Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • Erick Thohir Resmi Jadi Menpora, Auto Trending Topic!

    Erick Thohir Resmi Jadi Menpora, Auto Trending Topic!

    GELORA.CO  – Erick Thohir resmi dilantik sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) oleh Presiden Prabowo Subianto. Pelantikan dilangsungkan hari ini, Rabu 17 September 2025 di Istana Negara, Jakarta.

    Informasi ini langsung viral di media sosial. Berdasarkan pantauan iNews.id di X, nama Erick Thohir menduduki peringkat kedua dalam daftar trending topic. Nomor wahid ada pembahasan soal Menpora.

    Jika Erick Thohir diklik di daftar trending topic, banyak netizen membahas soal pengangkatan nama itu sebagai Menpora, menggantikan Dito Ariotedjo. Beberapa netizen terkejut nama Erick Thohir yang mengisi bangku Menpora.

    “Erick Thohir cocok jadi Menpora. Jadi bisa tetap bagi-bagi jabatan ke relawannya sebagai pelatih klub-klub bola, atau ketua asosiasi olahraga. Sibuk pembukaan lapangan padel,” ungkap Sutradara Fajar Nugros.

    “Wow Erick Thohir fix jadi Menpora guys, bukan dokter Tirta yaaa,” kata @bel***.

    “Erick Thohir mundur dari PSSI? Auto era kegelapan Timnas,” ungkap @Sum***.

    “Erick Thohir sudah dilantik menjadi Menpora, maka ET wajib mundur sebagai Ketua Umum PSSI. Menpora itu orang tua bagi semua cabang olahraga, tidak pantas Menpora merangkap jabatan sebagai pengurus cabor,” kata @tri***.

    Sebagai informasi, reshuffle kabinet yang diumumkan hari ini merupakan jilid kedua. Sebelumnya Prabowo Subianto sudah mengganti beberapa menterinya, termasuk jabatan Menkeu yang dijabat Sri Mulyani diganti Purbaya Yudhi Sadewa

  • Waspadai Rencana Utang Rp2,9 Triliun Pemkot, DPRD Surabaya: Jangan Ganggu Program Kerakyatan

    Waspadai Rencana Utang Rp2,9 Triliun Pemkot, DPRD Surabaya: Jangan Ganggu Program Kerakyatan

    Surabaya (beritajatim.com)– Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk mengajukan pinjaman daerah senilai Rp2,9 triliun pada 2026 menuai perhatian serius dari DPRD Surabaya.

    Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Surabaya, Aning Rahmawati, mengingatkan agar kebijakan ini tidak mengorbankan program-program prioritas yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.

    “Iya, jadi kan sesuai dengan RPJMD yang sudah dibahas oleh teman-teman Pansus bahwa nanti di 2026 itu ada tercantum hutang. Nilainya 2,9 triliun dan sudah masuk di KUA-PPAS murni yang saat ini sedang kami pelajari,” ujar Aning saat ditemui di DPRD Surabaya, Rabu (17/9/2025).

    Aning menjelaskan, alokasi dana pinjaman tersebut sebagian besar diarahkan untuk pembangunan infrastruktur, seperti saluran irigasi, pengendalian banjir, dan pembebasan lahan. Namun, ia menegaskan bahwa rencana tersebut belum final karena harus melalui proses konsultasi dan persetujuan pemerintah pusat.

    “Karena nilainya cukup besar, maka harus mendapat persetujuan dari Kemendagri, Kemenkeu, dan Bappenas. Jadi saat ini DPRD bersama Pemkot masih dalam tahap konsultasi sebelum pembahasan lebih lanjut,” jelasnya.

    Menurut Aning, tren realisasi APBD beberapa tahun terakhir menunjukkan angka yang tidak sesuai dengan target. Hal ini membuat DPRD lebih berhati-hati dalam membahas rencana penambahan utang.

    “Kalau dilihat dari tren, 2024 targetnya Rp11,3 triliun, tapi realisasinya hanya Rp10 triliun. Tahun 2025 target Rp12,3 triliun, optimisme Pemkot Rp11,6 triliun, tapi bisa jadi hanya tercapai Rp10,5 triliun,” ujarnya.

    Aning khawatir, jika pinjaman Rp2,9 triliun direalisasikan, program prioritas kerakyatan seperti pengentasan kemiskinan dan pengangguran akan terganggu karena sebagian anggaran harus dialokasikan untuk pembayaran cicilan pokok dan bunga utang.

    “Sekarang saja beberapa program kerakyatan sudah terkendala anggaran. Apalagi nanti kalau ada beban utang sebesar ini, bisa jadi program pengentasan kemiskinan dan pengangguran semakin sulit dijalankan,” tegasnya.

    Aning juga mengungkap tingginya angka pengangguran yang menjadi keluhan utama warga dalam reses DPRD. Menurutnya, Pemkot belum memiliki skema jelas untuk menyelesaikan masalah ini.

    “Reses kemarin keluhan soal pengangguran luar biasa banyak. Saya melihat track record Pemkot, terutama di Disnaker, belum menunjukkan pentahapan yang jelas dalam mengatasi masalah pengangguran,” ujarnya.

    Selain itu, Aning juga mengingatkan tentang kewajiban anggaran dasar atau mandatory spending yang harus dipenuhi Pemkot setiap tahun, seperti gaji pegawai, Kader Surabaya Hebat (KSH), serta anggaran pendidikan dan kesehatan. Nilainya mencapai Rp10,5 triliun.

    “Kalau melihat cash flow, ini cukup mengkhawatirkan. Mandatory spending seperti gaji, KSH, pendidikan, dan kesehatan tidak boleh sampai terganggu karena menyangkut pelayanan dasar masyarakat,” jelasnya.

    Aning meminta Pemkot untuk realistis dalam merencanakan APBD 2026. Dari data KUA-PPAS, target APBD 2026 diproyeksikan turun menjadi Rp11,5 triliun, setelah dua tahun berturut-turut target sebelumnya tidak tercapai.

    “Dari sini harus hati-hati. Kalau sampai program prioritas terganggu, pelayanan publik bisa terancam, dan masyarakat yang paling dirugikan,” pungkasnya.[asg/kun]

  • Dikritik Ekonom Didik Rachbini, Purbaya: Beliau Salah Tafsir Undang-Undang

    Dikritik Ekonom Didik Rachbini, Purbaya: Beliau Salah Tafsir Undang-Undang

    JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi kritik yang disampaikan oleh Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J. Rachbini terkait kebijakan pemindahan penempatan dana sebesar Rp200 triliun ke himpunan bank milik negara (Himbara).

    Menurutnya kritik tersebut tidak tepat karena kebijakan yang diambil tidak melanggar aturan yang berlaku dan dirinya telah mendapat masukan langsung dari pakar perundangan-undangan Lambock V. Nahattands, yang menilai bahwa penilaian Didik atas kebijakan tersebut kurang tepat.

    “Pak Didik salah undang-undangnya. Saya tadi ditelepon Pak Lambok, ahli undang-undang kan. Dia bilang sama saya, Pak Didik salah dan hal ini pernah dilakukan sebelumnya,” ujarnya kepada awak media, Selasa, 16 September.

    Ia menjelaskan bahwa penempatan anggaran di himbara bukan melakukan perubahan anggaran, melainkan hanya pemindahan alokasi dana dan hal semacam ini pernah dilakukan sebelumnya.

    “Enggak ada yang salah, saya sudah konsultasi juga dengan Pak Lambok dan ahli-ahli hukum di Kemenkeu,” jelasnya.

    Purbaya menambahkan bahwa mekanisme serupa juga telah dijalankan pada tahun 2008 (September) dan tahun 2021 (Mei), tanpa menimbulkan persoalan hukum.

    “Jadi Pak Didik harus belajar lagi kelihatannya,” ujarnya.

    Ia menjelaskan bahwa dana tersebut hanya dipindahkan dari Bank Indonesia ke bank umum, tanpa mengubah status atau kepemilikan dana.

    “Pokoknya uang saya di bank saya geser, dari BI geser. Jadi bukan dipinjemin, saya taruh saja, saya pindahin uangnya. Seperti Anda punya uang di bank A dan bank B, Anda pindahin uangnya dari bank B ke bank A. Uang Anda tetap kan, bentuknya sama ya, tabungan, apa. Jadi nggak masalah, cuma pindah saja,” jelasnya.

    Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa perbedaan utama terletak pada karakteristik tempat penyimpanan.

    Purbaya menyampaikan bahwa dana yang ditempatkan di bank sentral tidak dapat diakses oleh sektor perbankan dan perekonomian secara langsung, namun sebaliknya, jika ditempatkan di bank umum, dana tersebut bisa beredar dan memberikan stimulus ke perekonomian.

    “Jadi banyak yang salah mengerti. Seolah-olah saya memakai SAL (Saldo Anggaran Lebih) untuk membangun atau uangnya saya ambil untuk pembangunan tertentu. Tidak. Saya hanya memaksa perbankan berpikir secara profesional,” tegasnya.

    Menurutnya tujuannya agar dana ini bisa mendorong mekanisme pasar berjalan lebih optimal, lantaran selama ini, perbankan cenderung pasif dengan menempatkan dana di instrumen yang aman seperti obligasi atau di bank sentral.

    “Jadi sekarang mereka mesti berpikir sesuai dengan fungsi mereka. Fungsi untuk apa perbankan dibuat,” ucapnya.

    Sebelumnya, Ekonom senior INDEF Didik J. Rachbini mengkritik kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang memindahkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke lima bank BUMN anggota Himbara.

    Ia menilai langkah tersebut melanggar setidaknya tiga peraturan yaitu UUD 1945 Pasal 23, UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan UU APBN setiap tahun.

    Didik menegaskan bahwa anggaran negara tidak bisa dialihkan secara sepihak tanpa melalui proses legislasi yang sah.

    Ia pun meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menghentikan kebijakan tersebut karena dianggap bertentangan dengan prinsip tata kelola anggaran yang diatur undang-undang.

    Menurutnya dana negara hanya boleh ditempatkan di bank umum untuk kepentingan operasional APBN, bukan untuk program yang tidak tercantum dalam APBN.

    Ia juga menyebut bahwa pemindahan dana ini berisiko melanggar UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan negara, yakni pada pasal 22, ayat 4, 8 dan 9.

  • OJK Bakal Monitor Ketat Bank Penerima Dana Rp200 T & Lapor ke Menkeu

    OJK Bakal Monitor Ketat Bank Penerima Dana Rp200 T & Lapor ke Menkeu

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar akan memantau setiap waktu progres penyaluran kredit perbankan yang menerima dana penempatan pemerintah Rp200 triliun.

    “Kami akan memantau bagaimana tindak lanjut dari bank-bank tadi itu, progresnya seperti apa, dari waktu ke waktu kami akan pantau, dan kemudian pada gilirannya kami akan lapor ke menkeu hasil hasil untuk Melihat betul apakah policy ini memang efektif dan berjalan sesuai dengan rencana,” kata Mahendra dikutip Rabu (17/9/2025).

    Menurut Mahendra, efek kebijakan ini sangat besar. Pertama ialah likuiditas di perbankan kini sudah sangat melimpah, tercermin dari kenaikan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga atau AL/DPK yang balik ke posisi normalnya, di atas 20%.

    “Dengan adanya masukan dana Rp 200 triliun ini sekarang sudah berada di atas 20%, dan memang 20% itu threshold yang baik untuk mengukur likuiditas suatu bank,” ucap Mahendra.

    Efek kedua, ialah makin besarnya ruang perbankan untuk semakin gencar menyalurkan kredit atau pinjaman ke masyarakat. Terlihat dari menurunya rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio yang kembali ke bawah level 90%.

    “Sehingga memberikan ruang lebih besar bagi bank-bank itu untuk memberikan pinjaman, kredit, kepada debitur yang menyampaikan untuk proposalnya dan juga proyeknya,” tutur Mahendra.

    Dengan kondisi itu, ia memastikan akan menyerahkan sepenuhnya kepada perbankan untuk mulai menyalurkan kredit atau pinjaman ke sektor-sektor produktif. Namun, ia menyarankan kepada Purbaya supaya proyek prioritas pemerintah juga digariskan secara rinci supaya bank bisa cepat masuk.

    “Nah terkait dengan itu juga kami tadi mohon arahan kepada Pak Menteri Keuangan sektor-sektor prioritas yang kiranya diharapkan oleh pemerintah menjadi juga salah satu kemungkinan dari saluran pembiayaan maupun kredit itu yang nanti akan terus kita lakukan koordinasi dan kerjasama,” ujar Mahendra.

    (arj/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Semakin ke Depan, Indonesia Semakin Terang

    Semakin ke Depan, Indonesia Semakin Terang

    JAKARTA – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan masyarakat Indonesia agar tidak takut dengan “Indonesia gelap” lantaran ia percaya bahwa Indonesia akan semakin terang.

    Hal tersebut disampaikan Menkeu Purbaya kepada wartawan di Kompleks Istana Negara, Jakarta, Senin 16 September usai melakukan rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Prabowo Subianto.

    Menteri Purbaya menekankan sudah melakukan strategi keuangan agar Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang stabil dan kuat di kemudian hari.

    Salah satu strateginya adalah dengan menggelontorkan uang sebesar Rp 200 triliun kepada bank Himbara. Hal tersebut dilakukan untuk membuat perbankan aktif dalam menyalurkan pendanaan bagi kebutuhan masyarakat.

    Menteri Keuangan Purbaya juga meyakini, bahwa adanya kredit macet dari gelontoran dana jumbo tersebut tidak terjadi.

  • Purbaya Ultimatum Tarik Anggaran Kementerian yang Belum Terserap sampai Akhir Oktober

    Purbaya Ultimatum Tarik Anggaran Kementerian yang Belum Terserap sampai Akhir Oktober

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyebut akan segera memantau langsung penyerapan anggaran kementerian yang lambat jelang akhir 2025. Dia membuka peluang untuk menarik kembali anggaran itu apabila tidak dibelanjakan sampai akhir Oktober 2025. 

    Purbaya menyebut telah menyampaikan ke Presiden Prabowo Subianto mengenai rencana tersebut. Dia menyebut akan membantu kementerian-kementerian besar yang belum optimal membelanjakan anggarannya. 

    “Kita akan coba lihat, kita akan bantu. Saya akan kasih waktu sampai akhir bulan Oktober. Kalau mereka berpikir kita enggak bisa belanja sampai akhir tahun, kita ambil uangnya,” terangnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (16/9/2025). 

    Purbaya menyebut tidak ingin ada uang yang menganggur. Oleh sebab itu, anggaran yang tidak dibelanjakan secara optimal oleh kementerian/lembaga bisa disebarkan ke program-program lain yang bisa langsung diterima masyarakat. 

    Hal ini sebenarnya sudah diungkap oleh Purbaya beberapa kali. Pemantauan terhadap penyerapan anggaran pemerintah yang masih belum optimal menjadi salah satu agendanya dalam waktu dekat. Beberapa hari lalu, dia menyebut ada beberapa kementerian baru yang dinilainya masih belum bisa mengakselerasi belanja.

    Oleh sebab itu, Purbaya menyebut dalam jangka pendek akan membentuk tim di kementeriannya untuk memonitor langsung penyerapan anggaran kementerian/lembaga. Bahkan, beberapa orang disebut akan diperbantukan ke kementerian/lembaga yang ditemukan lambat menyerap anggaran.

    Saat menghadiri rapat perdana di DPR, Rabu (10/9/2025), Purbaya menyebut penyerapan anggaran yang diakuinya masih lambat adalah Badan Gizi Nasional (BGN) yang merupakan pelaksana program Makan Bergizi Gratis. Dia lalu tidak menutup kemungkinan bakal langsung mendatangi kementerian/lembaga tersebut.

    “Nanti secara reguler, kementerian yang lambat saya akan datangin dan meeting sama mereka dan jumpa pers di depan teman-teman semua kenapa lambat. Supaya semuanya bergerak lebih cepat,” terangnya saat menghadiri rapat lanjutan di Komisi XI DPR, Jakarta, Kamis (11/9/2025).

    Kemudian, Jumat (12/9/2025), Purbaya menyebut akan membentuk tim dengan Menko Perekonomian dan Menteri Investasi untuk memastikan penyerapan anggaran program-program prioritas.

    Selain memantau penyerapan anggaran kementerian/lembaga, gebrakan Purbaya yakni menebark likuiditas Rp200 triliun ke himbara hingga berencana menaikkan anggaran TKD pada RAPBN 2026.

  • Baru Dilantik, Menkeu Purbaya Langsung Digugat Tutut Soeharto ke PTUN

    Baru Dilantik, Menkeu Purbaya Langsung Digugat Tutut Soeharto ke PTUN

    GELORA.CO – Putri Presiden ke-2 Soeharto, Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana atau Tutut Soeharto, melayangkan gugatan administrasi negara terhadap Menteri Keuangan (Menkeu).

    Gugatan itu terdaftar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan nomor perkara 308/G/2025/PTUN.JKT pada Jumat, 12 September 2025.

    Langkah hukum Tutut ini terbilang cepat, mengingat gugatan masuk belum genap sepekan setelah Purbaya Yudhi Sadewa resmi dilantik sebagai Menkeu menggantikan Sri Mulyani Indrawati usai reshuffle Kabinet Merah Putih, Senin 8 September 2025.

    Belum Ada Rincian Perkara

    Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, hingga saat ini belum ada klasifikasi perkara yang ditampilkan terkait gugatan Tutut Soeharto.

    “Klasifikasi Perkara: Lain-lain. Gugatan: Belum dapat ditampilkan,” tertulis dalam SIPP PTUN Jakarta, Selasa 16 September 2025.

    Dengan status itu, duduk perkara maupun alasan Tutut menggugat Menkeu masih belum diketahui publik.

    Profil Singkat Tutut Soeharto

    Untuk diketahui, Tutut Soeharto kini berprofesi sebagai pengusaha. Di era pemerintahan Orde Baru, ia pernah menjabat sebagai Menteri Sosial (Mensos).

    Sebagai putri sulung Presiden Soeharto, Tutut masih dikenal luas di ranah politik maupun bisnis.

    Langkahnya menggugat Menkeu baru tentu menjadi sorotan, mengingat posisinya yang punya sejarah erat dengan kekuasaan di masa lalu.

    Menunggu Konfirmasi Pihak Terkait

    Hingga berita ini ditulis, belum ada konfirmasi resmi baik dari pihak Tutut Soeharto maupun dari Kementerian Keuangan terkait substansi gugatan tersebut.

    Publik kini menunggu bagaimana proses hukum di PTUN Jakarta berjalan, dan apa dampaknya terhadap kebijakan di Kementerian Keuangan ke depan.***

  • Identifikasi Risiko Sambut Kebijakan Menkeu Baru

    Identifikasi Risiko Sambut Kebijakan Menkeu Baru

    Bisnis.com, JAKARTA – Pergantian Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati kepada Purbaya Yudhi Sadewa menandai babak baru kebijakan fiskal Indonesia.

    Menkeu baru menekankan arah kebijakan fiskal yang lebih proaktif, adaptif, dan kolaboratif, ditopang lima program utama Kementerian Keuangan: perumusan kebijakan fiskal, optimalisasi penerimaan negara, peningkatan kualitas belanja, pengelolaan kas dan risiko, serta transformasi kelembagaan.

    Tujuan utamanya adalah menjaga stabilitas fiskal sekaligus mendukung transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan (Kemenkeu, 2025)Salah satu inisiatif paling strategis adalah kebijakan penempatan Rp200 triliun dana pemerintah di bank-bank nasional (Himbara dan BSI), berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembayaran Anggaran (SiLPA) yang sebelumnya tersimpan di Bank Indonesia.

    Skema ini berbeda dari kebijakan sebelumnya yang lebih mengandalkan penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan obligasi pemerintah untuk menyerap dana masyarakat (Djohanputro, 2021).

    Dengan leverage minimal dua kali lipat, bank diminta memper-luas pembiayaan produktif ke sektor riil, sehingga transmisi fiskal dapat lebih cepat terasa pada perekonomian.

    CROWDING OUT EFFECT

    Kebijakan Menteri Keu-angan yang baru ini menghindarkan risiko crowding out effect, yakni kondisi ketika penerbitan surat utang pemerintah menyerap dana masyarakat secara besar-besaran sehingga mengurangi kapasitas sektor swasta dalam memperoleh pembiayaan (Blanchard & Johnson, 2013).

    Penempatan dana langsung di bank tidak menciptakan biaya bunga bagi pemerintah, melainkan menyediakan likuiditas murah yang dapat digunakan untuk mendorong ekspansi pembiayaan.

    Kecenderungan likuiditas yang relatif ketat di semester I/2025 perbankan di Indonesia tecermin dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 6,9% per Juni 2025 dengan rasio Loan-to-Deposit Ratio (LDR) berada di kisaran 86%—88% (86,40% per Juni; 88,16% tercatat Mei), menandakan ruang intermediasi yang tidak terlalu longgar meski masih ada kapasitas untuk ekspansi kredit.

    Kondisi ini menyebabkan kenaikan biaya dana atau cost of fund (COF) lebih dari 100 bps. Akibatnya NIM makin tertekan sehingga bank cenderung meningkatkan pricing kredit yang mendorong kenaikan risiko penurunan kualitas kredit.

    Kebijakan untuk memasukkan dana pemerintah ke DPK perbankan ini menggeser risiko dari risiko likuiditas ke risiko kredit. Bank tidak hanya harus mengelola likuiditas, tetapi juga memastikan kualitas pembiayaan tetap terjaga.

    Jika leverage pembiayaan dilakukan tanpa perencanaan matang, potensi peningkatan non-performing financing (NPF) bisa menjadi ancaman, terutama bagi bank syariah yang segmentasinya banyak menyasar UMKM (OJK, 2023).

    Kebijakan Kemenkeu menyertakan BSI dalam program ini juga pilihan yang tepat karena industri perbankan syariah indonesia menunjukkan performa intermediasi yang solid sepanjang tahun 2025. Pada Juni 2025 di saat pertumbuhan kredit perbankan nasional melambat menjadi 7,7% (YoY) dari bulan sebelumnya 8,43% (YoY), pertumbuhan pembiayaan bank syariah mampu tumbuh 8,37% bahkan pertumbuhan pembiayaan BSI tetap ‘double digit’ 13,93% (YoY).

    Dari pertumbuhan pembiayaan tersebut, hal yang lebih menggembirakan adalah pertumbuhan pembiayaan UMKM BSI mencapai 9% (YoY) jauh melampaui pertumbuhan pembiayaan UMKM perbankan nasional sebesar 2,18% (YoY). Penyaluran ke sektor UMKM menyumbang sekitar 16%—17% dari total pembiayaan bank syariah menandakan bahwa sebagian pembiayaan syariah diarahkan ke sektor produktif yang langsung menyerap lapangan usaha riil dan mendukung inklusi ekonomi mikro-UMKM.

    EKONOMI SYARIAH

    Terdapat beberapa alasan kebijakan ini sangat relevan dengan pengembangan ekonomi syariah: Pertama, transmisi fiskal-moneter bank syariah melalui bank syariah lebih efektif dibandingkan bank konvensional karena transmisi bank syariah memiliki mekanisme yang berbeda dengan bank konvensional. Setiap pembiayaan bank syariah wajib memiliki underlying asset, sehingga penempatan dana pemerintah lebih mungkin disalurkan langsung ke kegiatan riil (KNEKS, 2020).

    Belajar dari pengalaman Malaysia menunjukkan bahwa pembiayaan syariah mampu mendukung stabilitas fiskal karena lebih berorientasi pada aset dan sektor produktif (Bank Negara Malaysia, 2021).

    Kedua, BSI dan bank syariah lain telah terlibat dalam pembiayaan infrastruktur, green sukuk, serta ekosistem haji-umrah. Dengan adanya tambahan likuiditas pemerintah, bank syariah berpotensi memperbesar perannya dalam proyek strategis seperti pembiayaan UMKM halal, pesantren produktif, hingga investasi ramah lingkungan.

    Ketiga, daya saing dan kolaborasi dengan organisasi masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat.

    Dana pemerintah dapat memperkuat daya saing bank syariah terhadap bank konvensional. Dalam konteks Indonesia, kolaborasi dengan organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah yang memiliki asset under management (AUM) signifikan menjadi peluang besar untuk mem-perluas penetrasi keuangan syariah (PP Muhammadiyah, 2022).

    PELAJARAN PEN

    Kebijakan ini juga memiliki landasan historis. Pada masa pandemi Covid-19, bank syariah terbukti berhasil menyalurkan dana Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan tingkat efektivitas yang relatif tinggi. Penyaluran pembiayaan diarahkan kepada UMKM dan sektor riil, sejalan dengan mandat syariah yang mengharuskan adanya underlying asset.

    Hasilnya, tingkat NPF industri perbankan syariah tetap terkendali, berkisar 3,08% pada 2021, relatif stabil dibandingkan tekanan sektor perbankan secara umum (OJK, 2021)

    Belajar dari pengalaman Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2020—2022, kunci mitigasi risiko dalam penyaluran dana pemerintah oleh Himbara, termasuk BSI, terletak pada ketepatan sasaran sektor dan segmentasi pasar.

    Saat itu, dana PEN lebih efektif terserap ketika diarahkan ke sektor yang punya daya tahan tinggi, cepat rebound, dan menyerap tenaga kerja luas seperti UMKM pangan, agribisnis, dan kesehatan.

    Ke depan, dengan adanya kebijakan Menkeu baru, BSI perlu memastikan bahwa penyaluran likuiditas dari pemerintah bisa disalurkan ke ekosistem halal (misalnya agroindustri halal, pariwisata ramah muslim, dan industri makanan-minuman halal) karena sektor ini tidak hanya resilient tetapi juga memberikan multiplier effect berupa penciptaan lapangan kerja, peningkatan nilai tambah domestik, serta maslahat yang lebih luas bagi umat.

    Dengan demikian, mitigasi risiko bukan sekadar menjaga NPF, tetapi juga menanamkan disiplin pada strategi target pasar yang sesuai maqashid syariah sekaligus mendukung agenda pertumbuhan ekonomi nasional.

    Kebijakan fiskal baru yang menempatkan dana pemerintah di bank nasional adalah momentum penting untuk memperkuat peran ekonomi syariah dalam pembangunan nasional. Dengan basis aset yang jelas, pengalaman sukses menyalurkan PEN, serta potensi kolaborasi dengan ekosistem umat, bank syariah memiliki keunggulan unik dalam memastikan transmisi fiskal lebih produktif dan inklusif.

  • Wajib Catat! Quote of The Day Menkeu Purbaya Buat Anak Muda RI

    Wajib Catat! Quote of The Day Menkeu Purbaya Buat Anak Muda RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Momen unik terjadi saat sesi wawancara doorstop wartawan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa selepas rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/9/2025).

    Saat dimintakan “kata-kata hari ini” atau “quote of the day” untuk para anak muda, Purbaya menjawab dengan kata-kata bijak. Salah satunya tentang pentingnya kehati-hatian dalam berinvestasi.

    “Jadi kalau mau berinvestasi di instrumen apapun, pelajari instrumen itu apa. Jangan ikut-ikutan orang, jangan FOMO atau fear of missing out. Pelajari instrumennya apa, mereka pasti berhasil,” kata Purbaya.

    Selain itu, ia juga mengingatkan supaya masyarakat muda membelanjakan uangnya sesuai kebutuhan, tidak asal-asalan melebihi pendapatannya.

    “Belanja enggak apa-apa, belanja mau yang mahal, mau yang murah, tapi sesuaikan dengan kantong Anda sendiri. Jangan ngutang,” tegas Purbaya.

    Sebagai informasi, Presiden Prabowo Subianto memanggil sejumlah menteri ke Istana Negara, Selasa (16/9/2025). Diketahui rapat yang dilakukan terkait sektor energi.

    Dari pantauan CNBC Indonesia sejumlah menteri yang hadir seperti Menteri Koordinator Airlangga Hartarto, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

    “Dipanggil beliau (Presiden) yang satu nanti akan ratas mengenai energi,” kata Airlangga kepada wartawan sebelum ratas.

    Namun Airlangga menepis kabar bahwa dalam rapat membahas krisis stok BBM di di SPBU swasta.

    “Tidak ada kaitan, ini kaitan dengan energi baru terbarukan,” kata Airlangga.

    Tak lama kemudian, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslan, hingga Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait, juga tiba di istana. Purbaya mengaku belum mengetahui perihal rapat yang dilakukan.

    “Baru mau ketemu kita belum tahu ngomongin apa. Belum tahu mas. Saya bawa bahan aja siapa tahu di tanya,” kata Purbaya.

    (arj/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Jawaban Menohok Menkeu Purbaya Balas Kritikan Didik J Rachbini – Page 3

    Jawaban Menohok Menkeu Purbaya Balas Kritikan Didik J Rachbini – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa melihat pengalaman 2021, saat dana disalurkan ke sistem sehingga membutuhkan waktu paling lambat sebulan agar terserap efektif ke sektor riil.

    Demikian juga dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun untuk lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) akan mulai terserap efektif ke sektor riil paling lambat sebulan. Dana itu disalurkan melalui kredit kepada pelaku usaha, terutama di sektor industri riil.

    Purbaya menuturkan, skema ini serupa dengan langkah pemerintah saat pandemi COVID-19 saat penempatan dana ke sistem perbankan terbukti cepat mendorong pemulihan kredit.

    “Kalau di Amerika, delay injeksi uang ke sistem bisa 14 bulan, di sini biasanya empat bulan.Tapi pengalaman 2021, begitu kita inject ke sistem, setengah bulan sampai satu bulan sudah terlihat pembalikan arah kredit. Jadi saya pikir tak akan terlalu lama sampai ekonomi lebih bergairah,” kata dia setelah rapat dengan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, seperti dikutip dari Antara, Selasa (16/9/2025).