Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Temuan Menkes: Perempuan Lebih Antusias Ikut CKG, Singgung Umur Panjang

    Temuan Menkes: Perempuan Lebih Antusias Ikut CKG, Singgung Umur Panjang

    Jakarta

    Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) telah berjalan selama empat bulan, sejak pertama kali diresmikan pada 10 Februari 2025. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan beberapa data menarik, salah satunya lebih banyak perempuan daripada laki-laki yang sudah melakukan CKG.

    “Saya bisa sampaikan bahwa lebih banyak perempuan yang melakukan CKG daripada laki-laki. Jadi ini adalah panggilan buat saya sendiri sebagai laki-laki untuk memberikan contoh agar kita juga mau hidup lebih sehat,” terang Menkes dalam konferensi pers daring, Kamis (12/6/2025).

    “Data menunjukkan bahwa usia hidup rata-rata perempuan itu sudah di atas laki-laki. Saya rasa inilah penyebab salah satu karena kita laki-laki tidak serajin istri kita, anak kita yang perempuan yang melakukan CKG. Jadi, para laki-laki mengikuti rekan-rekan kita yang perempuan untuk melakukan cek kesehatan gratis,” sambungnya.

    Peneliti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) dr Iwan Ariawan juga mengungkapkan hal yang serupa. Berdasarkan data, jumlah masyarakat Indonesia yang sudah melakukan CKG sebanyak 8.623.665 orang.

    Dari total tersebut, jumlah perempuan yang sudah melakukan program CKG sebanyak 5.366.372 (62,24 persen). Sementara laki-laki hanya 3.257.293 (37,76 persen).

    “Kalau kita lihat, yang datang ini masih kebanyakan perempuan. Jadi 2 per 3-nya adalah perempuan. Padahal kita tahu, penduduk kita itu 50-50, 50 persen laki-laki dan 50 persen perempuan,” jelas dr Iwan.

    “Jadi yang laki-laki kesadarannya masih kurang untuk datang untuk melakukan cek kesehatan gratis,” lanjutnya.

    NEXT: Masalah kesehatan yang sering ditemukan

    Masalah Kesehatan yang Sering Ditemukan

    dr Iwan mengungkapkan salah satu masalah kesehatan yang sering ditemukan adalah kegemukan atau obesitas sentral. Kondisi ini dapat diperiksa melalui lingkar pinggang.

    Pada pria, lingkar pinggang yang lebih dari 90 cm sudah termasuk obesitas. Sementara pada perempuan dapat dinyatakan obesitas jika lingkar pinggangnya lebih dari 80 cm.

    “Ini 50 persen atau 1 dari 2 perempuan yang melakukan CKG itu ada obesitas sentral. Pada laki-laki, 1 dari 4, ini tinggi ya. Dan ini merupakan faktor risiko untuk penyakit berikutnya, yaitu hipertensi dan diabetes melitus,” beber dr Iwan.

    “Pada peserta CKG yang memiliki obesitas sentral itu kemungkinan dia memiliki tekanan darah tinggi atau diabetes itu satu setengah sampai dua kali lipat, jadi risikonya itu meningkat tinggi. Dan seperti yang kita tahu, bahwa kedua penyakit ini adalah risiko penyakit berikutnya yang lebih fatal yaitu jantung dan stroke,” tambahnya.

    Dari hasil temuan peserta CKG, sebanyak 20,9 persen mengalami hipertensi dan 5,9 persen didiagnosis diabetes. Orang-orang dengan kondisi ini, baik laki-laki maupun perempuan, sangat berisiko mengalami stroke, penyakit jantung, hingga gagal ginjal.

    dr Iwan juga membeberkan data berdasarkan usianya. Orang-orang usia muda seperti 18 tahun sudah mengidap tekanan darah tinggi atau hipertensi. Di usia 40 tahun ke atas, itu ada 1 dari 3 orang mengidap hipertensi.

    “Sedangkan untuk diabetes juga sudah dimulai dari pada usia muda. Dan pada usia 40 tahun ke atas, itu sudah 1 dari 10 orang mengalami penyakit gula darah tinggi atau diabetes,” pungkasnya.

  • Masalah Gigi dan Mulut Ternyata Paling Banyak Ditemukan saat Cek Kesehatan Gratis

    Masalah Gigi dan Mulut Ternyata Paling Banyak Ditemukan saat Cek Kesehatan Gratis

    Jakarta – Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) kini telah dimanfaatkan oleh lebih dari 8 juta orang yang tersebar di 38 provinsi Indonesia. Program ini telah melibatkan 9.552 puskesmas atau sekitar 93 persen dari total puskesmas di Indonesia.

    Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, menyebut, masalah kesehatan yang paling banyak ditemukan pada program CKG adalah masalah kesehatan gigi dan mulut.

    “Masalah yang kita temui dari cek kesehatan gratis ini, yang paling tinggi adalah gigi. Saya baru sadar begitu periksa gigi saya ada bolongnya, beberapa juga diganti. Nah masalah kesehatan gigi ini tinggi sekali, terjadi di masyarakat Indonesia,” ucapnya dalam konferensi pers, Kamis (12/6/2025).

    “Dan saya akui memang kita kurang perhatian ke kesehatan gigi, padahal ini penting,” lanjutnya lagi.

    Senada, peneliti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Iwan Ariawan juga menyebutkan lebih dari separuh dari peserta CKG memiliki masalah pada kesehatan gigi dan mulut, mulai dari gigi berlubang, gigi hilang gigi goyang, hingga gusi turun.

    “Ini 50 sampai 60 persen mengalami masalah ini,” ucapnya dalam acara yang sama.

    Berdasarkan data CKG Februari-April 2025, berikut usia terbanyak yang mengalami masalah gigi dan mulut.

    18-29 tahun: 65,1 persen30-39 tahun: 58,1 persen43-59 tahun: 71,3 persen60+ tahun: 85,4 persen

    Menurut Iwan, temuan ini menunjukkan masalah kesehatan gigi dan mulut bukan sekadar isu estetika, melainkan berpotensi memicu gangguan kesehatan lain.

    Karena itu, penting bagi masyarakat untuk mulai menjaga kesehatan gigi dan mulut sejak dini, seperti menyikat gigi dua kali sehari menggunakan pasta gigi berfluoride, rutin memeriksakan gigi setiap enam bulan sekali, membatasi konsumsi makanan dan minuman tinggi gula dan asam, serta memperbanyak konsumsi buah dan sayur.

    “Sebenarnya kita sudah tahu untuk kita menuju ke kesehatan gigi yang baik,” imbuhnya lagi.

    (suc/suc)

  • 2 Juta WNI Pilih Berobat ke LN, Sektor Kesehatan RI Bocor Rp 162 T!

    2 Juta WNI Pilih Berobat ke LN, Sektor Kesehatan RI Bocor Rp 162 T!

    Jakarta

    Sekitar dua juta orang Indonesia setiap tahunnya pergi berobat ke luar negeri. Dari jumlah tersebut, diperkirakan US$ 10 miliar per tahun atau sekitar Rp 162 triliun (kurs Rp 16.200) mengalir ke sektor kesehatan luar negeri Malaysia hingga Amerika Serikat (AS).

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, angka tersebut merupakan proyeksi nilai belanja sektor kesehatan. Banyak warga Indonesia, terutama kalangan kaya dan menengah atas, yang membelanjakan uangnya untuk mendapatkan layanan kesehatan di luar negeri.

    “Mereka membelanjakan uangnya untuk mendapatkan layanan kesehatan di Malaysia, Singapura, Thailand, dan Amerika Serikat. Data yang saya terima menunjukkan bahwa jumlahnya lebih dari US$ 10 miliar per tahun. Sekitar 1 hingga 2 juta orang Indonesia setiap tahun pergi ke luar negeri untuk berobat,” kata Budi, dalam acara International Conference on Infrastructure (ICI) 2025 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis (12/6/2025).

    Budi mengatakan, angka US$ miliar ini setara dengan hampir 1% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Selaras dengan kondisi ini, ia mengusulkan kepada Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana untuk membentuk wisata kesehatan.

    “Usulan pertama saya kepada Anda semua, dan kepada Ibu Widi, jika ingin membangun dan mengembangkan industri wisata kesehatan, mari kita mulai dari dalam negeri terlebih dahulu,” ujarnya.

    Dengan wisata kesehatan ini, ia berharap potensi belanja US$ 10 miliar ini tidak lagi mengalir ke Malaysia ataupun Singapura, tetapi ke daerah-daerah wisata Indonesia seperti Bali, Labuan Bajo, Batam, maupun kota-kota lainnya.

    Apabila Indonesia berhasil menarik minat masyarakat untuk berobat di dalam negeri, Budi meyakini, ke depannya akan lebih mudah untuk menarik wisatawan mancanegara untuk datang.

    “Menurut saya, sebelum kita bisa meyakinkan orang asing untuk berobat di negara kita, kita harus bisa meyakinkan warga kaya Indonesia terlebih dahulu-keluarga Ibu Widi, keluarga para gubernur, para menteri-bahwa ketika mereka sakit, mereka lebih memilih berobat di Indonesia. Ini akan menjadi contoh yang baik,” kata dia.

    Di samping itu, Budi juga menyinggung tentang potensi besar yang Indonesia miliki di sektor kesehatan. Mengacu pada angka harapan hidup rata-rata orang Indonesia 72 tahun, diperkirakan warga Indonesia membelanjakan sekitar US$ 140 per orang per tahun untuk kebutuhan kesehatan.

    Apabila diakumulasikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 280 juta jiwa, Kemenkes memproyeksikan total belanja sektor kesehatan saat ini mencapai sekitar US$ 40 miliar. Angka ini juga akan terus meningkat seiring dengan peningkatan populasi yang menua.

    Sedangkan bila mengacu pada negara tetangga Malaysia, rata-rata angka harapan hidup mencapai 76 tahun, dengan belanja kesehatan US$ 430 per orang per tahun. Jika diasumsikan Indonesia punya angka harapan hidup yang sama, Indonesia akan punya tambahan potensi belanja kesehatan penduduk hingga US$ 300 per tahun.

    “Jika dikalikan dengan 280 juta penduduk, maka potensi pasar yang terbuka adalah sebesar US$ 84 miliar. Angka ini merupakan peluang bagi para investor yang ingin berinvestasi di infrastruktur layanan kesehatan di Indonesia,” ujar Budi.

    Budi mengatakan, penambahan US$ 84 miliar ini setara dengan kenaikan hampir 6% terhadap PDB Indonesia hanya dari sektor kesehatan saja. Melihat potensi ini, Ia berharap pariwisata kesehatan bisa menjadi pendukungnya.

    (shc/fdl)

  • 2 Juta WNI Pilih Berobat ke LN, Sektor Kesehatan RI Bocor Rp 162 T!

    Kalau Bisa Jangan Sampai Sakit

    Jakarta

    Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin buka suara terkait kebijakan yang mengharuskan pemegang polis asuransi atau nasabah menanggung paling sedikit 10% dari total pengajuan klaim. Aturan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu rencananya berlaku mulai 1 Januari 2026.

    Budi Gunadi mengatakan dirinya akan mempelajari lebih lanjut terkait aturan tersebut. Meski demikian berdasarkan pengalamannya di perusahaan asuransi, penerapan pembagian risiko (co-payment) pada produk asuransi dinilai bagus untuk mendidik pemegang polis agar menjaga kesehatan.

    “Saya rasa itu bagus untuk mendidik para pemegang polis asuransi swasta agar mereka menjaga kesehatan, kalau bisa jangan sampai sakit,” kata Budi Gunadi dalam acara International Conference on Infrastructure (ICI) di Jakarta International Convention Center (JICC), Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Budi Gunadi mencontohkan pada produk asuransi kendaraan yang membebani pemilik polis dengan biaya klaim. Dengan demikian masyarakat akan lebih hati-hati dalam berkendara.

    “Ada bagusnya dengan adanya co-payment ini sehingga sama seperti asuransi kendaraan gitu ya, kan selalu kalau kita ada tabrakan, kita mesti bayar sedikit dulu. Itu aku rasa sih bagus dengan demikian men-drive agar masyarakat lebih hati-hati dalam berkendara karena dia tahu kalau ada apa-apa, dia tetap harus mengeluarkan uang walaupun sedikit,” imbuhnya.

    Sebelumnya, OJK mengeluarkan aturan baru yang mengharuskan produk asuransi kesehatan menerapkan pembagian risiko (co-payment) kepada pemegang polis atau peserta paling sedikit 10% dari total pengajuan klaim. Kebijakan ini berlaku mulai 1 Januari 2026.

    Ketentuan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) OJK Nomor 7/SEOJK.05/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Dengan demikian setiap pemegang polis wajib membayar minimal 10% dari total klaim saat menggunakan layanan kesehatan.

    “Produk asuransi kesehatan harus menerapkan pembagian risiko (co-payment) yang ditanggung oleh pemegang polis, tertanggung atau peserta paling sedikit sebesar 10% dari total pengajuan klaim,” tulis SE tersebut.

    OJK menetapkan batas maksimum yang harus dibayar peserta sebesar Rp 300 ribu per pengajuan klaim untuk rawat jalan dan Rp 3 juta untuk rawat inap per pengajuan klaim. Meski begitu, perusahaan asuransi bisa menetapkan nilai lebih tinggi jika disepakati dalam polis.

    “Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Syariah dapat menerapkan batas maksimum yang lebih tinggi sepanjang disepakati antara Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah dan Unit Syariah dengan pemegang polis, tertanggung atau peserta serta telah dinyatakan dalam polis asuransi,” ujar OJK dalam dokumen yang sama.

    Pembagian risiko (co-payment) ini berlaku untuk produk asuransi kesehatan dengan prinsip ganti rugi (indemnity) dan produk asuransi kesehatan dengan skema pelayanan kesehatan yang terkelola (managed care). Sementara itu, dikecualikan untuk produk asuransi mikro.

    “Pembagian risiko (co-payment) bagi skema pelayanan kesehatan yang terkelola (managed care) mulai diberlakukan untuk fasilitas kesehatan tingkat lanjutan,” jelasnya.

    (aid/ara)

  • Wamenkes Pastikan COVID-19 RI Terkendali

    Wamenkes Pastikan COVID-19 RI Terkendali

    Jakarta – Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono buka suara terkait kenaikan kasus COVID-19 di beberapa negara Asia. Ia menjelaskan virus COVID-19 akan terus ada dan melakukan mutasi, seperti varian NB.1.8.1 atau Nimbus yang memicu kenaikan kasus di beberapa negara. Meski begitu, Dante memastikan situasi COVID-19 di Indonesia masih terkendali.

    “Iya masih (COVID-19 di Indonesia terkendali), manageable,” kata Dante ketika ditemui awak media di Jakarta Timur, Kamis (12/6/2025).

    “Jadi memang virus ini kan selalu akan mengalami replikasi dan mengalami mutasi. Ini kita memang nggak bisa lepas dari hidup dengan COVID. Kita tetap terus hidup dengan COVID. COVID ini memang terus akan ada,” sambungnya.

    Dante mengingatkan masyarakat untuk tidak khawatir berlebihan mengingat infeksi varian-varian baru ini tidak menimbulkan gejala yang parah. Kekebalan tubuh masyarakat sudah terbentuk cukup baik karena vaksin yang sudah didapatkan sebelumnya.

    Meski begitu, ia mengingatkan orang-orang berisiko tinggi untuk tetap hati-hati. Jangan sampai infeksi COVID-19 memperparah kondisi penyakit yang sudah ada.

    “Makanya di rumah sakit kalau sekarang ada resiko tinggi, mengalami gejala influenza-like illness, maka cepat diperiksa panel virusnya karena di situ ada pemeriksaan COVID-nya,” kata.

    Berdasarkan laporan terakhir Kementerian Kesehatan, tercatat ada total 75 kasus COVID-19 sepanjang tahun 2025. Sementara, pada periode pekan ke-22 tercatat dua kasus.

    Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebanyak 8 persen pada minggu ke-22 tahun 2025, dari minggu sebelumnya hanya 4 persen.

    Varian yang menyebar di Indonesia saat ini adalah MB.1.1 dan KP.2.18. Pihak Kemenkes menuturkan hingga saat ini belum ditemukan varian Nimbus yang belakangan disorot lantaran masuk daftar Variant Under Monitoring (VUM) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    “Secara umum (keduanya) memiliki karakteristik yang sama dengan JN.1 (penilaian risiko rendah),” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Aji Muhawarman terpisah.

    (avk/up)

  • Dilema Internet di Daerah Terluar: Permintaan Tinggi, Kapasitas Terbatas

    Dilema Internet di Daerah Terluar: Permintaan Tinggi, Kapasitas Terbatas

    Bisnis.com, JAKARTA — Satelit menjadi satu-satunya opsi yang memungkinkan untuk menghubungkan daerah terluar dengan layanan data. Namun seiring dengan kedatangan internet, konsumsi masyarakat di wilayah tersebut terus meningkat melampaui kapasitas yang disediakan. 

    Salah satu lokasi yang membutuhkan dukungan internet dengan bandwidht yang lebih besar adalah Puskesmas Complang, Kupang, Nusa Tenggara Timur. 

    Akses internet yang dihadirkan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) berhasil mempercepat penyerahan data kesehatan dari Puskesmas Camplong ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

    Data yang awalnya masih bersifat fisik, butuh waktu pengiriman secara berjenjang hingga 2 minggu lamanya untuk sampai ke Kemenkes. Berkat internet Bakti kini cukup 2 menit saja.  

    Plh Kepala Puskesmas Camplong Luisa Tecla C Soares menceritakan sebelum ada akses internet dari Bakti, pihak Puskesmas harus mengirim data ke pusat secara fisik.

    Berdasarkan perhitungannya, butuh waktu hingga 2 minggu untuk mengirim berkas fisik dari Puskesmas Complang yang terletak di Desa Kuimasi, Kupang, hingga ke kantor pusat Kementerian Kesehatan. 

    Waktu pelaporan yang panjang tersebut kemudian terpangkas secara signifikan menjadi hanya hitungan menit dengan kehadiran infrastruktur Akses Internet berbasis satelit milik Bakti. 

    “Itu hanya untuk melaporkan saja, sangat lama,” kata Tecla dalam pertemuan dengan Bakti Komdigi, Rabu (11/6/2025). 

    Plh Kepala Puskesmas Camplong Luisa Tecla C Soares

    Tecla mengungkap penyerahan laporan perlu dilakukan agar data di pusat dengan di daerah sinkron, sehingga keputusan yang diambil oleh pemerintah pusat dalam meningkatkan kualitas kesehatan di daerah menjadi lebih tepat dan efektif. 

    Sementara itu, Kasubag Tata Usaha Puskesmas Camplong Kerson M Sunis mengatakan internet dibutuhkan untuk memantau ketersediaan dokter dan tenaga kesehatan di rumah sakit. Kekosongan jaringan internet membuat informasi yang tersedia menjadi tidak sinkron. 

    Sebagai contoh, data di aplikasi menyebut bahwa dokter di rumah sakit telah tersedia. Namun, karena pihak puskesmas datanya belum terupdate, keterangan yang muncul berbeda dengan yang ada di aplikasi. 

    “Akhirnya masyrakat mendapat yang berobat mendapat informasi yang tidak utuh. Mereka bilang kalau dokter sudah tersedia, tetapi di sistem puskesmas yang muncul sebaliknya karena informasi belum diperbarui akibat internet yang lemot,” kata Kerson. 

    Dalam pertemuan tersebut Kerson berharap agar bandwidht atau kecepatan internet di tempatnya bekerja ditingkatkan. Bandwidht yang ada saat ini sangat sedikit, sedangkan aplikasi yang harus dijalankan sangat banyak. Alhasil, aplikasi berjalan lemot yang membuat pelayanan terhadap pasien menjadi terganggu. 

    Terbatas

    Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Kupang memperkirakan kebutuhan bandwidht tidak hanya terjadi di Puskesmas Complang, juga di ratusan titik lainnya yang selama ini mendapat akses internet dari Bakti. Hal itu disebabkan tingkat konsumsi data yang meningkat di masyarakat. 

    Bandwidth atau lebar pita adalah kapasitas atau volume maksimum data yang dapat ditransfer melalui jaringan internet dalam waktu tertentu. Bandwidth diukur dalam satuan bit per detik (bps).

    Ibaratnya, bandwidth adalah lebar jalan raya di mana mobil (data) bisa lewat. Semakin besar bandwidth, semakin banyak data yang dapat ditransfer pada saat yang sama, sehingga internet akan terasa lebih cepat.

    Diketahui, Bakti Komdigi telah berhasil menghubungkan sebanyak 137 titik yang terdiri sarana pendidikan, pemerintahan, hingga kesehatan lewat akses internet berbasis satelit dengan bandwidth sebesar 4 Mbps per titik. 

    Namun, pengguna akses internet tersebut saat ini makin sesak karena banyak masyarakat yang menggunakan layanan internet. 

    Peluncuran Satelit Satria-1

    Kepala Dinas Komunikasi dan Digital (Komdigi) Kabupaten Kupang Yawan Mau mengungkapkan bahwa layanan internet di sejumlah titik masih mengalami kendala bandwidth yang terbatas dan koneksi lambat, terutama di daerah dengan jumlah pengguna yang padat.

    Menurut Yawan, salah satu penyebab utama lambatnya layanan internet adalah tingginya permintaan, sementara itu bandwidth yang diberikan terbatas hanya 4 Mbps.

    Dengan kapasitas sebesar itu, paling maksimal jumlah pengguna adalah 10 orang. Itu pun mereka hanya menggunakan untuk aplikasi pesan, bukan menonton streaming. 

    “Kalau lebih dari 10, tidak bisa,” kata Yawan kepada Bisnis.

    Yawan mengusulkan peningkatan bandwidth dan penambahan kapasitas tower sebagai solusi atas tingginya permintaan layanan internet. Namun, karena bandwidth yang disediakan Bakti bersifat subsidi, maka tidak dapat terlalu banyak. Perlu kolaborasi dengan penyedia tower komersial untuk menambah kapasitas dan bandwidth tambahan.

    Adapun dalam menjaga kualitas layanan di Nusa Tenggara Timur, termasuk di Kupang, Bakti berencana menaikan bandwidth hingga memperbaiki kualitas base transceiver station (BTS) 4G.

    Direktur Utama Bakti Fadhilah Mathar mengatakan kendala internet lambat pada layanan Bakti di sejumlah wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) kapasitas bandwidth yang terbatas, terutama karena akses internet digunakan secara bersamaan untuk aplikasi-aplikasi mandatori. 

    Wanita yang akrab disapa Indah menuturkan kapasitas awal 4 Mbps per lokasi sebenarnya disesuaikan untuk kebutuhan dua administrator. Namun, seiring waktu, jumlah pengguna dan aplikasi yang diakses terus bertambah, sehingga kapasitas tersebut menjadi tidak memadai. 

    “Awalnya 4 Mbps cukup, tetapi sekarang sudah tidak lagi,” kata Indah, Rabu (11/6/2025).

    Indah mengatakan saat ini Bakti sedang menambah IP transit untuk meningkatkan kapasitas ke masing-masing titik layanan.

    Best practice internasional menyarankan kapasitas di atas 10 Mbps per titik, dan Bakti berupaya mencapainya dengan sumber daya yang tersedia, meski dihadapkan pada kendala infrastruktur seperti listrik yang sering naik turun.

    Di NTT sendiri, Bakti telah membangun 427 BTS 4G dan 112 BTS Universal Service Obligation (USO). Beberapa BTS USO kini sudah ditingkatkan kapasitasnya dari 4 Mbps menjadi 8 Mbps, sesuai kebutuhan dan lokasi. BTS tersebut akan mendapat suntikan internet Satria-1 yang mengangkut kapasitas 150 Gbps. 

    Sisa Kapasitas Satelit Satria

    Adapun pada perkembangannya, hingga pertengahan 2025 sekitar 70% kapasitas IP transit Satria-1 sudah terimplementasi dan ditargetkan bisa mencapai 90% tahun ini. Bakti juga melakukan perbaikan kualitas layanan BTS dan menambah bandwidth, terutama di titik-titik dengan kebutuhan tinggi. Jika ada event nasional atau kebutuhan mendadak, kapasitas bisa diprioritaskan ke lokasi tertentu.

    Fadhilah menegaskan, kapasitas satelit yang digunakan di wilayah-wilayah tanpa fiber optik memang terbatas. Oleh karena itu, Bakti berkolaborasi dengan Telkomsat untuk uji coba penambahan kapasitas di tiga lokasi, dan tidak menutup kemungkinan pengembangan lebih lanjut jika hasilnya efektif.

    Sebagai enabler, Bakti menegaskan komitmennya mendukung digitalisasi layanan publik, seperti kesehatan dan pendidikan, meski harus terus beradaptasi dengan kebutuhan yang terus berkembang. 

    “Digitalisasi membantu proses kerja pemerintah jadi lebih efisien. Data yang dulu harus dikirim fisik selama dua minggu, kini bisa sampai dalam hitungan jam,” tutup Fadhilah.

  • Jaksel terus skrining dan lacak kasus COVID-19

    Jaksel terus skrining dan lacak kasus COVID-19

    Arsip foto – Petugas medis (kanan) menyuntikan vaksin ke seorang tenaga kesehatan (kiri) saat simulasi pemberian vaksin COVID-19 di RSIA Tambak, Jakarta, Rabu (13/1/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.

    Jaksel terus skrining dan lacak kasus COVID-19
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Rabu, 11 Juni 2025 – 14:13 WIB

    Elshinta.com – Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan terus melakukan skrining dan melacak kasus COVID-19 sebagai langkah penting untuk mencegah penyebaran virus corona di wilayah tersebut.

    “Pemerintah akan terus melakukan skrining dan pelacakan kasus,” kata Kepala Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Jakarta Selatan, Yudi Dimyati saat dihubungi di Jakarta, Rabu.

    Yudi juga menyampaikan kepada masyarakat yang belum mendapat vaksinasi diharapkan segera vaksin (booster) COVID-19.

    Namun diingatkan bahwa vaksinasi tersebut sesuai kriteria dengan memperhatikan usia seperti lansia maupun pasien dengan komorbid.

    Lalu, masyarakat juga terus diingatkan untuk menjalankan protokol kesehatan sebagai antisipasi terserang penyakit COVID-19 tersebut.

    “Masyarakat diimbau untuk tetap menjaga protokol kesehatan ringan, seperti mencuci tangan, menggunakan masker saat sakit atau di tempat ramai serta menjaga jarak bila mengalami gejala flu,” katanya.

    Sudinkes Jakarta Selatan (Jaksel) berharap tak ada lagi stigma kepada pasien COVID-19. Karena itu dukungan sosial sangat penting dalam proses pemulihan para pasien.

    Sudinkes Jaksel memastikan 15 pasien yang terpapar COVID-19 selama 2025 telah sembuh usai menjalani pengobatan dan perawatan.

    Penemuan 15 pasien COVID-19 pada 2025 ini usai memeriksa kesehatan maupun hasil diagnosa laboratorium rumah sakit.

    Data itu mengacu dari “New All Record” (NAR) yang merupakan sistem database kesehatan milik Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

    Ditemukan satu kasus yang diagnosis suspek atau dalam arti pasien dikirim dari rumah sakit untuk pemeriksaan COVID-19 karena ada gejala.

    Sedangkan, sebanyak 14 pasien merupakan kasus skrining yang artinya memeriksakan kesehatannya.

    Sudinkes Jaksel menilai jumlah kasus COVID-19 di Jakarta Selatan pada tahun 2025 relatif rendah, dengan 15 kasus yang sebagian besar ditemukan melalui skrining.

    Angka ini terbilang menurun jika dibandingkan dengan tahun 2024 yang mencapai 743 orang terjangkit COVID-19.

    Sumber : Antara

  • dari 2 Minggu jadi 2 Menit

    dari 2 Minggu jadi 2 Menit

    Bisnis.com, KUPANG — Akses internet yang dihadirkan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) berhasil mempercepat penyerahan data kesehatan dari Puskesmas Camplong ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

    Data yang awalnya masih bersifat fisik, butuh waktu pengiriman secara berjenjang hingga 2 minggu lamanya untuk sampai ke Kemenkes. Berkat internet Bakti kini cukup 2 menit saja.  

    Plh Kepala Puskesmas Camplong Luisa Tecla C Soares menceritakan sebelum ada akses internet dari Bakti, pihak Puskesmas harus mengirim data ke pusat secara fisik.

    Berdasarkan perhitungannya, butuh waktu hingga 2 minggu untuk mengirim berkas fisik dari Puskesmas Complang yang terletak di Desa Kuimasi, Kupang, hingga ke kantor pusat Kementerian Kesehatan. 

    Waktu pelaporan yang panjang tersebut kemudian terpangkas secara signifikan menjadi hanya hitungan menit dengan kehadiran infrastruktur Akses Internet berbasis satelit milik Bakti. 

    “Itu hanya untuk melaporkan saja, sangat lama,” kata Tecla dalam pertemuan dengan Bakti Komdigi, Rabu (11/6/2025). 

    Tecla mengungkap penyerahan laporan perlu dilakukan agar data di pusat dengan di daerah sinkron, sehingga keputusan yang diambil oleh pemerintah pusat dalam meningkatkan kualitas kesehatan di daerah menjadi lebih tepat dan efektif. 

    Dalam pertemuan tersebut Tecla juga berharap agar bandwidht atau kecepatan internet di tempatnya bekerja ditingkatkan. Bandwidht yang ada saat ini sangat sedikit, sedangkan aplikasi yang harus dijalankan sangat banyak. Alhasil, aplikasi berjalan lemot yang membuat pelayanan terhadap pasien menjadi terganggu. 

    “Saat ini kualitas internet Bakti kurang optimal, internet lambat. Padahal semua laporan sudah lewat online,” kata 

    Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama Bakti Fadhilah Mathar mengatakan kualitas layanan yang melambat disebabkan jumlah pengguna internet yang makin banyak di Puskesmas Complang. Di sisi lain, aplikasi yang dipakai juga makin berat dan bertambah. 

    Untuk mengatasi hal ini, Bakti bakal meningkatkan kapasitas internet di Puskesmas Complang dari 4 Mbps menjadi 8 Mbps, dengan harapan layanan puskesmas berjalan lebih baik. 

    “Peningkatan kapasitas bersifat gradual, ketika puskesmas sedang sepi atau tidak banyak pasien, kecepatan yang dikembalikan ke awal,” kata wanita yang akrab disapa Indah. 

    Indah juga mengatakan kualitas internet turut dipengaruhi oleh kondisi kelistrikan. Makin stabil listrik, makin baik internet yang diberikan karena perangkat telekomunikasi membutuhkan dukungan listrik yang stabil agar tidak rusak. 

    Sebelumnya, Bakti telah menyalurkan internet ke 27.805 titik di seluruh wilayah tertinggal di Indonesia. Melalui program Akses Internet (AI) puluhan ribu titik tersebut mendapat internet dari satelit Multifungsi Satria-1. 

    Satelit Satria-1 merupakan satelit Geostasioner yang mengorbit pada ketinggian 36.000 kilometer di atas permukaan bumi. Satelit ini memiliki kapasitas 150 Gbps, dan menjadi satelit GEO dengan kapasitas terbesar di Indonesia saat ini.

    Berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, sektor yang paling banyak mendapat manfaat dari Akses Internet Bakti adalah sektor pendidikan dengan 19.598 titik. Kemudian sektor pemerintahan (5.287 titik), sektor kesehatan (1.362 titik), pertahanan dan keamanan (455 titik), komunitas (394 titik), tempat ibadah (368 titik), pariwisata (132 titik), layanan bisnis (188 titik), dan transportasi publik (21 titik). 

    Adapun berdasarkan wilayahnya, sebanyak 7.464 titik (26,85%) berada di Pulau Sumatra, Pulau Sulawesi sebanyak 4.816 titik (17,32%), Pulau Jawa sebanyak 4.738 titik (17,03%), Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 3.857 titik (13,88%), Kalimantan sebanyak 3.791 titik (13,63%), Maluku sebanyak 1.514 titik (5,45%), dan terakhir Papua sebanyak 1.625 titik (5,84%). 

  • Dikenal Antivax, Menkes AS Pecat Semua Panel Ahli Komite Vaksin CDC

    Dikenal Antivax, Menkes AS Pecat Semua Panel Ahli Komite Vaksin CDC

    Jakarta – Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan atau Health and Human Services Secretary (HHS) Robert F. Kennedy Jr. mengumumkan bahwa ia akan mencopot semua 17 anggota tetap komite penasihat vaksin Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit dan menggantinya dengan anggota baru.

    Komite Penasihat untuk Praktik Imunisasi atau The Advisory Committee for Immunization Pract (ACIP) membuat rekomendasi tentang keamanan, kemanjuran, dan kebutuhan klinis vaksin.

    “Hari ini kami memprioritaskan pemulihan kepercayaan publik di atas agenda pro atau antivaksin tertentu,” kata Kennedy dalam sebuah pernyataan dikutip dari ABC News, Rabu (11/6/2025).

    Dalam siaran pers, HHS mengatakan pemerintahan Biden menunjuk semua 17 anggota ACIP yang sedang menjabat, dengan 13 dari penunjukan tersebut terjadi pada tahun 2024.

    Penunjukan tersebut berarti pemerintahan Trump harus menunggu hingga tahun 2028 sebelum memilih mayoritas anggota komite, menurut Kennedy.

    Kennedy mengatakan mengganti anggota komite yang sedang menjabat akan membantu memulihkan kepercayaan publik.

    “Pembersihan menyeluruh diperlukan untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap ilmu vaksin,” pernyataan Kennedy berlanjut.

    “Anggota baru ACIP akan memprioritaskan kesehatan masyarakat dan pengobatan berbasis bukti. Komite tidak akan lagi berfungsi sebagai stempel karet untuk agenda industri yang mencari untung,” sambung dia.

    Kennedy juga menulis bahwa ACIP tidak pernah merekomendasikan vaksin ‘bahkan yang kemudian ditarik karena alasan keamanan.’

    Pertemuan ACIP berikutnya dijadwalkan pada tanggal 25-27 Juni. Kennedy mengatakan pada hari Selasa (10/2) malam bahwa ia akan menunjuk anggota baru dalam “beberapa hari mendatang” dan bahwa mereka akan memilih “dokter dan ilmuwan yang sangat berkualifikasi” dan bukan “anti-vaksin ideologis.”

    Kennedy telah menghadapi kritik atas aktivisme anti-vaksinnya, yang mencakup pendirian lembaga nirlaba anti-vaksin terbesar di negara itu.

    (kna/kna)

  • Varian COVID-19 Nimbus ‘Ngegas’ di 22 Negara, Sudah Ada di Indonesia?

    Varian COVID-19 Nimbus ‘Ngegas’ di 22 Negara, Sudah Ada di Indonesia?

    Jakarta

    Varian COVID-19 baru ‘Nimbus’ tengah diawasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena kemunculannya telah menyebabkan peningkatan infeksi di beberapa wilayah di dunia. Sejauh ini ada sekitar 22 negara yang melaporkan varian COVID-19 ‘Nimbus’ di antaranya Singapura dan Thailand.

    Berbeda dari negara tetangga, Indonesia sejauh ini belum melaporkan adanya kasus COVID-19 varian Nimbus atau NB.1.8.1 itu. Kementerian Kesehatan RI mengatakan pihaknya baru bisa memastikan setelah dilakukan pengecekan dengan tes whole genome sequencing.

    “Sampai Minggu ke-23, Subvarian yang masih bersirkulasi di Indonesia adalah MB.1.1 dan KP.2.18, secara umum memiliki karakteristik yang sama dengan JN.1 (penilaian risiko rendah),” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Aji Muhawarman saat dihubungi detikcom, Selasa (10/6/2025).

    Varian ‘Nimbus’ masih merupakan turunan dari sub-varian Omicron, varian COVID-19 yang dikenal dengan gejala relatif ringan. Secara umum, gejala masih sama antara lain fatigue atau kelelahan, batuk ringan, demam, nyeri otot, dan hidung tersumbat.

    Varian COVID-19 ‘Nimbus’ memiliki mutasi yang dapat meningkatkan daya tularnya dan memungkinkannya lolos dari antibodi tertentu. Meskipun demikian, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa tidak ada bukti bahwa varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan dengan varian lain yang saat ini beredar.

    NEXT: Daftar Negara yang Melaporkan Varian COVID-19 Nimbus

    Berikut adalah beberapa negara yang sudah mendeteksi varian Nimbus:

    Singapura: 366 kasusThailand: 176 kasusAmerika Serikat: 148 kasusAustralia: 188 kasusKanada: 108 kasusSelandia Baru: 92 kasusHong Kong: 77 kasusTaiwan: 48 kasusKorea Selatan: 47 kasusInggris: 29 kasusPrancis: 29 kasus