Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Pantau Langsung KLB Campak, Menkes Bakal ke Sumenep

    Pantau Langsung KLB Campak, Menkes Bakal ke Sumenep

    Jakarta

    Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin akan mengunjungi Sumenep, Jawa Timur dalam waktu dekat. Ini setelah status infeksi campak di Sumenep meningkat menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

    “Sumenep, rencananya saya besok akan ke sana. Diundur jadi besok pagi,” kata Menkes Budi saat ditemui di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2025).

    Kunjungan Menkes tidak hanya akan berhenti di Sumenep, melainkan di beberapa Kabupaten/Kota di Madura dengan kasus infeksi campak yang termasuk mengkhawatirkan.

    “Nah ini, sebenarnya kan campak bisa dicegah dengan imunisasi. Gimana caranya kita akan drop out imunisasinya lebih baik lagi,” kata Menkes.

    “Sama seperti outbreak polio kemarin kan, itu karena waktu COVID-19, imunisasinya terganggu, sehingga polionya outbreak. Nah ini yang harus kita bikin program akselerasi imunisasi, sehingga tidak ada lagi anak-anak yang kena campak dan ini kan bisa mematikan,” lanjutnya.

    Infeksi Campak Lebih Cepat dari COVID-19

    Kejadian luar biasa campak di Indonesia tidak hanya terjadi di Sumenep, Jawa Timur. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mencatat terjadi 46 KLB campak pasti di 42 kabupaten/kota yang tersebar di 13 provinsi.

    “Campak ini penyakit berbayaha dan menyebabkan kematian, bahkan penularannya lebih cepat dari COVID-19,” kata dr Prima Yosephine, MKM, Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan dalam konferensi pers, Selasa (26/8/2025).

    Jumlah kasus campak di Indonesia di tahun 2025 hingga minggu ke-33 menunjukkan ada 23.128 suspek dengan kasus terkonfirmasi 3.444 pasien. Kasus suspek terbanyak tercatat di Sumenep dengan 2.139 suspek.

    Terjadinya kasus campak di banyak wilayah di Indonesia ini dilatarbelakangi cakupan vaksinasi yang rendah. Capaian imunisasi campak-rubella 1 dan 2 tahun 2025 masih berada di angka 45 persen dari target 95 persen.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/up)

  • Kemenkes: 3.144 Kasus Campak, Sumenep Sumbang Lebih dari 2.000

    Kemenkes: 3.144 Kasus Campak, Sumenep Sumbang Lebih dari 2.000

    Foto Health

    Agung Pambudhy – detikHealth

    Rabu, 27 Agu 2025 17:30 WIB

    Jakarta – Kemenkes catat 3.144 kasus campak di Indonesia, 2.139 di antaranya di Sumenep dengan 17 kematian, menjadikannya kasus tertinggi nasional hingga Agustus 2025.

  • Menkes Sebut Cuma di 2 Negara Ini Jadi Dokter Spesialis Harus Bayar, Lainnya Digaji

    Menkes Sebut Cuma di 2 Negara Ini Jadi Dokter Spesialis Harus Bayar, Lainnya Digaji

    Jakarta

    Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin heran dengan program kedokteran spesialis di Tanah Air. Untuk bisa mendapatkan gelar, para calon dokter spesialis harus mengeluarkan biaya pendidikan.

    “Ada dua negara yang (calon) dokter spesialisnya harus bayar, Indonesia dan Lithuania. Ini aku sudah cek,” kata Menkes Budi dalam sambutannya di Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2025).

    Padahal, di banyak negara, mereka yang ingin mendapatkan gelar ‘dokter spesialis’ justru mendapatkan gaji. Kalaupun harus bayar, biayanya masih lebih murah.

    “Di negara lain, mau jadi dokter spesialis itu dibayar gajinya. Ini bukan maksudnya kita menyalahkan, tapi kita melihat best practice-nya, di negara lain itu seperti apa,” tegas Menkes.

    Selain akan memperbanyak jumlah dokter spesialis di dalam negeri, Menkes Budi juga menyoroti bagaimana nantinya dokter-dokter ini bisa tersebar merata di seluruh Indonesia.

    “Kenapa distribusi ini nggak pernah beres-beres sudah 80 tahun Indonesia merdeka?” kata Menkes Budi.

    Menurutnya, ini terjadi karena masih adanya ‘kompetisi’ terkait rekrutmen dokter spesialis. Padahal, hal-hal seperti ini tidak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat atau Korea Selatan.

    “Kita misalkan rumah sakit di Taliabu, kami mau kasih cath lab (Catheterization Laboratory), ada spesialis radiologinya nggak di Taliabu? ‘Nggak ada’. Nah, rumah sakit di Taliabu (harusnya) dokter umumnya belajar dokter spesialis (radiologi),” katanya.

    “Bukan kemudian dia dikompetisikan dengan orang Jakarta atau Surabaya, pasti kalah. Dan orang Jakarta atau Surabaya nggak mungkin mau masuk ke Taliabu,” lanjutnya.

    Ke depannya, masalah distribusi dokter akan menggunakan metode prioritas yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

    “Masyarakat butuh dokter spesialis di Taliabu, butuh dokter spesialis di Aru, butuh dokter spesialis di Anambas, nah rumah sakit Anambas, rumah sakit Aru, rumah sakit Taliabu mendapatkan prioritas untuk mengirimkan (calon) dokter spesialisnya. Orangnya yang sudah bekerja di sana,” katanya.

    “Akibatnya apa? Setelah lulus, mereka kembali,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/up)

  • Campak Bisa Menyerang Meski Sudah Divaksin? Ini Penjelasan Pakar – Page 3

    Campak Bisa Menyerang Meski Sudah Divaksin? Ini Penjelasan Pakar – Page 3

    Sebelumnya, Komite Ahli Penyakit yang Dapat Dicegah Imunisasi, Prof Anggraini Alam, mengatakan, tidak ada obat khusus untuk mengatasi sakit campak. Umumnya, obat yang diberikan sesuai dengan gejala yang muncul.

    “Bilamana demam kita berikan penurun demamnya, istirahatnya, makan minumnya supaya tidak dehidrasi dan obat-obatan lain untuk mengurangi tanda dan gejala yang tidak nyaman,” katanya dalam webinar Kemenkes pada Selasa (26/8/2025).

    Meski tidak ada obat khusus, untuk meningkatkan imun yang turun akibat virus campak, adalah dengan memberikan vitamin A dosis tinggi.

    “Yang Alhamdulillah anak-anak kita, dapat di bulan Februari dan Agustus,” ujarnya.

  • 46 Wilayah Indonesia Darurat Campak, Ini Daftarnya – Page 3

    46 Wilayah Indonesia Darurat Campak, Ini Daftarnya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan, sebanyak 46 wilayah di Indonesia mengalami kejadian luar biasa (KLB) campak. Kejadian ini dipicu cakupan imunisasi campak yang tidak merata dan optimal.

    Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Prima Yosephine mengatakan, dalam tiga tahun terakhir cakupan imunisasi campak menurun.

    Dia menjelaskan, pada 2022 tingkat imunisasi campak MR1 yang diberikan pada anak usia 9 bulan mencapai 102,2 persen. Pada tahun-tahun selanjutnya, tingkat capaian imunisasi justru menurun, yakni menjadi 95,4 persen pada 2023, 92 persen pada 2024, dan 45,1 persen per 24 Agustus 2025.

    “Memang tidak bisa dihindari dampaknya adalah terjadinya peningkatan kaksus campak Rubella bahkan terjadinya KLB di beberapa daerah,” kata Prima, Selasa (27/8/2025).

    Menurut Prima, 46 wilayah yang mengalami KLB campak tersebar di 42 kabupaten kota pada 14 provinsi. Data itu tercatat per 24 Agustus 2024.

    Berikut daftar wilayah yang mengalami KLB campak di Indonesia:

  • Dokter Jantung Anak RSCM Sebut Mutasi Ketua IDAI Ganggu Pelayanan, Ini Kata Kemenkes

    Dokter Jantung Anak RSCM Sebut Mutasi Ketua IDAI Ganggu Pelayanan, Ini Kata Kemenkes

    Jakarta

    Ketua Divisi Kardiologi Jantung Anak Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Prof Dr dr Mulyadi M.Djer, SpA(K) mengatakan pelayanan jantung anak, khususnya pasien BPSJ Kesehatan di RSCM terganggu.

    Ini setelah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memutasi Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDAI) dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA (K), yang merupakan pakar jantung anak, ke RS Fatmawati.

    “Keputusan mutasi bersifat mendadak dan tanpa adanya diskusi dengan kami, yaitu Divisi Kardiologi Anak FKUI RSCM. Dengan kepergian dokter Piprim, kini di RSCM tersisa 4 subspesialis jantung anak,” kata dr Mulyadi dalam video yang diterima awak media, Rabu (27/8/2025).

    “Antrean pasien semakin panjang dan risiko perburukan pasien meningkat, khususnya pasien BPJS,” sambungnya.

    Menurut dr Mulyadi, mutasi ini juga berdampak kepada pendidikan kedokteran spesialis anak dan sub-spesialis jantung anak di FKUI RSCM.

    Untuk diketahui, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Aji Muhawarman menyebut mutasi tersebut dilakukan sebagai rotasi di rumah sakit vertikal. Tidak hanya melibatkan dr Piprim, tetapi ada 12 dokter lain yang turut dirotasi.

    Aji mengklaim rotasi semacam ini wajar dilakukan demi mengembangkan layanan rumah sakit Kemenkes RI.

    “Perpindahan dr Piprim untuk memenuhi kebutuhan mendesak di Rumah Sakit Fatmawati (RSF), yang saat ini hanya memiliki satu sub-spesialis kardiologi anak dan akan segera memasuki masa pensiun,” tegas Aji saat dihubungi detikcom, beberapa waktu lalu.

    “Kehadiran yang bersangkutan diperlukan untuk memperkuat dan mengembangkan layanan kardiologi anak di RSF. Perlu diketahui bahwa RSF juga merupakan rumah sakit pendidikan utama bagi Fakultas Kedokteran UIN serta menjadi bagian dari jejaring rumah sakit pendidikan Fakultas Kebdokteran Universitas Indonesia (FK-UI),” sambungnya.

    (dpy/up)

  • Video: Kemenkes Sambut Baik Usulan Gibran soal Fasilitas Laktasi di Kereta

    Video: Kemenkes Sambut Baik Usulan Gibran soal Fasilitas Laktasi di Kereta

    Video: Kemenkes Sambut Baik Usulan Gibran soal Fasilitas Laktasi di Kereta

  • Masih Ada Ortu yang Tolak Anak Diimunisasi Meski Campak di Sumenep sudah KLB

    Masih Ada Ortu yang Tolak Anak Diimunisasi Meski Campak di Sumenep sudah KLB

    Jakarta

    Dinas Kesehatan (Dinkes) Pengendalian Penduduk dan KB Kabupaten Sumenep, drg Ellya Fardasah, M.Kes menyebut masih menemukan penolakan imunisasi campak di wilayahnya. Padahal campak di Sumenep statusnya telah meningkat menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

    “Masih ada (ortu yang menolak),” kata drg Ellya Fardasah, M.Kes dalam media gathering daring Kemenkes RI, Selasa (26/8/2025).

    Dinkes Sumenep, lanjut drg Ellya telah bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait seperti Kementerian Agama, Dinas Pendidikan, WHO, hingga UNICEF untuk memberikan edukasi kepada masyarakat atau sekolah-sekolah yang menolak imunisasi.

    “Isu-isu (hoaks) yang dikembangkan, digoreng-goreng itu yang bikin masyarakat itu takut. Bahkan kemarin itu ada yang menyampaikan (anak) yang meninggal itu karena telah imunisasi (campak),” kata drg Ellya.

    “Kita lihat dulu permasalahannya di sana (sekolah) itu apa. Apakah takut efek samping seperti demam, apakah takit halal atau tidak aman, kami petakan dulu,” sambungnya.

    Dikutip dari laman sumenepkab.go.id, Pemkab menginisasi pelaksanaan imunisasi setelah mengadakan rapat koordidasi.

    Pemkab telah menandatangani Surat Edaran 400.7/191/102.5/2025 tentang Pelaksanaan Outbreak Response Immonization (ORI) Campak di Kabupaten Sumenep. Dalam pelaksanaannya, Pemkab menyasar 26 puskesmas untuk melakukan ORI campak secara serentak.

    “Dari total 17 kasus meninggal (di Sumenep) terdapat 3 kasus dengan hasil laboratorium positif campak, sedangkan kasus lainnya merupakan campak klinis,” kata drg Ellya.

    “Mayoritas kasus tidak mendapatkan imunisasi dan tidak melakukan pemeriksaan specimen di laboratorium. Mayoritas kasus juga mengalami kasus komplikasi seperti bronkopneumonia (88 persen), GEA (35 persen), malnutrisi (6 persen), TB (6 persen), dan anemia 6 persen,” lanjutnya.

    Sampai pekan keempat Agustus 2025, drg Ellya menegaskan angka infeksi campak di Sumenep terbilang menurun. Ini juga berdampak pada menurunnya angka pasien campak yang dirawat di rumah sakit.

    “Pada minggu ini, ada penurunan dari kasus campak. Di beberapa Puskesmas dan rumah sakit itu tidak sampai 200 orang (yang dirawat). Terakhir kemarin kami sudah koordinasi dengan rumah sakit dan Puskesmas, kondisi (pasien) stabil,” tutupnya.

    (dpy/kna)

  • Video Menkes: Sudah 21 Juta Orang di RI Ikut Cek Kesehatan Gratis

    Video Menkes: Sudah 21 Juta Orang di RI Ikut Cek Kesehatan Gratis

    Video Menkes: Sudah 21 Juta Orang di RI Ikut Cek Kesehatan Gratis

  • Budaya Menyusui Jadi Fokus Dompet Dhuafa pada Pekan Menyusui Sedunia

    Budaya Menyusui Jadi Fokus Dompet Dhuafa pada Pekan Menyusui Sedunia

    JAKARTA – Memperingati Pekan Menyusui Sedunia 2025, Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC Dompet Dhuafa) menggelar seminar bertajuk “Prioritaskan Menyusui: Ciptakan Sistem Pendukung yang Berkelanjutan” di Sasana Budaya Gedung Philanthropy, Jakarta Selatan, Selasa (26/8/2025).

    Kegiatan ini bertujuan memperkuat kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif sekaligus membangun ekosistem pendukung yang ramah bagi para ibu menyusui.

    Menyusui sebagai Budaya Bangsa

    Acara dibuka dengan video edukasi tentang pentingnya ASI yang dipadukan dengan pendekatan budaya dan kearifan lokal. Hadir sebagai pembuka acara, Andi Makmur Maka (Pembina Yayasan Dompet Dhuafa Republika), Tri Estriani (Bendahara & Operasional Yayasan Dompet Dhuafa Republika), serta keynote speech dari dr. Lovely Daisy, MKM., Direktur Pelayanan Kesehatan Keluarga Kemenkes RI.

    Dalam sambutannya, Andi Makmur Maka menegaskan bahwa menyusui bukan sekadar kewajiban biologis, melainkan bagian dari budaya bangsa.

    “Menyusui berkaitan dengan banyak aspek, mulai dari sosial hingga agama. Sejak dahulu, orang tua kita sudah menjadikan pemberian ASI sebagai budaya positif yang patut diteruskan,” ujarnya.

    Tri Estriani menambahkan bahwa sejak 2010, Dompet Dhuafa konsisten mendampingi ibu menyusui melalui tiga program utama: Kawasan Sehat, Program Ibu dan Anak, serta Bidan untuk Negeri.

    “Dampak nyata terlihat dari capaian pemberian ASI eksklusif. Pada 2023 angkanya 70%, lalu meningkat signifikan menjadi 83% di 2024 dan 2025. Capaian ini patut diapresiasi,” ungkapnya.

    Meski begitu, dr. Lovely Daisy menekankan masih ada tantangan, seperti minimnya pengetahuan ibu dan keluarga serta kuatnya mitos keliru seputar ASI.

    “Peran keluarga, khususnya suami, sangat penting. Lingkungan kerja juga harus mendukung ibu agar bisa terus menyusui,” jelasnya.

    Talkshow dan Perspektif Ahli

    Dalam sesi talkshow, hadir Yudi Latif (Pembina Yayasan Dompet Dhuafa Republika), dr. Asti Praborini, Sp.A, IBCLC (Dokter Spesialis Anak Konsultan Laktasi sekaligus relawan LKC), dan Nia Umar (Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia). Diskusi dipandu oleh dr. Yeni Purnamasari, MKM., General Manager Kesehatan Dompet Dhuafa.

    Yudi Latif menilai pola pemberian ASI yang benar mampu membentuk perilaku kesehatan jangka panjang.Nia Umar menegaskan bahwa ASI adalah blueprint masa depan anak: “Prioritaskan menyusui untuk membangun sistem berkelanjutan. Dengan begitu, pondasi kesehatan terbentuk sejak awal kehidupan.”dr. Asti Praborini menambahkan, menyusui bukan hanya soal gizi, tetapi juga ikatan kasih sayang: “Memberikan ASI memunculkan hormon cinta dari ibu kepada anak, sekaligus mendorong tumbuh kembang yang sehat.”

    Kearifan Lokal sebagai Inspirasi

    Seminar juga menyoroti praktik budaya lokal, khususnya tradisi masyarakat Baduy di Banten yang erat dengan kebiasaan menyusui. Nilai kearifan lokal ini diharapkan menjadi teladan dalam mengembangkan budaya menyusui di Indonesia.

    Kegiatan ini juga sejalan dengan kebijakan pemerintah, seperti PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif dan UU No. 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak yang menegaskan hak ibu dan anak dalam proses menyusui.

    Sebagai tindak lanjut, LKC Dompet Dhuafa menginisiasi gerakan Budaya Mengasihi, yaitu promosi laktasi berbasis kearifan lokal di berbagai daerah. Pada awal Agustus 2025, LKC Dompet Dhuafa telah melatih 240 kader di seluruh Indonesia yang kini siap mengedukasi lebih dari 2.400 ibu.

    Langkah ini menjadi bukti komitmen Dompet Dhuafa dalam memperkuat budaya menyusui berbasis kearifan lokal, sekaligus memastikan generasi mendatang tumbuh lebih sehat dan kuat.