menginvestigasi dugaan praktik penggelapan ekspor-impor di tengah sorotan publik ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

    Sebagaimana diketahui, Bea Cukai menjadi otoritas yang menangani jalur masuk dan keluar barang.

    Usai ramai wacana pembekuan Bea Cukai, Purbaya mengakui salah satu unit Kemenkeu yang dibawahinya itu kerap dirundung masalah dan tuduhan oleh masyarakat. 

    Beberapa tuduhan itu meliputi praktik pelaporan nilai barang secara tidak sesuai atau underinvoicing, maupun masuknya barang-barang impor ilegal ke Tanah Air. 

    “Orang kan nuduh katanya bea cukai main segala macam. Saya enggak tahu ya,” terangnya kepada wartawan usai rapat terbatas (ratas) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (27/11/2025). 

    Di sisi lain, Purbaya menyebut pihaknya juga sudah menginvestigasi ihwal adanya perbedaan antara data volume barang yang diekspor Indonesia ke negara lain, dengan yang diterima atau diimpor oleh negara tersebut.

    Salah satu contohnya, yakni data volume ekspor dari Indonesia ke China serta yang diterima atau diimpor oleh China. 

    Padahal, sebagaimana diketahui, data perdagangan barang antarnegara untuk satu komoditas tertentu sudah ditentukan berdasarkan kode HS yang sama dan berlaku di seluruh negara. 

    “Total ekspornya enggak sama dengan total impornya gitu. Dari China ke Indonesia atau dari Indonesia ke China, tetapi ada jalan yang sebagian dari China tuh ke Singapura, baru Singapura ke Indonesia,” ungkapnya.

    Purbaya menjelaskan seharusnya tidak banyak perbedaan pada data ekspor impor suatu komoditas dengan kode HS yang sama, antar dua negara.

    Oleh sebab itu, dia akan mendalami hal tersebut apabila ada dugaan praktik penggelapan ekspor impor.

    “Jadi bedanya enggak banyak. Hanya beda CIF [cost insurance and freight] dan FOB [free on board] aja. Jadi antara ekspor sampe impor aja pengitungannya. Kelihatannya itu yang terjadi dan akan kami investigasi. Untuk semua jenis ekspor, apakah seperti itu? Atau apakah ada penggelapan? Ini masih kami kerjakan manual. Enggak lama lagi kami akan kerjakan pakai AI. Jadi akan lebih cepat,” terangnya. 

  • Kemenperin Sebut Upaya Purbaya Berantas Thrifting Bikin Kinerja Industri Pakaian Jadi Ekspansif

    Kemenperin Sebut Upaya Purbaya Berantas Thrifting Bikin Kinerja Industri Pakaian Jadi Ekspansif

    JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, upaya pemerintah gencar memberantas pakaian bekas impor atau trifthing memberikan dampak bagi industri pakaian jadi. 

    Pasalnya, Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif bilang, nilai Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada November 2025 menunjukkan industri pakaian jadi tercatat ekspansif, baik di pasar domestik maupun ekspor.

    “Dampak (pemberantasan) thrifting itu terlihat di industri pakaian jadi. Kami lihat IKI pada November 2025 ini ekspansif, IKI subsektor industri pakaian jadi itu ekspansif. Artinya, industri pakaian jadi itu kinerjanya bagus,” ujar Febri dalam Rilis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) November 2025 di Gedung Kemenperin, Jakarta, Kamis, 27 November.

    “Kami melihat ada sebagiannya dampak dari upaya kebijakan pelarangan barang atau pakaian bekas impor dan itu juga kenapa Kemenperin mendukung Pak Menkeu Purbaya untuk menindak masuknya pakaian bekas impor ke Indonesia, ke pasar domestik,” tambahnya.

    Berdasarkan catatan Kemenperin, kondisi industri garmen semakin membaik, yang mana perusahaan garmen berorientasi ekspor saat ini sedang meningkatkan produksi untuk musim fesyen 2026. 

    Sementara itu, untuk perusahaan garmen berorientasi pasar domestik saat ini sedang bersiap-siap berproduksi untuk antisipasi jelang Ramadan dan Idulfitri tahun depan.

    Selain itu, sebagian industri juga melaporkan terjadinya peningkatan pesanan dan dalam persiapan produksi. Untuk ekspor garmen pada 2025 meningkat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tercatat, pertumbuhan ekspor garmen sampai dengan September 2025 tumbuh sebesar 4,25 persen secara volume dan nilai.

    Adapun IKI pada November 2025 mencapai 53,45. Angka itu terbilang masih ekspansif meski mengalami perlambatan sebesar 0,05 poin dibandingkan dengan Oktober 2025 yang sebesar 53,50. Sebaliknya, nilai IKI November 2025 meningkat 0,50 poin jika dibandingkan dengan nilai IKI November pada 2024 yang sebesar 52,95.

    Dari 23 subsektor industri pengolahan yang dianalisis, terdapat 22 subsektor mengalami ekspansi dan satu subsektor mengalami kontraksi. Subsektor yang ekspansi memiliki kontribusi sebesar 98,8 persen terhadap PDB industri pengolahan nonmigas triwulan III-2025.

    Dua subsektor dengan nilai IKl tertinggi adalah industri pengolahan tembakau (KBLI 12) dan industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional (KBLI 21). Sedangkan, subsektor yang mengalami kontraksi adalah industri tekstil (KBLI 13).

  • Pengembang Curhat Keterbatasan Lahan Jadi Tantangan Ekspansi Properti

    Pengembang Curhat Keterbatasan Lahan Jadi Tantangan Ekspansi Properti

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengembang properti PT Ciputra Development Tbk. (CTRA) mengungkap keterbatasan lahan menjadi salah satu tantangan yang akan mengganjal pengembangan bisnis properti pada beberapa waktu mendatang.

    Direktur CTRA, Budiarsa Satrawinata, mengungkap, dalam rangka menambah suplai unit perumahan, pengembang dihadapi oleh tantangan terbatasnya lahan yang tersedia.

    “Tantangannya ya, tentu dalam upaya meningkatkan suplainya ini, tentu semuanya kan ada misalnya keterbatasan lahan ataupun aksesibilitas terhadap lahan yang akan dikembangkan,” kata Budiarsa dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (27/11/2025).

    Meskipun demikian, Budiarsa menyebut tantangan tersebut tidaklah terlalu signifikan sejauh memang prosesnya dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku.

    Dia menambahkan, persoalan lahan ini perlu segera mendapat perhatian pemerintah. Pasalnya, apabila ketersediaan lahan di dekat perkotaan kian menipis, hal itu membuat suplai rumah bakal menjauh dari pusat kota.

    Hal itu nantinya akan merugikan konsumen karena harus kembali mengeluarkan ongkos yang besar untuk berangkat dari rumah menuju kantornya.

    “Jadi, hal-hal ini yang kita harapkan pemerintah juga bisa betul-betul sinkron dengan memberikan insentif dari segi pembiayaan dan lain-lain, tapi juga dari segi fisik support kepada proyek itu sendiri,” imbuhnya.

    Sebelumnya, hal senada turut disampaikan oleh Dewan Pengurus Pusat (DPP) Realestat Indonesia (REI) yang menyebut terdapat rencana investasi properti senilai Rp34,5 triliun yang belum terealisasi akibat terhambat masalah perizinan.

    Joko merinci, masalah perizinan yang dihadapi saat ini mencakup berbagai aspek, mulai dari Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), tata ruang, hingga upaya pemerintah memperketat cakupan Lahan Sawah Dilindungi (LSD).

    Sejalan dengan hal itu, Joko mengaku akan bersurat ke berbagai kementerian dan lembaga mengenai keterlambatan realisasi investasi tersebut. Mulai dari bersurat langsung ke Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, hingga Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait.

    “Jadi gini, kita juga akan berkirim surat kepada pemerintah, ada Kementerian PKP, ada Kementerian ATR/BPN, Kementerian BKPM, Kementerian Menteri Keuangan, semuanya, kita laporkan bahwa kita punya [investasi] Rp34,5 triliun yang tertunda,” ujarnya.

  • Penunggak Pajak Besar Ditindak Satgas PKH, Purbaya Terima Tambahan Rp2,2 Triliun

    Penunggak Pajak Besar Ditindak Satgas PKH, Purbaya Terima Tambahan Rp2,2 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang tergabung dalam Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) meraup tambahan penerimaan pajak sekitar Rp2,2 triliun dari wajib pajak (WP) korporasi berbagai provinsi. Mereka termasuk dari 201 penunggak pajak besar dengan tunggakan triliunan rupiah. 

    Untuk diketahui, satgas bentukan Presiden Prabowo Subianto itu bertugas untuk menertibkan kawasan hutan termasuk di sektor pertambangan dan melakukan penguasaan kembali kawasan dimaksud ke pangkuan negara. Para korporasi yang ditindak itu diduga melanggar aturan di kawasan hutan maupun terlibat dalam pertambangan ilegal.

    Berdasarkan penyerahan hasil penguasaan kembali kawasan hutan kepada negara pada tahap I-IV, terdapat 1,53 juta hektare lahan yang diserahkan ke BUMN Agrinas. 

    Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto memaparkan dari 1,53 hektare yang sudah diserahkan ke Agrinas, otoritas fiskal turut menindak sebanyak 352 WP yang selama ini tidak patuh menunaikan kewajiban pajaknya.

    Pada media gathering yang digelar di Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Bali, Selasa (25/11/2025), Bimo menyebut pihaknya menerima pembayaran pajak meliputi PPh, PPN, PBB dan pajak lainnya hingga Rp2,2 triliun. 

    “Ada 352 wajib pajak yang kami tindaklanjuti dari sisi PPh-nya, PPN, serta PBB, itu ada kenaikan sekitar Rp2,2 triliun dari posisi di tanggal yang sama tahun lalu,” jelasnya kepada wartawan, dikutip Kamis (27/11/2025). 

    Dia memerincikan bahwa penerimaan pajak Rp2,2 triliun tersebut berasal dari 352 WP korporasi yang ditindak oleh Satgas PKH. Terdapat peningkatan penerimaan pajak dari ratusan WP tersebut sebesar 14,79% YoY berdasarkan realisasi dari 9 Oktober 2024 ke 9 Oktober 2025. 

    Secara terperinci, PPh, PPN, dan PBB yang mereka bayarkan apabila dibandingkan sampai dengan 9 Oktober 2024, atau sebelum adanya Satgas PKH, hanya sebesar Rp15,02 triliun. 

    Setelah serangkaian penindakan yang dilakukan para WP itu telah membayarkan Rp2,2 triliun kekurangan pajak yang seharusnya mereka setorkan ke negara. 

    Bimo mengungkap bahwa setoran pajak triliunan rupiah dari penindakan Satgas PKH itu juga termasuk dari 201 penunggak pajak besar yang ditindak Kemenkeu. Sampai dengan 24 November 2025, otoritas pajak telah mencairkan Rp11,99 triliun dari penunggak pajak besar itu. 

    “Jadi, sebagian dari sini yang menyumbang ke Rp11 triliun yang kami kumpulkan dari 201 wajib pajak,” lanjut Dirjen Pajak lulusan Taruna Nusantara itu. 

    Berdasarkan keterangan sebelumnya dari Satgas PKH September 2025 lalu, saat itu realisasi penguasaan kembali lahan kawasan hutan oleh negara mencapai 3,32 juta hektare atau 300% dari target awal 1 juta hektare. Seluas 1,5 juta hektare diserahkan ke PT Agrinas Palma Nusantara (Persero), dan 81.793 hektare ke Kementerian Lingkungan Hidup sebagai bagian dari kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. 

    Atas penguasaan kembali lahan tahap sebelumnya, Kemenkeu disebut menaksir nilai indikasi aset mencapai Rp150 triliun. Selain itu, kontribusi terhadap penerimaan negara telah tercatat melalui 

    – Setoran escrow account: Rp325 miliar;

    – Penyetoran pajak hingga 31 Agustus 2025: Rp184,82 miliar;

    – Nilai kontrak: Rp2,34 triliun dengan laba bersih Rp1,32 triliun;

    – Tambahan penerimaan negara berupa pajak PBB dan Non-PPP sebesar Rp1,21 triliun per 8 September 2025.

    Ketua Pelaksana Satgas PKH yakni Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Adriansyah menyampaikan bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari kerja sama lintas kementerian, lembaga, pemerintah daerah, dan seluruh pihak terkait.

    Dia juga menegaskan bahwa Presiden telah menandatangani perubahan PP No.24/2021, yang membuka jalan bagi perhitungan dan penagihan denda administratif kepada subjek hukum terkait penguasaan kembali kawasan hutan.

  • Bahlil: Penambahan kuota LPG 3 kg untuk Nataru tak tambah beban APBN

    Bahlil: Penambahan kuota LPG 3 kg untuk Nataru tak tambah beban APBN

    Kuota LPG bersubsidi untuk 2025 telah ditetapkan sebesar 8,16 juta metrik ton, namun pemerintah telah sepakat untuk menambah kuota sebesar 350 ribu metrik ton guna menjamin pasokan selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru)

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan penambahan kuota pasokan LPG bersubsidi 3 kilogram untuk kebutuhan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru) tidak akan menambah beban anggaran pemerintah/APBN.

    Setelah menghadiri rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, Bahlil mengatakan tambahan anggaran tidak diperlukan karena harga minyak mentah dunia maupun Indonesian Crude Oil Price (ICP) saat ini berada di bawah asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

    “Nggak ada penambahan anggaran, karena harga ICP dunia turun. Karena alokasi kita dalam APBN 2025 itu kan Rp82 triliun, sementara realisasi dengan menambah 350 ribu metrik ton itu nggak sampai Rp80 triliun, hanya sekitar Rp77-78 triliun,” ujar Bahlil.

    Dengan demikian, penambahan kuota LPG bersubdisi masih berada dalam batas kewenangan fiskal pemerintah dan tidak melampaui pagu anggaran yang telah ditetapkan.

    Kuota LPG bersubsidi untuk 2025 telah ditetapkan sebesar 8,16 juta metrik ton, namun pemerintah telah sepakat untuk menambah kuota sebesar 350 ribu metrik ton guna menjamin pasokan selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru).

    “Ini untuk menjaga antisipasi kebutuhan Nataru sehingga saudara-saudara kita yang menjalankan ibadah Natal dan tahun baru, untuk kita semua di 2025. Insya Allah clear menyangkut dengan LPG, jadi nggak ada masalah,” jelasnya.

    Dalam rapat yang sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyetujui usulan menambah pasokan kebutuhan LPG bersubsidi menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru).

    Purbaya menyebut usulan tersebut tidak akan membebani APBN 2025 karena harga gas dunia sedang menurun.

    “Jadi, kira-kira ini subsidi untuk LPG itu kan dari sisi volume-nya mungkin akan melebihi (saat Nataru). Tapi, karena harganya turun, kalau kita penuhi pun tidak melebihi anggaran tahun 2025,” katanya kepada awak media.

    Purbaya menjelaskan bahwa meski volume subsidi kemungkinan meningkat, total belanja subsidi tetap berada dalam batas anggaran yang wajar.

    Penambahan kuota berlaku untuk tahun berjalan. Sementara untuk 2026, keputusan akan diambil setelah melihat perkembangan harga energi global.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia / Fathur Rochman
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Purbaya setujui tambah pasokan LPG bersubsidi jelang Nataru

    Purbaya setujui tambah pasokan LPG bersubsidi jelang Nataru

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyetujui usulan menambah pasokan kebutuhan LPG bersubsidi menjelang Natal dan Tahun Baru (Nataru).

    Purbaya, seusai rapat terbatas bersama Presiden Prabowo Subianto, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, menyebut usulan tersebut tidak akan membebani APBN 2025 karena harga gas dunia sedang menurun.

    “Jadi, kira-kira ini subsidi untuk LPG itu kan dari sisi volume-nya mungkin akan melebihi (saat Natatu). Tapi, karena harganya turun, kalau kita penuhi pun tidak melebihi anggaran tahun 2025,” katanya kepada awak media.

    Purbaya menjelaskan bahwa meski volume subsidi kemungkinan meningkat, total belanja subsidi tetap berada dalam batas anggaran yang wajar.

    Dikatakan Menkeu, usulan itu datang dari Kementerian ESDM dalam rangka memenuhi kecukupan suplai LPG serta kesiapan stok BBM bagi kebutuhan masyarakat selama Nataru.

    Dikatakan Purbaya, penambahan kuota berlaku untuk tahun berjalan. Sementara untuk 2026, keputusan akan diambil setelah melihat perkembangan harga energi global.

    “Nanti kita lihat lagi. Kan belum lewat. Mestinya sih cukup dengan anggaran yang ada,” katanya saat ditanya soal kebijakan serupa tahun depan.

    Saat ditanya mengenai detail volume tambahan dan harga acuan, Purbaya meminta agar informasi teknis tersebut dikonfirmasi langsung kepada Menteri ESDM.

    “Tanya Menteri ESDM,” katanya.

    Menjelang Natal 2025 dan Tahun Baru 2026, pemerintah menyiapkan langkah antisipasi lonjakan konsumsi energi dengan menaikkan pasokan LPG bersubsidi.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, baru-baru ini, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah rapat koordinasi bersama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Kepala BUMN Doni Oskaria, dan Pertamina untuk memastikan ketersediaan suplai LPG dan stok BBM selama periode libur panjang.

    Dalam pertemuan tersebut, pemerintah menyepakati kenaikan volume LPG bersubsidi dari sekitar 8,2 juta metrik ton menjadi 8,4–8,5 juta metrik ton.

    Pewarta: Andi Firdaus, Fathur Rochman
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Purbaya Wanti-wanti Bea Cukai: Jika Tidak Berbenah, Bisa Dibekukan seperti Era Orba
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 November 2025

    Purbaya Wanti-wanti Bea Cukai: Jika Tidak Berbenah, Bisa Dibekukan seperti Era Orba Nasional 27 November 2025

    Purbaya Wanti-wanti Bea Cukai: Jika Tidak Berbenah, Bisa Dibekukan seperti Era Orba
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mewanti-wanti Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kemenkeu untuk berbenah jika tidak mau dibekukan.
    Dia mengajak semua unsur di Kemenkeu untuk memperbaiki kinerja
    Bea Cukai
    .
    “Jadi, sempat ada wacana kalau kita tidak bisa memperbaiki kinerja Bea Cukai, maka akan dijalankan seperti tahun dulu, waktu zaman Orde Baru, SGS (
    Societe Generale de Surveilance
    ) yang menjalankan pengecekan di custom kita,” ujar Purbaya di Istana, Jakarta, Kamis (27/11/2025).
    Purbaya mengaku sebenarnya “permainan” apa yang kerap dilakukan Bea Cukai. Namun, dia mengatakan, publik kerap menuduh Ditjen Bea Cukai Kemenkeu terlibat ‘permainan’
    barang ilegal
    .
    “Ada
    under invoicing
    ekspor yang nilainya lebih rendah. Ada juga barang-barang yang ilegal masuk yang enggak ketahuan segala macam. Orang kan nuduh katanya Bea Cukai main segala macam. Saya enggak tahu ya,” kata dia.
    Purbaya mengatakan, setelah peringatan itu, timnya di Bea Cukai lebih semangat untuk membuktikan diri. 
    “Jadi, saya pikir dengan adanya seperti itu orang-orang Bea Cukai, tim saya di Bea Cukai semakin semangat. Pengembangan software-nya juga cepat sekali. Saya pikir kita akan bisa menjalankan program-program yang di Bea Cukai dengan lebih bersih tanpa harus menyerahkan ini ke tangan orang lain,” sambung Purbaya.
    Menurut Purbaya, ketika dia memberitahu staf di Bea Cukai bahwa mereka bisa saja dibekukan seperti zaman Orde Baru dulu, karyawannya bersemangat untuk memperbaiki diri.
    Diketahui, sorotan terhadap Bea Cukai meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
    Salah satu pemicu berasal dari pengakuan pedagang thrifting di Pasar Senen yang menyebut biaya meloloskan impor pakaian bekas ilegal mencapai Rp 550 juta per kontainer di pelabuhan.
    Pengakuan itu memunculkan dugaan keterlibatan oknum Bea Cukai.
    Purbaya juga menemukan kejanggalan saat inspeksi ke Kantor Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Perak dan Balai Laboratorium Bea dan Cukai Kelas II Surabaya pada Selasa (11/11/2025).
    Ia menemukan laporan nilai impor yang tidak masuk akal.
    Contohnya barang berupa submersible pump atau pompa air terbenam.
    Dokumen mencatat barang itu berharga 7 dollar AS atau sekitar Rp 117.000 (kurs Rp 16.700 per dollar AS).
    Nilai tersebut jauh di bawah harga pasar.
    Menurut pengecekan Purbaya di marketplace, produk serupa dijual pada kisaran Rp 40 juta sampai Rp 50 juta per unit.
    Perbedaan besar itu disebutnya sebagai indikasi jelas praktik
    under invoicing.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Didukung DPR Bikin Gebrakan, Purbaya: Kementerian Lain Akan Guncang-guncang

    Didukung DPR Bikin Gebrakan, Purbaya: Kementerian Lain Akan Guncang-guncang

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa diminta Komisi XI DPR mendorong kementerian lain untuk membuat kebijakan bernilai tambah dan bukan hanya membelanjakan APBN. Hal ini demi menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.

    Menurut Purbaya, dirinya sudah melakukan hal demikian, khususnya saat memeriksa anggaran Kementerian/Lembaga lain. Namun, menurut Bendahara Negara ini, tindakannya dinilai menimbulkan keributan.

    “Saya pikir juga tadinya saya boleh begitu. Tapi kan waktu saya gitu banyak ribut. Tapi kalau ditegaskan lagi seperti ini ya saya akan lihat lagi nanti. Terima kasih atas dukungan yang saya pikir,” ujar Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis (27/11/2025).

    Karena mendapat arahan dari DPR, Purbaya mengaku siap menjalankannya. Eks Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menduga akan banyak kementerian/lembaga yang terguncang.

    “Kami akan jalankan sesuai dengan petunjuk barusan. Saya pikir kementerian lain akan guncang-guncang sedikit nanti,” ujarnya.

    Purbaya menilai Kementerian Keuangan seharusnya bisa mengawasi anggaran di kementerian lain. Tujuannya demi memastikan bahwa dana yang diberikan menghasilkan dampak ke pertumbuhan ekonomi.

    Adapun hal itu disampaikan Purbaya menjawab pertanyaan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic Palit. Dolfie meminta Kementerian Keuangan bisa terlibat dalam sektor-sektor strategis seperti pertanian hingga pertambangan.

    “Kita baca di Undang-Undang Keuangan Negara, Pak, tugas menyusun APBN diserahkan kepada Menteri Keuangan. Diberi kuasa oleh Presiden dalam menentukan kebijakan-kebijakan fiskal, termasuk logical framework dari program-program Kementerian Lembaga,” sebut dolfie.

    Pasalnya, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) banyak program kementerian lembaga tidak memenuhi aspek logical framework untuk mencapai sasaran pemeirntah. Dalam hal ini, Purbaya diminta mempertajam program-progarm di kementerian lain.

    “Kalau Menteri Keuangan bisa memotong anggaran, kenapa Menteri Keuangan tidak bisa mempertajam program? Kalau sektor-sektor ini tidak disentuh, Pak Menteri, tugas siapa? Karena kalau kita hitung, 75% ada pengampunya di Kementerian. Pertanian, di Kementerian pertanian. Pertambangan, ada Kementeriannya. Industri, ada Kementeriannya,” bebernya.

    Jika Kementerian hanya membelanjakan anggaran yang diberikan, Dolfie menyebut hal itu tak berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu Purbaya diminta mendorong kementerian lain menghasilkan nilai tambah di setiap sektor.

    “Maksud saya sektor-sektor yang lain, Kementerian lain, didorong Pak Menteri untuk ada kebijakan-kebijakan yang bisa menghasilkan nilai tambah ekonomi. Kalau tidak, konsumsi ya segitu terus. Belanja pemerintah ya, mau mengundang investasi kita tahu problemnya,” imbuhnya.

    Senada, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyampaikan dukungan ke Purbaya. Dalam hal ini, Misbakhun menyebut bahwa Purbaya bisa berperan lebih dalam memastikan APBN dibelanjakan dengan benar.

    “Kalau kita memberikan dukungan Pak, karena instrumen yang Bapak gunakan masuk ke mereka itu adalah instrumen Bapak bagaimana APBN itu dibelanjakan dengan benar. Instrumen itu boleh dan itu kewenangan Bapak. Karena instrumen yang Bapak gunakan adalah instrumen di wilayah kewenangan Bapak dalam rangka APBN digunakan dengan benar. Termasuk Bapak mengontrol APBN ini sudah berapa jauh besaran serapannya,” tutup Misbakhun.

    Tonton juga video “Klaim Publik Puas dengan Pemerintah, Purbaya Pede Demo Bakal Berkurang”

    (ily/hns)