Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Peta Jalan AI Berjalan Lambat, Korika Singgung Banyak Kepentingan

    Peta Jalan AI Berjalan Lambat, Korika Singgung Banyak Kepentingan

    Bisnis.com, JAKARTA— Roadmap Kecerdasan Buatan (Artificial intelligence/AI) Nasional 2025–2045 yang semula ditargetkan meluncur pada pertengahan Juli 2025, mundur dari jadwal dan kini diharapkan dapat terbit bulan ini. Peta jalan tak kunjung muncul pada 4 bulan terakhir 2025.

    Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Inovasi Kecerdasan Artifisial Indonesia (Korika), Hammam Riza, mengatakan penyusunan peta jalan AI membutuhkan waktu lebih lama karena harus menampung berbagai masukan publik. 

    Dia menegaskan, proses tersebut bukan hambatan, melainkan bagian penting untuk memperkuat substansi kebijakan.

    “Jadi kan banyak concern terkait dengan peta jalan ini. Masukan-masukan yang diberikan selama konsultasi publik itu masih harus dicerna, harus diadopsi lagi ya,” kata Hammam ditemui usai acara peluncuran KChat di Jakarta pada Selasa (16/9/2025).

    Hammam menuturkan, masukan yang diterima berasal dari berbagai pihak, mulai dari organisasi masyarakat sipil, kalangan akademisi, hingga unsur multiheliks lainnya. Semua pandangan tersebut, menurutnya, penting untuk didengar dan ditindaklanjuti dalam penyusunan peta jalan AI.

    Dia memastikan inisiatif perumusan peta jalan ini sudah berjalan melalui mekanisme izin prakarsa, sehingga tinggal menunggu tahapan berikutnya hingga menjadi peraturan presiden.

    “Tetapi prakarsa inisiatif, prakarsanya, izin prakarsanya itu sudah ada. Untuk mendorong peta jalan itu menjadi rancangan peraturan presiden. Jadi bukan berarti prosesnya terhambat ya, karena ini satu diskusi ting-teng. Mikirin lagi lebih detail apa hal-hal yang ini,” jelasnya.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal Korika, Oskar Riandi, menyoroti urgensi regulasi AI di tengah perkembangan teknologi yang lebih cepat dibandingkan payung hukumnya. Dia menyebut, pemerintah sejauh ini telah menyediakan ruang uji coba atau regulatory sandbox di sejumlah sektor.

    “Ketika kecepatan teknologi melebihi kecepatan daripada regulasinya, pemerintah sudah mewadahi dengan membuat regulatory sandbox, terutama aplikasi-aplikasi AI yang berhubungan dengan nyawa, dengan kesehatan, itu Kemenkes sudah ada,” kata Oskar.

    Menurutnya, mekanisme serupa juga berlaku untuk bidang lain yang menyangkut keamanan data hingga informasi rahasia. Meski demikian, Oskar menekankan bahwa peta jalan AI tetap penting agar semua pelaku memiliki arah pengembangan yang jelas.

    “Kami berharap bahwa peraturan pemerintah ini segera terbit, supaya kita semua yang bergerak ke bidang AI ini punya guideline, punya arah acuan yang harus kita tuju untuk mengembangkan aplikasi,” ujarnya.

    Oskar juga menggarisbawahi pentingnya dukungan pemerintah dalam memperkuat ekosistem AI nasional agar mampu bersaing, setidaknya di tingkat regional.

    “Kita mungkin tidak global. Kita mengharap bahwa 2030 ini kita juaranya di regional. Itu yang mudah-mudahan dari kami komunitas dan mungkin juga startup-startup atau perusahaan-perusahaan di bidang AI itu bisa juga dirangkul oleh pemerintah atau diwadahi dengan beberapa macam regulasi,” pungkasnya.

  • Menkes Sebut ‘NutriGrade’ di RI Tinggal Tunggu Waktu, Targetnya Tahun Ini

    Menkes Sebut ‘NutriGrade’ di RI Tinggal Tunggu Waktu, Targetnya Tahun Ini

    Jakarta

    Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin memastikan penetapan labeling seperti yang dilakukan Singapura pada minuman dengan kadar gula tinggi, akan ditetapkan tahun ini. Wacana tersebut semula muncul pasca kasus obesitas hingga diabetes terus meningkat, termasuk pada kelompok anak.

    Regulasi baru semacam ini diharapkan bisa meningkatkan ‘awareness’ atau literasi di lingkup masyarakat agar lebih bijak memilih makanan maupun minuman yang dikonsumsi. Label sehat di Singapura dinamakan ‘NutriGrade’ dengan mengkategorikan kelompok makanan berdasarkan level A, B, C, dan D.

    Masyarakat dengan mudah mengenali makanan ataupun minuman yang termasuk kelompok D adalah paling tidak sehat, sementara kelompok A sebaliknya.

    “NutriGrade sama BPOM RI sebenarnya pembahasannya sudah final, kita akan tiru yang di Singapura itu, tinggal tunggu ‘timingnya’ saja,” beber Menkes kepada wartawan, pasca rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Senin (15/9/2025).

    Menkes Budi menekankan target pemerintah tetap di tahun ini.

    “Targetnya bisa tahun ini,” tegasnya.

    Sebelumnya diberitakan, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi menegaskan saat ini tahapan penetapan NutriGrade masih menunggu hasil sosialisasi dengan masyarakat dan pihak industri.

    “Tahapan-tahapan ini harus kita lakukan, ini juga merupakan salah satu masukan dari konsultasi publik,” tegas dia kepada detikcom Selasa (9/9).

    Hal ini menurut dr Nadia membuat sisi industri maupun masyarakat benar-benar siap saat label resmi ditetapkan. Sembari sosialisasi berjalan, dr Nadia juga menyebut tetap meningkatkan edukasi untuk pola makan sehat, tidak mengonsumsi tinggi gula, garam dan lemak (GGL), demi menekan insiden kasus penyakit tidak menular.

    “Kita juga saat ini masih melakukan penetapan kadar maksimum gula garam lemak juga bersama Kemenko PMK untuk penerapan kewajiban labelling ya,” tandas dia.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

  • Fahri Hamzah: Jamban Cemplung Bakal Dimusnahkan 2026

    Fahri Hamzah: Jamban Cemplung Bakal Dimusnahkan 2026

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah akan memfokuskan program renovasi rumah di pedesaan pada 2026 dengan memperbaiki sanitasi. Salah satunya ialah dengan penyediaan toilet di tiap rumah desa, sehingga tidak ada lagi jamban cemplung atau sanitasi terbuka.

    Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Fahri Hamzah mengatakan, di beberapa daerah, masyarakat yang masih memanfaatkan sanitasi terbuka bahkan masih mencapai 20%-25%, menyebabkannya sebagai tempat penyebaran penyakit.

    “Kalau kita keliling di daerah banyak masyarakat kita yang buang air dengan sanitasi terbuka, di beberapa daerah bisa 20-25% padahal ini menurut menteri kesehatan sanitasi terbuka ini sumber penyakit dan sumber penyebaran penyakit,” kata Fahri dalam acara Peluncuran Kebijakan Perkotaan Nasional (KPN) 2045, Senin (15/9/2025).

    Minimnya fasilitas sanitasi di rumah-rumah pedesaan ia sebut menjadi masalah tersendiri, karena dari sisi kepemilikan rumah dan lahan umumnya masyarakat desa cenderung sudah tak lagi perlu dibantu.

    “Karena data menunjukkan di desa itu umumnya masyarakat punya rumah dan tanah, tapi selama ini rumah dan tanahnya itu dibangun dalam keadaan tidak memadai dan tidak layak, karena itu di desa itu orientasinya adalah sebenarnya renovasi besar-besaran terutama renovasi hal-hal yang krusial di rumah, misalnya sanitasi,” kata Fahri.

    Ia pun menargetkan, pada 2025 masalah renovasi sanitasi di tiap rumah masyarakat desa akan selesai. Dengan begitu, pada tahun itu tak akan ada lagi jamban cemplung.

    “Maka kalau kita bisa di tahun depan, presiden kita informasikan bahwa paling tidak 2026 sebaiknya sanitasi diperbaiki semua, dan ini perlu kolaborasi banyak kementerian termasuk Kemenkes, sehingga 2026 sanitasi yang buruk sudah tidak ada yang jamin kesehatan masyarakat, termasuk stunting yang paling dekat,” paparnya.

    Melalui fokus program perbaikan sanitasi itu, Fahri Hamzah mengklaim bisa menurunkan anggaran renovasi rumah per unit yang selama ini mencapai kisaran Rp 21,8 juta.

    “Oleh karena itu, kami usulkan bila nanti orientasinya dikecilkan, karena selama ini renovasi rumah anggarannya sekitar Rp 21,8 juta per unit, kalau kita kurang biaya dan kita hantam sanitasi dulu bisa kita turunkan Rp 5-10 juta, sehingga kita cover dulu yang paling krusial dari rumah, yaitu sanitasinya dulu,” tegas Fahri Hamzah.

    (arj/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Rahasia Panjang Umur Shigeko Kagawa, Wanita Tertua di Jepang Berusia 114 Tahun

    Rahasia Panjang Umur Shigeko Kagawa, Wanita Tertua di Jepang Berusia 114 Tahun

    Jakarta

    Data Kementerian Kesehatan Jepang pada 12 September 2025, mengungkapkan jumlah penduduk yang berusia 100 tahun ke atas di Jepang hampir 100 ribu jiwa. Sebagian besar adalah perempuan.

    “Per 1 September, Jepang memiliki 99.763 penduduk berusia 100 tahun ke atas. Jumlah ini meningkat 4.644 dari tahun ke tahun, dengan 88 persen di antaranya perempuan,” demikian pernyataan Kemenkes Jepang, dikutip dari The Straits Times.

    Orang tertua di Jepang saat ini adalah Shigeko Kagawa yang sudah berusia 114 tahun. Wanita itu tinggal di wilayah Nara, dekat Kyoto, Jepang.

    Diketahui, Kagawa masih aktif bekerja hingga usia 80 tahun sebagai dokter kandungan dan ginekolog, serta dokter umum. Setelah perang dunia II, ia mengambil alih klinik keluarganya dan berkontribusi pada perawatan medis setempat.

    Selama menjadi dokter, ia selalu menyediakan telepon di samping tempat tidurnya setiap malam dan akan bergegas ke rumah pasiennya saat dipanggil. Baik malam atau pagi-pagi sekali.

    Kagawa pun membagikan rahasianya untuk tetap sehat dan berumur panjang. Ia menjaga rutinitas dengan disiplin, tidur dan bangun pada waktu yang sama setiap hari, serta membatasi diri dengan porsi makan kecil.

    Meski begitu, Kagawa tetap makan tiga kali sehari. Ia juga menuturkan bahwa berjalan kaki menjadi salah satu sumber vitalitasnya.

    “Waktu saya menjadi dokter, belum ada mobil seperti sekarang. Jadi, saya pakai bakiak dan banyak jalan kaki, mungkin itu sebabnya saya kuat dan sehat,” tuturnya yang dikutip dari NDTV.

    “Saya hanya bermain setiap hari. Energi saya adalah aset terbesar. Pergi ke mana pun saya mau, makan apapun yang saya mau, dan melakukan apapun yang sama mau. Saya bebas dan mandiri,” sambungnya.

    Selain masih bugar, Kagawa tetap menjaga stimulasi intelektualnya. Ia bisa menghabiskan hari-harinya dengan menonton TV, membaca koran dengan bantuan kaca pembesar, dan menulis kaligrafi.

    (sao/suc)

  • Video Menkes Budi Cari Mekanisme Pengajuan Tambahan Anggaran Kemenkes

    Video Menkes Budi Cari Mekanisme Pengajuan Tambahan Anggaran Kemenkes

    Jakarta – Pagu anggaran Kementerian Kesehatan RI sebesar Rp 114 triliun untuk tahun anggaran 2026, telah disetujui oleh Komisi IX DPR RI. Persetujuan anggaran tersebut dicapai dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin di ruang rapat komisi IX DPR RI pada Senin (15/9) siang.

    Setelah ditemui saat rapat, Menkes akui ingin mencari mekanisme untuk mengajukan tambahan pada anggaran 2026. Menurutnya anggaran Rp 114 triliun tersebut belum termasuk program rutin Kemenkes seperti Cek Kesehatan Gratis, vaksin, dan obat-obatan.

    (/)

  • Indonesia Vs Obesitas, ‘Double Burden’ di Tengah Masalah Gizi Anak

    Indonesia Vs Obesitas, ‘Double Burden’ di Tengah Masalah Gizi Anak

    Jakarta

    Obesitas pada anak kini jadi sorotan serius dunia. Laporan terbaru UNICEF menyebutkan sedikitnya satu dari sepuluh anak di dunia mengalami obesitas. Kondisi ini tak hanya dipicu minimnya edukasi gizi di keluarga, tetapi juga gempuran makanan dengan pemrosesan ultra atau Ultra Processed Food (UPF) yang semakin mudah diakses dan kerap lebih murah dibanding buah serta sayur.

    Fenomena ini nyata terjadi di Indonesia. Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menegaskan, Indonesia menghadapi situasi yang disebut double burden. Artinya, anak-anak tak hanya berisiko mengalami kekurangan gizi hingga stunting, tetapi juga obesitas. Bahkan, di kota besar, prevalensi obesitas anak tercatat lebih tinggi.

    “Kita (Indonesia) menghadapi double burden, disatu sisi kita kekurangan gizi yang menyebabkan terjadinya stunting, di sisi lain, anak-anak itu ternyata obesitas,” tuturnya saat ditemui di ASEAN Car Free Day, di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (24/9/2025).

    Definisi Obesitas pada Anak

    Obesitas pada anak bukan sekadar masalah badan gemuk, melainkan kondisi saat lemak tubuh menumpuk secara berlebihan sehingga bisa mengganggu kesehatan. Cara menentukannya pun berbeda dengan orang dewasa. Jika pada orang dewasa cukup dengan menggunakan angka Indeks Massa Tubuh (IMT), pada anak lebih spesifik ukurannya, yaitu dengan menggunakan grafik pertumbuhan yang disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin.

    Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), anak usia 5-19 tahun dikategorikan obesitas bila nilai IMT-nya berada di atas persentil 97 dibanding anak seusianya. Singkatnya, jika berat badan dan tinggi badan seorang anak jauh melampaui sebagian besar teman sebayanya, ada kemungkinan ia sudah masuk kategori obesitas.

    Wamenkes Dante Saksono Harbuwono bicara soal obesitas pada anak. Foto: detikhealth/Nafilah Sri Sagita

    Belajar dari Negara Lain

    Beberapa negara telah berhasil menurunkan angka obesitas anak melalui kebijakan yang tegas. Meksiko misalnya, sejak 2014 memberlakukan pajak 10 persen untuk minuman manis. Jurnal BMC Public Health, mencatat bahwa kebijakan ini menurunkan konsumsi minuman berpemanis hingga 7,6 persen hanya dalam dua tahun.

    Inggris memiliki kebijakan Universal Infant Free School Meal yaitu makan siang gratis untuk anak usia empat sampai tujuh tahun di sekolah dasar sejak tahun 2014. Menu yang disajikan di sekolah mengandung gizi seimbang dan membatasi asupan kalori yang tinggi. Inggris juga menerapkan kebijakan lain di tahun 2018 yaitu Soft Drinks Industry Levy. Alih-alih hanya mengurangi konsumsi, kebijakan ini mendorong produsen untuk reformulasi produk minuman agar kadar gulanya lebih rendah. Hasilnya kadar gula pada minuman ringan berkurang rata-rata 29 persen hanya dalam tiga tahun.

    Chile mengambil langkah lebih progresif dengan mewajibkan label peringatan hitam di depan kemasan untuk produk tinggi gula, garam, dan lemak. Studi ilmiah yang terangkum pada Jurnal Nutrients 2025 menunjukkan kebijakan ini efektif menurunkan konsumsi minuman berpemanis pada anak sebesar 23,7 persen dalam 18 bulan pertama, ditambah lagi larangan iklan junk food di jam tayang anak yang semakin membatasi paparan.

    Singapura juga menjadi contoh menarik dengan program “Healthier Choice Symbol” yang memberi tanda khusus pada produk lebih sehat dan memberi Nutri-grade Label untuk minuman manis. Pemerintah Negeri Singa bahkan melarang semua iklan minuman berpemanis sejak tahun 2020. Pemerintah Singapura juga aktif dalam memberikan edukasi ke sekolah tentang gaya hidup sehat. Keterlibatan komunitas, sekolah, orang tua pada program yang dijalankan pemerintah Singapura menjadi salah satu faktor penting tercapainya tujuan program. Menurut laporan Ministry of Health (MoH) Singapura tahun 2022, kebijakan ini berhasil menahan laju peningkatan obesitas anak.

    Korea Selatan juga menunjukkan langkah strategis. Negara ini melarang iklan junk food di jam tayang anak sejak tahun 2010 dan memperkenalkan konsep Green Food Zones, yaitu area 200 meter di sekitar sekolah, di mana penjualan makanan tinggi gula, garam, dan lemak dilarang.

    Jepang menempuh jalur berbeda melalui pendidikan gizi nasional atau Shokuiku sejak 2005. Setiap sekolah dasar dan menengah wajib menyediakan menu sehat untuk makan siang yang mengikuti standar gizi nasional.

    Upaya Indonesia Mengatasi Obesitas Anak

    Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam. Sejumlah program telah digulirkan, meskipun fokus besar pemerintah masih tertuju pada stunting. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) mengajak masyarakat untuk lebih aktif bergerak, rutin mengkonsumsi buah dan sayur, serta melakukan pemeriksaan kesehatan. Di sekolah, Program Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M) menjadi wadah integrasi edukasi gizi, olahraga, dan pemeriksaan kesehatan anak. Selain itu, pedoman gizi seimbang merupakan program edukasi gizi di sekolah, posyandu, dan fasilitas kesehatan melalui konsep “Isi Piringku” diperkenalkan sebagai pengganti 4 Sehat 5 Sempurna.

    KEMENKES juga meresmikan “Kantin Sehat” sekolah agar anak-anak tidak terbiasa mengkonsumsi jajanan tinggi gula, garam, dan lemak. Lebih jauh, Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2021-2025 bahkan secara eksplisit memasukkan target penurunan prevalensi obesitas anak yang berfokus pada perbaikan pola konsumsi, peningkatan aktivitas fisik, dan pembatasan pemasaran pangan tidak sehat untuk anak.

    Namun, data riset terbaru menunjukkan prevalensi obesitas anak di Indonesia belum mengalami penurunan signifikan, sehingga implementasi kebijakan ini dinilai belum sekuat negara lain.

    Apa yang Bisa Dipelajari dari Negara Lain?

    Pengalaman negara lain menunjukkan bahwa kombinasi regulasi tegas dan edukasi gizi sejak dini adalah kunci. Indonesia bisa mencontoh Meksiko dan Inggris yang berhasil menekan konsumsi gula dengan pajak minuman berpemanis.
    Dante menyinggung rencana penerapan regulasi sugar tax pada makanan dan minuman manis di Indonesia sedang dibahas dan segera diproses.

    “Nanti kita sedang membuat regulasi, untuk melakukan sugar tax pada makanan. Sugar tax pada makanan ini akan memberlakukan pajak kepada sejumlah tertentu gula yang ada. Tapi masih dalam pembahasan, masih dalam proses, nanti akan kita wujudkan kalo sudah diselesaikan,” pungkasnya.

    Pengalaman negara juga Chile membuktikan bahwa label gizi yang jelas di depan kemasan sangat membantu orang tua dalam memilih makanan yang lebih sehat. Di Indonesia, saat ini label gula, garam, lemak (GGL) berada di belakang kemasan, kecil, dan sulit dipahami. Agar lebih sederhana dan tegas, diperlukan adanya front of pack label. Front of pack label adalah informasi sederhana dari nutrisi makanan yang ada di depan kemasan.

    Dari Korea Selatan, Indonesia bisa belajar pentingnya pembatasan iklan dan penjualan junk food di sekitar sekolah. Sementara Jepang memberi teladan lewat program makan siang sekolah yang konsisten menanamkan kebiasaan makan sehat sejak kecil. Saat ini Indonesia sudah ada program Kantin Sehat dan Makan Bergizi Gratis (MBG), hanya tinggal meningkatkan monitoring pelaksanaannya lebih baik lagi.

    Singapura memperlihatkan bagaimana kampanye nasional yang terintegrasi, melibatkan sekolah, industri, hingga masyarakat, mampu mengubah perilaku konsumsi secara bertahap. Jika Indonesia mampu menggabungkan regulasi ketat dengan edukasi dan pengawasan di sekolah, peluang menekan angka obesitas anak akan jauh lebih besar.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Video Wamenkes: Anak Gemuk Belum Berarti Sehat”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

  • Proyek IKN Diam-Diam Sudah Berprogres, Ini Hasilnya

    Proyek IKN Diam-Diam Sudah Berprogres, Ini Hasilnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) akan menghentikan pembangunan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) mulai tahun depan. Adapun, tanggung jawab kelanjutan proyek tersebut akan dialihkan kepada Badan Otorita IKN (OIKN).

    Plt. Deputi Bidang Sarana dan Prasarana OIKN Danis Hidayat Sumadilaga mengungkapkan perkembangan terbaru terkait pembangunan IKN.

    “Saat ini progres pembangunan IKN per pertengahan Agustus yakni Kementerian PU sebanyak 80,7781% yakni pembangunan perkantoran, jalan dan MUT (multi utility tunnel), jaringan air minum, infrastruktur sanitasi, pengendalian banjir dan infrastruktur air baku, dan lain-lain,” katanya kepada CNBC Indonesia dikutip Minggu (14/9/2025).

    Adapun proyek yang kini hampir rampung dipegang oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) yakni tower aparatur sipil negara (ASN), yang menjadi tempat tinggal para ASN.

    “Proyek Kementerian PKP yakni 47 Tower ASN/Hankam progresnya sudah mencapai 98,46% dengan 40 tower sudah selesai terbangun, kemudian 4 Tower HVT (high volt Technology) dengan progres 37,18%,” ujar Danis.

    Kementerian dan lembaga lain seperti Kementerian Perhubungan dan OIKN juga memiliki proyek masing-masing yang masih berprogres.

    “Progres proyek OIKN sebanyak 11,261% terdiri dari peningkatan jalan di 1B dan 1C serta penataan Kawasan kemudian Kemenhub (Kementerian Perhubungan) sudah selesai membangun Bandara VVIP dan Kemenkes (Kementerian Kesehatan) sudah selesai membangun RS IKN,” sebut Danis.

    Tidak ketinggalan, ada juga proyek dari swasta yang sudah tampung terbangun. “Investasi dari swasta sudah terbangun seperti PLTS 50 MW, 2 RS (Rumah Sakit), 2 hotel, dan lain-lain,” ujar Danis.

    Seperti diketahui, Kementerian PU bakal menghentikan proses pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) mulai tahun depan. Selanjutnya tongkat estafet pembangunan akan berlanjut di bawah Badan Otoritas IKN (OIKN).

    Saat ini Kementerian PU tengah menyelesaikan pekerjaan pembangunan proyek-proyek kontrak tahun jamak (Multi Years Contract/MYC) yang kini kini belum rampung.

    MYC belum selesai semuanya, mudah-mudahan tahun ini. Paling lambat 2026 sudah selesai,” kata Wakil Menteri PU Diana Kusumastuti saat ditemui di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Senin pekan lalu (25/8/2025).

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Video: Kemenkes Gelar ASEAN Car Free Day, Kenalkan Gaya Hidup Sehat di CFD

    Video: Kemenkes Gelar ASEAN Car Free Day, Kenalkan Gaya Hidup Sehat di CFD

    Video: Kemenkes Gelar ASEAN Car Free Day, Kenalkan Gaya Hidup Sehat di CFD

  • Cuma 6,2 Persen Orang Indonesia yang Menyikat Gigi dengan Benar

    Cuma 6,2 Persen Orang Indonesia yang Menyikat Gigi dengan Benar

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengungkapkan masalah kesehatan gigi dan mulut masih menjadi masalah besar di Indonesia. Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (SKI) 2023, ada 57 persen atau sekitar 140 juta warga Indonesia mengalami sakit gigi.

    Salah satu faktor yang memicu tingginya kasus sakit gigi adalah rendahnya pengetahuan masyarakat terkait cara sikat gigi yang benar. Meski ada 95,6 persen orang tercatat sikat gigi setiap hari, hanya ada 6,2 persen yang tahu bagaimana cara sikat gigi yang benar.

    Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam menyikat gigi yang benar ini berpengaruh terhadap tingginya masalah gigi dan mulut. Hal tersebut semakin diperparah dengan rendahnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatan gigi mulutnya ke dokter gigi secara rutin setiap tahunnya.

    Sekitar 9,8 juta orang sudah melakukan skrining gigi dan mulut lewat program cek kesehatan gratis. Dari pemeriksaan itu ditemukan:

    4,4 juta orang punya karies gigi3,3 juta orang punya gigi hilang585 ribu orang punya gigi goyang663 ribu orang punya penyakit periodontal

    Lantas, sebenarnya bagaimana menyikat gigi dengan benar? Ketua Umum PB Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) drg Usman Sumantri mengatakan membersihkan gigi memang tidak boleh asal gosok.

    Untuk menjaga kebersihan gigi, ia menyarankan sikat gigi setidaknya selama 2 menit.

    “Biasanya dimulai dari sisi bawah kiri belakang, lalu ke bagian depan tengah, sisi kanan, terus dia muter ke atas sisi kanan atas, lalu ke depan, dan kiri atas,” ujar drg Usman dalam konferensi pers Kemenkes, Kamis (11/9/2025).

    “Pada situasi selesai pada semua segmen, gigi kemudian dikatupkan, lalu lakukan gerakan (sikat) roll di belakang gigi,” sambungnya.

    Selama sikat gigi sudah dilakukan pada semua sisi gigi, maka sikat gigi sudah dilakukan dengan benar. Kemudian, ia meluruskan anggapan bahwa sikat gigi sebaiknya dilakukan setelah mandi.

    Menurut drg Usman, sikat gigi sebaiknya juga dilakukan setelah sarapan dan sebelum beraktivitas. Sisa makanan yang ada setelah sarapan dapat berfermentasi dan lebih mudah membusuk. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko karies.

    “Sikat giginya itu bukan pada saat dia mau bangun tidur terus sikat gigi, itu sudah tidak cocok lagi karena ada lagunya dulu ya,” kata drg Usman.

    “Sebelum berangkat sekolah atau berangkat kerja itu sikat gigi dulu. (Kalau nggak sikat gigi) jadi 8 jam dia sudah terjadi fermentasi makanan di dalam mulutnya karena asam cepat sekali membusuk dan itu memudahkan bakteri untuk menjadikannya karies,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video PDGI: Cuma 5% Orang Indonesia yang Sikat Gigi dengan Benar”
    [Gambas:Video 20detik]
    (avk/kna)

  • Efek Domino Kasus Bunuh Diri, 35 Orang Bisa Ikut ‘Kena Mental’

    Efek Domino Kasus Bunuh Diri, 35 Orang Bisa Ikut ‘Kena Mental’

    Jakarta

    Maraknya pemberitaan bunuh diri belakangan secara tidak langsung bisa menimbulkan efek domino bila tidak disikapi dengan bijak. Menurut Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kemenkes RI Imran Pambudi, dampaknya bisa lebih dulu dirasakan keluarga korban.

    Bila pemberitaan diekspose lebih lanjut secara detail, efeknya juga bisa terus meluas.

    “Satu kasus bunuh diri akan membawa dampak kepada sekitar 35 orang, bisa keluarganya, penolongnya yang stres, orang yang melihat kejadian, atau teman-temannya. Banyak dari mereka yang merasa bersalah,” jelas Imran dalam webinar di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (10/9/2025).

    “Ini membuat mereka berisiko mengalami gangguan mental dan membutuhkan konseling. Jadi upayakan pemberitaan ini tidak berdampak yang lebih besar keinginan bunuh diri ke orang lain,” lanjutnya.

    Keinginan mengakhiri hidup bermula dari gangguan psikologis secara berkepanjangan. Umumnya, diawali dengan depresi.

    Hal ini sebetulnya bisa dicegah dengan mengenali gejala awal, terlebih bila teman dekat maupun lingkup keluarga menunjukkan gejala-gejala awal perubahan perilaku.

    Misalnya, mulai menarik diri dari lingkup sosial, tidak lagi minat dengan hobinya, adanya keputusasaan, gangguan tidur, sampai masalah pola makan yang ekstrem.

    “Saat melihat dan merasakan tanda-tanda tersebut bisa langsung mencari pertolongan,” saran Imran.

    Salah satu layanan yang bisa diakses secara gratis adalah melalui laman healing119.id. Pasca konsultasi, pengguna akan diarahkan untuk tindakan lebih lanjut dengan psikolog maupun psikiater.

    Picu Kasus Bunuh Diri di Wilayah Lain

    Imran juga mencontohkan bagaimana efek domino kabar bunuh diri bisa memicu tindakan yang sama di kasus lain.

    “Kita pernah melihat di tahun 2018, ada kejadian di Palembang, lalu dua atau tiga hari kemudian muncul kasus serupa di Medan. Yang perlu ditonjolkan adalah kisah para survivor, banyak orang mengalami masalah berat, tapi mereka tidak menyerah dan tidak memilih bunuh diri,” sesal Imran.

    Imran mengimbau untuk fokus pada bagaimana pemulihan masalah jiwa bisa dilakukan, alih-alih terus berkutat dengan detail kasus bunuh diri yang bisa menjadi pencetus keinginan seseorang ingin mengakhiri hidup di wilayah lain.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)