Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • 5 Ciri TBC yang Beda dari Flu Biasa, Jangan Sampai Salah Obat

    5 Ciri TBC yang Beda dari Flu Biasa, Jangan Sampai Salah Obat

    Jakarta

    Tuberkulosis atau TBC merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Infeksi TBC sebenarnya bisa menyerang banyak organ, seperti otak, tulang belakang, dan getah bening. Namun, kasus yang paling banyak ditemukan menginfeksi paru-paru.

    Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, TBC dapat menyebar melalui udara ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin, tanpa menutup mulut. Ini membuat bakteri penyebab TBC menyebar dan bisa berpindah ke orang lain.

    Ciri TBC yang Beda dari Flu Biasa

    Pengobatan TBC bisa berlangsung sangat lama. Penting untuk mengetahui ciri-ciri TBC agar penanganan bisa dilakukan secara efektif dan lebih dini.

    Seringkali, gejala yang ditimbulkan TBC disalahartikan sebagai flu biasa atau common flu. Ini dikarenakan adanya kemiripan beberapa gejala seperti batuk dan demam yang muncul. Berikut ini beberapa ciri-ciri yang berbeda dari TBC dan kondisi flu biasa:

    1. Batuk Durasi Lama dan Berdarah

    Batuk akibat TBC biasanya akan berlangsung sangat lama. Bila gejala batuk terjadi lebih dari dua minggu, ada baiknya pemeriksaan segera dilakukan. Ini untuk memastikan apakah gejala batuk yang dialami berkaitan dengan TBC atau tidak.

    “Kalau dia batuk lebih dari 2 minggu dia harus periksakan ke tenaga kesehatan. Batuk dua minggu, lalu berdahak. Kemudian kalau ada batuk darah itu cepat untuk dicurigai sebagai TB, jadi harus diperiksakan secara lebih lanjut,” kata spesialis paru dr Erlang Samoedro, SpP(K) dalam sebuah wawancara.

    Sedangkan untuk batuk akibat flu biasanya muncul secara tiba-tiba, cenderung parah, dan tidak memunculkan darah. Batuk akibat flu biasanya juga lebih cepat untuk sembuh.

    2. Keringat Malam

    Gejala TBC biasa disertai demam ringan dan keringat di malam hari. Meski kondisinya dingin, tubuh tetap mengeluarkan keringat.

    Keringat yang keluar merupakan respons imun tubuh yang berusaha melawan infeksi TBC. Proses ini meningkatkan suhu tubuh dan memicu keringat di malam hari.

    Sedangkan, untuk flu biasa biasanya demam cenderung lebih tinggi dan cepat mereda. Kondisi flu biasa juga jarang disertai keringat malam.

    3. Penurunan Berat Badan

    Pengidap TBC biasanya juga mengalami penurunan berat badan tidak wajar. Berat badan tetap turun meski tidak sedang menjalani diet penurunan berat badan tertentu. Kondisi ini biasanya disertai penurunan nafsu makan dan nyeri dada.

    Sedangkan, pada pengidap flu biasa penurunan berat badan tidak terjadi. Kalaupun muncul penurunan berat badan, cenderung tidak signifikan.

    4. Tidak Disertai Pilek

    Tidak seperti flu biasa, umumnya TBC tidak memunculkan gejala pilek. Ini dikarenakan Mycobacterium tuberculosis menyerang paru-paru, bukan saluran pernapasan atas seperti flu biasa.

    Flu biasa yang disebabkan oleh influenza biasanya menyerang saluran pernapasan atas, sehingga memicu gejala hidung meler atau pilek.

    5. Perkembangan Gejala Perlahan

    Masa inkubasi (durasi antara terinfeksi pertama sampai muncul gejala) TBC dan flu biasa berbeda. Dikutip dari Medical News Today, masa inkubasi TBC dalam sebuah studi di tahun 2018 disebut bisa mencapai beberapa bulan sampai 2 tahun.

    Sedangkan untuk flu biasa, masa inkubasi hanya memakan waktu 1-4 hari hari setelah paparan virus.

    Tahapan Lengkap Gejala TBC

    Dikutip dari Mayo Clinic, berikut gejala lengkap penyakit TBC yang harus diwaspadai. Segera lakukan pemeriksaan bila alami gejala ini, untuk mendapatkan pengobatan yang tepat dan efektif.

    Infeksi TBC Primer

    Tahap pertama disebut infeksi primer. Sel-sel sistem kekebalan tubuh menemukan dan menangkap kuman TB. Sistem kekebalan mungkin berhasil menghancurkan semua kuman, tetapi sebagian kuman yang tertangkap bisa tetap hidup dan berkembang biak.

    Umumnya gejala belum muncul pada fase ini. Tapi beberapa orang mungkin akan mengalami:

    Demam ringanMudah lelahBatuk

    Infeksi TB Laten

    Tahap selanjutnya disebut infeksi TB laten. Sel-sel sistem kekebalan membentuk dinding di sekitar jaringan paru-paru yang mengandung kuman TB.

    Selama sistem kekebalan bisa mengendalikan, kuman tidak akan menimbulkan kerusakan lebih lanjut, tapi kuman tetap hidup. Pada fase ini tidak ada gejala baru yang muncul.

    TB Aktif

    TB aktif terjadi ketika sistem kekebalan tidak dapat mengendalikan infeksi. Kuman menyebabkan penyakit di seluruh paru-paru atau bagian tubuh lainnya. Gejala yang muncul meliputi:

    BatukBatuk berdarah atau berdahakNyeri dadaNyeri saat bernapas atau batukDemamMenggigilBerkeringat di malam hariPenurunan berat badanTidak nafsu makanMudah lelahMerasa tidak enak badan secara umum

    Jika mengalami gejala batuk selama dua minggu, disertai dengan gejala-gejala di atas, segera lakukan pemeriksaan ke dokter.

    Langkah Pencegahan TBC

    TBC bisa dicegah dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat. Dikutip dari laman Kemenkes, berikut ini beberapa langkah pencegahan TBC yang bisa dilakukan secara pribadi.

    Mengonsumsi makanan bergizi seimbang.Melakukan olahraga rutin.Mencuci tangan dengan sabun.Memastikan rumah mendapatkan sinar matahari yang cukup.Memastikan memiliki ventilasi yang baik sehingga sirkulasi baik dan udara segar bisa masuk.Menggunakan masker ketika bertemu orang yang memiliki gejala TBC.

    Selain itu, penting juga untuk menerapkan etika batuk yang benar. Aturannya meliputi:

    Menggunakan masker saat batuk.Tutup mulut dan hidung dengan lengan ketika batuk.Tutup mulut dan hidung dengan tisu ketika batuk.Buang tisu atau masker bekas ke di tempat sampah.Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setelah batuk.

    (avk/tgm)

  • 4 Minuman Populer yang Bisa Memicu Batu Ginjal

    4 Minuman Populer yang Bisa Memicu Batu Ginjal

    Jakarta

    Batu ginjal seringkali muncul tanpa gejala awal yang jelas, tapi bisa menyebabkan nyeri saat sudah terbentuk. Salah satu faktor pemicu yang jarang disadari adalah jenis minuman yang dikonsumsi sehari-hari.

    Agar tidak menyesal di kemudian hari, penting untuk lebih cermat dalam memilih minuman. Berikut empat jenis minuman yang perlu diwaspadai karena bisa meningkatkan risiko batu ginjal.

    4 Minuman Populer yang Bisa Memicu Batu Ginjal

    Beberapa minuman populer yang bisa memicu batu ginjal di antaranya minuman berkarbonasi, jus buah kemasan, kopi, dan alkohol. Begini penjelasannya.

    1. Minuman Berkarbonasi

    Minum minuman berkarbonasi beraroma bisa meningkatkan hidrasi, sedangkan untuk mencegah batu ginjal, hidrasi sangatlah penting. Minuman seperti kola juga terbuat dari bahan kimia dan gula yang cukup tinggi.

    Dikutip dari laman Healthline, kola mengandung banyak fosfat, zat kimia yang bisa memicu pembentukan batu ginjal.

    Dikutip dari laman Journee-Mondiale, seorang pria berusia 40 tahun dari India mengalami batu ginjal karena minum 3 liter minuman berkarbonasi setiap hari. Ahli urologi bernama Dr Thales Andrade mengeluarkan 35 batu dari kandung kemihnya.

    Terlalu banyak minuman karbonasi yang mengandung gula dalam jumlah besar bisa meningkatkan jumlah kalsium dalam tubuh. Akibatnya risiko pembentukan batu ginjal semakin besar. Terlebih fosfat yang ada mendorong terbentuknya gumpalan keras seperti batu ginjal.

    “Menjaga hidrasi yang cukup dan menghindari konsumsi soda berlebihan merupakan tindakan pencegahan yang penting. Kesehatan ginjal dimulai dengan pilihan minuman yang kita minum setiap hari,” terang Dr Andrade, dikutip dari Daily Mail.

    2. Jus Buah Kemasan

    Jus buah yang dibeli di toko mengandung gula dan sirup yang sangat tidak sehat untuk ginjal. Dikutip dari laman Urology San Antonio, hal ini membuat ginjal tidak bisa menyaring cairan dalam tubuh dengan baik, sehingga menyebabkan pembentukan batu ginjal. Alternatifnya, jus buatan alami seperti jeruk bisa dikonsumsi dibandingkan jus kemasan yang dijual di toko.

    3. Kopi

    Kopi kaya akan kafein yang bisa menyebabkan dehidrasi. Mengonsumsi kopi terbukti bisa meningkatkan oksalat dalam tubuh, yang menyebabkan pembentukan batu ginjal.

    Penelitian dari National Kidney Foundation pada 2021 mengungkapkan, menambah konsumsi satu cangkir menjadi satu setengah cangkir bisa meningkatkan risiko batu ginjal.

    4. Alkohol

    Alkohol terbukti meningkatkan risiko batu ginjal dan penyakit terkait ginjal. Minuman ini menyebabkan dehidrasi dalam tubuh dan juga menyebabkan kenaikan berat badan. Keduanya membantu pembentukan batu ginjal

    Cara Mencegah Batu Ginjal

    Selain menghindari sejumlah minuman yang telah disebutkan, ada juga cara mencegah terbentuknya batu ginjal yang bisa dilakukan. Berikut di antaranya:

    1. Minum Cukup Air Putih

    Dehidrasi adalah penyebab paling umum batu ginjal.Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyarankan untuk minum setidaknya 1,5-2 liter air setiap hari atau sekitar delapan gelas sehari.

    “Banyak pasien saya tidak terbiasa minum banyak cairan dalam sehari, dan mungkin perlu sedikit usaha untuk membiasakan diri,” kata Ahli Urologi, Daniel A. Yefimov, MD, dikutip dari laman Urology San Antonio.

    2. Kurangi Natrium

    Pola makan tinggi natrium bisa memicu batu ginjal, karena meningkatkan jumlah kalsium dan urine. Jadi, orang yang rentan terhadap batu ginjal dianjurkan untuk mengonsumsi makanan rendah natrium. Dikutip dari laman Harvard Health, beberapa makanan tinggi natrium di antaranya daging olahan, seperti sosis dan pepperoni serta saus.

    3. Konsumsi Makanan Kaya Kalsium

    Kalsium dari makanan mengikat oksalat di usus, sehingga mengurangi jumlah oksalat yang diserap ke dalam aliran darah dan kemudian dikeluarkan oleh ginjal. Hal ini menurunkan konsentrasi oksalat dalam urine, sehingga mengurangi kemungkinan oksalat mengikat kalsium urin dan pada akhirnya bisa menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.

    4. Batasi Konsumsi Protein Hewani

    Mengonsumsi terlalu banyak protein hewani seperti daging merah, unggas, telur, dan makanan laut dikaitkan dengan peningkatan risiko terbentuknya batu ginjal. Orang yang rentan terkena batu ginjal sebaiknya membatasi asupan harian protein hewani

    (elk/tgm)

  • Menkes Sebut Kebijakan Buka RS Asing di RI Bukan Ancaman Serius

    Menkes Sebut Kebijakan Buka RS Asing di RI Bukan Ancaman Serius

    Menkes Sebut Kebijakan Buka RS Asing di RI Bukan Ancaman Serius
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menilai, rencana Presiden
    Prabowo Subianto
    yang membuka peluang bagi rumah sakit asing untuk membuka cabang di Indonesia bukanlah ancaman bagi layanan
    kesehatan nasional
    .
    Budi meyakini bahwa fasilitas kesehatan dalam negeri nantinya tetap mampu bersaing.
    “(
    RS asing
    yang buka cabang di RI) bukan (ancaman). Saya yakin dia bisa (bersaing),” kata Budi, usai meresmikan The First Da Vinci Xi in Indonesia di RS Siloam, Hotel Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (16/7/2025).
    Budi juga mengatakan bahwa rencana itu bukanlah hal yang baru karena sudah ada dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
    “Itu juga kan sudah ada di Undang-Undang Cipta Kerja sebenarnya, jadi yang diomongin sama Beliau sih bukan hal yang baru,” ujar Budi.
    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengatakan rumah sakit dan klinik dari luar negeri boleh membuka cabang di Indonesia.
    Dilansir ANTARA, Senin (14/7/2025), hal ini disampaikan Prabowo saat bertemu dengan Presiden Dewan Eropa, António Costa, di Brussels, Belgia, pada Minggu (13/7) waktu setempat.
    “Dalam dua tahun terakhir, kami telah membuka partisipasi asing di banyak sektor, dan saat ini kami membuka sektor kesehatan,” ujar Prabowo, kepada Presiden Costa saat keduanya bertemu di Kantor Dewan Eropa, Gedung Berlaymont, Brussels.
    “RS asing mana pun, atau institusi kesehatan di luar negeri, dapat membuka cabang mereka, atau institusi yang terkait dengan mereka di Indonesia. Kami telah memperbolehkan RS asing buka di Indonesia,” lanjut dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Lansia dan Ketergantungan Aspek Kesehatan

    Lansia dan Ketergantungan Aspek Kesehatan

    Jakarta

    “Seorang nenek Nasikah yang sakit stroke dan berusia 74 tahun, telah diserahkan secara total oleh kedua anaknya ke sebuah griya lansia. Mereka tidak menyesal dan tidak ingin bertemu ibunya lagi. Walaupun pada akhirnya kedua anak ibu Nasikah menjemput kembali ibunya dan diajak pulang, kejadian ini merupakan masalah genting tentang ketergantungan lansia pada aspek kesehatan yang buruk di tanah air”

    Indonesia telah memasuki ageing population sejak 2021 yaitu fase struktur penduduk tua mencapai diatas 10 persen penduduk. Hal ini terkait dengan angka harapan hidup (AHH) manusia sejak lahir di Indonesia pada 2024 mencapai 72,39 tahun. Meski belum mencapai angka global 73,3, namun sudah terjadi peningkatan berarti dibanding dekade sebelumnya 69,81 tahun pada 2010.

    AHH menunjukkan cerminan kesehatan masyarakat, akses layanan kesehatan, nutrisi dan peningkatan standar hidup yang makin baik. Perbaikan program imunisasi, pelayanan kesehatan ibu dan anak, serta sanitasi mendorong peningkatan AHH Indonesia. Pembangunan kesehatan pasca pandemi covid-19 yang semakin fokus ke perbaikan sistem kesehatan dan integrasi layanan primer.

    Namun demikian jumlah lansia yang meningkat di Indonesia belum menjadi bonus demografi yang dapat menunjang kemajuan bangsa secara produktif. Secara fisik kesehatan, mental dan sosial ketergantungan lansia cukup besar. Tidak cukup berbicara AHH saja, tapi juga healthy life expectancy (HALE) yang mengukur tahun hidup orang dalam kondisi sehat dan produktif. Nah HALE di Indonesia hanya mencapai pada umur 63 tahun.

    Dengan demikian sepuluh tahun terakhir kehidupan lansia di Indonesia diliputi persoalan kesehatan dan penyakit. Hanya 28,4 persen lansia diatas 60 tahun yang sehat (Kemenkes, 2024). Mayoritas lansia di Indonesia hidup dengan penyakit khronis dan kesehatan yang menurun seperti TBC, diabetes, hipertensi, penyakit jantung, stroke dan gangguan sendi yang membuat ketergantungan lansia pada aspek kesehatan sangat besar.

    Sebuah survey oleh perhimpunan gerontology medik Indonesia (Pergemi) melihat ada 16 penyakit khronis yang diderita lansia. Diantaranya lima besarnya adalah hipertensi (37,8%), diabetes (22,9%), rematik (11,9), jantung (11,4%), dan asma (10,4%). Kesehatan lansia kita buruk dan membuat rumah sakit di Indonesia dipenuhi banyak lansia yang mencari pengobatan. Klinik penyakit tidak menular didominasi para lansia yang tergantung pada obat seumur hidupnya.

    Lansia di Indonesia dihantui penyakit khronis sebagai akibat pola hidup tidak sehat yang terjadi pada usia muda. BPJS sendiri melaporkan bahwa klaim yang menyedot dana paling besar pada delapan penyakit yaitu jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, hemophilia, leukemia, dan sirosis hati. Jumlah kasus empat besar yang mendapat jaminan BPJS Kesehatan meliputi jantung 20 juta kasus, kanker 3,8 juta kasus, stroke 3,5 juta kasus, dan gagal ginjal 1,5 juta kasus. Merupakan penyakit tidak menular dengan lansia yang paling rentan.

    Lansia selayaknya mempunyai akses luas ke dalam layanan kesehatan yang ramah lansia dan pelayanan publik lainnya. Namun di Indonesia penyakit khronis degeneratif membuat lansia menjadi penduduk rentan dengan mobilitas yang rendah. Tentu kondisi yang terjadi sekarang merupakan wujud investasi kesehatan masa lalu yang kurang memadai. Memprihatinkan upaya preventif promotif sebagai pola hidup sehat belum menjadi pegangan dalam kehidupan sehari-hari selama ini.

    Ketergantungan lansia Indonesia dalam kesehatan sekarang dipandang bukan sekadar persoalan pribadi atau keluarga, mainkan isu sosial yang memerlukan perhatian lintas sektor dan seluruh komponen bangsa. Artinya ketergantungan lansia sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat. Dengan AHH yang meningkat maka beban pada sistem kesehatan juga meningkat. Rumah sakit, puskesmas dan layanan kesehatan primer perlu menyesuaikan sistem agar mampu melayani kebutuhan kesehatan lansia dalam jangka panjang.

    Ketergantungan aktifitas keseharian seperti lansia yang membutuhkan bantuan untuk mandi, makan, minum obat, jadwal ke layanan kesehatan rumah sakit, atau sekadar berjalan ke kamar mandi. Dalam kondisi yang lebih berat lansia dengan penyakit degeneratif seperti Alzheimer atau stroke bisa sepenuhnya sangat bergantung pada perawat atau anggota keluarga.

    Dengan demikian fase ageing population yang terjadi di tanah air belum bisa menjadi bonus demografi yang secara produktif menyumbang kemajuan masyarakat. Di sinilah kita melihat pertama, peran keluarga yang dominan dalam merawat lansia. Di lingkungan keluarga kondisi ini menjadi tantangan tersendiri, bahkan dapat menimbulkan kelelahan fisik dan emosional bagi anggota keluarga yang merawat.

    Fenomena caregiver burnout atau kelelahan pengasuh dalam merawat lansia menjadi isu yang kerapkali tidak dipandang sebagai masalah. Di sinilah keluarga memerlukan dukungan sistem layanan kesehatan dan dukungan sosial lebih dari luar. Jika dibiarkan dalam jangka panjang kondisi demikian tidak hanya berdampak pada keluarga/ pengasuh, tapi juga pada lansia itu sendiri. Mereka beresiko mengalami gangguan mental seperti stress, kecemasan dan depresi.

    Kondisi yang terjadi pada keluarga nenek sakinah tersebut di atas menjadi gambaran banyak kehidupan lansia sekitar kita. Dimana lansia yang sakit tampak menjadi beban keluarga dan minimnya dukungan layanan kesehatan dan kepedulian dari komunitas serta negara dalam mengentaskan ketergantungan kesehatan lansia.

    Jumlah penduduk yang makin menua dengan kondisi kesehatan yang buruk di tengah keluarga harus dijawab dengan strategi mengantisipasi kesehatan sejak usia muda. Kita tidak mengabaikan mereka melainkan menciptakan sistem pendukung yang membuat lansia tetap aktif, mandiri dan bermartabat. Langkah-langkah yang dapat diambil seperti pencegahan melalui gaya hidup sejak dini, penguatan layanan kesehatan dengan memperluas akses layanan geriatri, meningkatkan kapasitas puskesmas dalam menangani lansia, serta program home care berbasis komunitas perlu diperluas.

    Langkah lainnya yaitu perlunya dukungan psikososial dan komunitas lansia yang aktif secara sosial, hadirnya teknologi untuk lansia seperti aplikasi pengingat obat, telekonsultasi, dan perangkat bantu mobilitas. Selanjutnya tersedianya insentif dan dukungan untuk keluarga pengasuh yaitu dukungan moral, pelatihan, dan bahkan insentif dari pemerintah dan komunitas agar perawatan lansia tidak menjadi beban sepihak keluarga. Kesehatan fisik dan mental pengasuh keluarga juga harus menjadi perhatian.

    Ketergantungan dalam aspek kesehatan lansia adalah refleksi dari cara kita semua memandang usia tua dan memperlakukan para sesepuh bangsa. Hadirnya perawatan yang manusiawi dan bermartabat bagi lansia menjadi cermin peradaban manusia. Disini kita membutuhkan secara nyata sinergi individu, keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang mendukung lansia agar tetap sehat, aktif dan dihargai. Semata karena pada akhirnya kita semua cepat atau lambat akan menjadi menua.

    Noerolandra Dwi S, Surveior FKTP Kemenkes

    (imk/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Gaduh RS Asing Boleh Buka Cabang di RI, Bakal Ada di Mana? Kemenkes Bilang Gini

    Gaduh RS Asing Boleh Buka Cabang di RI, Bakal Ada di Mana? Kemenkes Bilang Gini

    Jakarta – Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kementerian Kesehatan RI Azhar Jaya menyebut pembukaan cabang rumah sakit di Indonesia sudah diatur sejak lama mengacu Peraturan Presiden Nomor 49 Tahun 2021 tentang daftar bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal asing (PMA).

    Meski begitu, selama ini belum ada RS dengan catatan kepemilikan asing 100 persen di RS Indonesia, yang berjalan adalah kombinasi modal asing dan lokal. Hal ini dinilai bisa menjadi langkah awal untuk membangun kepercayaan investor.

    Kebijakan yang kemudian disorot pasca Presiden RI Prabowo Subianto terang-terangan membuka investor RS asing, menurutnya tidak perlu dikhawatirkan. Melainkan menjadi pacuan sejumlah RS untuk lebih terbuka dan belajar soal manajemen yang jauh lebih bagus.

    “Tapi kalau menurut saya sih, ini bukan masalah. Kalau kita mau kompetisi sama orang, kita harus bisa punya rival yang bagus. Kalau rivalnya bagusnya cuma itu doang, dia nggak akan terpacu,” sorot Azhar saat ditemui di tengah sesi rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (16/7/2025).

    Pembukaan cabang RS asing di Indonesia sempat disoroti pakar sebaiknya tidak dibuka di perkotaan besar yang kemudian hanya berfokus pada kawasan elite, demi semata-mata keuntungan bisnis.

    “Gini, mereka tuh bahkan nggak akan mau mendirikan RS kalau pasarnya nggak ada. Jadi mereka pasti sudah ngitung. Kalau mereka masuk ke pasar yang sudah jenuh, ya mereka bisa rugi sendiri,” ujar Azhar.

    Ia mencontohkan, Caroline Riady yang membangun rumah sakit di Papua, juga menjadi bukti investor bisa masuk ke wilayah yang memang membutuhkan layanan kesehatan karena peluang pasar masih besar.

    “Tugas pemerintah adalah hadir di tempat-tempat yang tidak diminati swasta. Pemerintah harus tetap fokus pada pemerataan layanan, termasuk di wilayah terpencil,” jelasnya.

    Saat ditanya soal kemungkinan insentif atau regulasi untuk mendorong RS asing membuka cabang di wilayah tertinggal, Azhar menyebut Kemenkes telah memiliki pemikiran ke arah tersebut, meski belum diformalkan dalam peraturan.

    “Pak Menkes sudah punya pemikiran ke sana. Misalnya, kalau mereka bangun RS di Jawa, maka harus juga bangun di luar Jawa. Tapi itu belum jadi aturan resmi,” kata Azhar.

    Potensi Cegah Wisata Medis dan Tarik Devisa

    Salah satu motivasi utama kebijakan pembukaan RS asing adalah mengurangi arus wisata medis ke luar negeri. Setiap tahun, diperkirakan lebih dari Rp 100 triliun devisa keluar dari Indonesia karena masyarakat memilih berobat ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.

    “Daripada mereka lari ke luar negeri, lebih baik mereka bangun RS-nya di sini. Kita dapat pajaknya, dapat ilmunya, dan masyarakat tetap di dalam negeri,” ujar Azhar.

    Azhar mengungkapkan bisnis rumah sakit relatif menarik di Indonesia, terbukti dari banyaknya korporasi besar yang sebelumnya tidak bergerak di bidang kesehatan.

    “Mereka masuk karena memang masih ada kebutuhan infrastruktur dan perbaikan layanan kesehatan. Masyarakat juga ingin pelayanan yang berkualitas,” ucapnya.

    Sebagai upaya peningkatan layanan, Azhar juga menyampaikan progres pembangunan RS pemerintah. Saat ini, 32 RS kelas D sedang ditingkatkan ke kelas C, dengan batch pertama sebanyak 10 RS yang didanai oleh Kementerian Keuangan sudah berjalan.

    “Delapan sudah groundbreaking, dua lagi menyusul minggu ini. Batch kedua akan ditender, dan insyaAllah semua berjalan sesuai jadwal. Kita optimis akhir tahun atau awal tahun depan sudah bisa diresmikan,” pungkas Azhar.

    (naf/kna)

  • RS Asing Buka Cabang di RI, Menkes Sebut Jadi Solusi Biar Tak Perlu Berobat ke LN

    RS Asing Buka Cabang di RI, Menkes Sebut Jadi Solusi Biar Tak Perlu Berobat ke LN

    Jakarta – Wacana pembukaan cabang rumah sakit asing di Indonesia belakangan menjadi sorotan. Hal ini disampaikan Presiden Prabowo Subianto dalam kunjungan ke Eropa, António Costa, di Brussels, Belgia, Minggu (13/7) waktu setempat.

    “Dalam dua tahun terakhir, kami telah membuka partisipasi asing di banyak sektor, dan saat ini kami membuka sektor kesehatan. RS asing mana pun, atau institusi kesehatan di luar negeri dapat membuka cabang mereka, atau institusi yang terkait dengan mereka di Indonesia. Kami telah memperbolehkan RS asing buka di Indonesia,” kata Presiden Prabowo ke Presiden Costa saat keduanya bertemu di Kantor Dewan Eropa, Gedung Berlaymont, Brussels, dikutip dari Antara.

    Meski menuai banyak pro kontra, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut niat dan maksud Prabowo sebetulnya baik. Dengan berdirinya cabang RS asing, memudahkan akses masyarakat untuk tidak lagi berobat ke luar negeri.

    “Pak Presiden kan inginnya agar rakyat Indonesia itu bisa seluruhnya orang bisa mendapatkan akses yang mudah, kualitasnya bagus dan harga terjangkau,” jelas Menkes pasca menghadiri rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (15/7/2025).

    Selama ini menurutnya banyak masyarakat berobat ke luar negeri dengan alasan mendapatkan layanan lebih nyaman dan berkualitas meski harus merogoh kocek lebih banyak untuk biaya perjalanan.

    Solusi ini, kemudian disebut Menkes bisa sekaligus menekan pengeluaran masyarakat yang selama ini memilih berobat ke LN.

    “Nah, selama ini kan banyak rakyat Indonesia yang harus ke luar negeri kan untuk mendapatkan layanan yang kualitasnya baik dan itu kan lebih mahal,” tutur dia.

    “Jadi menurut saya sih bagi masyarakat ya, mendapatkan layanan yang kualitasnya bagus, internasional, di Indonesia itu mudah dan cukup ya, jadi sangat menarik masyarakat,” pungkasnya.

    (naf/kna)

  • Dicecar DPR Soal 7 Juta Data Keluar dari PBI, Ini Jawab Kepala BPS!

    Dicecar DPR Soal 7 Juta Data Keluar dari PBI, Ini Jawab Kepala BPS!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar mengatakan bahwa DTSEN adalah integrasi data pertama kali sepanjang sejarah Indonesia. Hal tersebut disampaikan saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI pada Selasa (15/7/2025).

    “Adanya integrasi pertama kali Indonesia punya data terintegrasi,” ucapnya.

    Sehingga ia mengatakan bahwa ada proses transisi sehingga akan menjadi pembelajaran ke depan. Ia mengatakan demikian setelah anggota mencecar adanya sekitar 7 juta data yang keluar dari daftar penerima PBI.

    “Bapak ibu kita perhatikan 7 juta itu, 5 juta status NIK tidak aktif. Kami saling melakukan perapihan data kementerian dan lekukan koherensi data kementerian,” katanya.

    “Ini tentunya sepakat dengan dukcapil NIK tidak aktif orang itu tidak ada di DTSEN ini merupakan proses melakukan rekon dan perapihan agar sinkron dan koheren,” sambungnya.

    Ia juga mengatakan dalam proses transisi penyatuan data BPS melakukan berbagai kolaborasi dengan Kementerian dan Lembaga terkait.

    “Kami kolaborasi dengan Kemendagri sejak awal melakukan integrasi data jadi DTSN. Kolaborasi erat dengan Mensos dan Menteri Bappenas PBI. Kami sepakat duduk bareng Menkes dan Mendagri dan juga Mensos dan BPJS untuk rekon memetakan yang 7 juta,” katanya.

    Sebelumnya Menteri Sosial Gus Ipul mengatakan bahwa ada konsekuensi dari penyatuan data DTSEN yakni adanya sejumlah sekitar 8.261.801 dikeluarkan dari penerima PBI karena berada di luar DTSEN.

    “Mereka yang berada di luar DTSEN sejumlah 5.090.334. mereka yang berada pada desil 6-10 dan tidak pernah mengakses layanan kesehatan sejumlah 2.306.943,” ucapnya saat raker dengan Komisi IX DPR RI pada Selasa (15/7/2025).

    (ras/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tarif Iuran Jaminan Kesehatan Nasional Bakal Naik? Ini Kata Menkes BGS

    Tarif Iuran Jaminan Kesehatan Nasional Bakal Naik? Ini Kata Menkes BGS

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah sempat berencana untuk menaikkan tarif iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2026. Alasannya, besaran iuran BPJS Kesehatan belum disesuaikan dalam lima tahun terakhir.

    Lantas, apakah rencana itu akan jadi dilaksanakan?

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, hingga kini belum ada pembahasan terkait rencana tersebut.

    “Masih belum dibahas,” ujarnya saat ditemui di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (15/7/2025).

    Sebelumnya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sempat buka suara mengenai rencana kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tahun 2026. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan bahwa rencana itu sudah termasuk dalam 8 skenario untuk memastikan operasionalnya berkelanjutan.

    Ia mengatakan, pihaknya sudah memiliki kalkulasi atas rencana kenaikan. Akan tetapi, Ghufron mengatakan rinciannya belum bisa dipublikasikan. Menurutnya, skenario kenaikan tarif tersebut tengah didiskusikan dengan pemerintah dan akan diputuskan oleh pemerintah.

    “Namanya skenario ya ada penyesuaian sekian apa ini, tetapi kan ini bukan pengambilan putusan dan BPJS tidak mengambil keputusan itu, tapi BPJS itu sadar sekali apa yang dilakukan dan tahu persis punya datanya dan lain sebagainya, tapi bukan pengambil keputusan,” terang Ghufron di Public Expose Kinerja BPJS Kesehatan, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).

    Ketika ditanya apa saja isi dari delapan skenario tersebut, Ghufron hanya memberikan satu contoh, yaitu bagaimana melakukan cost sharing dan seperti apa dampaknya.

    “Jadi kalau seandainya nih, kan ada delapan skenario, kalau cost sharing sekian kira-kira dampaknya terhadap utilisasi berapa,” terang Ghufron.

    Sebagai informasi, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun menegaskan pentingnya kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan saat ini, setelah lima tahun terakhir sejak 2020 tidak mengalami kenaikan. Padahal, belanja kesehatan masyarakat kata dia terus naik dari tahun ke tahun dengan kisaran 15%.

    “Sama aja kita ada inflasi 5%, gaji pegawai atau menteri tidak boleh naik selama 5 tahun, itu kan agak menyedihkan juga kalau kita bilang ke karyawan atau supir kita gak naik 5 tahun padahal inflasi 15% kan enggak mungkin,” ucap Budi di DPR, pada Februari lalu.

    “Ini memang bukan sesuatu yang populer, tapi somebody harus ngomong itu kalau enggak nanti di ujung-ujungnya meledak, kaget, bahaya. Lebih baik kita jujur bilang dengan kenaikan kesehatan 10-15% per tahun sedangkan tarif BPJS enggak naik 5 tahun itu kan enggak mungkin, jadi harus naik,” tegasnya.

    Menurut Budi, kenaikan belanja kesehatan masyarakat saat ini pun telah lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB). Pada 2023, total belanja kesehatan mencapai Rp 614,5 triliun atau naik 8,2% dari 2022 yang senilai Rp 567,7 triliun. Sebelum periode Covid-19 pun pada 2018 belanja kesehatan naik 6,2% dari Rp 421,8 triliun menjadi Rp 448,1 triliun.

    Budi menegaskan, kenaikan belanja kesehatan yang sudah melampaui pertumbuhan PDB Indonesia yang hanya di kisaran 5% selama 10 tahun terakhir itu tidak sehat.

    “Kita hati-hati Bapak Ibu bahwa pertumbuhan belanja kesehatan nasional itu selalu di atas pertumbuhan GDP, itu akibatnya tidak sustain Bapak Ibu,” ungkap Budi.

    (wia)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Menkes Soroti Data Penerima Iuran BPJS Tak Standar: Sekjen Saya Dibayarin Pemda

    Menkes Soroti Data Penerima Iuran BPJS Tak Standar: Sekjen Saya Dibayarin Pemda

    Menkes Soroti Data Penerima Iuran BPJS Tak Standar: Sekjen Saya Dibayarin Pemda
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Kesehatan (Mereka)
    Budi Gunadi Sadikin
    menyoroti kategori Peserta Bantuan Iuran (PBI) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU)
    BPJS Kesehatan
    yang belum terstandarisasi.
    Ketiadaan standar baku ini menyebabkan sasaran pemberian jaminan kesehatan oleh pemerintah daerah (pemda) berbeda-beda.
    Padahal, standar baku diperlukan agar pemberian bantuan iuran lebih tepat sasaran.
    “PBPU (dari) pemda ini biasanya diberikan oleh pemerintah daerah untuk desil 5 dan 6. Tapi karena berbeda-beda datanya, pemerintah daerah masih berbeda-beda juga memberikannya. Kami sedang diskusi juga ini dimasukkan ke dalam BPS supaya bisa lebih terstandarisasi,” kata Budi dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025).
    Budi lantas mencontohkan konsekuensi dari ketiadaan standar penerima bantuan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta misalnya, memilih menerapkan kebijakan universal coverage.
    Lewat kebijakan itu, setiap warga didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan kelas III tanpa memandang status sosial dan ekonomi. Mereka dibiayai lewat skema PBPU pemda dengan total iuran yang telah ditetapkan per bulan.
    Tak heran, salah satu eselon I di kementeriannya juga mendapat bantuan tersebut.
    “Sekjan saya, Pak Kunta Wibawa (Dasa Nugraha) itu juga dibayarin PBPU-nya karena dia di DKI Jakarta pada saat itu. Bapak ibu pernah dengar kan DKI Jakarta semua dibayarin sama pemda, termasuk Pak Kunta. Dan ada orang lain yang lebih kaya dari beliau juga dibayarin,” ucap Budi.
    Oleh karenanya, pihaknya ingin merapikan data penerima bantuan iuran. Hal ini kata dia, sejalan dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto yang menginginkan kesatuan data.
    Masyarakat yang dikategorikan miskin dan mendapat bantuan sosial di bidang ekonomi juga mendapatkan bantuan di bidang kesehatan.
    “Jadi kalau bisa miskin di kesehatan, miskin di ekonomi, miskin di subsidi listrik kalau bisa sama (penerimanya),” jelasnya.
    “Jadi itu sebabnya ditugaskan semua data harus ditaruh di BPS, penerima subsidi listrik, penerima PBI, penerima PKH, penerima subsidi BBM, subsidi pupuk, nanti diusahakan sebaiknya orangnya kategorinya sama,” imbuh Budi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menkes Buka-bukaan Banyak Orang Kaya Terdaftar Jadi Peserta PBI BPJS Kesehatan

    Menkes Buka-bukaan Banyak Orang Kaya Terdaftar Jadi Peserta PBI BPJS Kesehatan

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyoroti banyaknya peserta penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan yang tidak sesuai dengan status ekonomi alias salah sasaran terutama di DKI Jakarta. Hal ini kembali disorot menyusul gaduh pemerintah menonaktifkan sekitar 7 juta peserta PBI pasca dilakukan verifikasi data bersama antar lembaga dan kementerian.

    Budi mengaku, nihil rekonsiliasi data antara Kementerian Sosial, BPJS Kesehatan, juga Kementerian Dalam Negeri.

    “Memang karena berbeda-beda juga datanya, pemerintah daerah juga masih berbeda,” beber Menkes dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (15/7/2025).

    “Jadi jangan sampai seperti yang sempat ramai kemarin. Sekjen saya juga dibayarin PBPU-nya, di DKI, kan itu data ada semua di DKI, dan orang-orang yang lebih kaya dari Pak Kunta (Sekjen) juga dibayarin,” sorotnya.

    Karenanya, pemerintah ke depan melakukan pemutakhiran untuk satu data dari seluruh kementerian dan lembaga, seluruhnya berada di Badan Pusat Statistik (BPS), untuk menghindari salah sasaran penerima PBI.

    PBI tercatat sebagai jumlah kunjungan layanan terbanyak di fasilitas kesehatan, setelah pekerja bukan penerima upah (PBPU) mandiri. Total hingga Mei 2025 tercatat sebanyak 30 juta kunjungan.

    “Sekali lagi, data PBI di kita nggak pernah tau mana yang benar dan yang nggak, antara datanya Kemensos, Kemenkes, data Dukcapil, itu nggak pernah sama sudah puluhan tahun,” titir dia.

    Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyebut pihaknya bertahap melalukan realokasi peserta PBI. Belakangan mulai teejadi perbaikan proporsi PBI pada angka kemiskinan daerah.

    Ia mencontohkan salah satu redistribusi alokasi PBI yang sudah dilakukan per Juni 2025. Misalnya di Kabupaten Jombang, total penduduk miskin sebanyak 110.570 warga dengan kuota ideal PBI 424 ribu.

    Setelah dilakukan realokasi, jumlah peserta PBI di sana dikurangi sebanyak 6.803 lantaran tercatat ada lebih dari 33 ribu pemberian salah sasaran.

    Meski begitu, bagi masyarakat yang ingin mengakses pelayanan tetapi baru menyadari dinonaktifkan sebagai peserta PBI, bisa melakukan reaktivasi dengan syarat tergolong masyarakat miskin atau rentan miskin.

    Berikut caranya:

    – Masuk dalam daftar peserta PBI JK yang dinonaktifkan pada Mei 2025
    – Mengikuti verifikasi di lapangan dan dinyatakan termasuk kategori miskin dan rentan miskin
    – Memiliki kondisi darurat medis yang mengancam keselamatan jiwa

    Peserta diimbau untuk melapor ke Dinas Sosial dengan membawa surat keterangan membutuhkan layanan kesehatan. Setelah melewati tahap tersebut, Dinas Sosial akan mengusulkan peserta ke Kementerian Sosial, untuk melakukan verifikasi status peserta.

    Jika peserta lolos verifikasi, maka BPJS Kesehatan akan mengaktifkan kembali status JKN peserta tersebut, sehingga peserta yang bersangkutan dapat kembali mengakses layanan kesehatan.

    (naf/kna)