Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Kemenkes Kaji Terapi GLP-1 untuk Obesitas Susul Panduan Resmi WHO

    Kemenkes Kaji Terapi GLP-1 untuk Obesitas Susul Panduan Resmi WHO

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bakal mengkaji penggunaan dan pembiayaan terapi Glucagon-Like Peptide-1 (GLP-1) untuk penanganan obesitas di Indonesia. Langkah ini diambil menyusul terbitnya rekomendasi terbaru Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terkait pengobatan tersebut.

    Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan obesitas kini masuk dalam lima besar temuan masalah kesehatan terbanyak berdasarkan program cek kesehatan gratis (CKG). Kondisi ini banyak ditemukan pada kelompok dewasa hingga lanjut usia.

    “Pemerintah sedang memperbarui Pedoman Nasional Praktek Klinis (PNPK) untuk obesitas, termasuk tata laksana pengobatannya. Selama ini obat diberikan pada pasien obesitas yang sudah memiliki gejala penyakit lain, seperti gangguan jantung atau sulit bergerak,” beber Nadia dalam keterangan tertulis, diterima detikcom Minggu (7/12/2025).

    Terkait kemungkinan memasukkan terapi GLP-1 sebagai layanan yang ditanggung BPJS Kesehatan, Nadia menegaskan keputusan tersebut membutuhkan proses penilaian Health Technology Assessment (HTA). Selain itu, pemerintah perlu memastikan ketersediaan obat GLP-1 di Indonesia.

    Ia menambahkan, Kemenkes juga akan melibatkan pakar untuk mendapatkan masukan terkait penggunaan obat-obatan bagi penderita obesitas.

    GLP-1 sendiri merupakan hormon yang berperan dalam mengatur metabolisme. Adapun GLP-1 Receptor Agonist adalah kelompok obat yang umum digunakan untuk menurunkan kadar gula darah, membantu penurunan berat badan, menurunkan risiko komplikasi jantung dan ginjal, serta menurunkan risiko kematian dini pada pasien diabetes tipe 2.

    Sebelumnya diberitakan, WHO menerbitkan pedoman penggunaan terapi GLP-1 untuk menangani obesitas. Dokumen itu disusun sebagai respons atas meningkatnya permintaan dari berbagai negara yang menghadapi tantangan obesitas.

    Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan pedoman tersebut menekankan pentingnya akses terhadap terapi GLP-1 dan perlunya sistem kesehatan mempersiapkan fasilitas pendukungnya.

    “Obesitas berdampak pada semua negara dan dikaitkan dengan 3,7 juta kematian di seluruh dunia pada 2024. Tanpa tindakan tegas, jumlah orang dengan obesitas diperkirakan meningkat dua kali lipat pada 2030,” ujar Tedros dalam laman resmi WHO.

    Ia menilai obesitas menjadi awal munculnya berbagai penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular, diabetes tipe 2, kanker, hingga memperburuk penyakit infeksi.

    Pedoman tersebut juga menegaskan obesitas merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan komprehensif dan berkelanjutan. Tedros menekankan penggunaan obat saja tidak cukup untuk menyelesaikan krisis obesitas global.

    “Terapi GLP-1 bisa membantu jutaan orang mengatasi obesitas dan mengurangi risikonya. Namun terapi ini tetap harus disertai pendekatan lain,” ujarnya.

    Dalam pedoman tersebut, WHO memberikan dua rekomendasi utama yang bersifat kondisional:

    Terapi GLP-1 dapat digunakan untuk pengobatan obesitas jangka panjang pada orang dewasa, kecuali ibu hamil.

    Rekomendasi ini bersifat kondisional karena keterbatasan data mengenai efektivitas dan keamanan jangka panjang, biaya yang tinggi, serta kesiapan sistem kesehatan.

    Perubahan pola hidup intensif, seperti konsumsi makanan sehat dan peningkatan aktivitas fisik, wajib menjadi bagian dari terapi GLP-1.

    “Obesitas bukan hanya masalah individu, tetapi tantangan masyarakat yang memerlukan aksi multisektor,” kata Tedros.

    Kemenkes memastikan kajian penggunaan GLP-1 di Indonesia akan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut, mulai dari efektivitas, keamanan, hingga kesiapan sistem pembiayaan kesehatan nasional.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: WHO Keluarkan Pedoman Baru Syarat Terapi GLP-1 untuk Obesitas”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Prabowo Minta Menkes Kerahkan Dokter Magang Bantu Korban Bencana Sumatera

    Prabowo Minta Menkes Kerahkan Dokter Magang Bantu Korban Bencana Sumatera

    Aceh

    Presiden Prabowo Subianto meminta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menerjunkan dokter internship (magang) dan dokter koas ke titik-titik bencana di Sumatera. Prabowo mengatakan para dokter magang dan koas dapat turut membantu korban bencana di Aceh, Sumatera Barat (Sumbar), dan Sumatera Utara (Sumut).

    Hal itu disampaikan dalam rapat terbatas Prabowo bersama sejumlah menteri dan kepala lembaga di posko terpadu penanganan bencana alam Aceh di Pangkalan Udara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Aceh, Minggu (7/12/2025) malam. Menkes Budi Gunadi Sadikin awalnya menyampaikan terjadi kekurangan dokter yang cukup banyak di Aceh.

    “Kita kekurangan dokter karena dokter di sana jadi korban juga,” kata Budi.

    Budi kemudian meminta bantuan kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin untuk membantu menerjunkan sekitar 300 dokter dari TNI dan Polri selama tiga bulan untuk membantu.

    “Jadi saya minta tolong juga Pak Menhan kalau boleh saya butuh sekitar 300 dokter tiga bulan ke depan untuk ngisi sampai mereka jadi, saya atasi sebagian tapi kalau boleh TNI Polri kan lebih gampang mobilisasinya,” ujarnya.

    “Sekrang saya tanya kalau koas boleh nggak diterjunkan? Sudah boleh?” tanya Prabowo.

    “(Dokter) yang internship Pak, tapi emang harus ada dokter pendamping. Saya sebenarnya kalau diizinkan saya pinjem 300 dokter kita deploy tiga bulan ke puskesmas-puskesmas,” ujar Budi.

    Prabowo pun kembali bertanya apakah dokter magang sudah boleh diterjunkan. Ia meminta agar jumlah dokter magang sampai saat ini dicek, termasuk juga dokter magang yang ada di perguruan tinggi.

    “(Dokter internship) Bisa ya? Dia kan practice udah bisa. Sekarang dicek ya Pak, internship kita sudah berapa yang bisa. 74? Bisa juga kan? Ya kalau koasnya, saya kira bisa itu perguruan tinggi dikerahkan juga intern-nya, internship,” ujar Prabowo.

    (fca/ygs)

  • Kemenkes Bakal Siapkan Resep Aktivitas Fisik saat CKG

    Kemenkes Bakal Siapkan Resep Aktivitas Fisik saat CKG

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah menyiapkan rekomendasi atau “resep” aktivitas fisik berdasarkan kelompok usia bagi masyarakat melalui program cek kesehatan gratis (CKG).

    Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes Maria Endang Sumiwi menyampaikan, langkah tersebut diambil untuk menindaklanjuti hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang menunjukkan sebanyak 37,4% penduduk usia 10 tahun ke atas belum memenuhi standar aktivitas fisik yang memadai.

    “Kita sedang menyiapkan dengan program edukasi, kalau kita ketemu sama orang pada saat CKG ini, dia seperti apa hasilnya? Kalau misal aktivitas fisiknya kurang, kita sedang membuat prescription untuk yang aktivitas fisiknya kurang jika kita temukan dalam CKG,” kata dia seperti dilansir dari Antara, Minggu (7/12/2025).

    Maria menuturkan, rekomendasi ini akan disesuaikan dengan usia masyarakat. Misalnya, berjalan cepat selama 30 menit setiap pagi setelah bangun tidur bagi kelompok usia tertentu. Panduan ini akan diberikan kepada peserta CKG yang teridentifikasi memiliki tingkat aktivitas fisik rendah.

    Berdasarkan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap orang disarankan berolahraga minimal 30 menit per hari.

    Namun, data SKI per November 2025 mencatat sebanyak 95,6% atau sekitar 15,2 juta orang di Indonesia masih kurang melakukan aktivitas fisik. Program CKG saat ini telah dilaksanakan oleh 10.300 puskesmas di seluruh Indonesia.

    Ia menambahkan, pada tahun depan CKG akan diperluas ke klinik pratama, tidak hanya terbatas di puskesmas. Hal ini sejalan dengan perubahan paradigma layanan kesehatan yang kini lebih menekankan upaya pencegahan (preventif) dibandingkan pengobatan (kuratif).

    Menurut Maria, melalui CKG, pemerintah berupaya mengubah pola pikir masyarakat dari menunggu sakit menjadi menjaga kesehatan sejak dini agar dapat hidup lebih sehat, bugar, dan produktif.

    Untuk mengukur tingkat kebugaran, terdapat lima komponen utama yang dinilai, yakni komposisi tubuh, daya tahan jantung dan paru, kekuatan otot, fleksibilitas, serta daya tahan otot.

    “Jadi memang semua itu ada angkanya, kita bisa tahu sebenarnya dia bugar atau enggak sih? Karena sehat itu belum tentu bugar,” tuturnya.

    “Sehat itu terbebas dari segala macam penyakit ya, juga ditentukan dari apakah pada saat naik-turun tangga enggak capek, atau mungkin kita malah ngos-ngosan, nah, itu kan sebenarnya menandakan apakah kita bugar atau enggak,” ungkap dia.

  • Kemenkes Pastikan Penanganan Bencana Sumatra Tak Kekurangan Dokter

    Kemenkes Pastikan Penanganan Bencana Sumatra Tak Kekurangan Dokter

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kesehatan memastikan kebutuhan dokter di daerah-daerah terdampak bencana di Sumatra sudah terpenuhi. 

    Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan, Sumarjaya, mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan telah melihat langsung dan mencatat kebutuhan dokter di tiga provinsi terdampak. 

    Hingga saat ini tercatat ada 731 korban meninggal, dan luka berat 543, serta masih ada ancaman dari penyakit menular yang mungkin timbul dalam kondisi bencana seperti flu, diare, hingga leptospirosis.

    “Kalau tenaga medis, dari kedaruratannya, dengan jumlah 543 kasus dengan jumlah itu saya nggak lihat kegawatannya. Jadi kita sekarang fokus pada dampak akibat bencana. Tapi data kebutuhannya tetap ada,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (5/12/2025). 

    Dia menyebutkan, berdasarkan permintaan di 5 kabupaten, yakni Aceh Tamiang, Aceh Utara, Langsa, Aceh Tengah, dan Bener Meriah memerlukan dokter spesialis penyakit dalam, dokter anak, bedah ortopedi, pneumonologi dan kedokteran respirasi, obgyn, anastesi, dokter umum, serta apoteker masing-masing 1 orang. 

    Untuk fasilitas kesehatan darurat dan puskesmas, Kemenkes mencatat kebutuhan dokter umum 34 orang, kemudain perawat 17, dan lain-lain seperti bidan, petugas farmasi, dan driver ambulans, untuk 13 kabupaten kota di Aceh. 

    Di Sumatra Utara juga tercatat membutuhkan tambahan, khususnya di Sibolga dan Tapanuli Tengah untuk dokter bedah dan umum. 

    “Tapi intinya kami butuh sebanyak-banyaknya, karena akan ada kelelahan sehingga harus bergantian. Selain itu juga perlu menghadirkan ahli elektromedis, untuk mengidentifikasi apakah alat-alat yang terdampak masih bisa digunakan kembali atau tidak. Kami akan kirimkan tenaga untuk mengecek alat-alat yang mungkin bisa difungsikan kembali, karena cukup mahal kalau harus diadakan kembali,” paparnya. 

    Namun, terkait dengan kebutuhan dokter, Wakil Menteri Kesehatan Benjamin Paulus mengungkapkan bahwa hingga saat ini sudah banyak dokter yang berinisiatif pribadi berangkat dengan biaya sendiri untuk mengulurkan bantuan. 

    “Kemarin waktu kami berangkat, kami bertemu dari Unhas, mengirim 16 dokter spesialis, 4 ortopedi, sudah senior semua, ada internis, spesialis anak, obgyn juga ada. Mereka biayai semua sendiri, saya terharu. UI dan RSCM juga memberangkatkan puluhan dokter,” ungkapnya.  

    Benjamin mengungkap bahwa Sumatra, terutama tiga provinsi terdampak juga menjadi penghasil dokter dengan jumlah yang cukup banyak. 

    “Jadi ada alumni misalnya di wilayah Pidie Jaya, dia telfon kakak kelasnya, lalu dokter-dokter itu berangkat sendiri pakai biaya sendiri, nggak pakai koordinasi, sehingga yang ini belum tercatat jumlahnya oleh kami,” kata Benjamin.

  • BNPB: Korban Meninggal Bencana Sumatera Tembus 916 Jiwa, 274 Orang Masih Hilang

    BNPB: Korban Meninggal Bencana Sumatera Tembus 916 Jiwa, 274 Orang Masih Hilang

    Jakarta

    Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat total ada 916 korban jiwa bencana Sumatera berdasarkan data yang dihimpun hingga Minggu (7/12/2025). BNPB juga melaporkan 274 orang masih dinyatakan hilang.

    Sementara sekitar 4.200 warga lainnya mengalami luka-luka. Total kematian terbanyak di Agam dengan 172 kasus, disusul Aceh Utara 128 kasus, dan Tapanuli Tengah 102 kasus.

    Tidak sedikit fasilitas umum yang ikut terdampak. BNPB merinci 1.300 fasilitas umum rusak, 199 fasilitas kesehatan ‘kolaps’, 697 fasilitas pendidikan hancur, 420 rumah ibadah dan 234 tak lagi bisa beroperasi.

    Akses jalan banyak terputus, hal ini ditandai dengan 405 jembatan yang rusak.

    Sebelumnya diberitakan, Kementerian Kesehatan RI mendata ratusan ribu kelompok rentan terdampak bencana banjir dan longsor di Sumatera, terparah di Aceh. Kepala Pusat Krisis Kesehatan (Pusdatinkes) Kemenkes, Agus Jamaludin, SKM, M Kes, menekankan banyak dari kelompok rentan di Aceh kesulitan mendapat layanan kesehatan akibat fasilitas kesehatan rusak, terendam, bahkan tidak dapat beroperasi.

    Beberapa rumah sakit dan puskesmas dilaporkan terputus aksesnya akibat jembatan ambruk, jalan longsor, serta pasokan listrik dan BBM yang tidak tersedia.

    “Ini data untuk menambah pemahaman kondisi di Aceh. Untuk bayi saja ada 104.623 orang. Kemudian balita 101.008 orang. Ibu hamil 394.250 orang. Ibu menyusui 2.380 orang. Lansia 459.428 orang. Disabilitas 17.077 orang. Dan pasien yang perlu hemodialisa 545 orang,” kata Agus dalam konferensi pers Jumat (5/12/2025).

    Data tersebut mencakup seluruh 18 kabupaten/kota di Provinsi Aceh.

    Banyak dari mereka seharusnya bisa mendapatkan pelayanan, tetapi faskes-nya kolaps.

    Situasi ini sangat berisiko, terutama bagi:

    Ibu hamil yang membutuhkan pemeriksaan berkalaBayi dan balita yang rentan terhadap penyakit infeksi di pengungsianLansia yang membutuhkan obat harianPenyandang disabilitas yang membutuhkan pendampinganPasien hemodialisa (HD) yang harus menjalani cuci darah rutin dan tidak boleh terlambat

    (naf/kna)

  • Kisah Pilu Pemuda Sumut Tertimbun Longsor Pasca Sempat Selamatkan Ayah yang Stroke

    Kisah Pilu Pemuda Sumut Tertimbun Longsor Pasca Sempat Selamatkan Ayah yang Stroke

    Jakarta

    Kisah pilu menyelimuti warga Perumahan Pandan Permai, Aek Matauli, Kelurahan Sibuluan Indah, Kecamatan Pandan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Pemuda berusia 21 tahun, Divan Simangunsong, hilang tertimbun longsor setelah kembali masuk ke rumah demi menyelamatkan perlengkapan ayahnya yang sedang sakit stroke.

    Peristiwa itu terjadi pada Selasa (25/11) sekitar pukul 09.30 WIB, setelah hujan deras mengguyur kawasan Pandan tanpa henti selama lima hari empat malam. Longsor besar dari Bukit Aek Matauli menghantam permukiman warga dan menimbun belasan rumah.

    Salah satu tetangga korban, Pindo Pasaribu, menceritakan bagaimana saat itu Divan sebenarnya sudah sempat menyelamatkan diri bersama keluarganya ketika longsor pertama menghantam. Namun, setelah memastikan keluarganya berada di lokasi aman, Divan memutuskan kembali ke dalam rumah.

    “Dia masuk lagi untuk memastikan tidak ada perlengkapan bapaknya yang tertinggal,” ujar Pindo, dikutip dari Antaranews.

    Ayah Divan disebut sedang dalam kondisi sakit stroke, Divan merasa harus kembali untuk membawa barang-barang penting yang mungkin dibutuhkan di pengungsian.

    Namun, keputusan itu menjadi momen terakhir bagi pemuda tersebut. Begitu Divan masuk kembali ke rumah, longsor susulan terjadi. Material dari bukit berupa bebatuan besar dengan diameter hingga dua meter, batang kayu, serta tanah dalam volume besar menghantam permukiman.

    “Warga sempat menarik dia, tapi kakinya jatuh ke selokan. Tidak ada waktu, bukit sudah runtuh lagi,” kata Pindo.

    Ia masih mengingat jelas kalimat terakhir Divan yang diteriakkan sebelum berlari kembali menuju rumah.

    “Pergilah bapak mamak (cari tempat aman), saya yang akan mencari kalian nanti,” ujar Pindo menirukan suara Divan, kalimat yang kini menjadi kenangan terakhir bagi keluarga dan kerabatnya.

    Bukit Runtuh, Belasan Rumah Tertimbun

    Bagian tenggara Bukit Aek Matauli runtuh dan menciptakan jurang setinggi ratusan meter dengan kemiringan sekitar 45 derajat. Material longsoran menghantam perumahan Pandan Permai dan menimbun belasan rumah warga, termasuk rumah keluarga Divan.

    Foto-foto pencarian pada Sabtu (6/12/2025) menunjukkan tim SAR gabungan bekerja keras menggali tumpukan material longsor yang diperkirakan mencapai kedalaman lebih dari tujuh meter. Sebuah ekskavator dikerahkan untuk mempercepat proses pencarian.

    Kepala Kantor SAR Nias, Putu Arga Sujarwadi, menyampaikan hingga Sabtu pagi, total korban meninggal dunia akibat bencana longsor dan banjir bandang di Tapanuli Tengah mencapai 115 orang. Sebanyak 594 orang berhasil diselamatkan, sementara 169 orang lainnya masih dinyatakan hilang, termasuk Divan.

    “Tim di lapangan masih mengintensifkan pencarian pada hari ke-12 ini, terutama di titik-titik material longsor tebal yang diperkirakan menjadi lokasi tertimbunnya para korban,” jelas Putu Arga.

    Sementara itu, ayah dan ibu Divan telah dievakuasi ke pos pengungsian dan mendapatkan pendampingan dari petugas gabungan. Adik perempuan Divan menjalani pemeriksaan medis di Kapal Bantu Rumah Sakit KRI dr Radjiman yang disiagakan di perairan setempat untuk membantu penanganan medis korban bencana.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Menkes Pastikan Korban Longsor dan Banjir Sumut Dapat Layanan Kesehatan “
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/naf)

  • Setiap Tahun 350 Ribu Orang di Indonesia Meninggal karena Stroke

    Setiap Tahun 350 Ribu Orang di Indonesia Meninggal karena Stroke

    JAKARTA – Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan serius di Indonesia yang memberikan dampak luas bagi masyarakat. Tidak hanya menyebabkan kematian, stroke juga berpotensi menimbulkan kecacatan jangka panjang bagi pasien yang selamat. Penanganan cepat menjadi faktor kunci dalam menyelamatkan nyawa dan meminimalkan risiko kecacatan.

    Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan setiap tahun lebih dari 350 ribu orang meninggal akibat stroke di Indonesia. Angka ini menunjukkan besarnya tantangan kesehatan yang dihadapi negara, sekaligus menekankan pentingnya respons cepat dalam menangani kasus stroke.

    Menyadari pentingnya hal ini, Prof. Dante meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menjadi pionir dalam percepatan penanganan stroke melalui inovasi layanan kesehatan.

    Pernyataan tersebut disampaikan Prof. Dante saat peluncuran program Jakarta Siaga Stroke 2026, sebuah inisiatif yang dirancang untuk mempercepat penanganan darurat stroke. Program ini diperkenalkan bertepatan dengan peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) di Jakarta, sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan respons medis terhadap penyakit stroke.

    “Stroke itu menyebabkan lebih dari 350 ribu kematian setiap tahun,” ujarnya, dikutip dari laman resmi Kemenkes pada Sabtu, 6 Desember 2025.

    Prof. Dante menambahkan pasien yang berhasil selamat dari stroke tetap berisiko mengalami kecacatan permanen. Hal ini menunjukkan penyelamatan nyawa saja tidak cukup, kualitas pemulihan pasien juga harus menjadi perhatian utama.

    Menurutnya, keberhasilan penyelamatan pasien sangat bergantung pada periode emas atau golden period yaitu 4,5 jam sejak gejala pertama muncul.

    “Golden period hanya 4,5 jam dari mulai gejala sampai ditangani dengan masuknya obat,” tegasnya.

    Dalam konteks ini, posisi Jakarta sebagai kota pintar (smart city) memberikan keuntungan strategis. Infrastruktur digital dan sistem pelayanan publik yang terintegrasi memungkinkan kota ini untuk memimpin upaya respons cepat terhadap stroke, mulai dari deteksi dini, transportasi pasien, hingga penanganan medis di rumah sakit. Inovasi berbasis teknologi diharapkan dapat memperpendek waktu respons sehingga pasien mendapatkan perawatan tepat waktu.

    Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung menekankan relevansi program ini dengan kondisi kesehatan masyarakat saat ini.

    “Stroke adalah penyebab kematian tertinggi di Indonesia,” ujar Pramono.

    Untuk mendukung implementasi Jakarta Siaga Stroke 2026, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengerahkan 584 anggota pasukan putih, yang sebelumnya berfokus pada pendampingan disabilitas dan lansia. Pasukan ini kini juga akan terlibat dalam penanganan stroke, memastikan pasien menerima bantuan segera dalam golden period yang kritis.

    “Ibu Kepala Dinas saya perintahkan agar pasukan putih membantu penanganan stroke. Karena golden period 4,5 jam itulah yang dibutuhkan.” kata Pramono.

    Dengan adanya program ini, diharapkan Jakarta dapat menjadi model dalam percepatan respons medis terhadap stroke. Inisiatif seperti Jakarta Siaga Stroke 2026 tidak hanya menyelamatkan nyawa, tetapi juga meminimalkan risiko kecacatan jangka panjang, sehingga kualitas hidup pasien pasca-stroke dapat meningkat.

    Kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan teknologi menjadi kunci utama dalam mewujudkan layanan kesehatan yang cepat, tepat, dan efektif.

  • Jerat Obesitas di Balik Akses Makanan Serba Instan Makin Menjamur

    Jerat Obesitas di Balik Akses Makanan Serba Instan Makin Menjamur

    Jakarta

    Laporan Child Nutrition Report 2025 ‘Feeding Profit: How food environments are failing children’ Unicef mengungkap negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah mengalami peningkatan prevalensi obesitas pesat dalam dua dekade terakhir.

    Prevalensi kelebihan berat badan di kalangan anak-anak dan remaja berusia 5 hingga 19 tahun bahkan meningkat tiga kali lipat antara periode 2000 dan 2022, serta mencapai tingkat sedang, dari 15 persen menjadi kurang dari 25 persen di sembilan negara. Lima di antaranya berada di Asia Selatan, Afghanistan, Bhutan, Republik Demokratik Kongo, Liberia, Maladewa, Pakistan, Sri Lanka, Vietnam, dan tentu Indonesia.

    Spesialis gizi dr Angela Dalimarta SpGK menyebut banyak faktor di balik pemicu obesitas semakin tinggi. Terbanyak menurutnya berkaitan dengan akses pola makan serba instan yang semakin mudah ditemui.

    “Ketersediaan makanan instan, makanan cepat saji, makanan ultraproses makin tinggi, sehingga gampang didapat oleh beragam macam kalangan,” sorot dr Angela saat ditemui detikcom di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (6/12/2025).

    Tidak jarang dari mereka yang belum sempat menyiapkan atau memasak ‘real food’ bahan segar langsung diolah, memilih makanan cepat saji dengan alasan lebih praktis. Hal ini sejalan dengan laporan Unicef terkait peningkatan paparan industri retail yang menjajakan makanan rendah gizi, camilan murah, ultra processed food (UPF), makanan siap saji dengan banyak bahan kimia tambahan, sampai minuman manis.

    “Karena tidak sempat prepare makanan, mencari makanan instan, risiko obesitas tentu akan semakin meningkat, bahkan sekitar 23 persen orang dewasa sudah mengalami obesitas di Indonesia,” tuturnya.

    Sementara anak dan remaja disebutnya sangat rentan dengan obesitas akibat faktor lingkungan. Mereka bisa lebih bebas memilih makanan di retail terdekat tanpa pengawasan orangtua, atau malah mengikuti kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat dari keluarga.

    “Anak-anak juga meningkat trennya, makanya sekarang harus diubah gaya hidupnya supaya kalau keluarga hidupnya sehat pastinya anak-anak juga akan lebih sehat hidupnya, jadi nanti ke depan saat dewasanya pun, menurunkan angka obesitas ke depannya,” lanjut dia.

    Tren yang tidak jauh berbeda bahkan terpantau lebih tinggi ditemukan pada usia dewasa, dan dewasa muda. Berdasarkan hasil cek kesehatan gratis (CKG) yang dihimpun hingga Oktober 2025, puncak kasus obesitas berada di rentang 40 hingga 59 tahun atau sekitar 1,1 juta kasus pada wanita dan 200 ribu orang pada pria.

    Sebagai catatan, data tersebut belum benar-benar menggambarkan realita yang ada di Indonesia. Mengingat, baru sekitar 60 dari 280 juta penduduk yang mengikuti CKG. Meski begitu, Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI dr Siti Nadia Tarmizi menekankan salah satu penyebab utama obesitas sudah bisa terlihat, yakni 96 persen kurang aktivitas fisik.

    dr Nadia juga menyoroti perubahan pola hidup di tengah era modernisasi yang semakin bergeser.

    “Yang tadinya kita harus jalan dulu untuk mendapatkan makanan, sekarang nggak. Ibu rumah tangga yang dulu harus masak, sekarang tinggal pesan. Bukan cuma fast food, makanan apa pun sekarang tersedia dan gampang diakses online,” tutur dia.

    “Hanya dengan beberapa klik, makanan datang dalam waktu singkat.”

    Cegah Obesitas Memburuk, Harus Gimana?

    Beberapa waktu lalu, dokter spesialis penyakit dalam Dicky Tahapary, SpPD-KEMD, PhD, menekankan aktivitas fisik minimal 150 menit per minggu sangat disarankan. Perubahan kecil yang dimulai sejak dini dapat mencegah obesitas tanpa harus langsung mengonsumsi obat.

    Jika hasil belum optimal, dokter baru mempertimbangkan farmakoterapi. “Tidak semua pasien langsung diberi obat. Kami menilai dulu kondisi metaboliknya,” katanya.

    Obat hanya berfungsi sebagai pendamping, bukan solusi utama, serta harus digunakan dengan pengawasan ketat karena tetap memiliki risiko efek samping. Ketika masih belum berhasil, barulah pasien dipertimbangkan untuk operasi bariatrik, prosedur yang mengecilkan kapasitas lambung guna mengontrol asupan.

    Namun ini bukan solusi instan. “Bariatrik harus sesuai indikasi medis. Setelah operasi, pola hidup sehat tetap wajib,” tegasnya.

    Beda Bariatrik Vs Liposuction

    Selain bariatrik, prosedur sedot lemak atau liposuction juga kerap menjadi pilihan. Lantas apa bedanya?

    dr Kuswan Ambar Pamungkas SpBPRE, Subsp K (K), M, menjelaskan perbedaan mendasar antara operasi bariatrik dan liposuction yang kerap disalahpahami sebagai prosedur serupa. Menurutnya, keduanya justru memiliki tujuan, indikasi, serta manfaat klinis sangat berbeda.

    “Sebetulnya masyarakat awam tidak perlu bingung memilih antara bariatrik dan liposuction karena indikasinya jauh berbeda,” kata dr Kuswan kepada detikcom Sabtu (6/12).

    Rekomendasi bariatrik

    Ia menegaskan, bariatrik direkomendasikan untuk pasien dengan BMI >35, atau BMI >30 disertai komorbid seperti diabetes, hipertensi, atau gangguan metabolik lainnya.

    Prosedur ini dilakukan dengan mengubah struktur saluran cerna, misalnya memotong sebagian lambung atau usus, sehingga penyerapan makanan berkurang dan penurunan berat badan dapat dicapai lebih cepat.

    “Tujuan bariatrik adalah menurunkan berat badan secara signifikan untuk mencegah munculnya penyakit atau mencegah penyakit menjadi lebih berat,” jelasnya.

    Sementara itu, liposuction bukan prosedur pengobatan obesitas. Tindakan ini bertujuan mengangkat lemak di area tertentu untuk membentuk kontur tubuh, bukan mengatasi gangguan metabolik.

    “Indikasi utamanya adalah adanya distribusi lemak yang tidak merata. Liposuction tidak bisa menggantikan bariatrik. Keduanya bukan substitusi,” tegas dr Kuswan.

    Dengan kata lain, bariatrik bekerja pada akar masalah obesitas dan metabolisme, sedangkan liposuction bersifat kosmetik.

    Halaman 2 dari 4

    (naf/kna)

  • Kemenkes Siapkan Serum Anti Tetanus untuk Pengungsi Korban Bencana Sumatera

    Kemenkes Siapkan Serum Anti Tetanus untuk Pengungsi Korban Bencana Sumatera

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) memastikan kebutuhan obat-obatan dan bahan medis habis pakai bagi warga terdampak bencana Sumatera masih tercukupi. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Lucia Rizka Andalusia.

    Rizka menjelaskan, salah satu risiko kesehatan yang kerap muncul di lokasi bencana adalah luka akibat terkena benda tajam seperti seng atau paku. Untuk mencegah infeksi serius, terutama tetanus, Kemenkes menyiapkan anti tetanus serum bagi korban.

    “Kalau ada bencana, banyak yang terkena luka akibat seng atau paku. Kita berikan serumnya, anti tetanus serum untuk mencegah agar tidak terjadi infeksi,” ujar Rizka dalam konferensi pers, Jumat (5/12/2025).

    Ia menegaskan bahwa hingga saat ini seluruh kebutuhan logistik kesehatan, mulai dari obat-obatan, bahan medis habis pakai, hingga dukungan pelayanan dasar, masih dapat dipenuhi dan didistribusikan dengan baik ke wilayah terdampak.

    Rizka juga menambahkan, tidak ada hambatan berarti dalam pemenuhan logistik kesehatan untuk para pengungsi maupun fasilitas kesehatan di wilayah bencana Sumatera.

    “Semua bisa dipenuhi terutama untuk pelayanan kesehatan dasar buat masyarakat di kamp-kamp pengungsian maupun di rumah sakit,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/kna)

  • Ratusan Ribu Warga Aceh Terancam Akibat Layanan Kesehatan Lumpuh

    Ratusan Ribu Warga Aceh Terancam Akibat Layanan Kesehatan Lumpuh

    Jakarta, Beritasatu.com — Situasi kesehatan di Aceh memasuki fase kritis setelah banjir dan longsor besar melanda sejumlah wilayah Sumatera. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) melaporkan bahwa ratusan ribu warga dari kelompok rentan kini berada dalam kondisi berbahaya akibat layanan medis yang terhenti dan akses menuju fasilitas kesehatan yang masih terputus.

    Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Agus Jamaludin, SKM, M.Kes, menyebut Aceh sebagai wilayah dengan dampak terparah. Hingga Jumat (5/12/2025), banyak fasilitas kesehatan, mulai dari rumah sakit rujukan, puskesmas, hingga klinik kecil, mengalami kerusakan atau terendam banjir. Beberapa lokasi bahkan tidak dapat beroperasi sama sekali karena jaringan listrik putus, pasokan BBM habis, dan akses jalan tertutup.

    Sejumlah rumah sakit utama dilaporkan terisolasi akibat jembatan roboh dan jalan yang tertimbun longsor. Kondisi tersebut membuat tenaga kesehatan kewalahan karena tidak dapat bergerak bebas, sementara distribusi obat-obatan dan logistik medis terhambat.

    Agus memaparkan data terkini mengenai jumlah kelompok rentan di seluruh 18 kabupaten/kota di Aceh. “Untuk bayi saja ada 104.623 orang. Kemudian balita 101.008 orang. Ibu hamil 394.250 orang. Ibu menyusui 2.380 orang. Lansia 459.428 orang. Disabilitas 17.077 orang. Dan pasien yang perlu hemodialisa 545 orang,” ujarnya dalam tayangan Youtube yang dikutip Beritasatu.com.

    Data tersebut menunjukkan betapa besar jumlah warga yang memerlukan layanan kesehatan rutin maupun darurat. Padahal, banyak fasilitas kini kolaps dan tidak mampu memberikan pelayanan.

    Kelompok yang paling terdampak antara lain:

    Ibu hamil, yang membutuhkan pemeriksaan antenatal berkala.Bayi dan balita, rentan infeksi di area pengungsian yang minim sanitasi.Lansia, yang membutuhkan obat harian untuk penyakit kronis.Penyandang disabilitas, yang membutuhkan pendampingan dan alat bantu.Pasien hemodialisa, yang harus cuci darah tepat waktu.

    Di antara kelompok tersebut, pasien hemodialisa menjadi yang paling gawat. Kerusakan unit HD di beberapa rumah sakit memaksa pasien dirujuk ke luar daerah, namun prosesnya terhambat karena jalur transportasi belum sepenuhnya terbuka.

    Untuk menjawab kondisi darurat ini, Kemenkes tengah memprioritaskan pemulihan layanan kesehatan dasar dengan mempercepat:

    distribusi obat-obatan dan obat penyakit kronis.penyediaan vaksin untuk mencegah KLB pascabencana.pengiriman logistik medis dan alat kesehatan darurat.pendataan kelompok rentan agar bantuan tepat sasaran.

    “Kami pastikan semua kelompok rentan ini menjadi prioritas dalam penanganan,” tegas Agus. Ia menyebut koordinasi dengan pemerintah daerah, BPBD, TNI–Polri, dan lembaga kemanusiaan terus diperkuat untuk membuka akses distribusi dan memulihkan layanan kesehatan secepat mungkin.