Kementrian Lembaga: Kemenkeu

  • Anggaran Bansos Beras-Minyak Goreng Rp6,5 Triliun Cair Oktober-November

    Anggaran Bansos Beras-Minyak Goreng Rp6,5 Triliun Cair Oktober-November

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan menggelontorkan anggaran senilai Rp6,5 triliun untuk menyalurkan bantuan pangan berupa beras dan minyak goreng merek Minyakita sepanjang Oktober—November 2025.

    Diketahui, penerima bantuan pangan (PBP) bakal menerima bantuan pangan beras 10 kilogram per bulan dan Minyakita 2 liter per bulan pada periode Oktober—November 2025.

    Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan penyaluran bantuan pangan tersebut rencananya akan dilakukan secara one shoot atau sekali salur sekaligus.

    “Jadi sudah diputuskan bantuan pangan minyak goreng 2 liter dikali 2 bulan, berarti totalnya 4 liter. Penyalurannya kita ingin satu kali saja. Total anggarannya sekitar Rp6,5 triliun,” kata Arief dalam keterangan tertulis, dikutip pada Selasa (23/9/2025).

    Arief merincikan, total anggaran bantuan pangan Rp6,5 triliun itu terdiri dari minyak goreng sekitar Rp1,1 triliun dan Rp5,3 triliun untuk bantuan pangan beras.

    Nantinya, bansos beras akan mendistribusikan sebanyak 365.500 ton untuk alokasi Oktober dan November. Berikutnya, sebanyak 73.100 kiloliter minyak goreng akan disalurkan ke 18,27 PBP se-Indonesia di Oktober.

    Arief menjelaskan, langkah penambahan komoditas minyak goreng dalam paket bantuan pangan diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran masyarakat berpenghasilan rendah.

    Lebih lanjut, Bapanas akan segera mengajukan usulan anggaran pelaksanaan program kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hal ini mengingat anggaran untuk bantuan pangan ada di Bapanas.

    Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan anggaran telah disiapkan oleh Kemenkeu untuk program bantuan pangan Oktober dan November.

    “Ini targetnya kepada 18,3 juta KPM [Keluarga Penerima Manfaat]. [Anggarannya] sudah dipersiapkan Pak Menteri Keuangan [Purbaya Yudhi Sadewa]. Jadi 2 liter dari 18 juta, itu dikali, 2 liter 2 paket jadi 4 liter [Minyakita],” tandas Airlangga.

  • Seabrek Masalah MBG: Minim Serapan Anggaran, Ribuan Korban Keracunan

    Seabrek Masalah MBG: Minim Serapan Anggaran, Ribuan Korban Keracunan

    Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah masalah membelit program makan bergizi gratis (MBG) yang dijalankan pemerintah sejak Januari 2025 lalu. Persoalan yang dihadapi di antaranya terkait dengan rendahnya serapan anggaran hingga terjadinya keracunan massal.

    Terkait serapan anggaran, Badan Gizi Nasional (BGN) selaku pihak yang mendapatkan mandat untuk menjalankan program MBG melaporkan bahwa anggaran yang terserap hingga pertengahan September mencapai hampir Rp17 triliun atau baru sekitar 23,9% dari total anggaran sebesar Rp71 triliun pada tahun ini.

    Kepala BGN Dadan Hindayana meyakini bahwa realisasi anggaran MBG membaik. Dia mengaku optimistis bahwa pagu anggaran MBG yang dialokasikan pada tahun ini dapat terserap sepenuhnya, seiring implementasi yang terus dikebut. 

    Namun demikian, dari pagu sebesar Rp71 triliun itu, Dadan mengungkapkan dana sebesar Rp9,1 triliun di antaranya masih belum dapat dipakai. Oleh karena itu, dia mengatakan bahwa saat ini BGN masih dalam proses untuk mengakses anggaran tersebut.

    Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa penyerapan anggaran identik dengan jumlah penerima manfaat MBG. Dia mengakui adanya tantangan penyerapan anggaran pada implementasi awal proyek MBG, utamanya terkait pembangunan dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). 

    “Mesin penyerapan anggaran di Badan Gizi itu adalah jumlah SPPG. Satu SPPG berdiri dalam satu hari, maka Rp1 miliar akan terserap. Kenapa kita lambat di awal? Karena kan banyak orang yang tidak yakin program ini akan jalan,” kata Dadan.

    Dia lantas menjelaskan bahwa pada Januari 2025 lalu, jumlah SPPG yang berdiri hanya sebanyak 190 unit. Alhasil, anggaran yang terserap hanya sebesar Rp190 miliar sepanjang bulan pertama MBG berjalan.

    Seiring berjalannya waktu, Dadan mengungkapkan bahwa 8.344 SPPG telah dibangun sejauh ini atau setara dengan penyerapan anggaran sebesar Rp8,3 triliun.

    Dia pun menargetkan dapur MBG yang beroperasi dapat menembus 10.000 unit pada pengujung September ini, sehingga penyerapan anggaran setidaknya Rp10 triliun per bulan dapat berjalan mulai bulan berikutnya.

    “Kita targetkan pada bulan Oktober sudah akan ada sekitar 20.000 SPPG, sehingga pada November itu sudah Rp20 triliun sendiri [total penyerapan anggaran MBG]. Seperti itu mekanismenya. Sehingga penyerapan itu di ujung akan sangat besar, bukan diada-adakan, tetapi karena SPPG-nya bertambah,” tutur Dadan.

    Tambahan Anggaran

    Di sisi lain, Dadan mengungkapkan pihaknya telah mengajukan tambahan anggaran Rp50 triliun untuk pelaksanaan program MBG pada tahun ini.

    Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto telah memberikan lampu hijau atas permintaan tersebut. Prabowo disebutnya bahkan menawarkan tambahan anggaran Rp100 triliun.

    “Tetapi saya sudah sampaikan jauh hari ke Pak Presiden, kita tidak akan bisa menggunakan anggaran tambahan Rp100 triliun. Jadi cukup Rp50 triliun, yang Rp50 triliun silakan digunakan untuk keperluan lain,” kata Dadan dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (22/9/2025).

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana (dua dari kiri) bersama Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang dan Sony Sanjaya dalam jumpa pers di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025). – BISNIS/Reyhan Fernanda Fajarihza

    Dadan juga merespons pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang mengatakan akan merelokasi anggaran MBG jika tidak terserap optimal.

    “Sekarang [penyerapan anggaran MBG] sudah hampir Rp17 triliun. Jadi kami tidak risau yang begitu-begitu [wacana relokasi anggaran]. Karena kami tahu apa yang harus kami lakukan,” kata Dadan kepada wartawan di Kantor BGN, Jakarta Pusat, Senin (22/9/2025).

    Untuk diketahui, Menkeu Purbaya sebelumnya mengatakan anggaran MBG berpotensi ditarik jika serapannya tidak maksimal hingga Oktober mendatang.

    Purbaya menuturkan, dirinya akan mengirim tim dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk membantu percepatan penyerapan anggaran MBG. Meski demikian, jika serapan anggaran tetap tidak maksimal hingga Oktober mendatang, maka pihaknya bakal mengkaji kemungkinan untuk merelokasinya ke program pemerintah yang lain.

    “Kalau di akhir Oktober kita bisa hitung dan kita antisipasi penyerapannya hanya akan sekian, ya kita ambil juga uangnya. Kita sebar ke tempat lain atau untuk mengurangi defisit atau juga untuk mengurangi utang,” kata Purbaya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (19/9/2025).

    Lebih lanjut, Purbaya mengungkapkan sikap Presiden Prabowo terkait dengan masalah penyerapan anggaran MBG. Dia mengaku telah mendiskusikan rencana relokasi anggaran MBG ke program lainnya jika tidak terserap optimal, dan mendapatkan lampu hijau.

    Adapun, dengan serapan anggaran yang telah mencapai hampir Rp17 triliun, artinya BGN masih harus mengebut penyerapan anggaran sebesar Rp54 triliun pada sisa tiga bulan menjelang tahun 2025 berakhir. Belum lagi, dengan adanya pengajuan tambahan anggaran MBG pada 2025 sebesar Rp50 triliun, maka total anggaran yang harus terserap menjadi sekitar Rp104 triliun dalam kurun 3 bulan ke depan.

    Keracunan Massal

    Selain masalah serapan anggaran, implementasi MBG juga tengah mendapatkan sorotan imbas kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah. Bahkan, jumlah korbannya telah mencapai ribuan orang.

    Berdasarkan catatan BGN, setidaknya 4.711 orang diduga keracunan imbas mengonsumsi hidangan MBG di seluruh Indonesia.

    Dadan menyampaikan bahwa jumlah tersebut diperoleh dari hasil investigasi awal yang dijalankan pihaknya sejak awal implementasi MBG hingga Senin (22/9/2025) hari ini.

    “Terkait berbagai kejadian di Tanah Air, kami tentu saja sangat menyesalkan kejadian ini masih ada dan kami prihatin,” ujar Dadan.

    Secara terperinci, dia memaparkan bahwa wilayah I yang meliputi Pulau Sumatra mencatatkan sekitar 1.281 orang yang diduga mengalami gangguan kesehatan imbas MBG.

    Berikutnya, BGN mendata bahwa wilayah II yang mencakup Pulau Jawa memiliki 27 kasus gangguan kesehatan peserta didik, yang dialami oleh 2.606 orang.

    Sementara itu, Dadan menjelaskan bahwa wilayah III yang terdiri dari Pulau Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua mencatatkan 11 dugaan kasus keracunan terhadap 824 peserta didik.

    Sejumlah murid menyantap menu makanan di SDN Cilangkap 5, Depok, Jawa Barat, Senin (6/1/2025). Pemerintah resmi memulai Program Makan Bergizi Gratis yang dilaksanakan serentak di 26 Provinsi di Indonesia. JIBI/Bisnis/Arief Hermawan P

    Terkait penyebabnya, BGN mengidentifikasi bahwa sebagian besar kejadian ini dikarenakan munculnya dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) baru, yang disebut perlu pembiasaan dalam melayani peserta didik dalam jumlah banyak.

    Oleh karenanya, Dadan menyebut bahwa BGN akan memperketat pengawasan dan prosedur yang ada dalam penyediaan makanan program MBG.

    Selain itu, BGN juga akan membentuk tim khusus untuk menginvestigasi kasus dugaan keracunan siswa yang mengonsumsi MBG.

    Wakil Kepala BGN Nanik S. Deyang menjelaskan pembentukan tim investigasi ini merupakan bagian dari tugasnya usai ditunjuk Presiden Prabowo Subianto untuk bertugas di BGN.

    “Investigasi ini berkait dengan yang ramai sekarang adalah kasus dugaan, saya sebut dugaan karena belum tentu semua yang bermasalah atau keracunan. Jadi saya akan membentuk tim investigasi untuk masalah yang diduga keracunan dan juga tim investigasi di bidang menu makanan atau dapur,” kata Nanik.

    Nanik melanjutkan, keberadaan tim investigasi ini diharapkan bisa menjadi second opinion dalam mengusut dugaan keracunan MBG, seiring pemeriksaan yang juga dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

    Dia menjelaskan, proses investigasi akan mencakup penelusuran mulai dari bahan baku, proses memasak, hingga pemeriksaan sampel makanan yang disimpan oleh dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

    Menurut Nanik, tim investigasi kejadian luar biasa dari proyek mercusuar pemerintah ini akan dibentuk pada pekan ini dan segera turun langsung mengecek kondisi di lapangan.

    “Tim investigasi akan kami bentuk terdiri dari ahli kimia, farmasi, dan juga dari teman-teman yang mempunyai profesi di bidang kesehatan. Jadi ini untuk mempercepat temuan sambil menunggu BPOM, supaya masyarakat segera mendapatkan jawabannya,” ucapnya.

    Sertifikasi SPPG

    Sementara itu, Kepala Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari mengungkapkan data terbaru soal kasus keracunan dalam Program MBG. Berdasarkan laporan tiga lembaga pemerintah, jumlah penderita mencapai lebih dari 5.000 orang hingga pertengahan September 2025.

    “Data dari BGN mencatat 46 kasus dengan 5.080 penderita per 17 September. Dari Kemenkes ada 60 kasus dengan 5.207 penderita per 16 September. Sementara BPOM melaporkan 55 kasus dengan 5.320 penderita per 10 September,” kata Qodari dalam konferensi pers di Kantor Staf Presiden, Senin (22/9/2025).

    Dia menegaskan, meski angkanya berbeda, tren kasus dari ketiga lembaga itu selaras dan tidak boleh dipertentangkan. “Tolong jangan ngadu-ngadu antar kementerian/lembaga. Yang penting kita lihat masalah yang sama dicatat oleh tiga lembaga,” ujarnya.

    Menurut asesmen BPOM, puncak keracunan terjadi pada Agustus 2025, terutama di Jawa Barat. Penyebabnya meliputi higienitas makanan yang buruk, suhu dan pengolahan pangan yang tidak sesuai, kontaminasi silang, serta alergi pada sebagian penerima manfaat.

    Qodari menyoroti lemahnya kepatuhan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terhadap standar keamanan pangan. Dia menekankan, setiap SPPG wajib memiliki SLHS agar keracunan bisa dicegah.

    “Dari 1.379 SPPG, hanya 413 yang punya SOP Keamanan Pangan, dan 312 yang menjalankannya. Padahal Kemenkes punya Sertifikasi Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS) sebagai bukti standar baku mutu,” jelasnya.

    Dia menuturkan harus ada kolaborasi lintas K/L, termasuk pengawasan rutin oleh Dinas Kesehatan atau puskesmas. Selain itu, data BPOM juga menunjukkan mayoritas kasus terjadi di SPPG yang baru beroperasi kurang dari satu bulan.

  • Hingga Agustus 2025, Kemenkeu catat penerimaan bea cukai Rp194,9 T

    Hingga Agustus 2025, Kemenkeu catat penerimaan bea cukai Rp194,9 T

    Penerimaan cukai mencapai Rp144 triliun atau tumbuh 4,1 persen (yoy). Namun, produksi hasil tembakau (CHT) tercatat turun 1,9 persen

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan melaporkan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga Agustus 2025 mencapai Rp194,9 triliun.

    Angka itu tumbuh 6,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp183,2 triliun. Realisasi ini setara 64,6 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang dipatok Rp310,4 triliun.

    “Sudah di atas rata-rata itu kenaikan dari penerimaan bea cukai,” kata Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin.

    Anggito merinci, penerimaan cukai mencapai Rp144 triliun atau tumbuh 4,1 persen (yoy). Namun, produksi hasil tembakau (CHT) tercatat turun 1,9 persen.

    Sementara itu, penerimaan bea keluar mencapai Rp18,7 triliun, melonjak 71,7 persen (yoy). Lonjakan ini dipicu kenaikan harga crude palm oil (CPO) dan kebijakan ekspor konsentrat tembaga.

    Adapun bea masuk sebesar Rp32,2 triliun, justru terkontraksi 5,1 persen (yoy) akibat kebijakan perdagangan di sektor pangan serta pemanfaatan Free Trade Agreement (FTA).

    Kemenkeu mencatat rata-rata penerimaan bulanan sepanjang 2025 lebih tinggi dibandingkan rata-rata dua tahun terakhir. Hingga Agustus 2025, pertumbuhan penerimaan bulanan berlangsung positif dan konsisten.

    “Secara umum, penerimaan kepabeanan dan cukai mampu tumbuh didorong peningkatan aktivitas impor barang modal dan investasi serta menjaga produksi cukai hasil tembakau,” jelas Anggito.

    Kondisi tersebut didukung oleh stabilnya dinamika perdagangan global serta harga CPO yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, ditambah adanya relaksasi ekspor tembaga.

    Selain itu, impor masih mencatatkan pertumbuhan, terutama pada barang modal, yang ikut menopang penerimaan.

    Dari sisi cukai, permintaan atas CHT relatif terkendali meskipun terjadi fenomena pergeseran konsumsi dari sigaret kretek mesin (SKM) ke sigaret kretek tangan (SKT).

    Di saat yang sama, pengawasan kepabeanan dan cukai terus diperkuat, begitu pula dengan audit dan penelitian ulang yang semakin ketat, sehingga memberikan kontribusi pada penerimaan negara.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Sambas
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemenkeu catat realisasi anggaran MBG capai Rp13 T per September 2025

    Kemenkeu catat realisasi anggaran MBG capai Rp13 T per September 2025

    Jadi pada dasarnya enggak ada uang nganggur di departemen atau kementerian yang di earmark sampai akhir tahun

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan mencatat telah menyalurkan anggaran sebesar Rp13 triliun untuk mendanai program Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga 8 September 2025.

    Realisasi itu setara 18,3 persen dari pagu APBN 2025 yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp71 triliun. Wakil Menteri Keuangan RI Suahasil Nazara mengatakan, anggaran tersebut digunakan untuk melayani 22,7 juta penerima MBG di seluruh Indonesia.

    “Makan Bergizi Gratis sampai dengan 8 September kemarin melayani 22,7 juta penerima, dilayani oleh 7.644 SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi),” ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, Senin.

    Ia menambahkan, alokasi anggaran akan terus disesuaikan seiring pencapaian target menuju 82,9 juta penerima. Harapannya, ke depan penerima MBG bisa terus bertambah, begitu juga dengan pelayanan yang ditingkatkan sehingga bisa mencapai target.

    Adapun sebaran penerima tercatat paling besar di Pulau Jawa sebanyak 13,26 juta orang. Kemudian diikuti Sumatera 4,86 juta orang, Sulawesi 1,70 juta orang, Kalimantan 1,03 juta orang, Bali-Nusa Tenggara 1,34 juta orang, serta Maluku-Papua 0,52 juta orang.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan RI Purbaya Yudhi Sadewa membuka kemungkinan mengalihkan anggaran MBG apabila penyerapan masih rendah hingga akhir Oktober 2025.

    “Kalau di akhir Oktober kita bisa hitung dan kita antisipasi penyerapannya hanya akan sekian, ya kita ambil juga uangnya. Kita sebar ke tempat lain, atau untuk mengurangi defisit, atau untuk mengurangi utang. Jadi pada dasarnya enggak ada uang nganggur di departemen atau kementerian yang di earmark sampai akhir tahun,” kata Purbaya di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (19/9).

    Ia menegaskan, meski presiden mendukung penuh pelaksanaan MBG, kondisi di lapangan tetap menentukan seberapa besar anggaran dapat terserap. Untuk itu, Kementerian Keuangan akan mempercepat penyaluran dengan memperkuat manajemen dan pengawasan.

    “MBG treatment-nya sama, kalau memang kita bisa lihat dan kita coba bantu termasuk mengirim manajemen dan segala macam,” ujarnya.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Sambas
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Profil Wamenkeu Anggito Abimanyu yang kini terpilih jadi Ketua LPS

    Profil Wamenkeu Anggito Abimanyu yang kini terpilih jadi Ketua LPS

    Tak lama setelah lulus dari jenjang S1, yakni sejak 1987 hingga sekarang, ia aktif mengajar di UGM dengan fokus keilmuan ekonomi syariah

    Jakarta (ANTARA) – Anggito Abimanyu bukanlah sosok baru dalam lanskap perekonomian nasional, mengingat pengalamannya yang luas, mulai dari Guru Besar Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM) hingga salah satu dari tiga Wakil Menteri Keuangan dalam Kabinet Merah Putih.

    Senin malam ini, di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, dengan mengusung program bertajuk AKSARA, ia terpilih menjadi Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Periode 2025-2030.

    Program tersebut terdiri dari enam misi, yakni asset management competency untuk peningkatan keahlian personal terkait manajemen aset); penguatan kompetensi pendidikan dan SDM; serta perluasan jangkauan media sosial dan literasi keuangan.

    Selain itu, Anggito juga menargetkan penurunan beban dana kelolaan per pegawai dari Rp425 miliar per orang menjadi Rp400 miliar per orang; peningkatan pelaksanaan kegiatan sosial kemasyarakatan menjadi dua kali lipat; serta penguatan digitalisasi proses bisnis dan aplikasi teknologi dalam 5 tahun.

    Sarat pengalaman

    Terlihat dari curriculum vitae (CV) yang ia sampaikan pada sesi fit and proper test, pria kelahiran Bogor, 19 Februari 1963 tersebut sudah banyak makan asam garam di sektor akademik maupun pemerintahan.

    Anggito mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas Ekonomi UGM Yogyakarta pada 1985 serta gelar Master of Science pada 1989 dan Doctor of Philosophy pada 1993 dari Universitas Pennsylvania, Philadelphia, Amerika Serikat.

    Tak lama setelah lulus dari jenjang S1, yakni sejak 1987 hingga sekarang, ia aktif mengajar di UGM dengan fokus keilmuan ekonomi syariah.

    Pada 1985-1987, ia menjadi Asisten Peneliti di Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), yang didirikan oleh Soemitro Djojohadikusumo, ayah dari Presiden Prabowo Subianto.

    Masih di bidang akademik, ia juga aktif sebagai Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (PP ISEI). Sejumlah jabatan yang pernah diembannya antara lain Sekretaris Umum PP ISEI, Ketua I Bidang Organisasi PP ISEI, serta Wakil Ketua Umum PP ISEI.

    Di bidang pemerintahan, Anggito pernah menjabat sebagai Anggota Dewan Ekonomi Nasional pada 1999-2000, Staf Ahli Menteri Keuangan pada 2000-2003, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada 2004-2010.

    Selain itu, ia juga menduduki posisi Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama pada 2012-2014 serta Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) pada 2017-2022.

    Anggito juga banyak berkecimpung di sejumlah perusahaan swasta, antara lain sebagai Komisaris Bank Lippo (2003-2008), Komisaris Telkom, serta Chief Economist Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Komisaris BRI Syariah (2014-2017).

    Ketua LPS terpilih

    Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu resmi terpilih menjadi Ketua Dewan Komisioner LPS periode 2025-2030 usai menjalani fit and proper test bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin.

    Komisi XI DPR RI mempunyai ruang lingkup tugas di bidang keuangan, perencanaan pembangunan nasional, dan moneter.

    “Komisi XI DPR RI telah memilih secara musyawarah dan mufakat untuk menetapkan anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai berikut, Anggito Abimanyu ditetapkan sebagai Ketua DK LPS,” ujar Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Sambas
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Komisi XI DPR RI Fit And Proper Tes Calon Ketua DK LPS, Ini Lima Tokoh yang Diusulkan Presiden Prabowo

    Komisi XI DPR RI Fit And Proper Tes Calon Ketua DK LPS, Ini Lima Tokoh yang Diusulkan Presiden Prabowo

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Komisi XI DPR RI melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon Ketua Dewan Komisioner (DK) Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Senin malam.

    Ketua DK LPS yang diseleksi itu untuk periode 2025-2030. Adapun sosok yang terpilih akan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR RI pada Selasa (23/9) besok.

    Ada lima calon Ketua DK LPS menjalani uji kepatutan dan kelayakan mulai pukul 18.30 WIB hingga 21.00 WIB.

    Fit and proper test itu dilakukan DPR menindaklanjuti surat dari Presiden Prabowo Subianto terkait daftar nama calon ketua DK LPS periode 2025-2030.

    Nama yang terpilih akan menggantikan Purbaya Yudhi Sadewa yang ditunjuk Presiden Prabowo sebagai Menkeu.

    Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Mohamad Hekal mengatakan hasil dari fit and proper test malam ini akan dibawa ke rapat paripurna DPR RI yang rencananya akan berlangsung pada Selasa (23/9) atau besok.

    “Insya Allah (hasil fit and proper test dibawa ke paripurna besok),” kata Hekal, dilansir pojoksatu, Senin (22/9/2025).

    Adapun nama-nama sebagai calon Ketua DK LPS periode 2025-2030 antara lain Anggito Abimanyu yang saat ini menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu).

    Kedua, Ferdinan Dwikoraja Purba yang merupakan Komisaris Independen di PT Asuransi Jasa Tania Tbk.

    Nama ketiga Agresius R Kardiman yang tercatat sebagai Direktur Kepatuhan di Bank CCB Indonesia.

    Keempat, Muhammad Iman Nuril Hidayat Budi Pinuji yang merupakan salah satu anggota dari Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan.

    Nama kelima adalah Dwityapoetra Soeyasa Besar yang merupakan Direktur Eksekutif Surveilans Pemeriksaan dan Statistik LPS.

  • BI: Burden sharing kali ini beda dengan era COVID, bakal ganti istilah

    BI: Burden sharing kali ini beda dengan era COVID, bakal ganti istilah

    sekarang zamannya sudah normal, defisit fiskal tidak lebih dari 3 persen, BI juga tidak boleh beli SBN dari pasar perdana

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) menegaskan skema pembagian beban bunga (burden sharing) untuk mendukung program pemerintah kali ini berbeda dengan yang diberlakukan saat pandemi COVID-19 karena bank sentral tidak lagi diperkenankan membeli SBN di pasar primer.

    BI juga akan mengganti istilah “burden sharing”, sesuai masukan yang disampaikan Komisi XI DPR RI. Penggantian istilah bertujuan agar tidak membingungkan publik dan menegaskan bahwa skema kali ini berbeda dengan era COVID-19.

    “Jadi beda sekarang (tidak sama dengan era COVID-19). Terima kasih ini, Pak Ketua Komisi XI, supaya jangan disamakan yang kemarin (kesepakatan dengan Kemenkeu) pada 4 September 2025. Tidak ada kaitannya dengan masalah berapa beli SBN (di pasar primer),” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.

    Lebih lanjut, Perry menjelaskan bahwa burden sharing saat pandemi diberlakukan karena mempertimbangkan situasi yang luar biasa (extraordinary condition).

    Saat itu, defisit fiskal mencapai lebih dari 3 persen dari PDB dan pemerintah kesulitan untuk menjual SBN dengan suku bunga yang tinggi.

    Dengan situasi tersebut, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dan aturan lainnya, maka bank sentral saat itu diperkenankan untuk membeli SBN di pasar perdana selama tiga tahun.

    “Itu saat COVID-19 di mana memang ada dana pembelian SBN dari pasar perdana dan juga ada beban bunga. Tapi dasarnya adalah extraordinary condition. Nah, sekarang zamannya sudah normal, defisit fiskal tidak lebih dari 3 persen, BI juga tidak boleh beli SBN dari pasar perdana,” kata Perry.

    Sementara pada skema kali ini untuk mendukung program ekonomi kerakyatan, Perry menegaskan bahwa bank sentral tidak membeli SBN dari pasar perdana. Yang kini terus dilakukan BI yaitu pembelian SBN dari pasar sekunder, sejalan dengan ekspansi likuiditas moneter.

    Adapun burden sharing kali ini dengan membagi rata biaya atas realisasi alokasi anggaran untuk program pemerintah terkait Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) setelah dikurangi imbal hasil untuk penempatan pemerintah terkait kedua program tersebut di lembaga keuangan domestik.

    Dalam pelaksanaannya, pembagian beban dilakukan dalam bentuk pemberian tambahan bunga terhadap rekening pemerintah yang ada di bank sentral.

    Langkah ini juga sejalan dengan peran BI sebagai pemegang kas Pemerintah sebagaimana Pasal 52 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan juncto Pasal 22 serta selaras dengan Pasal 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

    “Masalah tambahan bunganya sesuai UU karena BI sebagai pengelola kasnya pemerintah dan ada bunga yang kami akan berikan kepada pemerintah. Sehingga dasarnya adalah UU dan Keputusan Bersama (KB) pada 4 September 2025 (Keputusan Bersama Menteri Keuangan),” kata Perry.

    Sebelumnya pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mempertanyakan padanan lain untuk istilah “burden sharing”, karena istilah itu lekat dengan skema saat pandemi COVID-19. Alternatif terminologi dinilai perlu agar masyarakat tidak bingung.

    “Ini perlu diberikan titling baru, judul baru. Supaya orang tidak bingung. Seakan-akan ketika kita bicara burden sharing itu bicara pada saat kita menghadapi krisis COVID. Padahal ini kan sudah keadaan normal,” kata Misbakhun.

    Sebagai informasi, BI terus melakukan ekspansi likuiditas salah satunya melalui pembelian SBN di pasar sekunder. Hingga 16 September 2025, total SBN yang dibeli mencapai Rp217,10 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan pemerintah sebesar Rp160,07 triliun.

    Selain itu, BI juga menurunkan posisi instrumen moneter SRBI dari Rp916,97 triliun pada awal tahun 2025 menjadi Rp716,62 triliun pada 15 September 2025.

    Kebijakan moneter juga didukung oleh Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang telah mencapai Rp384 triliun hingga minggu pertama September 2025. Insentif KLM ini diberikan kepada perbankan yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menkeu Purbaya Masih Tekor Pajak Rp941,5 Triliun, Pengamat Ingatkan Enam Kondisi

    Menkeu Purbaya Masih Tekor Pajak Rp941,5 Triliun, Pengamat Ingatkan Enam Kondisi

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah masih kekurangan Rp941,5 triliun agar outlook penerimaan pajak 2025 tercapai. Dengan sisa waktu empat bulan, para pakar menilai target penerimaan pajak sulit tercapai.

    Adapun realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.135,4 triliun per Agustus 2025. Angka itu setara 54,7% dari outlook penerimaan pajak sepanjang tahun ini sebesar Rp2.076,9 triliun.

    Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia Prianto Budi Saptono memperkirakan proyeksi penerimaan hingga akhir tahun hanya akan mencapai Rp1.703,1 triliun atau sekitar 82% dari outlook, apabila tren Januari–Agustus berlanjut tanpa perubahan signifikan.

    “Proyeksi Januari—Desember 2025 dalam rupiah: Rp1.135,40 trilun x 1/8 x 12 = Rp 1.703,1 triliun. Proyeksi Januari—Desember 2025 dalam persen: Rp1.703,1 triliun / Rp2.076,90 triliun x 100% = 82%,” jelas Prianto kepada Bisnis, Senin (22/9/2025).

    Dia juga menyoroti enam langkah program hasil cepat (quick win) Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk mengakselerasi penerimaan pajak. Prianto menilai efektivitas langkah tersebut tidak serta merta bisa mendongkrak penerimaan dalam waktu singkat.

    Pertama, penempatan dana pemerintah di perbankan pelat merah diharapkan mendorong kredit usaha, konsumsi, dan penyerapan tenaga kerja sehingga basis PPN dalam negeri menguat.

    “Akan tetapi, kebijakan di atas tidak luput dari risiko investasi fiktif karena perbankan akan getol mengucurkan dana ke dunia usaha tanpa menegakkan prinsip kehati-hatian secara ketat,” jelasnya.

    Kedua, penagihan kepada 200 penunggak pajak besar yang ditargetkan Rp50–Rp60 triliun juga belum tentu efektif. Menurut Prianto, keberhasilan bergantung pada ketersediaan aset yang dapat segera dilelang.

    Ketiga, penegakan hukum melalui joint program dengan instansi lain berpotensi menambah penerimaan bila wajib pajak patuh. Akan tetapi, sambungnya, jika kasus berlanjut ke pengadilan maka penerimaan baru masuk setelah proses hukum tuntas.

    Keempat, pertukaran data antarinstansi berdasarkan Pasal 35A UU KUP dinilai belum langsung berdampak. Data harus diklarifikasi lewat Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) sehingga hasilnya tidak selalu berupa setoran pajak tambahan.

    Kelima, perbaikan Coretax hingga kini yang masih menyisakan masalah downtime dan kompleksitas sistem. Target stabilitas baru di akhir 2025 membuat kontribusinya terhadap penerimaan tahun ini terbatas.

    Keenam, penindakan cukai rokok ilegal bergantung pada keberhasilan aparat menindak pelaku utama. Sebaliknya, jika distributor besar tidak tertangkap maka tambahan penerimaan cukai tidak signifikan.

    Senada, Direktur Eksekutif MUC Tax Research Wahyu Nuryanto menilai outlook penerimaan pajak sebesar Rp2.076,9 triliun sulit tercapai. Dia membandingkan bahwa capaian hingga Agustus 2025 baru 54,7% dari target, pada periode yang sama tahun lalu realisasinya sudah mencapai 63,25%.

    “Sebagai gambaran, catatan kami capaian ini pada periode yang sama merupakan yang terendah dalam lima tahun terakhir. Meskipun berat, tapi bukan tidak mungkin untuk dicapai,” ujar Wahyu kepada Bisnis, Senin (22/9/2025).

    Menurutnya, pemerintah tetap perlu mengeluarkan berbagai upaya ekstra setidaknya untuk meminimalisir potensi shortfall atau kekurangan penerimaan.

    Wahyu menilai paling penting adalah menjaga stabilitas ekonomi, terutama daya beli masyarakat dan kinerja keuangan korporasi.

    “Karena dengan terjaganya konsumsi akan menimbulkan dampak lanjutan pada penerimaan pajak. Saya kira upaya menyuntikan dana Rp200 triliun ke perbankan bisa menjadi salah satunya,” ujarnya.

    Tak hanya itu, dia juga menyoroti rencana mengeksekusi putusan perkara pajak yang sudah inkrah bisa menjadi solusi jangka pendek.

    6 Quick Win Purbaya

    Sebelumnya, Purbaya mengaku menyiapkan sejumlah program hasil cepat untuk meningkatkan pendapatan negara, yang beberapa bulan belakangan masih terkontraksi.

    Purbaya memaparkan setidaknya ada enam program quick win yang disiapkannya. Pertama, penempatan Rp200 triliun di sistem perbankan.

    Menurutnya, belakangan ini penerimaan pajak terkontraksi karena ekonomi tumbuh lebih lambat dari perkiraan. Oleh sebab itu, dia meyakini penerimaan pajak berbalik positif apabila pertumbuhan ekonomi terakselerasi.

    Purbaya optimis dampak positif kebijakan penempatan dana Rp200 triliun ke sistem perbankan akan terasa pada tiga bulan terakhir 2025. Dengan demikian, menurutnya, penerimaan pajak juga tumbuh positif.

    “Jadi saya naikin pendapatan [negara] bukan dengan naikan tarif, tapi dorong aktivitas ekonomi supaya pajak lebih besar, Anda juga enggak kerasa bayarnya. Kalau ekonominya tumbuh kencang, kan Anda bayar pajaknya happy [senang]. Itu yang kita kejar,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (22/9/2025).

    Kedua, dia mengungkapkan Kementerian Keuangan juga sudah memegang daftar 200 penunggak pajak besar yang sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap. Kementerian Keuangan, sambungnya, akan segera menagih para penunggak pajak besar tersebut.

    “Kita mau kejar, eksekusi. Itu targetnya sekitar Rp50—60 triliun. Dalam waktu dekat ini kita tagih, dan mereka enggak bisa lari,” kata Purbaya.

    Ketiga, Kementerian Keuangan juga memperkuat penegakan hukum dengan bekerja sama dengan Kejaksaan Agung, Polisi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    Keempat, Kementerian Keuangan melakukan pertukaran data dengan kementerian atau lembaga lain untuk memudahkan penagihan pajak. Kelima, optimalisasi Coretax. Purbaya meyakini bisa memperbaiki berbagai permasalahan Coretax dalam satu bulan.

    “Nanti saya bawa jago-jago dari luar yang jago IT untuk perbaiki itu dengan cepat,” ungkap Purbaya.

    Keenam, patroli rokok ilegal. Purbaya mengaku sudah memanggil lokapasar digital seperi Bukalapak, Tokopedia, hingga Blibli agar tidak mengizinkan penjualan barang-barang ilegal, terutama rokok.

    Selain itu, dia mengaku sudah mendeteksi siapa saja yang menjual rokok ilegal, baik dari pemasok hingga penjual di warung kelontong. “Yang jelas, bahwa siapapun yang jual rokok ilegal, di tempat mana, saya akan datangi secara random,” ujarnya.

    Sejalan dengan itu, Purbaya menyatakan pihaknya akan mengawasi jalur-jalur impor. Jika ada kecurangan-kecurangan maka Purbaya menyatakan akan menindak, siapapun yang terlibat termasuk anak buahnya.

    “Nanti yang terlibat kita akan sikat, termasuk kalau ada yang terlibat di Bea Cukai dan orang Departemen [Kementerian] Keuangan. Tapi saya harap dengan itu nanti tuga bulan ke depan sudah hilang karena siklus impor kan kira-kira tiga bulan ya,” tutupnya.

  • Gubernur BI Perry Soal Menkeu Purbaya Singgung Bunga Tak Wajar: Kita Gendong

    Gubernur BI Perry Soal Menkeu Purbaya Singgung Bunga Tak Wajar: Kita Gendong

    L

    OlehLiputanenamDiperbaharui 22 Sep 2025, 15:51 WIB

    Diterbitkan 22 Sep 2025, 15:48 WIB

    Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo blak-blakan bauran kebijakan dengan pemerintah dalam rangka menggerakan sektor rill guna menumbuhkan perekonomian. Perry mengaku telah memiliki kesepakatan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk suku bunga khusus terhadap program perumahan dan koperasi merah putih.

    Perry mengungkapkan, demi menggenjot dua program prioritas pemerintah ini, maka tidak wajar jika beban bunga mengikuti mekanisme pasar. Maka dari itu, BI dan pemerintah berbagi beban agar suku bunga untuk dua program tersebut bisa rendah.

  • Komnas Pengendalian Tembakau Kritisi Klaim Menkeu Purbaya soal Tarif Tinggi Cukai Rokok

    Komnas Pengendalian Tembakau Kritisi Klaim Menkeu Purbaya soal Tarif Tinggi Cukai Rokok

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Nasional Pengendalian Tembakau buka suara ihwal sederet pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait tarif cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok di Tanah Air.

    Organisasi koalisi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang penanggulangan masalah konsumsi produk tembakau itu pun menilai pernyataan Menkeu Purbaya yang beredar masif di media itu membahayakan 270 juta rakyat Indonesia. 

    Salah satu pernyataan Menkeu yang menjadi sorotan Komnas Pengendalian Tembakau adalah keterkejutannya tentang pengenaan cukai rokok yang disebutnya sebagai kebijakan “firaun”. 

    “Komnas Pengendalian Tembakau sangat menyayangkan pernyataan ini, yang tidak hanya akan menarik mundur upaya bersama untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, namun juga pada kredibilitas penyelenggara negara dalam memperbaiki situasi terpuruknya ekonomi Indonesia saat ini yang seharusnya menjadi perhatian utama seorang menteri keuangan,” jelas  Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany, dalam rilis, Senin (22/9/2025).

    Dalam catatan Bisnis, pernyataan itu diungkapkan Menkeu Purbaya saat konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (19/9/2025).

    Saat itu, dia bahkan menyoroti tentang anomali kebijakan cukai rokok yang berlaku beberapa tahun belakangan. Dia turut mengomentari tarif rata-rata yang dikenakan untuk produk hasil tembakau mencapai sekitar 57%. 

    “Ada cara mengambil kebijakan yang agak aneh untuk saya. Saya tanya, cukai rokok gimana, sekarang berapa rata-rata? 57%. Wah tinggi amat. Fir’aun lu,” ungkap Menkeu.

    Hasbullah menilai, Menkeu memberi kesan bahwa cukai rokok sebesar 57% saat ini terlalu tinggi dan dianggap “firaun” atau jahat, zalim. Ia juga mempertanyakan mengapa tarif cukai rokok turun, pendapatan malah naik, dan bagaimana dengan langkah mitigasi terhadap pengangguran akibat PHK di industri rokok. 

    Dalam pernyataannya tersebut, Menkeu Purbaya juga seakan baru memahami bahwa cukai bukan hanya untuk income tapi juga untuk menekan konsumsi rokok. 

    Untuk itu, Hasbullah mengingatkan bahwa besaran cukai rokok 57% merupakan ketetapan dalam Undang-Undang No. 39/2007 tentang Cukai dan berlaku hingga saat ini. 

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberikan keterangan resmi/Dok

    Namun, pakar kesehatan publik dan ekonomi kesehatan ini menegaskan bahwa angka 57% itu adalah persentase maksimum. Angka itu pun sangat rendah dibandingkan besaran cukai negara-negara lain seperti Singapura dan Australia sehingga konsumsi rokok di dua negara tersebut sangat terkendali.

    Dia memerinci, prevalensi merokok usia dewasa di negara tersebut masing-masing sebesar 16,5% (WHO, 2024) dan 10,5% (Australian Institute of Health and Welfare, 2024). Sebab, cukai rokok di Singapura telah mencapai 67,5% dan Australia sebesar 72% sehingga harga rata-rata rokok masing-masing sebesar Rp170.000 dan Rp400.000 per bungkus. 

    Di Indonesia, sambungnya, harga eceran per bungkus rokok tertinggi sekitar Rp40.000. Akibatnya, keterjangkauan pada rokok di Indonesia masih tinggi dan prevalensi perokok masih sebesar 27% (Survei Kesehatan Indonesia, 2023). 

    “Ini membuktikan, cukai rokok di Indonesia belum berlaku efektif menjalankan tujuan utamanya sebagai alat pengendali konsumsi. Cukai rokok maksimum sebesar 57%, dengan kenaikan rata-rata 10%–11% per tahun masih belum mampu mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia,” ungkap Hasbullah. 

    Kenaikan Tarif Cukai Rokok

    Menurut Hasbullah, pernyataan itu juga akan membahayakan seluruh rakyat Indonesia karena berpotensi mendorong Pemerintah RI untuk memutuskan tidak akan menaikkan cukai rokok dan bahkan menurunkannya. Keputusan itu akan mengancam upaya pengendalian konsumsi rokok yang merupakan faktor risiko utama penyakit-penyakit mematikan, yang akhirnya juga turut mengancam kondisi ekonomi makro Indonesia. 

    “Cukai diperlukan agar anak-anak tidak kecanduan. Sebanyak dua ratus ribu lebih rakyat Indonesia meninggal karena rokok setiap tahunnya, sehingga perlu kita tekan dengan cukai yang tinggi. Maka cukai rokok harus dinaikkan lagi, bukan diturunkan. Kebijakan publik bukan kebijakan dagang!” tegas Hasbullah.

    Sementara itu, ihwal pekerja industri rokok, Hasbullah menyebutkan bahwa tidak ada fakta cukai tinggi menyebabkan pekerja menganggur. Sebaliknya, jelas dia, pemutusan hubungan kerja (PHK) pada industri rokok disebabkan oleh mekanisasi atau penggantian pekerja tenaga manusia dengan mesin. 

    “Perbaiki nasib pekerja yang dibayar sangat kecil oleh industri rokok dengan memberikan upah yang pantas, itu dulu yang dibereskan.” 

    Di samping itu, Komnas Pengendalian Tembakau juga meminta Menkeu Purbaya berhati-hati atas informasi dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan tertentu untuk menguntungkan industri. Penurunan tarif cukai yang membuat pendapatan cukai meningkat, misalnya, perlu ditanggapi dengan hati-hati karena peningkatan pendapatan cukai tersebut bisa jadi justru terjadi akibat meningkatnya konsumsi yang disebabkan harga rokok menjadi sangat terjangkau.