Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • BGN Targetkan Sertifikasi Dapur MBG Rampung dalam Sebulan

    BGN Targetkan Sertifikasi Dapur MBG Rampung dalam Sebulan

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan bahwa proses sertifikasi dapur penyedia makanan untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) ditargetkan rampung dalam waktu satu bulan.

    Wakil Kepala BGN Bidang Komunikasi Publik & Investigasi, Nanik S. Deyang menyatakan  bahwa sertifikasi yang diwajibkan mencakup aspek hygiene dan sanitasi sesuai standar Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Prosesnya dinilai tidak memakan waktu lama karena dapat langsung diajukan ke dinas kesehatan setempat.

    “Kalau untuk sertifikasi halal sekarang bisa online. Sementara sertifikasi untuk hygiene dan sanitasi bisa langsung minta ke Dinkes datang, satu hari atau dua hari juga bisa kelar. Makanya kita kasih waktu satu bulan,” jelas Nanik.

    Lebih lanjut, dia menerangkan, BGN sejak awal sudah memiliki petunjuk teknis (Juknis) yang substansinya sama dengan Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi (SLHS) dari Kemenkes. Kontennya mencakup ketersediaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL), sistem pengelolaan sampah, kualitas udara, hingga standar ruang produksi.

    “Jadi sebetulnya ini tinggal formalitas saja. Hampir semuanya sudah ada. Tinggal Dinkes menyamakan dan mengeluarkan suratnya,” kata Nanik.

    Polemik Data Sertifikasi

    Terkait pernyataan sejumlah pihak yang menyebut baru 34 SPPG memiliki sertifikat, Nanik mengaku tidak mengetahui sumber data tersebut.

    “Kan katanya siapa Pak [Kepala KSP] Qodari apa siapa itu nyebut. Saya juga nggak tahu data dari mana. Tapi dalam arti saya nggak tahu Pak Qodari ini datanya dari mana,” ujarnya.

    BGN, lanjut Nanik, memiliki standar sendiri yang wajib dipenuhi semua mitra penyedia makanan.

    “Kalau nggak ada IPAL ya nggak bisa jalan. Itu syarat mutlak,” tegasnya.

    BGN menekankan bahwa percepatan sertifikasi ini penting untuk menjaga keamanan pangan sekaligus memastikan keberlangsungan program MBG yang menjadi prioritas nasional.

    Nanik menambahkan, pihaknya juga terus berkoordinasi dengan Kemenkes agar proses sertifikasi berjalan cepat tanpa mengurangi kualitas pengawasan.

    “Nah hanya karena kemudian ini Pak Qodari menyoal SLHS, ya sudah kita minta aja. Satu bulan lo minta lah surat, wong kamu sudah punya bangunannya. Ini kan tinggal formalitas suratnya doang, masa lama ya kan? Kan tidak harus membangun wong dia sudah punya,” tandas Nanik.

  • Warga RI Dihantui Penyakit Kanker Usus Besar, Dokter Ungkap Alasannya

    Warga RI Dihantui Penyakit Kanker Usus Besar, Dokter Ungkap Alasannya

    Jakarta

    Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 17 September 2025, sudah 32 juta orang yang telah mendaftar cek kesehatan gratis (CKG). Penyakit terbanyak yang ditemukan dari pemeriksaan tersebut adalah kanker kolorektal atau usus besar.

    “Kanker usus risikonya cukup tinggi, 24,2 persen pada populasi tertentu yaitu di atas 45 tahun laki-laki ya yang kami periksa,” beber Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes Maria Endang Sumiwi, Kamis (18/9).

    Menanggapi ini, spesialis penyakit dalam subspesialis hematologi onkologi medik, ⁠dr Eka Widya Khorinal, SpPD, KHOM, FINASIM, mengatakan pada dasarnya penyebab kanker bisa sangat multifaktorial atau banyak faktor. Kecuali beberapa kanker, seperti kanker serviks yang kebanyakan hampir 95 persen adalah karena Human Papillomavirus (HPV).

    “Tapi, kalau untuk kanker-kanker lain seperti kolorektal atau payudara sangat multifaktor. Faktor makanan, lingkungan, polusi, kebiasaan hidup, kurang olahraga, kurang aktivitas, diet makanan rendah serat dan sebagainya,” jelasnya pada detikcom saat ditemui di Jakarta Pusat, Sabtu (27/9/2025).

    ⁠dr Eka menjelaskan hal tersebut yang kadang-kadang membuat orang tidak sadar punya habit atau kebiasaan yang kurang sehat. Itu yang kemudian berlanjut tumbuh menjadi kanker kolorektal.

    Selain itu, kanker kolorektal sering baru terdiagnosis saat kondisinya sudah stadium lanjut. Sebab, kanker kolorektal itu adanya di dalam perut, berbeda dengan kanker di mata atau payudara yang mungkin bisa dideteksi secara langsung.

    “Kalau di dalam perut, itu harus ada suatu upaya seperti deteksi dini atau skrining, atau medical check up istilahnya. Nah, baru kemudian bisa diketahui ada benihnya (kanker kolorektal) nih,” terang dr Eka.

    “Kecuali kalau sudah membesar atau sudah sangat keras, itu baru kita tiba-tiba sadar bahwa ada sesuatu yang salah di dalam perut kita,” pungkasnya.

    (sao/kna)

  • Depan Prabowo, Menkes Budi Lapor Program Unggulan: Anak Buahnya Pada Wafat …!

    Depan Prabowo, Menkes Budi Lapor Program Unggulan: Anak Buahnya Pada Wafat …!

    L

    OlehLiputanenamDiperbaharui 16 Des 2025, 20:41 WIB

    Diterbitkan 16 Des 2025, 16:57 WIB

    Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin melapor kepada Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet di Istana, Senin, 15 Desember 2025. Budi mengungkapkan program Cek Kesehatan Gratis saat ini sudah mencapai 65 juta masyarakat.

    Dia meminta Prabowo untuk mendorong para PNS dan pekerja swasta turut serta dalam program ini. Budi juga meminta Prabowo mengadakan lomba untuk anggota kabinet tentang siapa yang paling sehat.

  • BGN soal Cuma 34 Dapur MBG yang Punya Sertifikat Higienis: Data dari Mana?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 September 2025

    BGN soal Cuma 34 Dapur MBG yang Punya Sertifikat Higienis: Data dari Mana? Nasional 27 September 2025

    BGN soal Cuma 34 Dapur MBG yang Punya Sertifikat Higienis: Data dari Mana?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik S Deyang merespons soal data yang menyebut hanya 34 dari 8.583 dapur atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang memiliki Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS).
    Sebelumnya, Kepala Staf Presiden (KSP) Muhammad Qodari menyoroti soal 8.583 SPPG yang disebutnya hanya 34 yang memiliki SLHS.
    Nanik mengaku bahwa dirinya bingung dengan data itu. Dia pun mempertanyakan asal data yang disebutkan Qodari tersebut.
    “Kan katanya, siapa, Pak Qodari apa siapa itu nyebut. Saya juga enggak tahu data dari mana. Tapi, dalam arti saya enggak tahu Pak Qodari ini datanya dari mana,” ujar Nanik di Gedung BGN, Jakarta Pusat, Jumat (26/9/2025).
    Nanik menjelaskan, sejak awal, BGN sudah memiliki petunjuk teknis (juknis) untuk dapur umu atau SPPG.
    Menurut dia, isi dari juknis BGN ini sama saja seperti SLHS yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes).
    Dia pun memastikan hampir seluruh dapur MBG sudah memenuhi juknis yang BGN berikan untuk bisa beroperasi.
    “Jadi kontennya SLHS itu kan yang diperiksa juga IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah), kemudian sampahnya berapa meter, bagaimana udaranya, ruangannya. Kemudian, dimasukkan dalam juknis yang harus dipenuhi oleh mitra. Jadi sebetulnya, kalau sekarang ini tinggal kayak Dinkes ngelihat saja, nyamain, tinggal mengeluarkan suratnya saja,” katanya.
    Kemudian, terkait SLHS daripada dapur MBG, Nanik mengatakan bahwa masing-masing SPPG tinggal meminta ke Dinkes saja.
    Sebab, menurut dia, SPPG sudah memiliki semuanya untuk menyediakan MBG, hanya minus surat formalitas yang diminta oleh Qodari saja.
    Nanik pun kembali menekankan bahwa dia belum tahu berapa dapur MBG yang sudah memegang SLHS.
    “Ya tanya Pak Qodari, kita belum menyelidiki, saya juga enggak tahu,” ujar Nanik.
    Sebelumnya, Kepala KSP Muhammad Qodari menyoroti soal SLHS yang harus dimiliki oleh SPPG sebagai bukti pemenuhan standar mutu serta persyaratan keamanan pangan.
    Dikutip dari rilis resmi KSP, dari 8.583 SPPG atau dapur MBG, hanya 34 SPPG yang memiliki SLHS sehingga 8.549 lainnya belum mengantongi SLHS hingga 22 September 2025.
    “Jadi singkatnya, SPPG itu harus punya SLHS dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan) sebagai upaya mitigasi dan pencegahan keracunan pada program MBG,” kata Qodari, Senin (22/9/2025), dikutip dari siaran pers.
    Selain itu, Qodari juga menyoroti catatan Kemenkes terkait kesenjangan besar dalam penerapan standar keamanan pangan.
    Berdasarkan data yang diperolehnya, dari 1.379 SPPG, ternyata hanya 413 yang memiliki prosedur operasi standar (standard operating procedure/SOP) keamanan pangan.
    Bahkan, hanya ada 312 di antaranya yang benar-benar menerapkan SOP tersebut.
    “Dari sini kan sudah kelihatan kalau mau mengatasi masalah ini, maka kemudian SOP-nya harus ada, SOP keamanan pangan harus ada dan dijalankan,” ujar Qodari.
    Qodari pun menegaskan, setiap SPPG wajib memiliki SOP dan SLHS sebagai prasyarat operasional.
    Berdasarkan hasil koordinasi KSP dengan kementerian terkait, sebetulnya sudah ada regulasi yang diterbitkan oleh BGN dengan dukungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
    Namun, aspek pengawasan dan kepatuhan masih menjadi tantangan terbesarnya.
    “Bahwa dari sisi regulasi dan aturan telah diterbitkan oleh BGN dan dibantu oleh BPOM, PR (pekerjaan rumah)-nya adalah sisi aktivasi dan pengawasan kepatuhan,” kata Qodari.
    Dalam kesempatan itu, Qodari menegaskan pentingnya langkah cepat dan tegas untuk mencegah kasus keracunan pangan dalam program MBG setelah banyaknya kasus keracunan di berbagai wilayah.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dialami Santri di Riau, Kenali Gejala Awal Cacar Monyet yang Perlu Diwaspadai

    Dialami Santri di Riau, Kenali Gejala Awal Cacar Monyet yang Perlu Diwaspadai

    JAKARTA – Belakangan masyarakat Riau, khususnya di Kabupaten Kepulauan Meranti, sempat dihebohkan isu warga terjangkit cacar monyet (mpox/monkeypox). Seorang santri berinisial BS mengalami demam, muncul bintik merah yang berkembang menjadi lesi, lalu meninggal dunia pada 20 September 2025.

    Namun, hasil uji laboratorium Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan dua warga Meranti yang sebelumnya diduga terinfeksi negatif mpox.

    Dinas Kesehatan setempat juga langsung melakukan langkah pencegahan, mulai dari penyemprotan disinfektan, pemberian vitamin, hingga penyelidikan epidemiologi di pondok pesantren.

    Lantas apa Itu mpox?

    Dilansir dari laman Cleveland Clinic, Mpox atau cacar monyet adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus. Gejalanya mirip cacar, meski biasanya lebih ringan.

    Gejala yang Perlu Diwaspadai

    – Demam, menggigil, dan nyeri otot.

    – Kelenjar getah bening bengkak.

    – Ruam atau luka pada kulit, bisa mulai dari wajah lalu menyebar ke tubuh, termasuk area genital.

    Cara Penularan

    – Kontak langsung dengan luka penderita.

    – Cairan tubuh atau benda yang terkontaminasi.

    – Kontak erat seperti ciuman, pelukan, atau hubungan seksual.

    – Dari hewan terinfeksi ke manusia.

    Meski bisa menyerang siapa saja, risiko lebih tinggi pada:

    – Anak-anak, ibu hamil, dan orang dengan daya tahan tubuh lemah.

    – Penderita penyakit kulit tertentu seperti eksim.

    Pengobatan dan Pencegahan

    Belum ada obat khusus untuk mpox. Sebagian besar pasien sembuh sendiri dalam 2–4 minggu. Pada kasus berat, dokter dapat memberikan obat antivirus tertentu.

    Pencegahan bisa dilakukan dengan:

    – Menjaga kebersihan diri.

    – Menghindari kontak dengan penderita.

    – Tidak berbagi barang pribadi.

    – Vaksinasi untuk kelompok berisiko tinggi.

  • BGN Bentuk Tim Investigasi Tangani Masalah MBG: Tadi Teleponan dengan Kepala BIN, Kapolri Sudah Bantu – Page 3

    BGN Bentuk Tim Investigasi Tangani Masalah MBG: Tadi Teleponan dengan Kepala BIN, Kapolri Sudah Bantu – Page 3

    Kepala Staf Presiden (KSP) M. Qodari mengungkap fakta mengejutkan soal masifnya kasus keracunan program MBG di berbagai wilayah Indonesia.

    Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), total korban keracunan mencapai lebih dari 5.000 siswa. Mayoritas kasus ditemukan di Provinsi Jawa Barat.

    “BGN mencatat 46 kasus dengan 5.080 penderita per 17 September. Kemenkes mencatat 60 kasus dengan 5.207 korban per 16 September. BPOM mencatat 55 kasus dengan 5.320 korban per 10 September,” kata Qodari saat konferensi pers di Istana Negara, Senin (22/9/2025).

    Meski terdapat perbedaan angka secara statistik, Qodari menyebut ketiga lembaga tersebut menunjukkan tren yang sama. Dia juga menyoroti data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang mencatat lebih tinggi lagi, yaitu 5.360 siswa terdampak keracunan MBG.

    “Puncak kasus terjadi pada Agustus 2025 dan paling banyak tersebar di Jawa Barat,” jelasnya.

    Penyebab utama keracunan, menurut asesmen BPOM, antara lain disebabkan oleh buruknya higienitas makanan, penyimpangan suhu makanan, pengolahan pangan yang tidak sesuai standar, serta kemungkinan kontaminasi silang dari petugas penyaji.

    Selain itu, sejumlah kasus juga dipicu oleh alergi makanan pada anak-anak penerima manfaat. Qodari menegaskan bahwa pemerintah tidak menutup mata atas kejadian ini.

    “Pemerintah tidak tone deaf. Pak Mensesneg juga sudah merespons, mengakui adanya kasus dan menyampaikan permintaan maaf serta komitmen untuk mengevaluasi program MBG secara menyeluruh,” tegasnya.

     

     

     

     

    Reporter: Nur Habibie/Merdeka.com

  • Nanik S Deyang soal Dapur MBG: Mau Punya Jenderal, Kalau Melanggar Saya Tutup – Page 3

    Nanik S Deyang soal Dapur MBG: Mau Punya Jenderal, Kalau Melanggar Saya Tutup – Page 3

    Sebelumnya, Kepala Staf Presiden (KSP) M. Qodari mengungkap fakta mengejutkan soal masifnya kasus keracunan program MBG di berbagai wilayah Indonesia.

    Berdasarkan data yang dikumpulkan dari Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), total korban keracunan mencapai lebih dari 5.000 siswa. Mayoritas kasus ditemukan di Provinsi Jawa Barat.

    “BGN mencatat 46 kasus dengan 5.080 penderita per 17 September. Kemenkes mencatat 60 kasus dengan 5.207 korban per 16 September. BPOM mencatat 55 kasus dengan 5.320 korban per 10 September,” kata Qodari saat konferensi pers di Istana Negara, Senin (22/9/2025).

    Meski terdapat perbedaan angka secara statistik, Qodari menyebut ketiga lembaga tersebut menunjukkan tren yang sama. Dia juga menyoroti data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) yang mencatat lebih tinggi lagi, yaitu 5.360 siswa terdampak keracunan MBG.

    “Puncak kasus terjadi pada Agustus 2025 dan paling banyak tersebar di Jawa Barat,” jelasnya.

    Penyebab utama keracunan, menurut asesmen BPOM, antara lain disebabkan oleh buruknya higienitas makanan, penyimpangan suhu makanan, pengolahan pangan yang tidak sesuai standar, serta kemungkinan kontaminasi silang dari petugas penyaji.

    Selain itu, sejumlah kasus juga dipicu oleh alergi makanan pada anak-anak penerima manfaat. Qodari menegaskan bahwa pemerintah tidak menutup mata atas kejadian ini.

    “Pemerintah tidak tone deaf. Pak Mensesneg juga sudah merespons, mengakui adanya kasus dan menyampaikan permintaan maaf serta komitmen untuk mengevaluasi program MBG secara menyeluruh,” tegasnya.

    Reporter: Nur Habibie

    Sumber: Merdeka.com

  • BPKN RI Usul Evaluasi Total MBG, Imbas Ribuan Anak ‘Tumbang’ Keracunan

    BPKN RI Usul Evaluasi Total MBG, Imbas Ribuan Anak ‘Tumbang’ Keracunan

    Jakarta

    Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN RI), Mufti Mubarok mengatakan harus ada evaluasi menyeluruh terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ini setelah adanya ribuan anak yang ‘tumbang’ karena keracunan makanan.

    “Kejadian ini harus menjadi alarm bagi semua pihak. Pengadaan makanan massal tanpa standar mutu, higienitas, serta rantai distribusi yang jelas, berpotensi besar menimbulkan risiko keracunan. Ribuan korban dari kasus MBG adalah tragedi yang tidak boleh terulang kembali,” ujar Mufti Mubarok dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (26/9).

    Untuk informasi, Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) telah merilis hasil pemantauan terbaru soal kasus keracunan massal yang diduga berasal dari program MBG. Hingga akhir September 2025, organisasi ini mencatat sedikitnya 6.452 anak mengalami keracunan.

    Sebagai bentuk tindak lanjut, BPKN RI mendorong beberapa langkah konkret terkait MBG agar program prioritas Presiden Prabowo Subianto ini dapat berjalan dengan nol kasus keracunan.

    1. Audit Keamanan Pangan Program MBG

    Bersama BPOM dan Kementerian Kesehatan, BPKN RI mendorong audit menyeluruh terhadap penyedia makanan dalam program MBG, mulai dari bahan baku, proses pengolahan, hingga distribusi.

    2. Standarisasi dan Sertifikasi Penyedia Makanan

    Semua penyedia katering dan pelaksana program sejenis diwajibkan memiliki sertifikasi laik hygiene, izin edar dari BPOM, dan pengawasan rutin oleh Dinas Kesehatan setempat.

    3. Sistem Monitoring Real-Time

    BPKN mengusulkan penggunaan teknologi digital berbasis Artificial Intelligence (AI) untuk melacak rantai pasok makanan massal. Dengan sistem ini, apabila ditemukan indikasi kontaminasi atau pelanggaran standar, dapat segera dilakukan pencegahan.

    4. Peningkatan Edukasi Konsumen

    BPKN RI akan memperluas kampanye “Konsumen Cerdas Pangan Sehat” agar masyarakat lebih kritis dalam menerima dan mengonsumsi makanan massal gratis, terutama dari pihak yang belum jelas legalitasnya.

    5. Mekanisme Gugatan Kolektif

    BPKN juga siap memfasilitasi korban keracunan melalui jalur class action atau gugatan kelompok terhadap penyelenggara program MBG yang terbukti lalai.

    “BPKN RI berkomitmen untuk mengawal hak-hak konsumen. Negara tidak boleh abai terhadap keselamatan rakyat. Program sosial harus tetap berjalan, namun keselamatan konsumen harus ditempatkan sebagai prioritas utama,” tegas Mufti Mubarok.

    Ajakan Kolaborasi Lintas Sektor

    Lebih lanjut, BPKN RI mengajak Kementerian Kesehatan (Kemenkes), BPOM, Pemerintah Daerah, serta aparat penegak hukum untuk melakukan evaluasi menyeluruh agar program MBG ke depan tidak lagi menjadi ancaman, tetapi benar-benar menjadi solusi pemenuhan gizi masyarakat yang aman dan layak.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/up)

  • Menanti Ketegasan Penegak Hukum dalam Investigasi Kasus Keracunan MBG

    Menanti Ketegasan Penegak Hukum dalam Investigasi Kasus Keracunan MBG

    Bisnis.com, JAKARTA – Kasus siswa mengalami keracunan usai menyantap makanan dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus berjatuhan. Setidaknya 6.000 lebih siswa tercatat telah menjadi korban.

    Mengacu data dari Badan Gizi Nasional (BGN), tercatat 46 kasus dengan 5.080 penderita per 17 September 2025. Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat ada 60 kasus dengan 5.207 penderita per 16 September 2025.

    Adapun, BPOM melaporkan 55 kasus dengan 5.320 penderita per 10 September 2025. Di sisi lain, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) melaporkan angka 5.626 kasus keracunan makanan di puluhan kota dan kabupaten di 17 provinsi akibat MBG. 

    Salah satu kasus keracunan massal MBG yang menimpa ratusan siswa di Kabupaten Bandung Barat (KBB) menjadi sorotan nasional. Kejadian ini terjadi serentak di Kecamatan Cipongkor dan Cihampelas dalam waktu yang berdekatan.

    Di Cipongkor, keracunan massal terjadi di SMK Karya Perjuangan, Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTS) dan Madrasah Aliyah (MA) Syarif Hidayatullah. Sementara itu, puluhan siswa di SMKN 1 Cihampelas juga mengalami gejala serupa hingga harus dilarikan ke Puskesmas Cihampelas.

    Terbaru, Kepala Puskesmas Cugenang Alit Sulastri mengatakan pihaknya mendapat laporan sekitar 30 orang siswa yang mengalami gejala keracunan mendapat penanganan langsung di sekolah dan puskesmas, termasuk tim dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur langsung turun ke lokasi.

    “Kami langsung mengirim petugas ke sekolah guna melakukan penanganan medis terhadap puluhan siswa yang mengalami keracunan usai menyantap hidangan MBG, beberapa orang menjalani perawatan di Puskesmas Cugenang,” katanya.

    BPOM Uji Sampel Makanan

    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merespons insiden keracunan akibat mengonsumsi Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan melakukan monitoring ke beberapa daerah.

    Kepala BPOM, Taruna Ikrar menyampaikan BPOM juga sudah mengambil sampel MBG di beberapa daerah untuk diuji di laboratorium.

    “BPOM melakukan monitoring insiden pangan sehingga dapat menyampaikan rekomendasi perbaikan kepada BGN. Di beberapa daerah kejadian insiden pangan sudah dilakukan pengujian,” katanya kepada Bisnis melalui keterangan tertulis, Kamis (25/9/2025).

    Hasil uji lab akan dikirim ke Badan Gizi Nasional (BGN) untuk ditindaklanjuti sebagai langkah evaluasi program MBG. Nantinya pengumuman hasil lab disampaikan oleh BGN.

    Namun, BPOM tidak memerinci daerah mana saja yang telah dimonitoring dan pengambilan sampel makanan MBG. Taruna menjelaskan BPOM telah mengambil peran dalam pelaksanaan MBG seperti pelatihan Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI).

    Taruna juga mengaku bahwa BPOM membantu pengolahan makanan yang menjadi menu MBG.

    “Terkait dengan peran dalam program MBG, BPOM dilibatkan dalam pelatihan SPPI dan pengolah makanan untuk meningkatkan kompetensi petugas dalam mengolah pangan. BPOM juga melakukan pengujian sampel insiden pangan, apabila diminta oleh BGN,” tuturnya.

    DPR Minta Investigasi Penegak Hukum

    Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mendesak Aparatur Penegak Hukum (APH) turun tangan untuk investigasi kasus massal keracunan terkait program Makan Bergizi Gratis (MBG). 

    “Kita juga meminta kepada APH untuk juga ikut melakukan investigasi lapangan untuk kemudian membedakan mana yang benar-benar keracunan, kelalaian, mana yang kemudian ada hal-hal yang mungkin ya sengaja gitu kan,” katanya di Kompleks Parlemen, Kamis (25/9/2025).

    Hasil investigasi, kata Dasco, akan menjadi evaluasi untuk Badan Gizi Nasional (BGN) yang menaungi pelaksanaan MBG sehingga kasus serupa tidak terulang dan program MBG berjalan lebih baik.

    Dasco menyampaikan tidak menutup kemungkinan DPR memanggil kepala BGN Dadan Hindrayana untuk dimintai keterangan atas kasus tersebut.

    “Tentunya komisi teknis terkait mungkin akan mengambil langkah-langkah juga yang dianggap perlu untuk perbaikan dan evaluasi dari MBG ini supaya kemudian tertata dengan rapi dan tidak terjadi lagi hal yang tidak diinginkan,” jelasnya.

    Polri Tangani Kasus Keracunan MBG

    Bareskrim Polri tengah memantau kasus keracunan makanan pada program Makan Bergizi Gratis (MBG)  yang terjadi di Indonesia dan bersama-sama dengan Polda untuk menangani kasus ini.

    Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Polisi Helfi Assegaf menjelaskan kasus keracunan makanan MBG yang sempat viral di media sosial itu kini tengah ditangani oleh Polres dan Polda di setiap wilayah.

    Kendati demikian, Helfi menegaskan bahwa Bareskrim Polri tetap akan memberi atensi kepada Polres maupun Polda yang tengah menangani perkara tersebut.

    “Jadi untuk MBG yang keracunan itu akan ditangani oleh masing-masing Polres dan Polda. Kita akan melakukan atensi dari sisi penanganannya,” tutur Helfi di Bareskrim Polri, Kamis (25/9/2025).

    Helfi juga minta Polres dan Polda untuk melakukan pendalaman terhadap kasus keracunan makanan MBG tersebut mulai dari hulu hingga hilir, sehingga Kepolisian bisa mengetahui pasti penyebab banyak siswa yang keracunan makanan beberapa hari terakhir.

    “Jadi bagaimana proses keamanan dan pengamanan ketika makanan itu disajikan lalu bagaimana prosesnya dari hulu dan hilir,” katanya.

  • KPK Akan Mulai Penyidikan Makanan Cegah Stunting Meski Belum Ada Tersangka
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 September 2025

    KPK Akan Mulai Penyidikan Makanan Cegah Stunting Meski Belum Ada Tersangka Nasional 26 September 2025

    KPK Akan Mulai Penyidikan Makanan Cegah Stunting Meski Belum Ada Tersangka
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum terkait kasus dugaan korupsi pengadaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pencegah
    stunting
    untuk balita dan ibu hamil di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
    “Rencananya sprindik umum. Rencana itu. Kenapa sprindik umum? Begini, jadi kita di beberapa perkara kita digugat praperadilannya,” kata Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (25/9/2025).
    Sprindik umum berarti penyidikan tanpa didahului penetapan tersangka terlebih dahulu. KPK mengatakan, sprindik umum ini diterbitkan untuk menghindari adanya gugatan praperadilan.
    Asep mengatakan, gugatan praperadilan biasanya diajukan oleh para tersangka dengan alasan belum pernah diperiksa KPK.
    Karenanya, kata dia, sprindik umum menjadi jalan keluar agar KPK bisa mendalami perbuatan tersangka dan melakukan upaya paksa lainnya.
    “Keuntungan dengan sprindik umum adalah kita juga bisa melakukan upaya paksa tadi. Bisa melakukan penggeledahan, penyitaan, di mana itu tidak bisa dilakukan pada saat penyelidikan. Sehingga penentuan terhadap tersangkanya itu menjadi lebih kuat,” ujarnya.
    Sebelumnya sekitar dua bulan lalu, KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi pengadaan PMT untuk balita dan ibu hamil di Kemenkes.
    “Tindak pidana korupsi terkait itu masih lidik,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, 17 Juli 2025 lalu.
    Namun, Asep belum merinci soal penyelidikan tersebut karena pelaksanaannya biasanya dilakukan secara tertutup sampai ke tahap penyidikan.
    Akan tetapi, berdasarkan informasi yang dihimpun, penyelidikan dilaksanakan sejak awal tahun 2024, sementara itu dugaan korupsi PMT itu diduga terjadi pada 2016-2020.

    Clue
    -nya adalah (terkait pengadaan) makanan bayi dan ibu hamil,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.