Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Lawan Stroke Lebih Cepat, RS Soeradji Klaten Kini Hadirkan Layanan DSA

    Lawan Stroke Lebih Cepat, RS Soeradji Klaten Kini Hadirkan Layanan DSA

    Jakarta

    Stroke masih menjadi salah satu penyebab kematian nomor 1 (satu) di dunia dan nomor 2 (dua) di Indonesia serta merupakan penyebab kecacatan tertinggi di Indonesia. Menurut data WHO dan Kemenkes RI, dari total kasus stroke, sekitar 87% disebabkan oleh trombosis atau emboli (stroke iskemik), sementara 13% akibat perdarahan (stroke hemoragik).

    Banyak pasien terlambat ditangani karena gejala sering diabaikan atau pemeriksaan dilakukan dengan cara konvensional yang kurang optimal baik dalam mendiagnosis maupun pemberian tatalaksana selanjutnya. Namun, kini ada teknologi medis modern yang memberi harapan baru untuk tatalaksana stroke yang lebih baik, yakni Digital Subtraction Angiography (DSA).

    Dokter Spesialis Saraf, dr. Adika Mianoki, Sp.N FINA RS Soeradji, mengatakan bahwa bahwa teknologi DSA memungkinkan dokter melihat kondisi pembuluh darah otak secara real time dan detail untuk mendeteksi kelainan serta menentukan tatalaksana yang lebih tepat dan akurat.

    “Dengan DSA kita bisa melihat real time kondisi pembuluh darah di otak secara detail. Kita bisa melihat semua kondisi pembuluh darah baik arteri, kapiler, maupun vena dan menilai apakah ada kelainan atau tidak. Dari situ dokter bisa tahu bagian mana yang bermasalah dan bisa melakukan tatalaksana selanjutnya dengan lebih tepat dan akurat,” ujar dr. Adika dalam keterangannya, Jumat (26/9/2025).

    Lalu, apa itu DSA? DSA adalah teknologi pencitraan medis yang bisa melihat kondisi pembuluh darah secara jelas dan detail. Dengan alat ini, dokter dapat mengetahui ada tidaknya sumbatan, penyempitan, atau kelainan pembuluh darah dalam hitungan menit.

    Keberadaannya kian menonjol sebagai teknologi andalan dalam pencegahan primer dan sekunder stroke. DSA bukan hanya alat diagnosis tapi juga senjata strategis dalam upaya menyelamatkan nyawa sebelum tragedi terjadi.

    Dalam penanganan stroke, ada istilah ‘time is brain’. Setiap menit keterlambatan bisa menyebabkan jutaan sel otak rusak. Pada kasus stroke akut, DSA sangat berperan penting untuk menentukan lokasi sumbatan di pembuluh darah otak.

    Proses diagnosis lebih cepat sehingga tindakan medis dapat segera dilakukan untuk membuka sumbatan pembuluh darah melalui tindakan trombektomi.

    dr. Adika menjelaskan bahwa DSA membantu mengoptimalkan tatalaksana stroke sehingga meningkatkan harapan kesembuhan pasien serta menekan angka kecacatan dan kematian.

    “DSA sangat membantu untuk mengoptimalkan tatalaksana stroke dan kelainan pembuluh darah otak lainnya. Teknologi ini membuka harapan lebih besar bagi kesembuhan pasien stroke. Harapannya angka kecacatan dan kematian akibat stroke bisa diminimalisir,” jelasnya.

    Banyak pasien yang sebelumnya berisiko lumpuh permanen kini punya kesempatan untuk pulih lebih baik berkat pemeriksaan dan tindakan menggunakan DSA dan trombektomi pada kasus stroke akut.

    Mengapa DSA Otak Penting dalam Pencegahan Stroke?

    Kunci pencegahan bukan hanya di awal melainkan di tahap deteksi dini aneurisma, stenosis, dan malformasi pembuluh darah otak sebelum rusak atau pecah.

    DSA otak merupakan gold standard radiologi untuk menilai kondisi pembuluh darah otak. Prosedur ini dilakukan dengan menyuntikkan kontras ke arteri karotis atau vertebralis lalu mengambil gambar digital bertahap.

    Sistem ini memungkinkan dokter melihat dengan jelas, seperti aneurisma serebral (kantong pembuluh darah yang lemah), stenosis (penyempitan pembuluh darah akibat plak), malformasi arteriovenosa, vaskulitis atau kelainan vaskular lainnya.

    Dokter Spesialis Radiologi, dr. Bramadi Nugroho, Sp. Rad (K), menyampaikan bahwa DSA otak berperan penting dalam menjaga kualitas hidup dengan memungkinkan deteksi dini dan perlindungan proaktif terhadap ancaman tersembunyi.

    “DSA otak adalah jembatan antara kesehatan otak dan kualitas hidup yang berkelanjutan. Dengan teknologi ini, kita tidak lagi hanya bereaksi terhadap krisis tapi proaktif melindungi otak dari ancaman tersembunyi di dalam pembuluh darah” imbuh dr.Bramadi Nugroho, Sp. Rad (K).

    “Dengan DSA, kita bisa ‘melihat’ masalah sebelum terjadi stroke dan mengatasinya sebelum parah,” sambungnya.

    Siapa yang Perlu Diperiksa dengan DSA Otak?

    DSA otak bukan hanya untuk pasien yang sudah mengalami stroke. Pemeriksaan ini sangat direkomendasikan untuk:

    1. Pasien dengan riwayat stroke ringan atau TIA (Transient Ischemic Attack) : TIA sering disebut ‘peringatan stroke’ jika diabaikan, risiko stroke dalam 90 hari bisa mencapai 10-20%.

    2. Orang dengan tekanan darah tinggi, diabetes, dan kolesterol tinggi.

    3. Penderita kelainan genetik seperti sindrom Marfan, Ehlers-Danlos, atau polikistik ginjal.

    4. Pasien yang memiliki keluarga dengan aneurisma atau stroke dini.

    5. Pasien yang akan menjalani operasi otak atau bedah vascular.

    Mengenali Gejala Sejak Dini

    Meski teknologi semakin canggih, pencegahan tetap menjadi kunci. Masyarakat diimbau mengenali tanda-tanda stroke, yang bisa diingat dengan istilah ‘SeGeRa Ke RS’ sebagai berikut:

    • Senyum tidak simetris

    • Gerakan tubuh melemah mendadak

    • Raba tubuh terasa kebas

    • Kebicaraan pelo / mendadak sulit bicara

    • RS segera ke rumah sakit

    Sebagai rumah sakit rujukan nasional di Jawa Tengah, RS Soeradji menjadi salah satu fasilitas kesehatan yang telah dilengkapi layanan DSA untuk penanganan cepat dan tepat pasien stroke maupun gangguan pembuluh darah, yang bermanfaat bagi masyarakat Klaten dan daerah sekitarnya

    Jika gejala ini muncul, segera bawa pasien ke rumah sakit dengan fasilitas yang dilengkapi oleh DSA, seperti RS Soeradji agar mendapat pertolongan maksimal.

    (ega/ega)

  • Hampir 6.000 Siswa Keracunan, Pengamat Desak Program MBG Disetop Sementara

    Hampir 6.000 Siswa Keracunan, Pengamat Desak Program MBG Disetop Sementara

    Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan program Makan Bergizi Gratis (MBG) harus dihentikan agar pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh.

    Managing Partner PH&H Public Policy Interest Group itu menegaskan pemerintah jangan memaksakan program MBG tetap berjalan di tengah carut-marut yang sedang terjadi, khususnya insiden keracunan massal di berbagai daerah. 

    “Menurut saya, [MBG] harus segera dihentikan untuk dievaluasi. Setelah kita tahu sebabnya apa, diperbaiki, baru dilanjutkan. Jangan dipaksakan,” ucap Agus kepada Bisnis, Kamis (25/9/2025).

    Mengacu data dari Badan Gizi Nasional (BGN), tercatat 46 kasus dengan 5.080 penderita per 17 September 2025. Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat ada 60 kasus dengan 5.207 penderita per 16 September 2025.

    Adapun, BPOM melaporkan 55 kasus dengan 5.320 penderita per 10 September 2025. Di sisi lain, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) melaporkan angka 5.626 kasus keracunan makanan di puluhan kota dan kabupaten di 17 provinsi akibat MBG.

    Agus menjelaskan pelaksanaan MBG belum memiliki underlying yang jelas. Apalagi, katanya, BPOM tidak dilibatkan padahal memegang peran penting dalam menjaga keselamatan dan keamanan pangan.
     
    Dia juga menyoroti tim-tim program MBG yang dinilai belum sepenuhnya kompeten dan  beberapa diantaranya belum memiliki pengalaman yang mumpuni. Baginya setiap makanan yang akan disalurkan harus dicek oleh pihak BPOM.

    Agus merasa program ini hanya digunakan untuk mencari keuntungan semata bagi beberapa pihak sehingga rawan terjadinya tindak pidana korupsi. Padahal menurutnya program ini strategis untuk mempersiapkan Indonesia emas 2045.

    “Program ini adalah program mempersiapkan anak-anak Indonesia bisa siap di tahun emas 2045. Jadi tolong jangan dikorupsi, jangan cari untung di situ,” tegasnya

    Tak hanya itu, Agus merasa khawatir kalau sewaktu-waktu keracunan MBG bisa berujung jatuhnya korban jiwa.

    Di sisi lain, Kepala BPOM Taruna Ikrar menyampaikan BPOM sudah mengambil sampel MBG di beberapa daerah untuk diuji di laboratorium.

    “BPOM melakukan monitoring insiden pangan sehingga dapat menyampaikan rekomendasi perbaikan kepada BGN. Di beberapa daerah kejadian insiden pangan sudah dilakukan pengujian,” katanya kepada Bisnis melalui keterangan tertulis, Kamis (25/9/2025).

    Hasil uji lab akan dikirim ke Badan Gizi Nasional (BGN) untuk ditindaklanjuti sebagai langkah evaluasi program MBG. Nantinya pengumuman hasil lab disampaikan oleh BGN.

    Namun, BPOM tidak mendetail daerah mana saja yang telah dimonitor dan pengambilan sampel makanan MBG. Taruna menjelaskan BPOM telah mengambil peran dalam pelaksanaan MBG seperti pelatihan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI).

    Taruna juga mengaku bahwa BPOM membantu pengolahan makanan yang menjadi menu MBG.

    “Terkait dengan peran dalam program MBG, BPOM dilibatkan dalam pelatihan SPPI dan pengolah makanan utk meningkatkan kompetensi petugas dalam mengolah pangan. BPOM juga melakukan pengujian sampel insiden pangan, apabila diminta oleh BGN,” tuturnya.

  • Kasus Keracunan MBG Marak, Pengelola Dapur Diminta Utamakan Kesehatan dan Kebersihan – Page 3

    Kasus Keracunan MBG Marak, Pengelola Dapur Diminta Utamakan Kesehatan dan Kebersihan – Page 3

    Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) M Qodari mengungkap data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengenai SOP Keamanan Pangan pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam menjalankan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Dia menuturkan, berdasarkan data tersebut per September 2025, bahwa pada 1.379 SPPG ada sebanyak 413 yang memiliki SOP Keamanan Pangan dan 312 SPPG yang menjalankan SOP.

    Hal itu menjadi upaya penyelesaian masalah di setiap rangkaian peristiwa keracunan yang terjadi.

    “Dari sini kan sudah kelihatan kalau mau mengatasi masalah ini, maka kemudian SOP-nya harus ada SOP Keamanan Pangan harus ada dan dijalankan. Pada sisi lain, Kemenkes memiliki Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi, SLHS, sebagai bukti tertulis untuk pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan keamanan pangan olahan dan pangan siap saji,” kata dia seperti dikutip pada Kamis 25 September 2025.

    Selain itu, Qodari juga mengungkapkan, dari 8.583 SPPG per 22 September ada 34 SPPG yang sudah memiliki SLHS.

    “Berdasarkan data Kemenkes lagi dari 8.583 SPPG per 22 September ada 34 SPPG yang sudah memiliki SLHS. 8.549 SPPG existing belum memiliki SLHS,” jelas dia.

  • Video Kritik Klaim Tylenol Trump, WHO Ingatkan Kebijakan Berlandaskan Sains

    Video Kritik Klaim Tylenol Trump, WHO Ingatkan Kebijakan Berlandaskan Sains

    Jakarta

    Pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan jajarannya terkait keterkaitan Tylenol dan vaksin terhadap autisme bikin geger. Setelah diprotes oleh kalangan medis dan peneliti autisme, kini giliran WHO (World Health Organization) alias Organisasi Kesehatan Dunia yang angkat bicara.

    Juru bicara WHO Tarik Jasarevic mengingatkan agar penanganan isu kesehatan dilakukan dengan mencermati secara benar landasan sainsnya. “Sekali lagi kami sangat berharap semua badan kesehatan nasional yang menangani berbagai isu kesehatan akan benar-benar mencermati apa yang dikatakan sains,” jelas Tarik saat dimintai pendapat seputar kontroversi ini.

    “Ada beberapa studi observasional yang menunjukkan kemungkinan hubungan antara paparan asetaminofen (bahan aktif dalam Tylenol) atau parasetamol sebelum kelahiran dengan autisme. Namun, buktinya tetap tidak konsisten,” tegasnya.

    Sebelumnya, Donald Trump ditemani Menteri Kesehatan (Menkes) AS Robert F. Kennedy Jr. mengatakan di konferensi pers, Senin (22/9), bahwa ada keterkaitan antara konsumsi Tylenol pada ibu hamil dengan autisme. “Asetaminofen, yang pada dasarnya dikenal sebagai Tylenol selama kehamilan dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko autisme,” ucap Trump.

    Tonton berita video lainnya di sini…

    (/)

    donald trump trump who tylenol asetaminofen autisme sains

  • Menanti Langkah Prabowo Evaluasi MBG Usai 6.000 Siswa Keracunan

    Menanti Langkah Prabowo Evaluasi MBG Usai 6.000 Siswa Keracunan

    Bisnis.com, JAKARTA – Program unggulan Presiden Prabowo Subianto, yakni Makan Bergizi Gratis (MBG), menjadi sorotan masyarakat setelah hampir 6.000 orang siswa di berbagai provinsi mengalami keracunan. 

    Mengacu data dari Badan Gizi Nasional (BGN), tercatat 46 kasus dengan 5.080 penderita per 17 September 2025. Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat ada 60 kasus dengan 5.207 penderita per 16 September 2025.

    Adapun, BPOM melaporkan 55 kasus dengan 5.320 penderita per 10 September 2025. Di sisi lain, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) melaporkan angka 5.626 kasus keracunan makanan di puluhan kota dan kabupaten di 17 provinsi akibat MBG. 

    Salah satu kasus keracunan massal MBG yang menimpa ratusan siswa di Kabupaten Bandung Barat (KBB) menjadi sorotan nasional. Kejadian ini terjadi serentak di Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas dalam waktu yang berdekatan.

    Di Cipongkor, keracunan massal terjadi di SMK Karya Perjuangan, Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTS) dan Madrasah Aliyah (MA) Syarif Hidayatullah. Sementara itu, puluhan siswa di SMKN 1 Cihampelas juga mengalami gejala serupa hingga harus dilarikan ke Puskesmas Cihampelas.

    Kasus keracunan massal program MBG di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat saat ini sudah menyentuh angka 631 orang pelajar. Jumlah tersebut terhitung dari dua peristiwa keracunan yang terjadi dari tanggal 22 dan 24 September 2025.

    Kasus terbaru ini terjadi dari dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kampung Pasirsaji, Desa Negalsari, Cipongkor dengan beberapa korban diantaranya dari siswa SMK Karya Perjuangan. Adapun jumlah sementara dari sekitar pukul 11:30-13:00 WIB berkisar 220 orang pelajar. 

    “Sampai saat ini mungkin sudah sekitar 220 yang datang. Jumlahnya terus bertambah,” kata Kepala Puskesmas Cipongkor, Yuyun Sarihotimah, Rabu (24/9/2025).

    Sementara, pada kasus keracunan awal pada Senin 22 September 2025 jumlahnya, sementara mencapai 411 orang. Para korban ada beberapa diantaranya yang sudah pulang ke rumah dan sebagian masih dalam penanganan di rumah sakit. 

    Dari jumlah tersebut, sebanyak 47 rawat Inap, dan 364 rawat jalan, sedangkan gejala-gejala yang muncul ada sebanyak 288 orang mual, 109 orang muntah, 159 orang pusing, 36 orang diare, 45 orang sakit kepala, 78 orang lemas, 100 orang sesak napas, 52 orang demam, 112 orang sakit perut, dua orang Kejang.

    Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi berjanji akan mengevaluasi pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG), setelah ratusan siswa di berbagai daerah diduga mengalami keracunan. Dedi Mulyadi mengatakan pihaknya akan bertemu dengan Kepala MBG yang bertanggung jawab di wilayah Jawa Barat untuk melakukan evaluasi.
     
    “Ya kita gini deh, saya minggu depan mengundang kepala MBG yang membidangi di wilayah Jawa Barat untuk melakukan evaluasi secara paripurna, secara terbuka agar berbagai problem yang terjadi, keracunan siswa tidak terulang lagi,” katanya di Bandung, Selasa (23/9/2025). 
     
    Karena itu pihaknya belum dapat memastikan apakah dapur-dapur MBG yang menjalankan program Presiden Prabowo Subianto ini akan dihentikan sementara di Jawa Barat atau terus berlanjut. 
     
    “Ya, kita akan segera mengundang untuk bicara bersama dan kemudian bagaimana orang-orang atau penyelenggara yang kebetulan makanannya menimbulkan keracunan bagi siswa apakah akan meneruskan atau harus dievaluasi, nanti akan saya tanya pada yang menyelenggarakannya,” katanya. 

    Siswa keracunan makanan setelah menyantap MBG menjalani perawatan medis di Posko Penanganan Kantor Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (24/9/2025). ANTARA/Abdan Syakura
    Program MBG Jalan Terus  

    Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamen Sesneg) Juri Ardiantoro menyatakan bahwa program MBG tidak akan dihentikan, meski muncul desakan sejumlah kalangan untuk melakukan evaluasi menyeluruh pascakasus keracunan massal di Bandung Barat, Jawa Barat.

    “Memang beberapa aspirasi dari beberapa kalangan yang minta ada evaluasi total, ada pemberhentian sementara, ada juga sambil jalan kita perbaiki tapi tidak perlu menghentikan secara total,” katanya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9/2025). 

    Menurut Juri, hingga saat ini kebijakan pemerintah adalah melanjutkan program sembari melakukan perbaikan dan evaluasi ketat terhadap rangkaian peristiwa keracunan di program MBG.

    “Masalah-masalah yang terjadi segera akan diatasi, dievaluasi cari jalan keluar,” katanya.

    Ia menambahkan Presiden Prabowo Subianto telah memberikan arahan khusus agar pengawasan dan mitigasi risiko diperketat guna menutup ruang terjadinya masalah baru.

    “Dari MBG di sini kan sudah diarahkan oleh Pak Presiden untuk memitigasi masalah yang terjadi, juga untuk menutup ruang masalah-masalah baru yang mungkin akan terjadi, sehingga bisa dengan segera diatasi,” katanya.

    Juri memastikan komunikasi intensif sudah dilakukan dengan para menteri terkait dan pimpinan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk mengoordinasikan langkah evaluasi menyeluruh.

    Pemerintah menekankan bahwa keselamatan penerima manfaat tetap menjadi prioritas, sambil menjaga agar program strategis nasional ini terus memberi manfaat bagi anak-anak Indonesia.

    BGN Ungkap Penyebab Insiden Keracunan MBG 

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana meninjau langsung Posko Penanganan kasus dugaan keracunan makanan Program Makan Bergizi Gratis di Cipongkor, Bandung Barat, Jawa Barat. Dia meminta SPPG memperbaiki pola memasak.

    Dadan mengungkapkan hasil keterangan awal menunjukkan adanya kesalahan teknis dari SPPG yang memasak terlalu awal, sehingga makanan tersimpan terlalu lama sebelum didistribusikan.

    “Keterangan awal kan menunjukkan bahwa SPPG itu memasak terlalu awal sehingga masakan terlalu lama. Tadi pagi, Selasa (23/9) kita sudah koordinasi dengan seluruh SPPG yang baru yang beroperasional satu bulan terakhir, kemudian kita minta agar mereka mulai masak di atas jam 01.30 agar waktu antara proses memasak dengan pengirimannya tidak lebih dari 4 jam,” katanya.

    Menurut Dadan, pola memasak dan distribusi menjadi kunci utama agar kualitas makanan tetap terjaga. SPPG lama dinilai sudah menemukan ritme kerja, namun, SPPG yang baru kerap khawatir makanan tidak selesai tepat waktu sehingga melakukan produksi terlalu dini.  

    “Oleh sebab itu, salah satu yang saya instruksikan kepada SSPG baru itu ketika memulai, mereka sudah punya daftar penerima manfaat. Katakanlah 3.500 di 20 sekolah, saya meminta agar mereka di awal-awal melayani dua sekolah dulu, kemudian setelah terbiasa baru naik ke empat sekolah, setelah itu naik lagi ke 10 sekolah,” ujar dia.

    “Kemudian setelah bisa menguasai proses termasuk antara masak dan pengirimannya bisa tepat waktu dengan jumlah yang tertentu baru bisa memaksimalkan jumlah penerima manfaat,” imbuhnya.

    Selain itu, Dadan juga menyoroti kasus serupa yang sempat terjadi di Banggai, Sulawesi Tengah. SPPG setempat sebelumnya berjalan baik, tetapi kemudian mengganti pemasok bahan baku secara mendadak sehingga kualitas menurun.

    “Oleh sebab itu, kita instruksikan lagi bagi yang (SPPG) lama agar ketika akan mengganti pemasok harus bertahap. Jadi segala sesuatu tidak boleh berubah secara drastis. Untuk SPPG yang menjalani ini seperti yang di Banggai itu kan mengganti pemasok dalam waktu yang sangat singkat, sehingga kami minta setelah kejadian, berhenti dulu (MBG),” ungkapnya.

    Moratorium MBG 

    Sementara itu, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) mendesak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto segera menghentikan sementara atau memoratorium MBG secara menyeluruh. Lebih dari 5.000 kasus keracunan makanan yang masih dialami siswa dan guru di berbagai daerah merupakan alarm yang mengindikasikan program ini perlu dievaluasi total.

    Founder dan CEO CISDI Diah Saminarsih mengatakan kasus keracunan akibat MBG ibarat fenomena puncak gunung es. Angka jumlah kasus sebenarnya bisa jadi jauh lebih banyak karena pemerintah sejauh ini belum menyediakan dasbor pelaporan yang bisa diketahui publik.

    “Pangkal persoalan program makan bergizi gratis adalah ambisi pemerintah yang menargetkan 82,9 juta penerima manfaat pada akhir 2025. Demi mencapai target yang sangat masif itu, program MBG dilaksanakan secara terburu-buru sehingga kualitas tata kelola penyediaan makanan hingga distribusinya tidak tertata dengan baik,” kata Diah. 

    Beberapa peristiwa keracunan bahkan ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) karena menimpa ratusan siswa. Kegiatan belajar menjadi lumpuh karena korban mesti dirawat di puskesmas maupun rumah sakit.

    Selain itu, keracunan massal menimbulkan beban biaya tak terduga yang dibebankan pada pemerintah daerah, untuk membayar penanganan keracunan di rumah sakit daerah atau swasta setempat. Hal ini tentu memberatkan para pemerintah daerah. Terlebih, alokasi anggaran transfer ke daerah juga berkurang 24,7% dari Rp864,1 triliun pada APBN 2025 menjadi Rp650 triliun pada RAPBN 2026. 

    Selain kasus keracunan akibat makanan tidak layak atau tidak higienis, menu MBG di banyak sekolah diwarnai produk pangan ultra-proses (ultra-processed food) dan susu berperisa tinggi gula.

    “Masuknya pangan ultra-proses yang tinggi gula, garam, dan lemak dalam jangka panjang dapat memicu berat badan berlebih dan obesitas pada anak dan remaja. Efeknya justru kontraproduktif dengan tujuan awal MBG yaitu memperbaiki status gizi anak Indonesia,” ujar Diah.

  • Video: Ternyata Ada 8.549 Dapur MBG Belum Memiliki Sertifikasi Kemenkes

    Video: Ternyata Ada 8.549 Dapur MBG Belum Memiliki Sertifikasi Kemenkes

    Video: Ternyata Ada 8.549 Dapur MBG Belum Memiliki Sertifikasi Kemenkes

  • Video: Ternyata Ada 8.549 Dapur MBG Belum Memiliki Sertifikasi Kemenkes

    Video: Ternyata Ada 8.549 Dapur MBG Belum Memiliki Sertifikasi Kemenkes

    Video: Ternyata Ada 8.549 Dapur MBG Belum Memiliki Sertifikasi Kemenkes

  • KSP Ungkap 8.549 Dapur MBG Belum Punya SLHS, Hanya 34 yang Punya
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 September 2025

    KSP Ungkap 8.549 Dapur MBG Belum Punya SLHS, Hanya 34 yang Punya Nasional 24 September 2025

    KSP Ungkap 8.549 Dapur MBG Belum Punya SLHS, Hanya 34 yang Punya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari menyoroti soal Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS) yang harus dimiliki oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebagai bukti pemenuhan standar mutu serta persyaratan keamanan pangan.
    Dikutip dari rilis resmi KSP, dari 8.583 SPPG atau dapur makan bergizi gratis (MBG), hanya 34 SPPG yang memiliki SLHS sehingga 8.549 lainnya belum mengantongi SLHS hingga 22 September 2025.
    “Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan) sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG,” kata Qodari, Senin (22/9/2025), dikutip dari siaran pers.
    Selain itu, Qodari juga menyoroti catatan Kemenkes terkait kesenjangan besar dalam penerapan standar keamanan pangan.
    Berdasarkan data yang diperolehnya, dari 1.379 SPPG, ternyata hanya 413 yang memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) Keamanan Pangan.
    Bahkan, hanya ada 312 di antaranya yang benar-benar menerapkan SOP tersebut.
    “Dari sini kan sudah kelihatan kalau mau mengatasi masalah ini, maka kemudian SOP-nya harus ada, SOP Keamanan Pangan harus ada dan dijalankan,” ujar Qodari.
    Qodari pun menegaskan, setiap SPPG wajib memiliki SOP dan SLHS sebagai prasyarat operasional.
    Berdasarkan hasil koordinasi KSP dengan kementerian terkait, sebetulnya sudah ada regulasi yang diterbitkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dengan dukungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
    Namun, aspek pengawasan dan kepatuhan masih menjadi tantangan terbesarnya.
    “Bahwa dari sisi regulasi dan aturan telah diterbitkan oleh BGN dan dibantu oleh BPOM, PR-nya adalah sisi aktivasi dan pengawasan kepatuhan,” kata Qodari.
    Dalam kesempatan ini, ia menegaskan pentingnya langkah cepat dan tegas untuk mencegah kasus keracunan pangan dalam program MBG setelah banyaknya kasus keracunan di berbagai wilayah.
    “Bahwa masalah yang sama dicatat oleh 3 lembaga (Kemenkes, BGN, dan BPOM). Bahkan oleh BGN sendiri, angkanya secara statistik itu sebetulnya sinkron sama-sama di sekitar angka 5.000. Perbedaan angka antar lembaga jangan dibaca sebagai kontradiksi. Justru ini menunjukkan konsistensi bahwa masalah tersebut nyata dan butuh penanganan segera,” ujar dia.
    Qodari menyebutkan, keracunan umumnya dipicu oleh rendahnya higienitas makanan, suhu yang tidak sesuai standar, kesalahan dalam pengolahan, kontaminasi silang dari petugas, hingga dipicu oleh alergi pada penerima manfaat.
    Ia mengeklaim, pemerintah sudah merespons kasus-kasus ini dengan cepat.
    “Pemerintah tidak tone deaf, tidak buta dan tuli. Bahkan Pak Mensesneg pada Jumat lalu sudah menyampaikan permintaan maaf dan komitmen evaluasi,” kata Qodari.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • RI Bakal Terapkan Nutri-level, Tahap Awal Sasar Minuman Siap Konsumsi Tinggi GGL

    RI Bakal Terapkan Nutri-level, Tahap Awal Sasar Minuman Siap Konsumsi Tinggi GGL

    Jakarta

    Pemerintah menargetkan penetapan label di makanan tinggi gula garam lemak tahun ini. Berkaca dari apa yang diterapkan Singapura yakni ‘Nutri-Grade’, Indonesia rencananya meluncurkan ‘Nutri-Level’ dengan konsep yang mirip.

    Label pada makanan maupun minuman menggunakan abjad A, B, C, dan D untuk menentukan kategori tersehat dan paling tidak sehat.

    Pasalnya, survei Kemenkes pada 2014 menunjukkan sekitar 29,7 persen penduduk Indonesia sudah mengonsumsi pangan dengan gula garam lemak (GGL) di atas standar. Jumlahnya diprediksi terus meningkat.

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) juga menyoroti salah satu faktor penyebab penyakit tidak menular adalah pola makan tidak sehat, termasuk konsumsi tinggi GGL.

    “Salah satu strategi pengendalian konsumsi GGL adalah melalui penetapan pencantuman informasi nilai gizi (ING), termasuk informasi kandungan GGL, pada pangan olahan dan/atau pangan olahan siap saji,” ujar Taruna, Kamis (24/9/2025).

    Pada tahap awal, BPOM RI mengungkap Nutri-level akan diterapkan pada minuman siap konsumsi dengan kandungan GGL di level C dan D.

    “Penerapan kewajiban pencantuman nutri-level pada pangan olahan dilakukan secara bertahap. Untuk tahap pertama ditargetkan pada minuman siap konsumsi dengan kandungan GGL pada level C dan level D. Kewajiban penerapan nutri-level juga akan dibuat sejalan antara pangan olahan yang ditetapkan oleh BPOM dengan pangan olahan siap saji yang ditetapkan oleh Kemenkes,” terang Taruna.

    Dalam kesempatan yang sama, Deputi 3 BPOM Elin Herlina menyebut proses penerapan label pada makanan olahan tengah dalam reviu ketentuan pencantuman front of pack nutrition labelling (FOPNL).

    Nutri-level ini terdiri atas 4 tingkatan, yakni level A, B, C, dan D. Level A dengan kandungan GGL paling rendah, sementara Level D dengan kandungan GGL paling tinggi.

    Senada, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi berharap dengan penerapan label tersebut bisa meningkatkan edukasi di masyarakat terkait bijak memilih produk dengan gula, garam, lemak rendah dengan mudah.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

  • Guru Besar UGM Jelaskan Tylenol, Paracetamol yang Dikaitkan Autisme oleh Menkes AS

    Guru Besar UGM Jelaskan Tylenol, Paracetamol yang Dikaitkan Autisme oleh Menkes AS

    Jakarta

    Gaduh pernyataan Menteri Kesehatan Amerika Serikat Robert F Kennedy lantaran menyebut obat Tylenol bisa memicu autisme. Ia kemudian meminta ibu hamil untuk menghindari konsumsi tersebut demi menekan kemungkinan terganggunya perkembangan saraf pada bayi.

    “Kami telah meluncurkan upaya pengujian dan penelitian besar-besaran yang akan melibatkan ratusan ilmuwan dari seluruh dunia. Pada bulan September, kami akan mengetahui penyebab epidemi autisme dan kami akan mampu menghilangkan paparan tersebut,” ujarnya dalam rapat kabinet April 2025.

    Sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) hingga saat ini belum mengonfirmasi laporan tersebut, hingga menekankan banyak faktor di balik terjadinya autisme.

    Apa itu Tylenol?

    Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada Prof Zullies Ikawati menjelaskan Tylenol adalah nama dagang dari paracetamol yang populer di AS.

    Seperti di Indonesia, obat yang sama lebih dikenal dengan nama paracetamol atau dalam literatur internasional disebut acetaminophen.

    “Produk bermerek Tylenol tidak begitu populer atau luas beredar di Indonesia, yang lebih umum adalah paracetamol generik atau merek lokal lain,” beber dia saat dihubungi detikcom, Rabu (24/9/2025).

    Selama ini, paracetamol secara umum dinilai relatif aman digunakan pada kehamilan, terutama dibandingkan obat analgesik lain (NSAID, opioid).

    Karena itu, menurut Prof Zullies paracetamol kerap menjadi pilihan pertama untuk demam atau nyeri pada ibu hamil.

    Beberapa penelitian observasional diakuinya memang melaporkan hubungan antara penggunaan paracetamol jangka panjang atau dalam dosis tinggi saat hamil dengan peningkatan risiko gangguan perkembangan saraf pada anak (misalnya ADHD atau autisme). Namun, bukti keterkaitan keduanya relatif belum kuat.

    “Bukti ini masih kontroversial, karena walaupun studi epidemiologi menunjukkan ada korelasi, tetapi belum ada bukti kausalitas langsung. Di sisi lain, banyak faktor lain (genetik, lingkungan, penyakit ibu) yang juga berkontribusi thd kejadian autism,” jelas Prof Zullies.

    Ia juga menyoroti regulator global termasuk WHO sampai saat ini tidak melarang penggunaan paracetamol pada ibu hamil, tetapi menganjurkan dengan penggunaan dosis efektif terendah, hanya bila benar-benar diperlukan, dan durasi sesingkat mungkin.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Koalisi Ilmuwan Autisme Kecam Klaim Trump soal Tylenol-Leucovorin”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)