Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Kasus Kematian Campak di Sumenep Tembus 17, Usia Pasien Terbanyak 0-4 Tahun

    Kasus Kematian Campak di Sumenep Tembus 17, Usia Pasien Terbanyak 0-4 Tahun

    Jakarta

    Sebanyak 78.569 anak di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, menjadi sasaran vaksinasi campak massal. Langkah ini dilakukan untuk menekan penyebaran penyakit yang sejauh ini telah menginfeksi sekitar 2.000 anak.

    “Vaksinasi akan digelar di 26 puskesmas, baik di wilayah daratan maupun kepulauan, serta di tiga rumah sakit. Pelaksanaan dimulai pada 25 Agustus 2025, sesuai hasil rapat lintas sektor,” ujar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinkes-P2KB) Kabupaten Sumenep, Achmad Syamsuri, dikutip dari ANTARA, Selasa (26/8/2025).

    Program vaksinasi massal atau Outbreak Response Immunization (ORI) tersebut berlangsung hingga 14 September 2025. Sasaran utama adalah anak berusia 9 bulan hingga 6 tahun.

    Dalam pelaksanaannya, setiap anak akan mendapat satu dosis vaksin MR tanpa memperhitungkan riwayat imunisasi sebelumnya. Usai ORI, pemerintah daerah juga akan melaksanakan imunisasi kejar bagi anak-anak yang belum mendapatkan vaksin sesuai jadwal.

    Kementerian Kesehatan RI merinci jumlah kasus kematian kasus suspek campak di Kabupaten Sumenep berdasarkan kecamatan.

    Berdasarkan data Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR), sejak Januari hingga Agustus 2025 tercatat ada 2.035 kasus suspek campak di Sumenep. Dari jumlah itu, 17 pasien meninggal dunia.

    Terbanyak ada di wilayah Rubaru dengan laporan tiga kasus. Berikut rinciannya:

    Rubaru: 3 kasus suspekLenteng: 3 kasus suspekTalango: 2 kasus suspekDasuk: 2 kasus suspekManding: 2 kasus suspekAmbunten: 2 kasus suspekBluto: 1 kasus suspekPasongsongan: 1 kasus suspekGapura: 1 kasus suspekbaca juga

    Usia anak yang meninggal

    Dari total laporan tersebut, 16 di antaranya merupakan usia 0 hingga 4 tahun. Sementara sisa 1 kasus berada di rentang 5 hingga 9 tahun. Sebagian besar di antaranya adalah anak laki-laki.

    Dari 17 kasus kematian, 16 di antaranya tidak diimunisasi. Sementara satu kasus hanya menjalani imunisasi campak rubella satu kali.

    Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan 3 kasus kematian yang dilaporkan positif terpapar campak. Namun, 14 kasus kematian lainnya belum sempat dilakukan pemeriksaan.

    “Kecamatan Rubaru dan Kecamatan Lenteng melaporkan kematian kasus campak tertinggi, masing-masing tiga kasus. Kematian tertinggi terdapat pada balita yaitu sebanyak 16 kasus,” demikian lapor Kemenkes RI dalam grafik yang diterima detikcom Selasa (26/8).

    “Mayoritas kasus tidak mendapatkan imunisasi dan tidak melakukan pemeriksaan spesimen di laboratorium,” lanjutnya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • Eks Menkes Terawan Terima Bintang Mahaputera dari Prabowo, Berjasa Atasi Pandemi Covid-19
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 Agustus 2025

    Eks Menkes Terawan Terima Bintang Mahaputera dari Prabowo, Berjasa Atasi Pandemi Covid-19 Nasional 26 Agustus 2025

    Eks Menkes Terawan Terima Bintang Mahaputera dari Prabowo, Berjasa Atasi Pandemi Covid-19
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto menerima tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana dari Presiden Prabowo Subianto, pada Senin (25/8/2025).
    Eks Kepala RSPAD Gatot Soebroto dinilai berjasa pengembangan pelayanan kesehatan dan penanganan pandemi Covid-19.
    “Beliau berjasa luar biasa dalam pengembagan layanan kesehatan di Indonesia. Beliau adalah seorang dokter militer dan akademisi yang dikenal atas inovasi di bidang kesehatan untuk terapi stroke dan berperan penting dalam penanganan pandemi Covid-19,” ujar pembawa acara pemberian tanda kehormatan di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/8/2025).
    Penganugerahan Tanda Kehormatan ini didasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 73, 74, 75, 76, dan 78/TK Tahun 2025 tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan.
    Prabowo pun mengucapkan secara langsung rasa terima kasihnya kepada 117 tokoh dalam pidatonya di acara tersebut.
    “Saya hanya ingin menyampaikan atas nama negara dan bangsa, sekali lagi terima kasih atas jasa-jasa pengabdian saudara-saudara sekalian,” ucap Prabowo.
    Letjen TNI (Purn) Dr. dr. Terawan Agus Putranto lahir 5 Agustus 1964 di Sitisewu, Yogyakarta. Terawan menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) dan lulus pada 1990.
    Ia kemudian melanjutkan pendidikan dalam bidang militer dengan masuk Sepawamil 1990. Sekarang, pendidikan ini dikenal sebagai Sekolah Perwira Prajurit Karier Tentara Nasional Indonesia.
    Dalam bidang kedokteran, Terawan melanjutkan studinya ke jenjang S2 di Universitas Airlangga (Unair) dengan mengambil spesialis radiologi dan lulus pada 2004.
    Setelah itu, Terawan melanjutkan pendidikan doktoral di Universitas Hasanuddin, Makassar. Ia berhasil mendapatkan gelarnya pada 2013.
    Karier Terawan di kemiliteran dimulai saat menjadi dokter militer di TNI Angkatan Darat pada 1990. Tugas pertamanya adalah sebagai Direktur Rumah Sakit Angkatan Darat di Mataram, Lombok selama delapan tahun, mulai dari 1990-1998.
    Terawan juga pernah tercatat sebagai anggota Tim Dokter Kepresidenan pada 2009. Selain itu, ia merupakan dokter ahli di RSPAD Gatot Soebroto.
    Setelah itu, Terawan menjabat sebagai Kepala RSPAD Gatot Soebroto dan memiliki pangkat mayor jenderal pada 2016.
    Ia kemudian ditunjuk menjadi Menkes pada Oktober 2019 oleh Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi), Terawan resmi pensiun dari dunia kemiliteran.
    Jabatan sebagai Menkes tersebut hanya diemban Terawan Agus Putranto selama satu tahun. Saat itu, posisinya sebagai Menkes digantikan oleh Budi Gunadi Sadikin.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wabah Campak Serang Bangkalan, Ratusan Balita Terinfeksi dan 1 Orang Meninggal

    Wabah Campak Serang Bangkalan, Ratusan Balita Terinfeksi dan 1 Orang Meninggal

    Jakarta

    Kasus infeksi campak di Bangkalan, Madura, Jawa Timur tergolong cukup tinggi. Ada ratusan balita pasien campak dan satu di antaranya meninggal dunia.

    Spesialis anak, dr Mega Malynda, SpA dari RSUD Syarambu Bangkalan mencatat ada sekitar 275 pasien campak hingga akhir Agustus ini. Sementara, pasien meninggal terjadi di awal tahun.

    “Di RSUD pasien campak meningkat drastis. Mulai Januari sampai Agustus ini tercatat ada 275 pasien positif campak. Untuk kematian hanya 1 di Januari lalu,” kata dr Mega dikutip dari detikJatim, Selasa (26/8/2025).

    Kasus campak di Bangkalan didominasi oleh anak-anak berusia 2-3 tahun. Mereka umumnya mengalami gejala yang serupa seperti demam di hari pertama, keluar bintik-bintik merah di belakang telinga hingga sekujur tubuh.

    Pada beberapa balita yang terinfeksi campak, biasanya disertai dengan batuk dan pilek.

    “Saat ini yang masih kami rawat ada 17 pasien campak terdiri dari balita semua. Di Agustus ini ada 50 pasien, dan rata-rata dari Kecamatan Geger Bangkalan,” kata dr Mega.

    Banyak Anak Tak Diimunisasi di Madura

    dr Mega mengatakan kasus campak berat yang dialami pasien mayoritas karena mereka belum mendapatkan imunisasi, sehingga tubuh tidak memiliki perlindungan yang baik pada campak.

    Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan ada banyak faktor yang saat ini memengaruhi mengapa orang tua tidak memberikan imunisasi ke anak-anak mereka.

    “Banyak (alasan keluarga nggak mau vaksinasi anak). Ada yang dikaitkan soal agama, takut karena nanti ada efek samping,” kata Prof Dante kepada wartawan di Kantor BRIN, Jakarta Pusat, Senin (25/8/2025).

    “Sebenarnya ini sudah kami kaji, vaksinasi-vaksinasi yang kami berikan ke masyarakat itu sudah dikaji secara empiris dalam waktu lama, sehingga aman untuk diberikan ke anak,” sambungnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Upaya Kemenkes Cegah Misinformasi Seputar Imunisasi”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/kna)

  • Balita R di Sukabumi Meninggal karena Sepsis, Begini Kata Dokter yang Menangani

    Balita R di Sukabumi Meninggal karena Sepsis, Begini Kata Dokter yang Menangani

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI buka suara terkait penyebab kematian balita R di Sukabumi, Jawa Barat. Berdasarkan hasil pemeriksaan intensif, R didiagnosis sepsis atau infeksi berat yang diperburuk dengan malnutrisi, stunting dan meningitis TBC.

    Dokter anak dr Sianne, SpA yang menangani R, menjelaskan bahwa saat tiba di IGD, pasien sudah tidak sadarkan diri. R disebut mengalami demam tinggi dan penurunan kesadaran sejak satu hari sebelumnya.

    “Pasien pertama kali datang ke rumah sakit sudah mengalami penurunan kesadaran, dan demam serta batuk sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat medis menunjukkan pasien telah menjalani pengobatan yang tidak jelas ke mana lebih dari sepuluh kali dalam tiga bulan terakhir oleh karena demam dan batuk,” ujar dr Sianne dalam keterangan dikutip dari laman Kemenkes, Selasa (26/8/2025).

    Selama perawatan tim medis menemukan cacing gelang dewasa. Hasil pemeriksaan radiologi toraks menunjukkan adanya TBC paru aktif dan pneumonia, sementara radiologi abdomen memperlihatkan cacing dalam jumlah banyak tanpa tanda sumbatan. CT scan kepala juga mengonfirmasi adanya radang selaput otak/meningitis.

    Penanganan dilakukan secara menyeluruh, meliputi terapi anti-TB, antibiotik, koreksi elektrolit, pemberian obat-obatan untuk mempertahankan tekanan darah dan denyut jantung, serta pemberian obat cacing albendazole. Setelah terapi albendazole, pasien mengeluarkan cacing dalam jumlah banyak melalui buang air besar selama beberapa hari.

    Hasil diagnosis R

    Pasien meninggal dunia pada hari kesembilan perawatan, Senin (21/7) pukul 14.24 WIB. Diagnosis kematian langsung adalah sepsis, dengan penyebab antara malnutrisi berat kwashiorkor dan stunting, serta penyebab dasar meningitis TB stadium 3.

    Selain itu, tim medis juga tidak pernah menimbang berat cacing yang keluar dari tubuh R.

    “Kami tidak melakukan penimbangan karena keluarnya cacing berlangsung bertahap selama beberapa hari,” ucap dia.

    Terpisah, Prof dr Anggraini, SpA(K), dokter spesialis anak, mengatakan bahwa berdasarkan pemeriksaan, ditemukan adanya infeksi di susunan saraf pusat dan sepsis. Ditambahkan pula bahwa cacing dewasa tidak masuk ke otak, paru dan jantung karena ukurannya yang besar.

    “Larva cacing gelang memang memiliki siklus hidup melalui pembuluh darah dan saluran napas yang kadang menyebabkan gangguan nafas, namun tidak menyebabkan kematian,” jelas dr Anggraini.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

  • Video: Upaya Kemenkes Cegah Misinformasi Seputar Imunisasi

    Video: Upaya Kemenkes Cegah Misinformasi Seputar Imunisasi

    Video: Upaya Kemenkes Cegah Misinformasi Seputar Imunisasi

  • Menkes Instruksikan Pembagian Obat Cacing ke Warga Desa Cianaga Imbas Kasus Raya
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        25 Agustus 2025

    Menkes Instruksikan Pembagian Obat Cacing ke Warga Desa Cianaga Imbas Kasus Raya Megapolitan 25 Agustus 2025

    Menkes Instruksikan Pembagian Obat Cacing ke Warga Desa Cianaga Imbas Kasus Raya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menginstruksikan pembagian obat cacing ke seluruh warga Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Sukabumi, Jawa Barat.
    Langkah ini diambil setelah Raya, bocah berusia tiga tahun, yang tinggal di wilayah tersebut meninggal dengan tubuh dipenuhi cacing gelang.
    “Semua yang ada di desa itu saya minta dikasih obat cacing. Supaya bisa sembuh. Karena cacing itu obatnya ada dan murah sebenernya,” ucap Budi saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (25/5/2025).
    Selain membagikan obat cacing, Budi memastikan seluruh anggota keluarga Raya yang mengidap tuberkulosis (TBC) mendapat penanganan hingga sembuh.
    “Terus yang kedua itu TBC juga, ngelihat keluarga (Raya) ada yang kena TBC. Itu juga harus segera obatin karena TBC itu sangat mematikan,” kata dia.
    Sebelumnya, Raya, dinyatakan meninggal dunia pada Juli 2025 dengan kondisi tubuh dipenuhi cacing.
    Raya, anak dari pasangan Udin (32) dan Endah (38), pertama kali dibawa ke RSUD R Syamsudin SH pada 13 Juli 2025.
    Saat itu ia dalam kondisi tidak sadarkan diri dan diduga mengalami komplikasi akibat TBC.
    Namun, selama perawatan, tim medis menemukan banyak cacing keluar dari tubuhnya.
    “Awal mula sekali itu ketahuan dari hidung, selanjutnya saat perawatan tampak juga lewat BAB-nya,” ungkap pejabat Humas RSUD R Syamsudin SH Irfanugraha Triputra.
    Menurut Irfan, kondisi kritis Raya dipengaruhi dua faktor utama, yakni TBC dan infeksi cacing.
    Meski sudah mendapat penanganan intensif, Raya meninggal dunia pada 22 Juli 2025.
    Kasus ini semakin viral setelah beredar video yang menunjukkan tubuh bocah tersebut dipenuhi cacing.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Video Menkes Budi Ajak Masyarakat Olahraga Minimal 30 Menit Per Hari

    Video Menkes Budi Ajak Masyarakat Olahraga Minimal 30 Menit Per Hari

    Video Menkes Budi Ajak Masyarakat Olahraga Minimal 30 Menit Per Hari

  • Video: Kemenkes-RSCM Tanggapi Ketua IDAI Dilarang Layani Pasien BPJS

    Video: Kemenkes-RSCM Tanggapi Ketua IDAI Dilarang Layani Pasien BPJS

    Video: Kemenkes-RSCM Tanggapi Ketua IDAI Dilarang Layani Pasien BPJS

  • Anak yang Meninggal Akibat Campak di Sumenep Mayoritas Tak Diimunisasi

    Anak yang Meninggal Akibat Campak di Sumenep Mayoritas Tak Diimunisasi

    Jakarta

    Kasus campak di Sumenep, Jawa Timur, sudah dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) menyusul 17 kematian. Daerah tersebut juga mencatat 2.035 kasus suspek yang tersebar di 26 kecamatan.

    Kepala Biro Komunikasi Kementerian Kesehatan RI Aji Mulawarman mengatakan kasus kematian mayoritas tidak memiliki riwayat imunisasi. Kasus kematian campak di Sumenep laporkan kebanyakan berusia balita.

    “Dari yang meninggal dunia, umumnya tidak pernah diimunisasi campak/lainnya,” kata Aji saat dihubungi detikcom, Senin (25/8/2025).

    Campak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus campak (morbillivirus). Penyakit ini sangat menular dan biasanya menyerang anak-anak, walaupun orang dewasa yang tidak pernah divaksin atau belum pernah mengalami campak juga berisiko terkena.

    Data WHO tahun 2023 mencatat bahwa 14,5 juta anak di dunia tidak mendapatkan imunisasi (zero dose), dengan Indonesia menempati posisi keenam tertinggi, yaitu 1.356.367 anak tidak menerima imunisasi dasar pada periode 2019-2023.

    Dalam Survei Kesehatan Indonesia di tahun 2023, 47 persen anak tidak diimunisasi karena tidak diizinkan keluarga, 45 persen karena takut efek samping, 23 persen tidak mengetahui jadwal imunisasi, dan 22 persen menganggap imunisasi tidak penting.

    Gejala Penyakit Campak

    Dikutip dari laman Kemenkes, gejala campak biasanya baru terlihat sekitar 10-14 hari setelah terinfeksi. Beberapa gejala yang umumnya muncul antara lain:

    Demam: Suhu tubuh bisa mencapai 40°C.Batuk Kering.Konjungtivitis (Mata Merah): Mata bisa menjadi sensitif terhadap cahaya.Pilek.Ruam: Mulai dari wajah dan telinga, kemudian menyebar ke seluruh tubuh.Bintik Koplik: Bintik-bintik putih kecil di dalam mulut, khususnya di bagian dalam pipi.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

  • Wabah Campak di Sumenep Picu 17 Kematian, 78.569 Anak Bakal Divaksinasi Massal

    Wabah Campak di Sumenep Picu 17 Kematian, 78.569 Anak Bakal Divaksinasi Massal

    Jakarta

    Sebanyak 78.569 anak di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, menjadi sasaran vaksinasi campak massal untuk mencegah penyebaran penyakit yang sudah menginfeksi sekitar 2 ribu orang.

    “Vaksinasi akan kami gelar di 26 puskesmas di daratan dan kepulauan se-Kabupaten Sumenep dan tiga rumah sakit pada 25 Agustus 2025, sesuai hasil keputusan rapat lintas sektor,” kata Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinkes-P2KB) Kabupaten Sumenep Achmad Syamsuri dikutip dari ANTARA, Senin (25/8/2025).

    Vaksinasi massal di Jawa Timur atau Outbreak Response Immunization (ORI) akan dilaksanakan 25 Agustus hingga 14 September 2025 melibatkan anak berusia 9 bulan hingga 6 tahun.

    ORI dilakukan dengan pemberian 1 dosis MR tanpa melihat status imunisasi sebelumnya. Setelah ORI selesai, akan dilakukan imunisasi kejar pada anak-anak yang belum lengkap imunisasi campak sesuai usia untuk peningkatan kekebalan.

    Berdasarkan data Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR), sejak Januari hingga Agustus 2025 tercatat ada 2.035 kasus suspek campak di Sumenep. Dari jumlah itu, 17 pasien meninggal dunia.

    “Dari 17 kasus kematian, 16 di antaranya terkonfirmasi tidak pernah imunisasi. Satu terkonfirmasi pernah imunisasi, tapi tidak lengkap,” kata Gubernur Jawa Timur Khofifah.

    Dalam kesempatan terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman mengatakan 17 kasus kematian campak di Sumenep mayoritas tidak memiliki riwayat imunisasi. Terkait tingginya kasus, masyarakat yang berada di wilayah sekitar diimbau segera ke fasilitas kesehatan jika mengalami gejala.

    ⁠”Isolasi sementara anak yang sakit campak di rumah (tidak masuk sekolah/tidak ikut kegiatan ramai) untuk mencegah penularan,” kata Aji.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)