Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • Teka-teki Arah Kebijakan Cukai Rokok Menkeu Purbaya, Naik atau Turun?

    Teka-teki Arah Kebijakan Cukai Rokok Menkeu Purbaya, Naik atau Turun?

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku industri dan petani tembakau menunggu kebijakan cukai hasil tembakau alias CHT Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa. Apalagi Purbaya sempat mengemukakan bahwa kenaikan tarif cukai rokok yang berlaku saat ini terlampau tinggi.

    Seperti diketahui, Menkeu Purbaya mengatakan pernah menanyakan tren tarif cukai ke jajarannya. Namun, saat menanyakan tren kenaikannya, dia kaget besaran kenaikannya secara akumulasi sudah sangat tinggi.

    Purbaya mengatakan, tarif rata-rata yang dikenakan untuk produk hasil tembakau mencapai sekitar 57%. 

    “Ada cara mengambil kebijakan yang agak aneh untuk saya. Saya tanya, cukai rokok gimana, sekarang berapa rata-rata? 57%. Wah tinggi amat. Fir’aun lu,” kelakarnya saat konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (19/9/2025).

    Padahal, dia menyebut, jika tarif cukai diturunkan penerimaan negara justru akan lebih besar. Namun, dia memahami tujuan dari tingginya tarif cukai rokok adalah untuk menekan konsumsi rokok nasional dan mengecilkan industrinya. 

    “Ternyata, kebijakan itu bukan hanya pendapatan saja di belakangnya. Ada kebijakan memang untuk mengecilkan konsumsi rokok. Sehingga otomatis industri-nya kecil dan tenaga kerja di sana juga kecil. Bagus, ada WHO di belakangnya,” ujar Purbaya

    Kendati demikian, Purbaya menilai desain kebijakan CHT selama ini belum dilakukan secara optimal. Dia menuturkan, regulasi tersebut tidak memperhitungkan jumlah tenaga kerja yang berpotensi terdampak pada sektor itu.

    Dampaknya, sejumlah perusahaan rokok nasional pun harus melakukan efisiensi. Ribuan pekerja terdampak pemutus hubungan kerja (PHK) dan serapan tembakau dari petani juga menurun.

    “Saya tanya, apakah kita sudah buat program untuk mitigasi tenaga kerja yang menjadi nganggur? Programnya apa dari pemerintah? dijawab tidak ada. Loh, kok enak?,” katanya.

    Purbaya melanjutkan, mitigasi risiko terhadap pekerja yang berpotensi terdampak harus dilakukan sebelum kebijakan untuk mengecilkan industri rokok dibuat. Dengan demikian, kebijakan yang nantinya dihasilkan akan lebih optimal.

    “Selama kita tidak bisa punya program yang bisa menyerap tenaga kerja yang menganggur, industri itu nggak boleh dibunuh, ini hanya akan menimbulkan orang susah saja,” katanya.

    Petani Tembakau Menunggu 

    Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji mengaku, para petani tembakau dan masyarakat yang selama ini berkecimpung sekaligus menggantungkan perekonomian di sektor pertembakauan, memiliki asa besar terhadap pemerintah pusat untuk segera melakukan perbaikan atas regulasi tingginya Tarif CHT yang dinilai memberatkan.

    “Pernyataan ini kami anggap sebagai secercah asa. Kami berharap Menkeu Purbaya bisa mengkaji ulang dan memperbaiki regulasi terkait tingginya Tarif Cukai Hasil Tembakau yang selama ini memberatkan sektor industri, sekaligus berdampak negatif pada situasis ekonomi kalangan petani tembakau,” kata Pamuji dalam siaran resminya.

    Dia menyebut, ketika pihak industri dihantam kebijakan cukai yang mahal, maka secara otomatis akan berdampak langsung terhadap penyerapan bahan bahan baku tembakau di tingkat petani, akibat merosotnya daya beli konsumen terhadap produk rokokdi pasaran.

    Bahkan, lanjutnya, melemahnya perputaran ekonomi di sektor pertembakauan seperti ini, telah dirasakan sejak kurun waktu lima tahun terakhir. Terlebih, bagi mereka yang berada di daerah yang menjadi sentra pertembakauan.

    “Yang kami rasakan, petani tidak untung, tetapi malah buntung. Sehingga, perlu adanya langkah strategis dari pemerintah pusat agar dapat merubah kebijakan yang kami anggap justru melemahkan perekonomian dari sektor pertembakaun,” bebernya.

    Selain membuat kebijakan untuk menurunkan tingginya Tarif Cukai Hasil Tembakau, para petani juga mendorong agar pemerintah pusat menciptakan sebuah kebijakan tertentu, agar rokok ilegal dapat diarahkan menjadi produk rokok yang legal.

    “Tujuannya adalah agar peredaran rokok illegal, tidak menggerus eksistensi rokok yang resmi alias legal. Dampaknya juga buruk bagi petani, karena pada kasuistik rokok illegal, tidak ada kejelasan terkait masalah harga bahan baku tembakaunya sendiri,” jelasnya.

    Industri Menyambut Baik

    Kalangan pengusaha menilai opsi penurunan tarif cukai rokok akan menjadi insentif bagi Industri Hasil Tembakau (IHT) untuk bertahan dari lemahnya daya beli dan maraknya rokok ilegal.

    Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan mendukung gebrakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang ingin mengkaji opsi penurunan tarif cukai rokok dan pemberantasan rokok ilegal.

    “Penurunan tarif cukai akan memperkecil jarak harga antara rokok legal dan ilegal, sehingga membuka celah pasar yang lebih luas bagi produk legal,” kata Henry dalam keterangan resmi, Rabu (17/9/2025).

    Menurutnya, langkah Purbaya relevan dengan kondisi terkini IHT legal nasional yang dalam beberapa waktu terakhir, menghadapi tekanan yang cukup berat. Wacana tersebut sudah ditunggu oleh pelaku usaha.

    Henry menuturkan Gappri juga telah berkirim surat ke Kemenkeu, agar diperkenankan beraudiensi. Harapannya, dari audiensi itu Menkeu mendapatkan kondisi obyektif situasi pasar secara riil dari pelaku usaha.

    Selama ini, lanjutnya, kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang mencapai 67,5% dan Harga Jual Eceran (HJE) hingga 89,5% dalam lima tahun terakhir telah membuat harga rokok legal menjadi tak terjangkau. Selisih yang terlalu jauh antara rokok legal dengan ilegal, membuat rokok ilegal masih marak.

    Gappri juga menyampaikan terima kasih kepada jajaran Kementerian Keuangan, terutama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) yang terus menerus gencar memberantas rokok ilegal. Melalui Operasi Gurita, selain menjangkau seluruh rantai distribusi rokok ilegal dari hulu ke hilir.

    “Gappri berharap, Operasi Gurita juga menyasar sampai ke produsen rokok ilegal,” katanya.

    Tergantung Evaluasi 

    Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu menyampaikan bahwa pihaknya belum memutuskan terkait tarif nasib cukai hasil tembakau atau cukai rokok pada 2026.

    Anggito menjelaskan naik atau tidaknya cukai rokok pada tahun depan akan tergantung kepada evaluasi kinerja sepanjang tahun ini.

    “Kita kan baru dapatkan angka targetnya ya. Nanti kita lihat evaluasi 2025 dan nanti 2026 seperti apa,” ujar Anggito di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (18/9/2025).

    Adapun, target cukai rokok mencapai Rp230,09 triliun pada 2025. Hingga Juli 2025, realisasi penerimaan cukai rokok sebesar Rp121,98 triliun atau setara dengan 53,01% target sepanjang tahun.

  • OPINI: Beban Utang Luar Negeri

    OPINI: Beban Utang Luar Negeri

    Bisnis.com, JAKARTA – Posisi Utang Luar Negeri Indonesia per Juli 2025 di laporkan menurun. Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Juli 2025 tercatat sebesar US$432,5 miliar, menurun dibandingkan dengan posisi Juni 2025 sebesar US$434,1 miliar.

    Meski jumlah utang luar negeri turun, tetapi bukan berarti kita benar-benar aman dari tekanan utang luar negeri.

    Postur APBN Indonesia diakui atau tidak hingga kini masih terus tertekan karena dibebani utang luar negeri yang jatuh tempo dalam jumlah yang besar. Dalam rapat kerja Komisi X DPR dengan Menteri Keuangan baru Purbaya Yudhi Sadewa di Senayan tanggal 8 September 2025 lalu, sejumlah anggota DPR mengingatkan tentang bahaya resiko gagal bayar (default). Sebagai Menkeu, Purbaya diminta memikirkan skenario pengurangan utang luar negeri, terutama untuk mengurangi rasio utang terhadap PDB. Utang luar negeri yang terlampau besar, bukan tidak mungkin akan menyebabkan kondisi ekonomi nasional tidak sehat karena beban pembayaran utang dan cicilan utang yang terlampau besar.

    Ketergantungan terhadap utang yang terus terjadi dari tahun ke tahun, dikhawatirkan akan mendorong Indonesia terjerumus menanggung beban pembiayaan pembangunan yang tidak signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi. Pergantian Menkeu adalah momentum untuk menakar ulang dan merumuskan strategi yang lebih efektif untuk melepaskan diri dari ketergantungan utang luar negeri. Mungkinkah?

    Menurut Bank Indonesia, secara tahunan, utang luar negeri Indonesia tumbuh 4,1% (YoY), melambat dibandingkan pertumbuhan 6,3% (YoY) pada Juni 2025. Perkembangan tersebut terutama bersumber dari perlambatan pertumbuhan utang luar negeri sektor publik. Sedangkan untuk utang luar negeri pemerintah pada Juli 2025 tercatat sebesar US$211,7 miliar, atau tumbuh sebesar 9,0% (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan 10,0% (YoY) pada Juni 2025.

    Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan posisi pinjaman luar negeri dan surat utang pemerintah. Sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikelola secara cermat, terukur, dan akuntabel, pemanfaatan utang luar negeri terus diarahkan pemerintah untuk mendukung pembiayaan sektor produktif dalam menjaga momentum pertumbuhan perekonomian Indonesia.

    Posisi utang luar negeri pemerintah relatif terjaga karena didominasi utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total utang luar negeri pemerintah.

    Untuk utang luar negeri swasta per Juli 2025 tercatat stabil dibandingkan bulan sebelumnya pada kisaran 195,6 miliar dolar AS, atau mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,3% (YoY). Berdasarkan sektor ekonomi, pangsa utang luar negeri swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Pertambangan & Penggalian, dengan pangsa mencapai 80,4% terhadap total utang luar negeri swasta.

    Pemerintah mengklaim bahwa struktur utang luar negeri Indonesia masih dalam kategori sehat. Tetapi, bukan berarti utang luar negeri Indonesia benar-benar aman. Saat ini, beban pembayaran utang dan bunga utang yang harus dibayar pemerintah sesungguhnya sudah mencapai Rp1.300 triliun. Pada 2025, pemerintah diperkirakan harus membayar bunga utang Rp552,1 triliun atau 16% dari total belanja negara. Padahal angka amannya di kisaran 10%. Selain itu, debt service ratio (DSR) atau rasio pembayaran utang terhadap penerimaan negara juga jauh di atas di batas aman 25%.

    Bagi Indonesia, kewajiban membayar utang pokok dan cicilan utang sesungguhnya adalah beban yang berat, terutama ketika sumber-sumber penerimaan APBN tidak tercapai sebagaimana diharapkan. Untuk membiayai delapan program prioritas pemerintah kita tahu dibutuhkan dana yang sangat besar, yakni sekitar Rp3.000 triliun. Ketika alokasi APBN yang diperuntukkan untuk membayar utang luar negeri besar, maka resikonya alokasi dana untuk program pembangunan menjadi tidak terlampau signifikan.

    Sejumlah risiko yang harus ditanggung Indonesia ketika utang luar negeri terlampau besar, antara lain adalah: Pertama, utang luar negeri yang besar dapat memengaruhi stabilitas moneter, sehingga bukan tidak mungkin akan meningkatkan risiko terjadinya inflasi dan depresiasi mata uang. Kedua, utang luar negeri yang terlampau besar, niscaya akan membuat posisi Indonesia lemah dan tergantung pada kreditur luar negeri. Pengalaman telah banyak membuktikan ketika kita terlalu tergantung pada utang luar negeri, maka langsung maupun tidak langsung akan mengurangi kemampuan Indonesia untuk mengambil ke putusan ekonomi yang independen. Ketiga, utang luar negeri yang besar menyebabkan beban pembayaran utang menjadi berat, sehingga mengurangi kemampuan negara untuk membiayai program-program pembangunan lainnya.

    Bagi Indonesia, kebutuhan membiayai pro-gram-program pembangunan yang gigantis, umumnya menyedot alokasi dana yang besar.

    ALTERNATIF

    Untuk memastikan agar beban utang luar negeri tidak makin berat, tentu yang dibutuhkan adalah bagaimana mengelola utang dengan bijak sembari mencari jalan keluar dari ketergantungan akan utang. Selain mempertimbangkan kemampuan membayar dan memilih utang dengan suku bunga yang rendah dan jangka waktu yang panjang, yang tak kalah penting adalah bagaimana mencari alter-natif sumber pembiayaan di luar utang.

    Indonesia agar dapat lepas dari ketergantungan utang, tentu harus dapat meningkatkan pendapatan negara. Sumber-sumber pendapatan alternatif, seperti pajak, ekspor dan sumber daya alam jika dikelola dengan baik niscaya akan dapat mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri. Di samping itu, satu hal yang tak kalah penting adalah bagaimana memastikan agar pengelolaan utang dan anggaran pembangunan benar-benar dilakukan secara transparan.

    Tanpa adanya transparansi dan kemampuan untuk mencari sumber pendanaan alternatif, jangan harap Indonesia mampu keluar dari beban utang luar negeri yang terus menghantu

  • Ekonom Usulkan Opsi Ini Ketimbang Tax Amnesty Lagi – Page 3

    Ekonom Usulkan Opsi Ini Ketimbang Tax Amnesty Lagi – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, menegaskan pihaknya tidak mendukung rencana penerapan kembali program pengampunan pajak atau tax amnesty.

    Dia menilai, kebijakan pengampunan pajak jika dilakukan berulang kali justru berpotensi merusak kredibilitas pemerintah dalam penegakan pajak.

    “Pandangan saya begini, kalau amnesty berkali-kali, bagaimana jadi kredibelitas amnesty. Itu memberikan signal ke para pembayar pajak bahwa boleh melanggar, nanti ke depan-ke depan ada amnesty lagi,” kata Purbaya saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan, Jumat (19/9/2025).

    Ia menilai, pesan yang ditangkap dari pelaksanaan tax amnesty berulang bisa keliru. Wajib pajak dapat berpikir bahwa praktik penghindaran pajak akan terus ditoleransi karena nantinya selalu ada kesempatan baru untuk pemutihan kewajiban.

    “Message yang kita ambil dari adalah begitu. Setiap berapa tahun, kita ngeluarkan tax amnesti ini sudah dua, nanti 3, 4, 5, 6,7, 8, ya sudah semuanya. Messagenya kibulin pajaknya, nanti kita tunggu di tax amnesty, pemutihannya disitu, itu yang enggak boleh,” jelasnya.

     

  • Top 3: Kata Menkeu Purbaya Soal Kenaikan Gaji ASN hingga Pejabat – Page 3

    Top 3: Kata Menkeu Purbaya Soal Kenaikan Gaji ASN hingga Pejabat – Page 3

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti dampak kenaikan tarif cukai rokok terhadap industri dan pekerja. Ia menilai, kebijakan yang mendorong kenaikan tarif hingga rata-rata 57 persen berpotensi menekan kapasitas produksi.

    Dalam jangka panjang, hal itu akan memengaruhi jumlah tenaga kerja yang terserap. Menurut Purbaya, pemerintah harus berhati-hati dalam mengambil keputusan.

    Ia menegaskan, kebijakan cukai tidak boleh semata-mata fokus pada penerimaan negara. Oleh karena itu, Purbaya menyebut bahwa diskusi mengenai cukai harus memperhitungkan keseimbangan antara kepentingan fiskal, kesehatan, dan keberlangsungan tenaga kerja.

    “Tuh diskusinya itu antara di sana. Kalau gitu nanti kita lihat. Selama kita tidak bisa punya program yang bisa menyerap tenaga kerja yang nganggur. Industri itu tidak boleh dibunuh. Kita hanya menimbulkan orang susah saja. Tapi memang harus dibatasin,” kata Purbaya saat ditemui di Kantornya Kementerian Keuangan, Jakarta, ditulis, Minggu (21/9/2025).

    Baca artikel selengkapnya di sini

  • Respons Pengusaha Kala Purbaya Tolak Tax Amnesty

    Respons Pengusaha Kala Purbaya Tolak Tax Amnesty

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menolak program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III karena dinilai berpotensi merusak kredibilitas pemerintah dalam penegakan pajak. Pengusaha menilai program itu selama ini belum efektif untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (WP).

    Menurut Wakil Ketua Umum Bidang Otonomi Daerah Kadin Indonesia Sarman Simanjorang, harus ada strategi khusus sebagai pengganti tax amnesty agar tingkat kepatuhan para wajib pajak lebih tinggi untuk membayar pajak usahanya.

    “Menyangkut kebijakan Menkeu yang tidak akan menerapkan tax amnesty, selama ini kita rasakan bahwa program itu masih belum efektif untuk meningkatkan kepatuhan membayar pajak,” kata Sarman kepada detikcom, Minggu (21/9/2025).

    Sarman menjelaskan pelayanan pajak berbasis digital, seperti Coretax semakin mudah diakses oleh pengusaha. Sarman menilai akses menggunakan Coretax yang lebih mudah ini dapat menjadi daya tarik bagi pelaku usaha untuk sukarela membayar pajak.

    “Komunikasi dan sosialisasi berbagai kebijakan perpajakan harus sering dilakukan kepada dunia usaha, dengan pelayanan yang prima dan ramah. Kita yakin jika tingkat kepatuhan semakin tinggi maka target penerimaan pajak untuk kas negara akan dapat tercapai,” jelas Sarman.

    Sementara itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO, Bob Azam mengakui program tax amnesty dapat merusak kredibilitas pajak. Menurutnya, terpenting saat ini membangun sistem yang menarik wajib pajak untuk membayar pajak.

    “Yang penting bagaimana dibangun environment orang senang bayar pajak karena merasa dihargai dan mendapat kehormatan. Tidak seperti sekarang kita sebagai pesakitan,” ujar Bob Azam.

    Bob menilai masyarakat seperti terkesan ditargetkan untuk membayar pajak. Alih-alih seperti itu, Bob menyebut lebih baik didorong dengan iklim saling percaya, mengedepankan self-sssessment system, serta pemberian insentif bagi yang konsisten membayar pajak.

    “Di luar negeri warga masyarakat yang menerima pengembalian pajak tanpa pengajuan dari mereka dan menjadi surprising bagi mereka. Sekarang hampir tidak pernah terjadi di kita hal seperti itu,” imbuh Bob.

    Sebelumnya, Purbaya menilai penerapan tax amnesty jilid III berpotensi merusak kredibilitas pemerintah dalam penegakan pajak. Kebijakan itu bisa memberi sinyal bahwa pelanggaran pajak diperbolehkan karena akan terus ada pengampunan.

    “Pandangan saya begini, kalau amnesty berkali-kali, gimana jadi kredibilitas amnesty? Itu memberikan sinyal ke para pembayar pajak bahwa boleh melanggar, nanti ke depan ke depan ada amnesty lagi, kira-kira begitu,” ujar Purbaya kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

    “Kalau tax amnesty setiap berapa tahun, ya udah nanti semuanya nyelundupin duit, tiga tahun lagi buat tax amnesty, kira-kira begitu. Jadi message-nya kurang bagus,” tambahnya.

    Tonton juga video “Purbaya Kaget Tarif Cukai Rokok 57 Persen: Firaun Lu?” di sini:

    (rea/ara)

  • Bea Cukai Laporkan Impor Ilegal melalui Pelabuhan Kecil, Menkeu Purbaya: Kita akan Beresin

    Bea Cukai Laporkan Impor Ilegal melalui Pelabuhan Kecil, Menkeu Purbaya: Kita akan Beresin

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kegiatan impor ilegal diyakini masih membanjiri sejumlah pasar di Indonesia. Pihak Bea Cukai pun mengaku sudah mendeteksi praktik itu dengan memanfaatkan pelabuhan kecil.

    Atas laporan dari Bea Cukai itu, Kementerian Keuangan memastikan akan berupaya untuk melawan praktik tersebut serta memberantas segala macam impor ilegal.

    Komitmen tersebut disampaikan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa. Dia menilai, impor ilegal itu menjadi akar masalah industri di dalam negeri khususnya terkait dengan persaingan usaha.

    “Kita akan beresin yang penyelundupan-penyelundupan, yang palsu-palsu, yang impor nggak jelas, yang ilegal, kita akan beresin itu,” kata Purbaya dalam media briefing di Kantornya, dikutip Minggu (21/9).

    Purbaya mengaku telah mendapat laporan Bea Cukai yang menyebut penyelundupan terjadi karena masuk lewat pelabuhan-pelabuhan kecil. Kendati dengan cara itu, Purbaya memastikan bisa membereskan praktik tersebut. Apalagi kata dia, aparat pemerintah ada di berbagai tempat.

    “Kalau saya tanya Bea Cukai gimana, ada yang masuk lewat pelabuhan kecil, tapi saya pikir itu bisa dideteksi kan. Kita punya orang di banyak tempat, harusnya sih bisa, cuman belum diberesin aja,” bebernya.

    Purbaya pun menyoroti soal pasar di Tiongkok yang menerapkan insentif sebesar 15 persen dari pemerintah jika menerapkan ekspor.

    Ia menegaskan bahwa Indonesia tidak akan menerapkan itu, namun kata dia, setiap barang yang masuk ke tanah air dari pelaku pasar di Tiongkok hanya untuk memperoleh insentif ekspor akan dianggap sebagai dumping.

  • Kemenkeu Bakal Integrasikan Data Pajak Penghasilan ke Coretax mulai 2026

    Kemenkeu Bakal Integrasikan Data Pajak Penghasilan ke Coretax mulai 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan alias Kemenkeu akan mulai mengintegrasikan data pajak penghasilan (PPh) badan dan orang pribadi ke sistem inti administrasi perpajakan alias Coretax pada 2026.

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan optimalisasi Coretax masih akan menjadi salah satu strategi utama otoritas fiskal untuk meningkatkan penerimaan pajak pada tahun depan. Anggito meyakini Coretax akan meningkatkan kepatuhan hingga kepastian bagi wajib pajak.

    “Dari sisi kewajiban, [dan] dari sisi hak wajib pajak kan lebih transparan dan lebih mudah dideteksi ya [lewat Coretax],” katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, dikutip Minggu (21/9/2025).

    Pengajar di Universitas Gadjah Mada itu menjelaskan bahwa sepanjang tahun ini otoritas pajak masih memaksimalkan integrasi data pajak pertambahan nilai (PPN) ke Coretax.

    Anggito tidak menampik bahwa sejak diluncurkan pada awal 2025, implementasi Coretax kerap bermasalah. Kendati demikian, dia mengaku bahwa kini implementasi Coretax terutama dalam hal mencatat PPN sudah tidak mengalami kendala berarti.

    “Secara umum sudah lancar lah ya. Masalah faktur, masalah data, masalah trafik, sudah oke,” ucapnya.

    Oleh sebab itu, sesuai target, Anggito mengungkapkan pada tahun depan pencatatan PPh badan dan orang pribadi akan mulai dilakukan di Coretax.

    Dia pun berharap implementasi tersebut tidak mengalami masalah seperti pencatatan PPN.” Tahun depan kan mulai PPh ya. PPh jumlahnya kan, kompleksitasnya, lebih tinggi ya,” ungkapnya.

  • Blak-blakan Menkeu Purbaya soal Tarif Cukai Rokok – Page 3

    Blak-blakan Menkeu Purbaya soal Tarif Cukai Rokok – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti dampak kenaikan tarif cukai rokok terhadap industri dan pekerja. Ia menilai, kebijakan yang mendorong kenaikan tarif hingga rata-rata 57 persen berpotensi menekan kapasitas produksi.

    Dalam jangka panjang, hal itu akan memengaruhi jumlah tenaga kerja yang terserap. Menurut Purbaya, pemerintah harus berhati-hati dalam mengambil keputusan.

    Ia menegaskan, kebijakan cukai tidak boleh semata-mata fokus pada penerimaan negara. Oleh karena itu, Purbaya menyebut bahwa diskusi mengenai cukai harus memperhitungkan keseimbangan antara kepentingan fiskal, kesehatan, dan keberlangsungan tenaga kerja.

    “Tuh diskusinya itu antara di sana. Kalau gitu nanti kita lihat. Selama kita tidak bisa punya program yang bisa menyerap tenaga kerja yang nganggur. Industri itu tidak boleh dibunuh. Kita hanya menimbulkan orang susah saja. Tapi memang harus dibatasin,” kata Purbaya saat ditemui di Kantornya Kementerian Keuangan, Jakarta, ditulis, Minggu (21/9/2025).

    Lebih lanjut, Purbaya mengkritisi minimnya program mitigasi untuk pekerja yang berpotensi terdampak. Ia menilai, kebijakan yang membuat industri menyusut tanpa solusi jelas akan menimbulkan masalah baru.

    “Yang rokok itu paling tidak orang harus mengerti risiko rokok. Tapi tidak boleh dengan policy untuk membunuh industri rokok. Terusnya tenaga kerjanya dibiarkan. Tanpa kebijakan bantuan dari pemerintah. Itu kan kebijakan yang tidak bertanggung jawab kan,” jelasnya.

     

  • Menkeu Purbaya Dianggap Terlalu Banyak Cawe-cawe

    Menkeu Purbaya Dianggap Terlalu Banyak Cawe-cawe

    GELORA.CO -Gaya komunikasi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dinilai terlalu sering cawe-cawe di berbagai isu publik. 

    “Sejak awal menjabat, publik justru disuguhi komentar yang berlebihan. Dari membandingkan kinerja ekonomi era SBY, Jokowi, hingga Prabowo, menyindir balik kritikan akademisi, sampai cawe-cawe soal laporan direksi BUMN di media. Padahal yang ditunggu rakyat adalah kerja nyata menjaga ekonomi, bukan polemik,” kata Direktur Nusantara Parameter Indeks (NPI) Murmahudi  Murmahudi dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi di Jakarta, Sabtu, 20 September 2025.

    Menurut dia, posisi Menteri Keuangan adalah kunci stabilitas fiskal negara. Terlalu reaktif menanggapi kritik publik hanya akan menguras energi dan mengalihkan fokus dari tugas utama.

    “Kalau setiap isu ditanggapi dengan komentar di media, kapan ada waktu merumuskan kebijakan fiskal yang kuat? Menkeu harus tunjukkan dulu hasil kerja. Adu argumen di ruang publik bukan prioritas, yang utama adalah kebijakan nyata untuk rakyat,” tegasnya.

    Murmahudi menilai Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar dari pelemahan daya beli, ancaman perlambatan ekonomi global, defisit anggaran, hingga penerimaan negara yang harus dioptimalkan. Kondisi ini, kata dia, menuntut konsentrasi penuh dari Menkeu.

    “Menkeu merupakan ujung tombak pertahanan ekonomi nasional. Publik ingin kepastian bahwa APBN dikelola dengan hati-hati, subsidi tepat sasaran, dan fiskal tetap sehat. Jangan sampai energi habis untuk klarifikasi dan sindir-menyindir. Yang ditunggu publik langkah nyata, bukan drama,” pungkasnya.

  • Top 3: Daftar Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2026 – Page 3

    Top 3: Daftar Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2026 – Page 3

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty yang dilakukan secara berulang tidak ideal diterapkan.

    Purbaya, mengatakan bahwa program tax amnesty tersebut justru dapat mendorong perilaku tidak patuh di kalangan wajib pajak.

    “Kalau dua tahun ada tax amnesty, itu akan memberi insentif kepada orang-orang untuk kibul-kibul. Mereka akan pikir, dua tahun lagi ada tax amnesty lagi. Jadi itu bukan sinyal yang bagus,” ujarnya.

    Meski demikian, Purbaya mengaku masih akan mempelajari setiap usulan yang muncul terkait pengampunan pajak

    “Tapi, saya akan pelajari seperti apa proposalnya. Tapi, sebagai ekonom untuk saya sih, tidak terlalu appropriate. Tidak terlalu pas lah,” katanya.

    Baca artikel selengkapnya di sini