Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • 51 Aduan Malapraktik Diterima Kemenkes Sepanjang 2023-2025, 24 Diantaranya Berujung Kematian – Page 3

    51 Aduan Malapraktik Diterima Kemenkes Sepanjang 2023-2025, 24 Diantaranya Berujung Kematian – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat adanya 51 laporan dugaan pelanggaran disiplin profesi atau malapraktik yang terjadi di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan sepanjang 2023 hingga 2025.

    Laporan tersebut mencakup aduan langsung dari masyarakat serta unggahan di media sosial dan pemberitaan media massa.

    Hal ini diungkapkan langsung oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (2/7/2025).

    “Aduan terkait insiden keselamatan pasien dan dugaan pelanggaran disiplin profesi di fasyankes periode 2023 sampai dengan 2025. Aduan langsung jumlah 21. (Lewat) Media massa atau media sosial jumlah 30. Totalnya 51,” kata Budi.

    Dalam paparannya, Menkes mengungkapkan bahwa sebagian besar dari aduan tersebut berujung pada dampak serius. Sebanyak 24 kasus di antaranya menyebabkan kematian pasien, termasuk 13 kasus yang terjadi pada tahun 2025.

    Selain itu, Kemenkes juga mencatat 10 kasus infeksi atau komplikasi, 8 kasus kesalahan prosedur medis atau administrasi, 7 kasus yang menyebabkan cacat atau luka berat, serta 2 kasus berkaitan dengan sengketa informasi atau ketidakpuasan pasien.

    “Ini adalah contoh-contohnya kasus yang sudah masuk baik media sosial maupun aduan langsung,” sebutnya.

     

  • Video: Menkes Budi Gunadi Minta Maaf ke Kepala BGN soal Makan Gratis

    Video: Menkes Budi Gunadi Minta Maaf ke Kepala BGN soal Makan Gratis

    Video: Menkes Budi Gunadi Minta Maaf ke Kepala BGN soal Makan Gratis

  • 5 Minuman Segar Pengganti Soda untuk Jaga Gula Darah

    5 Minuman Segar Pengganti Soda untuk Jaga Gula Darah

    Jakarta

    Menjaga kadar gula darah tetap stabil bukan hanya untuk pengidap diabetes, tapi semua orang. Gula darah yang tidak terkendali dapat memicu berbagai komplikasi penyakit serius seperti kerusakan ginjal, penyakit jantung, hingga gangguan penglihatan.

    Salah satu langkah paling mudah untuk menjaga kadar gula darah stabil adalah dengan memilih minuman sehat. Minuman bersoda misalnya, dalam satu hidangan bisa mengandung sampai 30-40 gram gula.

    Padahal menurut anjuran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, asupan gula tambahan harian per hari maksimal sebanyak 50 gram. Jumlah tersebut sudah hampir memenuhi batas rekomendasi asupan gula harian dari Kemenkes.

    Jika sering dikonsumsi, minuman bersoda tentu meningkatkan risiko kenaikan gula darah (hiperglikemia), hingga diabetes melitus.

    Pengganti Minuman Bersoda

    Beberapa waktu lalu, sempat viral kisah seorang pria di Malaysia mengidap diabetes hingga kakinya harus diamputasi akibat komplikasi yang dialami. Pria bernama Azlan itu mengaku minum manis setiap hari, termasuk minuman bersoda.

    Bahkan dalam sehari, ia bisa beberapa kali mengonsumsi minuman manis.

    “Saya menyukai ‘Teh Tarik’ dan selalu meminumnya setiap hari di pagi, siang, dan malam hari. Selain itu, saya juga sering mengonsumsi minuman berkarbonasi,” ungkap pria asal Malaysia bernama Azlan dalam sebuah video akun TikTok-nya yang viral.

    Daripada mengonsumsi minuman bersoda, coba minum minuman ini untuk menjaga kadar gula darah tetap stabil:

    1. Kopi

    Kopi tanpa gula bisa menjadi salah satu pilihan sehat untuk menjaga kadar gula darah. Dalam sebuah tinjauan studi di 2018, konsumsi kopi dikaitkan dengan peningkatan metabolisme, serta menurunkan risiko diabetes tipe dua.

    “Kopi tanpa pemanis tambahan bagus untuk kadar gula darah. Minum kopi hitam sudah lama dikaitkan dengan risiko diabetes tipe dua yang lebih rendah serta memperlambat perkembangan penyakit tersebut,” kata ahli gizi Erin Palinski-Wade, RD dikutip dari EatWell.

    Meski bermanfaat, konsumsi kopi tetap perlu diatur. Para ahli menyarankan minum kopi tidak lebih dari 3-4 cangkir per hari atau sekitar 400 mg kafein, agar tetap aman bagi tubuh.

    2. Teh Hijau

    Dikutip dari Health, kandungan katekin dalam teh hijau dapat membantu meningkatkan sensitivitas insulin. Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh pankreas untuk mengontrol jumlah glukosa dalam darah.

    Konsumsi katekin bisa menjadi metode pendukung yang efektif dalam mengelola kadar gula darah. Tapi perlu diingat, metode ini bukan pengganti dari pengobatan medis yang diresepkan oleh tenaga kesehatan.

    Coba minum teh hijau di pagi hari sebelum memulai aktivitas. Secara umum, mengonsumsi hingga delapan cangkir teh hijau setiap hari masih dianggap aman, kecuali sedang hamil atau menyusui. Ibu hamil dan menyusui bisa minum hingga enam cangkir teh hijau setiap hari.

    3. Jus Tomat

    Beberapa studi menunjukkan bahwa kandungan likopen dalam tomat dapat membantu menurunkan kadar gula darah. Likopen merupakan antioksidan karotenoid, yang penting untuk mencegah komplikasi diabetes dan resistensi insulin.

    Pastikan jus tomat yang dikonsumsi tidak menggunakan gula tambahan. Minum 2-3 cangkir jus tomat sehari sudah memenuhi rekomendasi dari Departemen Pertanian Amerika Serikat.

    4. Teh Hitam

    Antioksidan dalam teh hitam dapat menurunkan risiko diabetes dengan cara mengatur kadar gula darah dan mencegah peradangan. Dalam sebuah studi, ditemukan minum lebih dari 1 cangkir teh hitam per hari dapat menurunkan risiko diabetes hingga 14 persen.

    Studi lain menemukan kandungan theaflavin dalam teh hitam juga mengurangi efek radikal bebas. Radikal bebas merupakan molekul tidak stabil yang dapat merusak sel dan dalam jangka panjang meningkatkan berbagai risiko penyakit kronis, seperti diabetes.

    5. Air Putih

    Minum air putih dalam jumlah yang cukup terbukti membantu menurunkan kadar gula darah, melumasi sendi, dan memberikan berbagai manfaat untuk kesehatan secara keseluruhan. Kebutuhan air bisa bervariasi pada tiap orang, tergantung jenis kelamin, berat badan, dan usia.

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sendiri menyarankan konsumsi setidaknya delapan gelas atau sekitar 2 liter air putih setiap hari.

    Lebih Baik Kurangi Minuman Manis

    Spesialis penyakit dalam dr Andi Khomeini Takdir, SpPD menuturkan mengonsumsi minuman manis tidak serta merta mengakibatkan diabetes. Tapi konsumsi secara berlebih ditambah dengan gaya hidup tidak sehat dapat meningkatkan risikonya.

    “Tidak serta merta dengan mengkonsumsi minuman manis memang menjadi diabetes. Cuma risikonya memang lebih besar. Apalagi kalau ada faktor keturunan,” terang dr Koko dalam sebuah wawancara dengan detikcom.

    “Ini yang kita minta supaya orang mencegah dengan mengurangi konsumsi gula harian. Kemudian olahraga teratur, istirahat yang cukup, kemudian menjaga berat badan ideal,” tandasnya.

    (elk/tgm)

  • BGN Target 82 Juta Orang Terima Manfaat Makan Bergizi Gratis Akhir 2025

    BGN Target 82 Juta Orang Terima Manfaat Makan Bergizi Gratis Akhir 2025

    Jakarta

    Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana menyebut penerima manfaat makan bergizi gratis relatif masih sedikit karena keterbatasan satuan pemenuhan pelayanan gizi (SPPG). Meski peningkatan penyerapan MBG relatif signifikan sejak Januari, jumlahnya masih berada di bawah 2 juta penerima manfaat per bulan.

    Walhasil, penyerapan anggaran baru berkisar Rp 5 triliun per bulan dengan total penerima manfaat.

    “Jadi kalau serapan hari ini baru Rp 5 triliun itu karena memang penyerapan yang kami lakukan sesuai dengan jumlah satuan pemenuhan pelayanan gizi (SPPG) yang ada,” terang Dadan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (1/6/2025).

    Pihaknya akan merekrut 915 tambahan SPPG, dengan total saat ini 30 ribu SPPG yang masih menjalani proses pendidikan dengan target selesai 15 Juli mendatang. Pendampingan SPPG dalam proses penyediaan makanan bergizi gratis juga dilakukan dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI). Sudah 2 ribu SPPG yang diberikan edukasi.

    Dalam proses keberlangsungan MBG mendatang, Kemenkes RI dipastikan ikut andil di pengawasan kelayakan makanan bergizi gratis. Sementara BPOM RI lebih banyak berperan dalam memastikan sarana yang baik dalam pembuatan makan bergizi gratis.

    “Percepatan mulai juli kita upayakan dengan pengadaan tambahan SPPG, akan ada 6 juta penerima manfaat, dan kita tambahkan lebih dari dua kali lipat di Agustus hingga 24 juta penerima manfaat,” tukasnya.

    Berikut target penerima manfaat hingga akhir Desember 2025:

    Agustus

    24 juta penerima manfaat dengan total 8.000 SPPG

    September

    42 juta penerima manfaat dengan 14 ribu SPPG

    Oktober

    63 juta penerima manfaat dengan 21 ribu SPPG

    November

    82,9 juta penerima manfaat dengan 20 ribu SPPG

    Desember

    82,9 juta penerima manfaat dengan 30 ribu SPPG

    (naf/kna)

  • Menkes Siap Bantu BGN Awasi Makan Bergizi Gratis, Kerahkan Dinkes

    Menkes Siap Bantu BGN Awasi Makan Bergizi Gratis, Kerahkan Dinkes

    Jakarta

    Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meminta maaf ke Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana. Sebab, BGN selalu menjadi ‘samsak’ amarah publik jika ada masalah terkait program makan bergizi gratis (MBG).

    “Jadi saya bilang, kami mesti minta maaf ke pak Dadan, kalau ada apa-apa (soal MBG) yang dimarah-marahin Pak Dadan. Harusnya Menteri Kesehatan-nya juga,” kata Menkes Budi dalam rapat dengan Komisi IX DPR, Selasa (1/7/2025).

    “Tapi pak Dadan bilang, ‘Menteri Kesehatan-nya sudah banyak dihujat (isu) yang lain, jadi ya sudah lah biarin,’” sambungnya.

    Budi menambahkan, terkait makanan siap saji yang diberikan kepada siswa, ibu hamil, hingga ibu menyusui merupakan tugas dari Kemenkes melalui Dinas Kesehatan.

    “Jadi Kementeriannya sebagai koordinatornya, dan eksekusinya dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Mereka juga bisa menggunakan Puskesmas,” katanya.

    Sementara, untuk makanan olahan, lanjut Menkes Budi ada di bawah pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

    “Jadi saya sudah minta mulai tahun ini, kami bantu pak Dadan (BGN), itu Bu Endang coba dibikin programnya seperti apa dan kami bisa berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan. Jadi Pak Dadan lebih tenang lah,” katanya.

    “Jadi kalau nanti ada yang kena (ditegur), ya yang kena itu mulai dari Dinas Kesehatannya (Kota) dulu, terus naik ke Dinkes Provinsi, baru naik ke Kemenkes, baru naik ke beliau (BGN). Jadi harusnya aturan yang ditegur duluan itu mulainya dari situ,” tutupnya.

    (dpy/naf)

  • Menkes: Angka Stunting Nasional 2024 Turun Jadi 19,8 Persen, Lampaui Target

    Menkes: Angka Stunting Nasional 2024 Turun Jadi 19,8 Persen, Lampaui Target

    Menkes: Angka Stunting Nasional 2024 Turun Jadi 19,8 Persen, Lampaui Target
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Kesehatan (Menkes)
    Budi Gunadi Sadikin
    mengungkapkan bahwa prevalensi
    stunting nasional
    pada tahun 2024 berhasil turun di bawah 20 persen, yakni mencapai 19,8 persen.
    Angka tersebut melampaui target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang ditetapkan Bappenas sebesar 20,1 persen.
    “Pertama, memang hasil stunting tahun 2024, tahun terakhir dari pemerintahan kita berhasil menembus di bawah 20 persen (19,8 persen) untuk pertama kali,” kata Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
    Budi memaparkan bahwa jumlah balita yang teridentifikasi mengalami stunting alias tengkes pada 2024 mencapai 4.482.340 anak.
    Ia menjelaskan bahwa tren penurunan tersebut terjadi setelah sempat stagnan pada 2023, namun berhasil ditekan kembali berkat penyerapan yang baik pada
    program Pemberian Makanan Tambahan
    (PMT).
    “Di 2024 jadi menurun dan ini lebih baik dari target RPJMN Bappenas. Diharapkan di 2025 kita bisa capai target 18,8 persen,” ujarnya.
    Budi memaparkan bahwa sejak 2023, Kemenkes mulai mengubah pendekatan strategi.
    Jika sebelumnya hanya mengejar wilayah dengan prevalensi stunting tinggi, kini pemerintah juga fokus pada provinsi dengan jumlah balita stunting yang besar secara nominal.
    “Karena kalau kita hanya kejar yang prevalensinya tinggi seperti Sulawesi Barat, NTT, Papua Barat Daya, tapi tidak kejar yang nominalnya tinggi, enggak akan turun angka stunting nasional,” tegas Budi.

    Ia mencontohkan keberhasilan penurunan signifikan di Jawa Barat, yang mencatat penurunan hingga 5,8 persen, menjadi faktor utama penurunan angka nasional 2024.
    “Jawa Barat turun drastis, itu yang sebenarnya menggeret angka nasional turun. Jadi strategi kita memang memperhatikan daerah-daerah dengan jumlah kasus stunting tinggi seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara,” jelasnya.
    Empat provinsi besar lainnya yang juga menjadi fokus Kemenkes adalah Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.
    Meski secara nasional angka stunting turun, Budi mencatat ada sejumlah daerah yang justru mengalami lonjakan prevalensi.
    Provinsi Riau mengalami kenaikan 6,5 persen, Nusa Tenggara Barat naik 5,2 persen, dan Sulawesi Barat naik 5,1 persen.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Akhirnya! Stunting RI Turun di Bawah 20 Persen, Tapi Masih Tinggi di 10 Provinsi Ini

    Akhirnya! Stunting RI Turun di Bawah 20 Persen, Tapi Masih Tinggi di 10 Provinsi Ini

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membawa kabar baik, pertama kalinya stunting di Indonesia bisa ditekan hingga di bawah 20 persen. Dari semula 21,5 persen pada 2023 menjadi 19,8 persen di 2024 menurut data yang dirilis Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024.

    “Angka stunting kita berhasil menembus di bawah 20 persen untuk pertama kalinya, yang teridentifikasi stunting 4.482.340,” terangnya dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (1/7/2025).

    Meski begitu, masih terdapat 10 provinsi dengan beban kasus stunting tertinggi yakni:

    Nusa Tenggara Timur: 37 persenSulawesi Barat: 35,4 persenPapua Barat Daya: 30,5 persenNusa Tenggara Barat: 29,8 persenAceh: 28,6 persenMaluku: 28,4 persenKalimantan barat: 26,8 persenSulawesi Tengah: 26,1 persenSulawesi Tenggara: 26,1 persenPapua Selatan: 25,7 persen

    Tren penurunan stunting disebut Menkes relatif membaik pasca sebelumnya ‘stagnan’ di periode 2022 dan 2023 lantaran pengaruh dari pemenuhan program makanan tambahan yang hanya sedikit diserap dari total target.

    Kini, penurunan stunting menjadi berkisar 19 persen bahkan melampaui target RPJMN di angka 20,1 persen pada 2024. Targetnya di 2025 angka stunting bisa terus ditekan menjadi 18 persen.

    Periode Kritis Stunting

    Dari data SSGI juga terlihat ‘waktu kritis’ terjadinya stunting adalah di usia 6 hingga 24 bulan. Bukan tanpa sebab, di waktu tersebut Menkes menyinggung risiko pemenuhan makanan pendamping ASI (MPASI) yang kerap tidak sesuai dengan standar gizi.

    “Dan kalau bapak ibu lihat, stunting, waktu kritisnya di mana sih? Kelihatan stunting itu paling banyak terjadi saat bayi lahir, sudah langsung 11 persen, jadi yang diintervensi bukan anaknya, ibunya juga, karena ibunya contribute 11 persen dari angka 19 persen, kenaikan stunting,” tandas Menkes.

    Banyak ibu-ibu tidak lagi memberikan ASI eksklusif di usia bayi 6 hingga 24 bulan.

    “Kalau masih ASI ekslusif stuntingnya rendah, kalau sudah ditambah makanan tambahan makanan nya nggak bagus akibatnya stunting 11 persen naik ke 19 persen,” pungkasnya.

    (naf/up)

  • Kemenkes Malaysia Laporkan Kekurangan Perawat, Banyak yang Mengundurkan Diri

    Kemenkes Malaysia Laporkan Kekurangan Perawat, Banyak yang Mengundurkan Diri

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan Malaysia (MOH) melaporkan pada Februari 2025 sebanyak 6.919 tenaga kesehatan telah mengundurkan diri, dan pindah ke sektor swasta antara tahun 2020 dan tahun lalu.

    “Angka ini termasuk 2.141 perawat, yang terdiri dari 1.754 staf tetap dan 387 staf kontrak, mengundurkan diri selama periode tersebut. Selain itu, 1.856 petugas medis tetap, 3.846 petugas medis kontrak, dan 1.217 dokter spesialis juga mengundurkan diri,” tulis laporan yang dikutip dari Berita Harian, Selasa (1/7/2025).

    “Tidak ada yang menginginkan pekerjaan itu,” sambungnya.

    Kementerian kesehatan setempat mengakui bahwa Malaysia menghadapi kekurangan perawat dan tenaga kesehatan yang serius. Pihaknya menyebutnya sebagai tantangan terbesar mereka saat ini, bahkan lebih mendesak daripada digitalisasi.

    Sebagai tanggapan, Menteri Kesehatan Malaysia Datuk Seri Dr Dzulkefly Ahmad mengatakan pihaknya sedang mengambil tindakan. Termasuk meningkatkan jumlah peserta pelatihan perawat.

    Dr Dzulkefly mengakui kekurangan perawat merupakan masalah nyata yang terus diupayakan penyelesaiannya oleh pihak kementerian kesehatan.

    “Kami mencoba beberapa hal, seperti menambah jumlah peserta pelatihan menjadi 1.000, tetapi masih belum cukup untuk memenuhi permintaan. Pekerjaan memang ada, tetapi tidak ada yang mau mengambilnya. Jadi, mohon bersabar sementara kami berupaya mencari solusinya,” terangnya yang dikutip dari World of Buzz.

    “Kita perlu meningkatkan moral perawat kita,” tambahnya.

    Pengunduran diri tersebut sebagian besar disebabkan oleh gaji dan tunjangan yang lebih baik di sektor swasta. Tahun lalu, diperkirakan kekurangan perawat dapat mencapai hampir 60 persen pada tahun 2030.

    Dr Dzulkefly mengatakan kemitraan publik-swasta dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi meningkatnya permintaan perawat di negara ini. Ia juga menyampaikan kementerian sedang meluncurkan beberapa strategi untuk meningkatkan jumlah perawat dengan cepat.

    “Ini termasuk bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan swasta dan mengambil langkah sementara seperti mendatangkan perawat dari luar negeri. Namun yang terpenting, kita perlu meningkatkan moral dan semangat perawat kita. Itulah kuncinya, di samping hal-hal lain seperti gaji dan insentif yang lebih baik,” pungkasnya.

    (sao/kna)

  • Kemenkes Bagikan Cara Cegah Virus Hanta yang Ramai Muncul di Bandung

    Kemenkes Bagikan Cara Cegah Virus Hanta yang Ramai Muncul di Bandung

    Jakarta

    Ramai laporan kasus virus Hanta di Bandung Barat, pasien semula dirawat di RSUP dr Hasan Sadikin. Belakangan, yang bersangkutan sudah dinyatakan sehat dan kembali bekerja.

    Hingga 19 Juni 2025, Kementerian Kesehatan RI mencatat delapan kasus virus Hanta. Seluruh pasien tidak mengalami gejala berat dan nihil risiko fatal.

    Meski begitu, sebagai kewaspadaan, juru bicara Kementerian Kesehatan RI dr Widyawati mengimbau langkah-langkah yang bisa dilakukan masyarakat untuk mencegah virus Hanta, terutama saat berada di wilayah berisiko tinggi penularan.

    Pertama, membersihkan rumah terutama bagian yang sudah lama tidak digunakan. “Seperti gudang, loteng, atau ruang bawah tanah,” tandas dia kepada detikcom Senin (30/6/2025).

    Langkah kedua yang tak kalah penting adalah menghindari menyentuh tikus atau rodensia, baik dalam kondisi hidup maupun mati. Di tengah temuan kasus virus Hanta, sebagai pencegahan masyarakat juga bisa mulai memasang atau memperbanyak perangkap tikus.

    “Menempatkan perangkap tikus di rumah atau tempat kerja,” kata dia.

    Ada kelompok yang berisiko tinggi tertular virus Hanta dan diimbau Kemenkes sebaiknya menggunakan alat pelindung diri (APD).

    “Bagi mereka yang berisiko kontak dengan rodensia, seperti petani, buruh bangunan, tenaga lab, hingga dokter hewan,” saran Kemenkes.

    Meski tak perlu panik, masyarakat diminta untuk mendatangi fasilitas kesehatan terdekat saat muncul gejala demam, nyeri otot, dan gangguan pernapasan.

    “Masyarakat tak perlu panik, tapi harus tetap waspada. Pencegahan melalui kebersihan lingkungan sangat penting. Pemantauan di daerah rawan akan terus dilakukan bersama dinas kesehatan setempat untuk mencegah penularan lebih lanjut,” tutup wanita yang akrab disapa Wiwid.

    (naf/naf)

  • Pemerintah Gelontorkan Rp 8 T untuk Deteksi & Pengobatan TBC Gratis

    Pemerintah Gelontorkan Rp 8 T untuk Deteksi & Pengobatan TBC Gratis

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan anggaran sebanyak Rp 8 triliun untuk penyediaan layanan deteksi dan pengobatan tuberkulosis (TBC) gratis. Layanan ini termasuk dalam Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) yang bertujuan melindungi dan memperkuat sumber daya manusia Indonesia.

    Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Bidang Ekonomi, Fithra Faisal mengatakan, pemerintah telah memperoleh data potensi penyakit degeneratif, termasuk TBC. Penyakit tersebut kini sudah bisa diintervensi dari hulu.

    “Sehingga apa? Dia akan menjadi tetap produktif. Itu yang utamanya, dia bisa tetap bekerja dan berguna untuk keluarganya. Sehingga income-nya tidak anjlok dan akhirnya pertumbuhan ekonomi kalau kita lihat secara terukur, pasti akan terbantu dengan itu,” ungkap Fithra dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (30/6/2025).

    Sebagai informasi, sekitar 125.000 warga Indonesia meninggal akibat menderita TBC di tiap tahun. Ini menandakan bahwa ada 15 orang penduduk Indonesia yang meninggal dunia setiap jam karena TBC. Pemerintah pun menyiapkan layanan komprehensif mulai dari skrining hingga pengobatan tuntas TBC secara gratis.

    Anggaran penanggulangan penyakit TBC sebesar Rp 8 triliun akan dimanfaatkan untuk melakukan deteksi dini dan penemuan kasus TBC, serta pengobatan hingga tuntas yang menyasar 10,9 juta orang, sekaligus pendampingan uji klinis vaksin TBC pada 4 lembaga.

    Di samping itu, Fithra menambahkan, jika penyakit TBC bisa teratasi, maka ini akan mengurangi beban klaim yang harus ditanggung BPJS. Dengan demikian, pemerintah melakukan pendekatan ekonomi holistik baik dari sisi hulu maupun hilir dalam rangka penanggulangan TBC.

    “Klaim kepada BPJS kesehatan itu memang lebih banyak dari penyakit-penyakit yang sifatnya degeneratif. Artinya, ada peran kuratif dan preventif yang dijalankan pemerintah,” imbuhnya.

    Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, TBC merupakan penyakit menular yang bisa disembuhkan, tetapi masih menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Oleh sebab itu, masyarakat awam perlu tahu bagaimana pentingnya deteksi dini dan pengobatan hingga tuntas. Kedua hal tersebut adalah kunci pengendalian penyakit TBC.

    “Masalahnya, selesainya (konsumsi obat) itu enam bulan. Minumnya setiap hari, pilnya banyak, lebih dari empat. Tapi kita sabar, tidak apa-apa daripada tidak sembuh,” jelas Menkes saat kunjungan ke Desa Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Jawa Barat beberapa waktu lalu.

    Melihat kondisi tersebut, Budi menegaskan, terdapat empat langkah penting yang harus dilakukan masyarakat untuk menghentikan penyebaran TBC. Di antaranya adalah menemukan pasien, memastikan pasien segera minum obat, serta menyelesaikan pengobatan dan memberikan terapi pencegahan bagi pihak yang berkontak erat dengan pasien.

    Selain itu, Budi turut memberi apresiasi khusus kepada Desa Klapanunggal atas konsistensinya dalam skrining aktif dan pendampingan pasien TBC hingga sembuh lewat program desa siaga TBC. Menurutnya, langkah ini perlu ditiru desa-desa lain di Indonesia.

    (dpu/dpu)

    [Gambas:Video CNBC]