Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Peserta Asuransi Kesehatan Bakal Tanggung 10 Persen Klaim, Menkes Bilang Gini

    Peserta Asuransi Kesehatan Bakal Tanggung 10 Persen Klaim, Menkes Bilang Gini

    Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menanggapi aturan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan nasabah asuransi kesehatan swasta menanggung sendiri sebagian biaya pengobatan (co-payment) sebesar 10 persen.

    Aturan tersebut tertuang dalam SEOJK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Meski belum membaca secara rinci isi regulasi tersebut, Menkes mengaku memahami bahwa ketentuan ini berlaku khusus untuk asuransi swasta.

    “Saya belum update sekali tentang aturan ini ya, tapi pemahaman saya itu berlaku untuk asuransi swasta,” ujar Menkes Budi kepada wartawan, Kamis (12/6/2025).

    Menkes menyebut belum bisa memberikan komentar lebih lanjut karena masih ingin mempelajari isi aturan secara menyeluruh. Namun, secara prinsip, ia menilai sistem co-payment bisa memberikan nilai edukatif bagi para pemegang polis.

    “Di mata saya, ada bagusnya juga dengan adanya co-payment ini. Jadi mirip seperti asuransi kendaraan, kalau ada tabrakan, kita tetap harus bayar sedikit. Dengan begitu, kita jadi lebih hati-hati dalam berkendara,” jelasnya.

    Ia melihat konsep yang sama bisa diterapkan dalam konteks kesehatan. Co-payment dinilai dapat mendorong masyarakat untuk lebih menjaga kesehatannya.

    “Saya rasa itu bagus juga untuk mendidik para pemegang polis asuransi swasta, agar mereka menjaga kesehatan dan tidak gampang sakit,” ujar Menkes Budi.

    Sistem co-payment berarti peserta asuransi menanggung sebagian kecil dari total biaya layanan kesehatan, sedangkan sisanya ditanggung oleh perusahaan asuransi. Kebijakan ini sebelumnya menuai pro dan kontra di masyarakat, terutama soal keadilan dan beban biaya tambahan yang harus ditanggung pasien.

    Sebelumnya diberitakan, SEOJK No.7/2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan akan mulai efektif per 1 Januari 2026, dengan masa penyesuaian sampai 31 Desember 2026 bagi polis yang otomatis diperpanjang.

    “Melalui ketentuan ini, OJK mendorong efisiensi pembiayaan layanan kesehatan jangka panjang di tengah tren inflasi medis yang terus naik,” tulis OJK dalam keterangan resminya, Kamis (5/6/2025).

    OJK menegaskan, skema co‑payment diterapkan untuk menahan laju inflasi medis yang rata‑rata 2-3kali inflasi umum di Indonesia, juga mencegah ‘over‑utilization’ atau penggunaan layanan kesehatan berlebihan oleh pemegang polis, menekan premi agar tetap terjangkau dalam jangka panjang.

    “Copayment diharapkan membuat peserta lebih bijak memakai layanan medis, sekaligus menekan moral hazard,” tulis OJK dalam dokumen FAQ resmi.

    (naf/kna)

  • Video Menkes soal Nasabah Asuransi Tanggung Biaya 10%: Kalau Bisa Jangan Sakit

    Video Menkes soal Nasabah Asuransi Tanggung Biaya 10%: Kalau Bisa Jangan Sakit

    Jakarta – detikers, udah tahu belum nih? Sekarang ada mekanisme pembagian biaya atau co-payment di produk asuransi kesehatan yang mewajibkan pemegang polis atau nasabah menanggung 10% dari total pengajuan klaim. Aturan baru yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ini rencananya mulai diberlakukan pada 1 Januari 2026 mendatang.

    Nah atas SEOJK ini, Menteri Kesehatan Budi Gunadi pun memberikan tanggapannya. Ia pun menganalogikan aturan baru di produk asuransi kesehatan itu seperti pada asuransi kendaraan.

    Oh ya, jangan lupa klik di sini untuk melihat video-video seputar Menkes Budi Gunadi Sadikin lainnya!

    (/)

    menkes budi gunadi aturan baru ojk biaya co-payment asuransi biaya co-payment asuransi 10 persen nasabah asuransi kesehatan nasabah asuransi ojk

  • Respons Guru Besar FKUI soal Usulan Pencopotan Menkes

    Respons Guru Besar FKUI soal Usulan Pencopotan Menkes

    Jakarta

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) sekaligus jubir Presiden Prabowo Subianto, Prasetyo Hadi, merespons munculnya usulan pencopotan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Prasetyo mengatakan pihaknya telah mendengar aspirasi tersebut.

    “Nah itu bagian dari evaluasi-evaluasi kita tentu mendengarkan aspirasi dari masyarakat, terutama masyarakat kedokteran, teman-teman dokter kan adalah individu-individu atau insan-insan pilihan,” kata Prasetyo di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/5/2025).

    Menanggapi hal ini, salah satu guru besar FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH mengatakan reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto.

    Saat ditanya jika ke depannya benar-benar ada pergantian di kursi Menteri Kesehatan, Prof Ari menegaskan sosok baru yang mengisi tak harus berlatar belakang dokter.

    “Apabila Menteri tersebut bisa berkomunikasi dengan baik, bisa ngobrol dengan baik. Apa yang menjadi saran dari kami, itu diterima dan dilaksanakan, dan yang terpenting kita punya semangat yang sama,” kata Prof Ari di FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Pada hari ini, Kamis (12/6/2025) sekitar 100 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menggelar aksi ‘Guru Besar Indonesia Berseru Jilid 2’ di Aula FKUI di Gedung IMERI FKUI, Salemba, Jakarta Pusat.

    “Ketika seruan ini tidak memberikan perubahan, kami akan menyampaikan seruan berikutnya,” kata Prof Ari.

    “Sampai saat ini tidak ada pemikiran para guru besar ini untuk mogok. Sejatinya justru kami ingin anak-anak ini tetap sekolah. Kami tidak akan mogok kerja, mogok segala macam, kami cinta mahasiswa kami,” tutupnya.

    Terkait aksi protes para guru besar FKUI terkait tata kelola pelayanan kesehatan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Juru Bicara (Jubir) Kemenkes drg Widyawati mengatakan pihaknya bersedia jika pihak akademisi mengundang untuk berdialog.

    “Kemenkes sudah mengundang untuk dialog, namun menyayangkan tidak hadir. Kemenkes siap hadir kalau diundang oleh oleh mereka. Tata kelola kolegium merupakan amanat Undang-Undang Kesehatan. Mari kita semua mematuhi UU yang ada,” kata drg Widyawati saat dihubungi detikcom, Kamis (12/6/2025).

    (dpy/up)

  • Protes Kebijakan Menkes, Sejumlah Guru Besar FKUI Ingin Temui Prabowo

    Protes Kebijakan Menkes, Sejumlah Guru Besar FKUI Ingin Temui Prabowo

    Jakarta

    Sekitar 100 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) kembali menyuarakan keresahan mereka terkait tata kelola kesehatan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Para guru besar menegaskan telah kehilangan rasa percaya ke Menkes, sehingga ingin berdialog dengan Presiden Prabowo Subianto.

    “Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti serta kebijaksanaan kolektif bangsa dalam mencapai tujuan program Asta Cita,” tulis pernyataan Guru Besar Indonesia Berseru Jilid 2 yang diterima detikcom.

    Salah satu guru besar FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH mengatakan pihaknya membuka pintu lebar-lebar jika Presiden Prabowo ingin berdiskusi dengan para akademisi.

    “Kami sangat berterima kasih kalau bapak Presiden mau bertemu dengan 372 guru besar. Kami mengidam-idamkan bertemu dengan pak Presiden langsung,” kata Prof Ari kepada awak media di FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Senada, Guru Besar FKUI Prof Dr dr Siti Setiati, SpPD-KGer, M.Epid, FINASIM mengatakan bahwa pihaknya sebelumnya telah mengirim surat langsung ke Presiden Prabowo.

    “Saya kira surat kami sudah sampai ya, karena sudah ada respons dari Istana, ‘Akan diperhatikan suara-suara dari guru besar itu sangat penting, akan kami perhatikan’,” kata Prof Siti.

    “Tapi baru sampai situ, belum ada lanjutannya. Itu yang kami tunggu sebetulnya, apakah kami dipanggil. Kalau bisa kita ngobrol deh dari hati ke hati, kami juga bisa memberikan penjelasan ke beliau (Prabowo) kenapa kami melakukan aksi seperti ini,” tutupnya.

    Terkait aksi protes para guru besar FKUI terkait tata kelola pelayanan kesehatan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Juru Bicara (Jubir) Kemenkes drg Widyawati mengatakan pihaknya bersedia jika pihak akademisi mengundang untuk berdialog.

    “Kemenkes sudah mengundang untuk dialog, namun menyayangkan tidak hadir. Kemenkes siap hadir kalau diundang oleh oleh mereka. Tata kelola kolegium merupakan amanat Undang-Undang Kesehatan. Mari kita semua mematuhi UU yang ada,” kata drg Widyawati saat dihubungi detikcom, Kamis (12/6/2025).

    (dpy/up)

  • Tiap 5 Menit, 2 Warga di RI Meninggal karena TBC

    Tiap 5 Menit, 2 Warga di RI Meninggal karena TBC

    Jakarta – Penyakit tuberkulosis (TBC) masih menjadi ancaman mematikan di Indonesia. Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengingatkan dua orang meninggal akibat TBC setiap lima menit di Indonesia. Artinya, dalam satu jam, ada 24 nyawa yang melayang karena TBC.

    “Setiap lima menit ada dua yang wafat. Kita bicara di acara ini, yang wafat karena TBC mungkin sudah 20 lebih,” katanya, dalam dialog bersama warga di Kabupaten Bogor, Rabu (11/6/2025).

    TBC, yang sejatinya dapat disembuhkan dengan pengobatan rutin, justru menjadi penyebab kematian tertinggi dari penyakit menular di Indonesia. Penundaan diagnosis, kurangnya kesadaran, serta pengobatan tidak tuntas disebut sebagai penyebab utama tingginya angka kematian ini.

    “Masalahnya, selesainya (konsumsi obat) itu enam bulan. Minumnya setiap hari, pilnya banyak, lebih dari empat. Tapi kita harus sabar, tidak apa-apa, daripada tidak sembuh,” jelas Menkes.

    Menkes menegaskan penyakit ini mematikan bila tidak diobati dengan benar. Ia mengingatkan masyarakat akan pentingnya deteksi dini dan pengobatan lengkap, serta menyerukan empat langkah penting untuk pemerintah daerah, yakni menemukan kasus, segera diobati, menyelesaikan pengobatan, dan memberikan terapi pencegahan pada orang yang kontak erat.

    “Kalau tidak ditemukan dan diobati sampai sembuh, dia menular, dia mematikan,” tegas Menkes.

    Program penanggulangan TBC ini juga menjadi bagian dari prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. “Beliau terkejut melihat kematian TBC ini tinggi sekali,” ujar Budi.

    Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus (Bappisus), Aries Marsudiyanto, juga menyoroti bahaya laten TBC yang terus menelan korban jiwa. Ia mendorong masyarakat untuk aktif melapor dan mendukung program Temukan, Obati, Sampai Sembuh (TOSS), sembari menepis hoaks yang menghambat penanganan.

    Menkes mengakhiri dialog dengan wanti-wanti TBC bisa dicegah dan diobati, tetapi jika diabaikan, bisa membawa kematian.

    “Begitu ketahuan, dikasih obat, dia berhenti kok penularannya. Obatnya ada, dan kalau selesai, dia sembuh,” pungkasnya.

    Sebagai catatan, gejala TBC relatif bervariasi, tetapi wajib waspada bila mengeluh batuk terus-menerus lebih dari 2 minggu, berdahak maupun tidak, pada kasus lanjut batuk bisa berdarah. Keluhan ini juga disertai demam berkepanjangan yang umumnya muncul pada sore atau malam hari.

    Berkeringat di malam hari meski tanpa aktivitas berat, penurunan berat badan drastis tanpa sebab jelas, nafsu makan menurun, cepat lelah atau merasa lemah.

    (naf/kna)

  • Kembali Gelar Protes, Ini Seruan Sejumlah Guru Besar FKUI untuk Menkes

    Kembali Gelar Protes, Ini Seruan Sejumlah Guru Besar FKUI untuk Menkes

    Jakarta – Sekitar 100 guru besar kembali menggelar orasi, menyuarakan keprihatinan tata kelola kesehatan di masa kepimimpinan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Menkes Budi dinilai mengambil terlalu banyak wewenang dalam proses program pendidikan dokter spesialis (PPDS), sekaligus dinilai melemahkan peran organisasi profesi.

    Pemerintah diminta lebih perlu fokus memastikan distribusi dokter dan ketersediaan alat juga tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil dan terluar, alih-alih terlalu banyak mengurusi susunan kepengurusan kolegium. Mengingat, kolegium menjadi ‘peran penting’ untuk menentukan kurikulum maupun kompetensi PPDS.

    Bila kolegium tak lagi independen, hal ini dikhawatirkan bisa berdampak pada ‘cetakan’ dokter yang tidak sesuai standar kompetensi, berujung pada buruknya pelayanan.

    “Kembalikan roh kami para ilmuwan yaitu kebebasan akademi, dengan demikian kami dapat mengelola pendidikan kedokteran dan memberikan layanan terbaik bagi masyarakat yang terus dimutakhirkan,” seru Prof Dr Sulistyowati Irianto, M, A, yang membuka orasi Jilid II Protes Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), di Aula Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Para guru besar juga menyesalkan keinginan Menkes Budi yang lebih banyak ingin PPDS berada di bawah rumah sakit pemerintah, alih-alih universitas. Hal ini dinilai menyalahi ketentuan dasar berjalannya PPDS dengan tiga entitas utama, yakni fakultas kedokteran, rumah sakit pendidikan, dan kolegium.

    “Dengan ini kami menyerukan panggilan perhatian dan tindak nyata dari pemerintah atas keprhatinan yang telah kami sampaikan sebelumnya,” lanjutnya.

    “Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti,” tutup para guru besar dalam keterangan yang mengatasnamakan 372 Guru Besar FKUI.

    Dihubungi terpisah, juru bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), drg Widyawati, MKM, menegaskan Kemenkes RI sebelumnya sudah berupaya untuk mengundang dialog para guru besar terkait keprihatinan yang disampaikan.

    Ia menyesalkan ketidakhadiran para guru besar tersebut dengan alasan ketidakterbukaan. Pihaknya memastikan terbuka untuk diskusi bersama bila diundang pada sebuah forum terbuka sesuai dengan keinginan para guru besar.

    “Soal kolegium, tata kelola kolegium merupakan amanat undang-undang kesehatan. Mari kita mematuhi semua Undang Undang yang ada,” jelasnya saat dihubungi detikcom Kamis (12/6).

    (naf/up)

  • Kembali Gelar Protes, Ini Seruan Sejumlah Guru Besar FKUI untuk Menkes

    Kembali Gelar Protes, Ini Seruan Sejumlah Guru Besar FKUI untuk Menkes

    Jakarta – Sekitar 100 guru besar kembali menggelar orasi, menyuarakan keprihatinan tata kelola kesehatan di masa kepimimpinan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Menkes Budi dinilai mengambil terlalu banyak wewenang dalam proses program pendidikan dokter spesialis (PPDS), sekaligus dinilai melemahkan peran organisasi profesi.

    Pemerintah diminta lebih perlu fokus memastikan distribusi dokter dan ketersediaan alat juga tenaga kesehatan di daerah-daerah terpencil dan terluar, alih-alih terlalu banyak mengurusi susunan kepengurusan kolegium. Mengingat, kolegium menjadi ‘peran penting’ untuk menentukan kurikulum maupun kompetensi PPDS.

    Bila kolegium tak lagi independen, hal ini dikhawatirkan bisa berdampak pada ‘cetakan’ dokter yang tidak sesuai standar kompetensi, berujung pada buruknya pelayanan.

    “Kembalikan roh kami para ilmuwan yaitu kebebasan akademi, dengan demikian kami dapat mengelola pendidikan kedokteran dan memberikan layanan terbaik bagi masyarakat yang terus dimutakhirkan,” seru Prof Dr Sulistyowati Irianto, M, A, yang membuka orasi Jilid II Protes Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), di Aula Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Para guru besar juga menyesalkan keinginan Menkes Budi yang lebih banyak ingin PPDS berada di bawah rumah sakit pemerintah, alih-alih universitas. Hal ini dinilai menyalahi ketentuan dasar berjalannya PPDS dengan tiga entitas utama, yakni fakultas kedokteran, rumah sakit pendidikan, dan kolegium.

    “Dengan ini kami menyerukan panggilan perhatian dan tindak nyata dari pemerintah atas keprhatinan yang telah kami sampaikan sebelumnya,” lanjutnya.

    “Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti,” tutup para guru besar dalam keterangan yang mengatasnamakan 372 Guru Besar FKUI.

    Dihubungi terpisah, juru bicara Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes), drg Widyawati, MKM, menegaskan Kemenkes RI sebelumnya sudah berupaya untuk mengundang dialog para guru besar terkait keprihatinan yang disampaikan.

    Ia menyesalkan ketidakhadiran para guru besar tersebut dengan alasan ketidakterbukaan. Pihaknya memastikan terbuka untuk diskusi bersama bila diundang pada sebuah forum terbuka sesuai dengan keinginan para guru besar.

    “Soal kolegium, tata kelola kolegium merupakan amanat undang-undang kesehatan. Mari kita mematuhi semua Undang Undang yang ada,” jelasnya saat dihubungi detikcom Kamis (12/6).

    (naf/up)

  • Guru Besar FKUI Ramai-ramai Protes Menkes, Dekan Beberkan Posisi Wamenkes di Kampus

    Guru Besar FKUI Ramai-ramai Protes Menkes, Dekan Beberkan Posisi Wamenkes di Kampus

    Jakarta – Menyusul maraknya gelombang protes para guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, komunikasi dengan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono jadi sorotan. Mengingat, Dante juga menjadi Guru Besar FKUI sejak Oktober 2022.

    Hal yang kemudian dipersoalkan adalah nihilnya komunikasi para Guru Besar FKUI dengan Wamenkes, sampai muncul seruan berjilid. Meski begitu, salah satu guru besar FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH menyebut komunikasi dengan Dante sebenarnya masih berjalan.

    Sayangnya, menurut Prof Ari beberapa hal yang diutarakan tidak lantas ditindak lebih lanjut. Terlebih, menurutnya posisi Dante sebagai Wamenkes tidak bisa memiliki wewenang lebih banyak.

    “Jadi betul memang Wamenkes guru besar, tapi terus terang ketika jadi Wamenkes itu freeze jabatan sebagai dosennya di-freeze. Beliau saat ini jabatan struktural sebagai Wamenkes,” terang Prof Ari dalam konferensi pers, Kamis (12/6/2025).

    “Apakah kami ada komunikasi dengan yang bersangkutan? Sering, tetapi pada kenyataannya kan narasi-narasi itu masih muncul, muncul dari Menkes. Jadi saya rasa saat Menkes-nya masih aktif, Wamenkes tidak banyak hal yang bisa dikerjakan,” lanjutnya.

    Seruan jilid II para Guru Besar FKUI menyoroti hilangnya kepercayaan mereka pada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Pasalnya, hingga kini, mereka menilai tidak ada perbaikan yang dilakukan Menkes.

    “Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti,” demikian seruan jilid II di Salemba, yang dihadiri sekitar 100 guru besar FKUI.

    (naf/up)

  • Wali Kota Mojokerto Tegaskan Komitmen Layanan Kesehatan Gratis Sejak Awal

    Wali Kota Mojokerto Tegaskan Komitmen Layanan Kesehatan Gratis Sejak Awal

    Mojokerto (beritajatim.com) – Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari kembali menegaskan komitmennya dalam memberikan layanan kesehatan yang merata dan gratis bagi warganya. Hal tersebut didampaikan saat meninjau pelaksanaan Cek Kesehatan Gratis (CKG) di sejumlah puskesmas di Kota Mojokerto.

    Dalam kunjungan ke Puskesmas Blooto, Mentikan, Kedundung, dan Kranggan, Ning Ita (sapaan akrab, red) menyapa langsung warga dan memastikan jalannya layanan berlangsung optimal. Ning Ita menyampaikan bahwa program serupa telah lama dijalankan Pemerintah Kota Mojokerto, bahkan sebelum CKG menjadi program nasional.

    “Tanpa program CKG dari Kemenkes pun, warga Kota Mojokerto sudah rutin mendapatkan pemeriksaan kesehatan secara gratis sejak lima tahun terakhir. Ini bentuk komitmen kami terhadap pelayanan kesehatan yang menyeluruh,” ungkapnya, Kamis (12/6/2025).

    Kota Mojokerto kini menjadi salah satu daerah dengan capaian CKG tertinggi. Hingga 11 Juni 2025, sebanyak 45,84 persen sasaran warga atau 62.989 jiwa dari total 137.393 telah terlayani. Angka ini jauh melampaui target nasional yang ditetapkan Kementerian Kesehatan sebesar 36 persen hingga akhir 2025.

    “Capaian tersebut merupakan hasil dari kolaborasi dan budaya sadar sehat yang terus dibangun di tengah masyarakat. Kami menargetkan 100 persen warga Mojokerto dapat memanfaatkan layanan ini. Tidak boleh ada yang tertinggal,” katanya.

    Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto terus mengajak masyarakat aktif melakukan deteksi dini berbagai penyakit demi mewujudkan kota sehat, tangguh, dan berkualitas. [tin/kun]

  • Ini Daftar Penyakit yang Paling Banyak Ditemukan saat Cek Kesehatan Gratis

    Ini Daftar Penyakit yang Paling Banyak Ditemukan saat Cek Kesehatan Gratis

    Jakarta – Saat ini, sebanyak 8 juta warga Indonesia telah memanfaatkan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang tersebar di 38 provinsi. Program ini melibatkan 9.552 puskesmas, atau sekitar 93 persen dari total puskesmas yang ada di Indonesia.

    Berdasarkan data CKG, ditemukan sejumlah masalah kesehatan yang cukup banyak dialami peserta. Temuan ini menjadi peringatan penting bagi masyarakat untuk lebih memperhatikan kondisi kesehatannya sejak dini.

    1. Masalah Gigi

    Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, menyebut, masalah kesehatan yang paling banyak ditemukan pada program CKG adalah masalah kesehatan gigi dan mulut.

    “Masalah yang kita temui dari cek kesehatan gratis ini, yang paling tinggi adalah gigi. Saya baru sadar begitu periksa gigi saya ada bolongnya, beberapa juga diganti. Nah masalah kesehatan gigi ini tinggi sekali, terjadi di masyarakat Indonesia,” ucapnya dalam konferensi pers, Kamis (12/6/2025).

    Senada, peneliti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Iwan Ariawan juga menyebutkan lebih dari separuh dari peserta CKG memiliki masalah pada kesehatan gigi dan mulut, mulai dari gigi berlubang, gigi hilang gigi goyang, hingga gusi turun.

    “Ini 50 sampai 60 persen mengalami masalah ini,” ucapnya dalam acara yang sama.

    “Hampir dari separuh peserta CKG ini punya masalah dengan giginya. Masalah ini maksudnya giginya goyang, giginya hilang, giginya berlubang, giginya turun,” kata Iwan.

    Proporsinya semakin tinggi sejalan dengan usia. Orang dengan usia 60+ tahun menjadi yang terbanyak mengalami masalah gigi, yaitu mencapai 85,4 persen. Iwan menambahkan, ini harus menjadi perhatian, karena dari gigi mulut bisa menyebabkan penyakit yang lain.

    2. Tekanan Darah Tinggi

    Selanjutnya adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi. Penyakit ini cukup banyak ditemukan pada peserta dewasa atau 18 tahun ke atas. Pada usia 40 tahun ke atas, 1 dari 3 orang mengalami tekanan darah tinggi.

    “Pada peserta cek kesehatan gratis 20,9 persen ada hipertensi,” tambahnya.

    3. Diabetes

    Sebanyak 5,9 persen peserta cek kesehatan gratis juga mengidap diabetes. Penyakit ini juga sudah ditemukan di usia muda, mulai dari 18-29 tahun.

    Pada usia 40 tahun ke atas, 1 dari 10 orang mengalami diabetes. Sekitar 8,3 persen dialami oleh orang dengan usia 40-59 tahun dan 12 persen dialami oleh orang dengan usia 60+ tahun.

    4. Obesitas

    Obesitas atau kelebihan berat badan juga banyak ditemukan pada peserta program Cek Kesehatan Gratis (CKG). Salah satu jenis yang paling umum adalah obesitas sentral, yaitu penumpukan lemak di area perut. Obesitas sentral didefinisikan sebagai lingkar pinggang lebih dari 90 cm pada laki-laki dan lebih dari 80 cm pada perempuan.

    “1 dari 2 perempuan yang melakukan cek kesehatan gratis itu ada obesitas sentral, dan laki laki seperempatnya 1 dari 4, tinggi ini,” kata peneliti FKM UI, Iwan Ariawan, dalam konferensi pers, Kamis (12/6/2025).

    Peserta Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang mengalami obesitas sentral memiliki risiko 1,5 hingga 2 kali lebih tinggi untuk menderita hipertensi dan diabetes. Padahal, kedua penyakit tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit serius lainnya, seperti jantung dan stroke.

    (elk/suc)