Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Menkes Imbau Jangan Tunda Cek Kesehatan Gratis: TBC-Infeksi Cacing Ikut Diperiksa

    Menkes Imbau Jangan Tunda Cek Kesehatan Gratis: TBC-Infeksi Cacing Ikut Diperiksa

    Jakarta

    Tidak sedikit warga yang mulai berburu obat cacing buntut kasus kematian Raya, balita di Sukabumi pasca kecacingan. Pemberian obat semacam ini sebetulnya tidak bisa sembarangan, serta diprioritaskan bagi masyarakat dengan wilayah endemis atau daerah yang masih mencatat kasus kecacingan.

    Alih-alih latah berburu obat cacing, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengimbau masyarakat tidak menunda cek kesehatan gratis. Belajar dari apa yang dialami Raya, infeksi cacing tentu tidak akan membahayakan dan memicu komplikasi lain saat lebih awal ditangani.

    “Nah untuk itu kita memastikan dicek kesehatan gratis ini, kan nanti lagi jalan nih, TBC, cacing itu nanti kita cek. Sehingga kalau ketahuan lebih dini, harusnya nggak kejadian seperti itu, ini kan sudah sangat terlambat,” beber Menkes kepada wartawan, Jumat (22/8/2025).

    “Kita ingin memastikan bahwa di cek kesehatan gratis, ini Pak Prabowo ingin agar 280 juta itu cek kesehatan gratis karena infeksi. Kalau itu ketahuan lebih dini, harusnya nggak usah sampai meninggal kan,” lanjutnya.

    Menkes juga memastikan pemberian obat cacing masih berjalan di puskesmas dan stoknya tersedia.

    “Obat cacingan tuh sangat tersedia, sangat murah, sekali minum bisa beres TBC itu kalau ketahuan, di obatnya pun ampuh gitu, sembuh,” tuturnya.

    Soal penyebab kematian Raya, pemicu utamanya diyakini bukan disebabkan karena infeksi cacing. Berbulan-bulan sebelumnya, Raya juga mengeluhkan batuk tak kunjung sembuh.

    Menkes menyebut penyebabnya tidak lain karena infeksi.

    “Infeksinya bisa karena meningitis, masih dugaan. Bisa juga karena TBC. Karena selama tiga bulan dia terus-menerus batuk berdahak, tubuhnya melemah, dan kemudian bakterinya menyebar ke seluruh tubuh. Dalam istilah medis disebut sepsis,” kata dia.

    (naf/kna)

  • Menkes Sebut Balita di Sukabumi Meninggal Bukan karena Cacingan, Ini Pemicunya

    Menkes Sebut Balita di Sukabumi Meninggal Bukan karena Cacingan, Ini Pemicunya

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan Raya, balita di Sukabumi, Jawa Barat, yang meninggal dunia beberapa waktu lalu bukan disebabkan langsung oleh cacingan. Meski dari tubuh bocah tersebut ditemukan lebih dari satu kilogram cacing gelang, penyebab kematian utama adalah infeksi.

    “Yang bersangkutan meninggal bukan karena cacingan. Kematian disebabkan oleh infeksi,” beber Budi saat ditemui di Kampus Unpad Dipatiukur, Bandung, Jumat (22/8/2025).

    Budi menjelaskan, infeksi yang dialami Raya diduga berkaitan dengan penyakit yang sudah diidapnya cukup lama. Salah satunya, balita itu mengalami batuk berdahak selama sekitar tiga bulan, tidak kunjung sembuh.

    “Infeksinya bisa karena meningitis, masih dugaan. Bisa juga karena TBC. Karena selama tiga bulan dia terus-menerus batuk berdahak, tubuhnya melemah, dan kemudian bakterinya menyebar ke seluruh tubuh. Dalam istilah medis disebut sepsis,” paparnya.

    Dengan demikian, lanjut Budi, sepsis atau infeksi yang menyebar luas itulah yang menjadi penyebab kematian.

    Ia juga memastikan ketersediaan obat-obatan dasar, termasuk obat cacing, selalu tercukupi di puskesmas.

    “Obat cacing sangat tersedia, murah, dan efektif. Sekali minum bisa menyelesaikan masalah. Begitu juga dengan obat TBC, kalau diketahui lebih awal, pengobatannya bisa dilakukan dan hasilnya baik,” ujarnya.

    Terkait dugaan kurang optimalnya pelayanan kesehatan di Sukabumi, Budi mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi. Menurut dia, puskesmas memiliki peran penting dalam memantau kondisi kesehatan masyarakat di wilayahnya.

    “Kalau ada kasus cacingan, puskesmas harus segera membagikan obat cacing. Kalau ada kasus TBC, harus cepat melakukan surveilans, mendeteksi siapa yang sakit, lalu memberikan obat. Program ini juga perlu dibantu disosialisasikan agar masyarakat sadar pentingnya cek kesehatan gratis,” tutupnya.

    (naf/kna)

  • Anak KAO Mendorong Generasi Muda Menuju Indonesia Emas 2045

    Anak KAO Mendorong Generasi Muda Menuju Indonesia Emas 2045

    Jakarta: Program edukasi Anak KAO (Kreatif, Aktif, Optimis) yang fokus pada kesehatan dan kebersihan kembali digelar, kali ini dengan tujuan membentuk generasi muda yang lebih bersih, sehat, dan peduli lingkungan.

    Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya kolektif untuk mendukung pencapaian visi Indonesia Emas 2045, dengan berfokus pada pembangunan karakter generasi unggul.

    Presiden Direktur KAO Indonesia Shoichi Hasegawa mengatakan, program edukasi ini sebuah inisiatif yang bertujuan menanamkan kesadaran akan pentingnya hidup bersih dan sehat pada generasi muda.

    “Pemerintah RI memiliki visi besar menuju Indonesia Emas 2045, dan kami percaya penting untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) unggul sejak dini,” kata Shoichi.

    Menurutnya, delapan karakter utama bangsa dapat terbentuk melalui pembiasaan yang dilakukan anak-anak setiap hari. Pada tahun 2025, program ini menargetkan partisipasi lebih dari 10.000 siswa, memperluas jangkauan ke daerah-daerah yang membutuhkan.

    Bekerja sama dengan Wahana Visi Indonesia, kegiatan edukasi akan dilaksanakan di Timor Tengah Selatan (Nusa Tenggara Timur) dan Sentani (Papua). Inisiatif ini diharapkan mampu menjangkau lebih banyak anak di daerah yang memiliki akses terbatas terhadap edukasi kesehatan dan kebersihan diri.

    Edukasi yang diberikan mencakup berbagai aspek, mulai dari praktik dasar seperti mencuci tangan pakai sabun, mandi, dan menjaga kebersihan pakaian, hingga pemahaman yang lebih spesifik mengenai manajemen kebersihan menstruasi dan pubertas. Selain itu, kesadaran lingkungan juga ditingkatkan dengan mengajarkan kebiasaan memilah sampah.

    Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikdasmen, Maulani Mega Hapsari, mengatakan SDM unggul adalah poin terpenting untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, di mana delapan karakter utama bangsa harus dicapai melalui pembiasaan tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat.

    Senada dengan itu, Direktur Promosi Kesehatan Kemenkes, Elvieda Sariwati menekankan pentingnya peran sektor swasta dalam memperluas Gerakan Masyarakat Sehat (GERMAS).

    “Kami berharap program edukasi ini juga dapat mendukung program cek kesehatan gratis di sekolah, sehingga anak-anak tumbuh sehat, bugar, dan cerdas, baik fisik maupun mental,” ujarnya.

    Jakarta: Program edukasi Anak KAO (Kreatif, Aktif, Optimis) yang fokus pada kesehatan dan kebersihan kembali digelar, kali ini dengan tujuan membentuk generasi muda yang lebih bersih, sehat, dan peduli lingkungan.
     
    Inisiatif ini merupakan bagian dari upaya kolektif untuk mendukung pencapaian visi Indonesia Emas 2045, dengan berfokus pada pembangunan karakter generasi unggul.
     
    Presiden Direktur KAO Indonesia Shoichi Hasegawa mengatakan, program edukasi ini sebuah inisiatif yang bertujuan menanamkan kesadaran akan pentingnya hidup bersih dan sehat pada generasi muda.

    “Pemerintah RI memiliki visi besar menuju Indonesia Emas 2045, dan kami percaya penting untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) unggul sejak dini,” kata Shoichi.
     
    Menurutnya, delapan karakter utama bangsa dapat terbentuk melalui pembiasaan yang dilakukan anak-anak setiap hari. Pada tahun 2025, program ini menargetkan partisipasi lebih dari 10.000 siswa, memperluas jangkauan ke daerah-daerah yang membutuhkan.
     
    Bekerja sama dengan Wahana Visi Indonesia, kegiatan edukasi akan dilaksanakan di Timor Tengah Selatan (Nusa Tenggara Timur) dan Sentani (Papua). Inisiatif ini diharapkan mampu menjangkau lebih banyak anak di daerah yang memiliki akses terbatas terhadap edukasi kesehatan dan kebersihan diri.
     
    Edukasi yang diberikan mencakup berbagai aspek, mulai dari praktik dasar seperti mencuci tangan pakai sabun, mandi, dan menjaga kebersihan pakaian, hingga pemahaman yang lebih spesifik mengenai manajemen kebersihan menstruasi dan pubertas. Selain itu, kesadaran lingkungan juga ditingkatkan dengan mengajarkan kebiasaan memilah sampah.
     
    Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikdasmen, Maulani Mega Hapsari, mengatakan SDM unggul adalah poin terpenting untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, di mana delapan karakter utama bangsa harus dicapai melalui pembiasaan tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat.
     
    Senada dengan itu, Direktur Promosi Kesehatan Kemenkes, Elvieda Sariwati menekankan pentingnya peran sektor swasta dalam memperluas Gerakan Masyarakat Sehat (GERMAS).
     
    “Kami berharap program edukasi ini juga dapat mendukung program cek kesehatan gratis di sekolah, sehingga anak-anak tumbuh sehat, bugar, dan cerdas, baik fisik maupun mental,” ujarnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (FZN)

  • Video: Menkes Budi Sebut Raya Meninggal Bukan karena Cacing

    Video: Menkes Budi Sebut Raya Meninggal Bukan karena Cacing

    JakartaMenteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin turut menanggapi kasus meninggalnya Raya, balita 4 tahun di Sukabumi yang meninggal setelah ditemukan 1 kilogram cacing gelang di tubuhnya.

    Saat ditemui di Bandung, Jawa Barat pada Jumat (22/8), Menkes Budi mengutarakan poin-poin yang menjadi perhatiannya. Pertama, kasus ini menjadi alarm bagi dunia medis di Indonesia. Kedua, soal penyebab meninggalnya Raya. Menkes mengatakan Raya meninggal bukan karena cacing, tapi karena infeksi. Berikut pernyataannya…

    Klik di sini untuk melihat video lainnya!

    (/)

    menkes budi gunadi sadikin kesehatan raya sukabumi cacingan

  • Bukan Cacingan, Menkes Budi Ungkap Penyakit yang Bikin Bocah Raya Sukabumi Meninggal

    Bukan Cacingan, Menkes Budi Ungkap Penyakit yang Bikin Bocah Raya Sukabumi Meninggal

    Budi menambahkan, bocah yang meninggal bukan karena penyakit cacingan akan tetapi infeksi. Dugaan sementara karena infeksi meningitis atau TBC karena sudah tiga bulan sebelumnya terus menerus batuk berdahak. 

    “Infeksinya kita duga bisa karena meningitis, ini masih dugaan, bisa juga karena TBC. Karena yang bersangkutan itu udah 3 bulan terus-menerus batuk berdahak yang tidak bisa sembuh,” kata dia.

    Budi menyebut jika diketahui sejak dini seharusnya bocah tersebut bisa terantisipasi dan tidak berujung kematian. Budi pun meminta agar puskesmas dan posyandu untuk segera memantau ke lapangan.

    Akibatnya, dia mengatakan kondisi tubuh bocah tersebut lemah yang membuat bakteri menyebar ke seluruh tubuh. 

    “Jadi yang bersangkutan itu meninggalnya karena sepsis atau infeksi yang menyebar ke seluruh tubuhnya dia,” kata Budi.

     

     

     

     

  • BPJS Kesehatan Pastikan Penjaminan Obat Peserta Sesuai Fornas Kemenkes – Page 3

    BPJS Kesehatan Pastikan Penjaminan Obat Peserta Sesuai Fornas Kemenkes – Page 3

    Sejak bergulirnya Program JKN sejak tahun 2014 lalu, sudah banyak peserta yang merasakan manfaat yang diberikan. Dari kemudahan akses hingga penjaminan terhadap pelayanan, kini Program JKN sudah menjadi kebutuhan penjaminan bagi peserta dalam mengakses pelayanan di fasilitas kesehatan.

    Kisah nyata datang dari Siswanto, warga Desa Sidomulya, Kabupaten Kediri. Putranya, Diego, harus menjalani perawatan thalassemia di RSUD Simpang Lima Gumul, Kediri. Perjalanan panjang ini tentu berat secara fisik maupun finansial. Namun, keberadaan Program JKN menjadi penyelamat bagi keluarganya. Semua kebutuhan medis, termasuk obat-obatan, ditanggung penuh oleh JKN.

    “Saya bersyukur kepada Tuhan, saya dan anak saya didaftarkan sebagai peserta JKN, itu sangat membantu kami. Biaya transfusi, pemeriksaan, hingga obat juga diberikan secara lengkap. Kami merasa sangat dihargai dan diperhatikan, dan itu sangat berarti bagi kami. Program JKN memang sangat membantu, memberikan harapan baru dan meringankan beban hidup kami,” kata Siswanto.

  • Kemenkeu Pastikan Tak Ada Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan di 2026

    Kemenkeu Pastikan Tak Ada Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan di 2026

    Jakarta

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan tidak ada kenaikan iuran BPJS Kesehatan di 2026. Demikian disampai oleh Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman.

    Luky menjelaskan pemerintah ke depan menetapkan kenaikan anggaran kesehatan untuk perbaikan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kenaikan anggaran ini masuk dalam Kementerian Kesehatan.

    “Nggak ada kenaikan (iuran BPJS Kesehatan), kenaikan anggaran (fungsi kesehatan) ada,” kata dia ditemui di DPR RI, Jakarta, Jumat (22/8/2025).

    “Di anggaran Kemenkes, ya,” tambahnya.

    Untuk diketahui, dalam Buku Nota Keuangan dan RAPBN 2026, pemerintah membuka ruang untuk kenaikan iuran BPJS Kesehatan tahun depan. Dalam dokumen itu dijelaskan, pemerintah akan melakukan penyesuaian tarif iuran secara bertahap. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan juga kondisi fiskal pemerintah.

    “Penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah,” tulis dokumen tersebut.

    Pendekatan kenaikan iuran bertahap disebut penting dilakukan demi meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

    Selain itu, dalam rangka menjaga kondisi likuiditas Dana Jaminan Sosial Kesehatan perlu melakukan pembiayaan kreatif seperti supply chain financing dan instrument pembiayaan lainnya.

    Dalam dokumen yang sama disebut kondisi aset DJS Kesehatan hingga akhir tahun 2025 diperkirakan masih cukup terkendali. Meskipun menunjukkan tren penurunan yang perlu dimitigasi.

    Salah satu indikator yang perlu menjadi perhatian adalah peningkatan rasio klaim pada Semester I 2025 yang mengindikasikan tekanan terhadap ketahanan DJS Kesehatan di tahun 2026.

    (kil/kil)

  • Godrej Ajak 20.000 Siswa SD Jadi ‘Pahlawan’ Pencegah DBD

    Godrej Ajak 20.000 Siswa SD Jadi ‘Pahlawan’ Pencegah DBD

    Jakarta

    Godrej Consumer Products Indonesia (GCPI) melalui brand HIT melanjutkan gerakan ‘Merdeka dari DBD’ dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia dan Hari Nyamuk Sedunia.

    ‘Merdeka dari DBD’merupakan kampanye edukasi interaktif yang membekali siswa sekolah dasar dengan pengetahuan dan kebiasaan hidup bersih untuk mencegah penyebaran demam berdarah dengue (DBD).

    GCPI berkomitmen menghapus penyakit yang ditularkan melalui vektor yang sejalan dengan visi keberlanjutan Good & Green. Di India, program EMBED telah berhasil melawan malaria; sementara di Indonesia, inisiatif ini fokus memberantas DBD.

    Corporate Communication & Sustainability Head, GCPI, Wahyu Radita, menegaskan bahwa peringatan Hari Kemerdekaan tidak hanya dimaknai sebagai perjuangan di medan perang, tetapi juga sebagai upaya melawan berbagai ancaman kesehatan, termasuk demam berdarah.

    “Momentum Hari Kemerdekaan mengingatkan kita bahwa perjuangan tidak hanya di medan perang, tetapi juga melawan ancaman kesehatan. Dengan edukasi yang tepat, kita membekali generasi muda untuk menjadi pahlawan di lingkungannya, melindungi diri, keluarga, dan bangsa dari DBD,” ujar Wahyu dalam keterangan tertulis, Jumat (22/8/2025).

    Melalui tokoh Super HITO, pahlawan pembasmi nyamuk, para siswa diajak belajar siklus hidup nyamuk, mengenali habitat berkembangbiaknya, dan mempraktikkan langkah pencegahan DBD seperti 3M Plus dan menjaga kebersihan rumah serta lingkungan.

    Godrej Ajak 20.000 Siswa SD Edukasi Pencegahan DBD. Foto: dok. Godrej

    Direktur Penyakit Menular Kemenkes RI, dr. Ina Agustina Isturini, M.K.M, menyoroti tingginya kasus demam berdarah di Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa kelompok usia anak 5-14 tahun menjadi yang paling rentan mengalami kematian akibat penyakit ini.

    “Kasus demam berdarah di Indonesia masih sangat tinggi. Yang memprihatinkan, angka kematian banyak terjadi pada anak usia 5-14 tahun. Pencegahan DBD harus dimulai dari kesadaran masyarakat, terutama anak-anak,” ujar dr. Ina.

    Hingga pertengahan 2025, tercatat lebih dari 67.000 kasus di seluruh Indonesia. Jawa Barat menjadi provinsi dengan kasus terbanyak, yaitu lebih dari 10.000 kasus. Jumlah ini mengingatkan bahwa ancaman DBD belum reda, dan pencegahan perlu dilakukan sejak dini.

    Adapun Dokter Spesialis Anak, dr. Miza Afrizal, p.A, Bmedsci.Mkes, menekankan pentingnya memahami fase kritis dalam demam berdarah. Ia menjelaskan bahwa tanda bahaya biasanya muncul sekitar 72 jam setelah demam, sehingga pemeriksaan laboratorium yang dilakukan terlalu dini bisa memberikan hasil yang tampak normal dan menimbulkan rasa aman palsu bagi orang tua.

    “Di DBD, tanda bahaya justru muncul saat masuk fase kritis, sekitar 72 jam setelah demam mulai. Kalau lab dilakukan terlalu dini, hasilnya bisa kelihatan aman padahal bahayanya belum muncul. Kalau dicek terlalu cepat, risikonya adalah rasa aman palsu. Kemarin lab ‘bagus’, hari ini anak drop, tapi orang tua tenang karena percaya hasil kemarin. Maka, ingat 72 jam itu bukan 3 hari. Dan dalam DBD, timing bisa menyelamatkan nyawa,” jelasnya.

    Untuk itu, edukasi bukan hanya pencegahan,namun juga menekankan pentingnya deteksi dini yang tepat waktu. Banyak orang tua ingin cepat memeriksa lab saat anak demam, namun dalam kasus DBD, waktu pengecekan menjadi sangat krusial.

    Kepala Seksi SD Sudin Pendidikan Wilayah 1 Kota Adm. Jakarta Timur, Riswan Desri, Plt. memberikan apresiasi terhadap inisiatif GCPI yang mengajarkan pencegahan DBD dengan metode interaktif. Ia menilai keterlibatan siswa SD dalam program tersebut penting karena dapat membentuk generasi yang peduli terhadap kesehatan lingkungan.

    “Kami sangat mengapresiasi inisiatif GCPI yang mengajarkan pencegahan DBD secara interaktif. Dengan melibatkan siswa SD, kita mencetak generasi yang peduli kesehatan lingkungan dan mampu menularkan kebiasaan hidup bersih ke keluarga serta masyarakat,” katanya.

    Sebagai informasi, kegiatan edukasi diikuti oleh 500 siswa dan 25 relawan, dengan target ambisius untuk menjangkau 50.000 siswa SD di seluruh Indonesia pada tahun 2027. Hingga kini, lebih dari 20.000 siswa telah mendapatkan edukasi ini.

    Kegiatan ini terselenggara berkat dukungan dari Kementerian Kesehatan RI (P2P), Dinas Pendidikan DKI Jakarta, dan Puskesmas setempat. Beberapa siswa yang telah mengikuti program ini ditunjuk sebagai Sahabat Super HITO, agen perubahan di lingkungannya, menyebarkan ilmu pencegahan DBD kepada teman-teman dan keluarga di rumah.

    (prf/ega)

  • Video: Hampir 80 Persen Cacingan Gelang Terjadi pada Usia Sekolah

    Video: Hampir 80 Persen Cacingan Gelang Terjadi pada Usia Sekolah

    Jakarta – Belakangan tengah viral kasus balita di Sukabumi yang meninggal karena terinfeksi lebih dari 1 kilogram cacing di dalam tubuhnya. Kemenkes mengungkap kasus yang dialami balita tersebut karena cacing gelang atau cacing Ascaris Lumbricoides.

    Anggota Unit Kerja Koordinasi (UKK) Infeksi Penyakit Tropik IDAI DR Dr Riyadi, SpA, Subs IPT(K), MKes mengungkapkan hampir 80 persen cacing gelang terjadi pada anak usia sekolah yaitu sekitar 5-10 tahun. Adapun, kelompok kedua yang paling banyak terkena adalah anak usia pra-sekolah yaitu sekitar 2-5 tahun.

    Klik di sini untuk menonton video lainnya…

    (/)

    kasus balita kasus balita di sukabumi balita cacingan balita raya sukabumi 1 kilogram cacing cacing ascaris lumbricoides ascaris lumbricoides cacing gelang

  • IDGAI Beri Edukasi Kesehatan Gigi ke 180 Anak di Panti Asuhan Jaktim

    IDGAI Beri Edukasi Kesehatan Gigi ke 180 Anak di Panti Asuhan Jaktim

    Jakarta

    Ikatan Dokter Gigi Anak Indonesia (IDGAI) memberikan penyuluhan terkait menjaga kesehatan gigi. Kegiatan ini menyasar 180 anak-anak di Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 1, Jakarta Timur.

    Ketua Ikatan Dokter Gigi Anak Indonesia (IDGAI) DKI Jakarta Dr drg Eva Fauziah, SpKGA, K-PKOA mengatakan pengabdian masyarakat ini sebagai upaya untuk mewujudkan anak-anak bebas karies 2030.

    “Kami memberikan upaya pencegahan, karena untuk kesehatan gigi anak itu yang penting pencegahan (preventif),” kata drg Eva di di Jakarta Timur, Jumat (22/8/2025).

    “Ketika udah dicegah supaya tidak terjadi kerusakan, sehingga tidak perlu adanya tindakan kuratif,” sambungnya.

    Edukasi yang diberikan kepada para anak-anak termasuk cara menyikat gigi dengan benar, berapa kali seharusnya menggosok gigi dalam sehari, hingga penyebab rusaknya gigi.

    “Misalnya dalam pemeriksaan ditemukan karies atau lubang, atau dilakukan pencabutan itu bisa kami rujuk ke Puskesmas terdekat,” kata drg Eva.

    IDGAI menggelar sosialisasi pencegahan penyakit gigi pada anak-anak. Sebanyak 180 anak di Jakarta Timur mendapatkan edukasi terkait kesehatan gigi. Foto: Devandra Abi Prasetyo/detikHealth

    Masalah Terbanyak pada Gigi Anak

    Dari Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG), Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan penyakit gigi, khususnya pada anak masih menjadi salah satu yang terbanyak ditemukan.

    Menurut drg Eva, karies atau gigi berlubang masih menjadi masalah yang paling banyak ditemukan pada anak-anak.

    “Karies gigi pada anak itu prevalensinya masih tinggi sekitar 90 persen lebih,” kata drg Eva.

    Penyebab dari munculnya karies gigi adalah sisa-sama makanan yang tidak dibersihkan, sehingga menjadi plak.

    “Sebenarnya makanan yang manis lebih banyak (menyebabkan karies). Makanan manis termasuk sulit untuk dibersihkan. Kalau yang berserat malah lebih bagus,” katanya.

    (dpy/up)