Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Bayi Raya di Sukabumi Bukan Meninggal karena Cacing, tapi Diduga TBC

    Bayi Raya di Sukabumi Bukan Meninggal karena Cacing, tapi Diduga TBC

    Jakarta

    Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, menyebut Raya, balita 4 tahun di Sukabumi tidak meninggal karena cacing yang ada di tubuhnya. Melainkan diduga karena meningitis tuberkulosis (TBC)

    “Kemarin kan ada yang meninggal karena cacing, itu sebenarnya kalau dokter-dokter lihat medical recordnya, ahli-ahli datang, meninggalnya bukan karena cacing. Dugaannya meningitis karena TBC,” kata Budi Gunadi dalam acara #DemiIndonesia di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (26/8/2025).

    Budi menduga infeksi yang diderita Raya mungkin terjadi karena beberapa kemungkinan. Salah satu diagnosanya yakni batuk berbulan-bulan yang dialami Raya.

    “Ini saya bukan alihnya, saya akui, tapi sebagai apa, enggak ada orang yang meninggal karena cacing itu enggak ada. Tapi cacing itu berdampak apa itu ada. Biasanya berdampak ke infeksi, berdampak karena TBC, berdampak lain-lain,” jelas Budi.

    “Anak ini meninggalnya, dugaan utamanya adalah TBC. Karena dia batuk tiga bulan tanpa henti. Ya, itu pasti sekeluarga sudah pasti tertular kalau seperti itu,” tuturnya.

    Dalam kesempatan itu, Budi Gunadi menyatakan penanganan TBC menjadi salah satu tugas prioritas di kementeriannya. Dia menjelaskan bahwa TBC merupakan penyakit menular pembunuh paling besar di Indonesia.

    “Setiap tahun yang kena 1 juta, yang meninggal 125 ribu. Jadi saya bilang ke teman-teman, jangan banyak omon-omon, kerja aja cepat,” ungkapnya.

    Dia mengatakan cara terbaik mengatasi penyakit menular seperti TBC adalah cepat mengetahuinya. Tujuannya agar penularannya dapat diantisipasi.

    Salah satu mendeteksi TBC, lanjut Budi, dapat melalui program cek kesehatan gratis (CKG) yang dicanangkan pemerintah. “Jadi kalau cek kesehatan gratis jangan lupa screen TBC,” pungkasnya.

    Sejumlah menteri Kabinet Merah Putih hadir dalam acara #DemiIndonesia ‘Wujudkan Asta Cita’ malam ini. Adapun mereka yang hadir yakni Menkop Budi Arie, Menaker Yassierli, Menag Nasaruddin Umar.

    Ada juga Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, hingga Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga serta Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Wihaji.

    Mereka mengupas tuntas programnya dalam mewujudkan Asta Cita Prabowo. Acara dialog interaktif diikuti oleh stakeholder, peserta didik, asosiasi, hingga komunitas.

    Acara ini didukung oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., MIND ID, PT Pertamina (Persero), dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.

    Halaman 2 dari 2

    (ond/maa)

  • Bayi Raya di Sukabumi Bukan Meninggal karena Cacing, tapi Diduga TBC

    Menkes Bakal Bertolak ke Sumenep Tangani KLB Campak

    Jakarta

    Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin buka suara terkait kasus campak di Sumenep, Jawa Timur. Dia mengatakan akan bertolak ke Sumenep dalam rangka penanganan Kasus Luar Biasa (KLB) tersebut.

    “Rencananya saya mau ke sana, saya mau ke sana,” kata Budi Gunadi di Menara Bank Mega, Jakarta Selatan, Selasa (26/8/2025).

    Namun, dia belum membeberkan kapan waktu pasti akan menyambangi Sumenep. Di sisi lain, Budi Gunadi mengakui angka kasus campak di Pulau Madura memang meningkat.

    “Sebenarnya nggak hanya di Sumenep, tapi di beberapa kota di Madura itu memang naik (kasusnya),” ucap Budi.

    “Salah satu penyebab utamannya karena memang imunisasinya rendah sekali di sana,” lanjutnya.

    Sebelumnya, kasus campak di Sumenep sudah dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB) setelah 17 orang meninggal. Daerah tersebut juga mencatat ada 2.035 kasus suspek yang tersebar di 26 kecamatan.

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) menyebut kasus kematian akibat campak di Sumenep mayoritas tidak memiliki riwayat imunisasi. Kebanyakan pasien meninggal karena campak adalah balita.

    Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan imunisasi terkait campak di Sumenep tergolong rendah. Menurutnya, ada beberapa alasan mengapa orang tua tidak memberikan vaksinasi pada anak.

    “Banyak (alasan keluarga nggak mau vaksinasi anak). Ada yang dikaitkan soal agama, takut karena nanti ada efek samping,” kata Prof Dante kepada wartawan di kantor BRIN, Jakarta Pusat, Senin (25/8).

    “Sebenarnya ini sudah kami kaji. Vaksinasi-vaksinasi yang kami berikan ke masyarakat itu sudah dikaji secara empiris dalam waktu lama, sehingga aman untuk diberikan ke anak,” sambungnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ond/maa)

  • Video Survei: Pemberian ASI Ibu di Desa Lebih Tinggi dari Ibu di Kota

    Video Survei: Pemberian ASI Ibu di Desa Lebih Tinggi dari Ibu di Kota

    Jakarta – Dalam memperingati Pekan Menyusui Sedunia 2025, Kementerian Kesehatan bersama Dompet Dhuafa menggelar seminar soal pentingnya pemberian ASI eksklusif pada bayi. Berdasarkan data, Kemenkes mengungkapkan cakupan ASI eksklusif pada ibu yang bekerja lebih rendah dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Kemudian di desa lebih tinggi daripada di perkotaan.

    Di mana pemberian ASI pada ibu yang bekerja sebesar 55,1 persen, sementara ibu yang tidak bekerja sebesar 56,6 persen. Begitu pula pada daerah tempat tinggal, di mana pemberian ASI eksklusif usia 0-5 bulan di perkotaan sebesar 65,3 persen, sementara di daerah pedesaan bisa mencapai 72,9 persen.

    (/)

    pekan menyusui sedunia pekan menyusui sedunia 2025 kementerian kesehatan asi eksklusif

  • Video Kemenkes: 46 Wilayah RI KLB Campak, Totalnya Capai 3.444 Kasus

    Video Kemenkes: 46 Wilayah RI KLB Campak, Totalnya Capai 3.444 Kasus

    Video Kemenkes: 46 Wilayah RI KLB Campak, Totalnya Capai 3.444 Kasus

  • Menkes soal Iuran BPJS Bakal Naik: Sedang Didiskusikan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 Agustus 2025

    Menkes soal Iuran BPJS Bakal Naik: Sedang Didiskusikan Nasional 26 Agustus 2025

    Menkes soal Iuran BPJS Bakal Naik: Sedang Didiskusikan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyatakan, wacana menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan masih didiskusikan di internal pemerintah.
    “Itu nanti sedang didiskusikan, tunggu ininya,” kata Budi di RSPON Dr. Mahar Mardjono di Cawang, Jakarta Timur, Selasa (26/8/2025).
    Ia menyampaikan, kenaikan ini juga harus dibicarakan bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati.
    Budi enggan berbicara lebih banyak lantaran hal ini juga perlu didiskusikan lebih dulu bersama DPR RI dalam rapat kerja.
    “Itu mesti dibicarakan sama Ibu Menkeu, yang lebih berwenang di Ibu Menkeu. Saya nggak enak melampaui, kan mesti juga diselesaikan sama teman-teman di DPR, karena nanti akan ada rakernya,” kata dia.
    Sebelumnya diberitakan, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berencana menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan pada tahun 2026 mendatang.
    Klaim pemerintah, kebijakan ini diperlukan untuk menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
    Meski begitu, pemerintah menyadari tidak semua peserta mampu menanggung kenaikan iuran.
    Oleh karena itu, akan disiapkan skema subsidi khusus bagi peserta mandiri agar tetap bisa mengakses layanan kesehatan.
    Kebijakan iuran BPJS Kesehatan naik sejatinya bukan hal baru karena pemerintah beberapa kali melakukan penyesuaian tarif sejak program JKN digulirkan.
    Bahkan, Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 mengatur bahwa evaluasi dan penyesuaian iuran dapat dilakukan setiap dua tahun sekali.
    Dikutip dari Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026, disebutkan bahwa iuran BPJS Kesehatan naik bertahap pada tahun depan.
    Pemerintah juga tetap akan memberikan subsidi bagi sebagian masyarakat yang berhak.
    “Dalam kerangka pendanaan, skema pembiayaan perlu disusun secara komprehensif untuk menjaga keseimbangan kewajiban antara tiga pilar utama: (1) masyarakat/peserta, (2) pemerintah pusat, dan (3) pemerintah daerah,” tulis Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026.
    “Untuk itu, penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah. Pendekatan bertahap ini penting untuk meminimalisir gejolak sekaligus menjaga keberlanjutan program,” bunyi Bab 6 Risiko Fiskal buku tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Video: Menkes Ungkap Alasan Cek Kesehatan Gratis Tak Dilakukan di RS

    Video: Menkes Ungkap Alasan Cek Kesehatan Gratis Tak Dilakukan di RS

    Video: Menkes Ungkap Alasan Cek Kesehatan Gratis Tak Dilakukan di RS

  • Delapan Gubernur Kompak Nyatakan Perang Lawan TBC, Bobby Nasution: Harus Cepat dan Masif
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        26 Agustus 2025

    Delapan Gubernur Kompak Nyatakan Perang Lawan TBC, Bobby Nasution: Harus Cepat dan Masif Regional 26 Agustus 2025

    Delapan Gubernur Kompak Nyatakan Perang Lawan TBC, Bobby Nasution: Harus Cepat dan Masif
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Tuberkulosis (TBC) bukan lagi sekadar masalah kesehatan. Dengan status Indonesia sebagai negara peringkat kedua kasus TBC terbanyak di dunia, delapan gubernur dari provinsi dengan beban kasus tertinggi menyatakan perang.
    Salah satunya Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Muhammad Bobby Afif Nasution, yang secara resmi menandatangani Komitmen Percepatan Eliminasi Tuberkulosis di Indonesia.
    Dia menegaskan, komitmen tersebut merupakan pekerjaan kolektif yang membutuhkan kerja sama cepat dan masif dari semua pihak, terutama bupati dan wali kota.
    “Saya dengan tujuh gubernur lainnya berkomitmen kuat untuk mengeliminasi TBC,” ujar Bobby dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (26/8/2025).
    Bobby mengatakan itu usai menghadiri Forum Delapan Gubernur Penuntasan Tuberkulosis di Sasana Bhakti Praja (SBP) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jalan Medan Merdeka Utara Nomor 7, Jakarta, Selasa.
    Ada delapan komitmen yang ditandatangani delapan gubernur terkait pengendalian TBC, yang merupakan salah satu program prioritas Presiden RI.
    Poin pertama, memasukkan indikator TBC ke Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), lalu mengoordinasikan kegiatan penanggulangan TBC, meningkatkan standar pelayanan minimal (SPM) TBC, menemukan kasus, melakukan pendataan, memberikan pengobatan dan pencegahan, hingga membuat kebijakan serta mencapai target indikator.
    Bobby mengatakan, dari komitmen tersebut terdapat target indikator yang harus dicapai, seperti menemukan 90 persen kasus, SPM 100 persen, penanganan kasus sensitif obat, kasus resisten obat, hingga terapi pencegahan dan target lainnya.
    “Ini bukan pekerjaan yang mudah. Jadi, ini harus kami kerjakan bersama, dengan teliti dan cepat,” kata menantu Presiden ke-7 Joko Widodo itu.
    Adapun komitmen itu disepakati delapan gubernur, yakni dari Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, hingga Sulawesi Selatan. 
    Tindakan itu mendapat dukungan penuh dari pemerintah pusat. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, rata-rata kasus kematian TBC di Indonesia adalah dua orang dalam lima menit. 
    Oleh karena itu, tugas utama dalam penanganan TBC adalah menemukan orang yang terinfeksi secepatnya.
    Budi mengatakan, seperti halnya Covid-19, pemerintah perlu menemukan kasus sedini mungkin dan memberikan penanganan yang tepat karena TBC adalah penyakit menular.
    “Ini agar dia tidak nularin dulu, kemudian dilanjutkan dengan pengobatan enam bulan,” katanya.
    Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan, pihaknya terus memantau perkembangan TBC di Indonesia.
    “Kalau di delapan provinsi ini bisa kita tekan, angkanya (kasus TBC Indonesia) akan berkurang jauh. Jadi, siap-siap nanti akan kami tagih pada waktu pertemuan selanjutnya,” katanya.
    Sebagai informasi, pertemuan itu juga dihadiri Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Pratikno, Kepala Staf Presiden AM Putranto, serta jajaran kementerian terkait. 
    Hadir pula kedelapan gubernur yang menandatangani komitmen bersama dan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait secara virtual dari seluruh Indonesia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Video Menkes: dr Piprim Bisa Layani Pasien BPJS di RS Fatmawati

    Video Menkes: dr Piprim Bisa Layani Pasien BPJS di RS Fatmawati

    Video Menkes: dr Piprim Bisa Layani Pasien BPJS di RS Fatmawati

  • Video Kemenkes: Jangan Takut Imunisasi, Vaksin Campak yang Kita Berikan Aman

    Video Kemenkes: Jangan Takut Imunisasi, Vaksin Campak yang Kita Berikan Aman

    Video Kemenkes: Jangan Takut Imunisasi, Vaksin Campak yang Kita Berikan Aman

  • Dasco Telepon Menkes, Minta Kasus Campak di Sumenep Segera Diatasi – Page 3

    Dasco Telepon Menkes, Minta Kasus Campak di Sumenep Segera Diatasi – Page 3

    Sumenep dilanda Kejadian Luar Biasa (KLB) campak. Hingga minggu ke-32 tahun 2025, tercatat 1.944 kasus suspect campak dengan lebih dari separuh (53,3%) penderita adalah balita usia 0-4 tahun.

    Lebih memprihatinkan lagi, terdapat 17 anak yang meninggal dunia akibat campak. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat, mayoritas tidak memiliki riwayat imunisasi campak.

    “Sebagian besar kasus kematian terjadi pada anak yang tidak pernah diimunisasi. Ini menunjukkan betapa pentingnya imunisasi sebagai perlindungan dasar,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman dalam keterangan tertulis, diterima Sabtu (23/8/2025).

    Aji juga memaparkan sejumlah faktor mengapa kasus ini bisa terjadi. Menurut Aji, rendahnya cakupan imunisasi menjadi penyebab utama.

    “Kalau anak tidak diimunisasi, mereka tidak punya perlindungan terhadap penyakit berbahaya seperti campak,” ujarnya.

    Kedua, terkait ramainya hoaks terkait vaksin yang akhirnya menyebabkan keraguan orang tua. “Ada orang tua yang ragu karena terpengaruh informasi keliru. Ini berisiko besar,” ungkap Aji.