Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Seorang Pria di Cilincing Nekat Akhiri Hidupnya, Diduga Frustasi Akibat Judi Online – Page 3

    Seorang Pria di Cilincing Nekat Akhiri Hidupnya, Diduga Frustasi Akibat Judi Online – Page 3

    KONTAK BANTUAN

    Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit. Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.

    Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.tldigital.sahabatku

    Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.

    Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) kontak@kemkes.go.id.

  • Cegah Keracunan Massal MBG, Menkes Minta Sertifikat Higienis SPPG Dipercepat

    Cegah Keracunan Massal MBG, Menkes Minta Sertifikat Higienis SPPG Dipercepat

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meminta proses pembuatan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang menjalankan program makan bergizi gratis disederhanakan. Ini menyusul munculnya kasus keracunan MBG secara berulang dan masih ada SPPG yang belum memiliki SLHS.

    Dengan penyederhanaan ini, SLHS nantinya bisa dikeluarkan lebih cepat, dan SPPG bisa segera menerapkan standar yang sudah tersertifikasi. Keamanan anak yang mendapat MBG pun semakin baik.

    “Kami kemarin sudah koordinasi minta disederhanakan jadi sekarang sudah ada penyederhanaannya. Supaya mempercepat penerbitan SLHS ke ribuan SPPG yang ada,” ujar Menkes dalam rapat kerja bersama DPR-RI Komisi IX di Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).

    Menkes menuturkan pihaknya juga telah berkoordinasi dengan seluruh Dinas Kesehatan untuk mengerahkan Puskesmas dalam mengawasi jalannya SPPG. Pengawasan yang dilakukan Puskemas nantinya meliputi bahan makan, penjamah atau orang, dan lingkungan fisik dapur.

    Pada bagian bahan makanan, pemeriksaan meliputi tanggal kedaluwarsa, cara penyimpanan, pengolahan, proses pengolahan, proses packing, dan distribusi. Pemeriksaan pada penjamah meliputi pemeriksaan kesehatan, higienitas personal, perilaku selama proses, dan sertifikat pelatihan. Sedangkan, untuk lingkungan fisik dapur meliputi kebersihan dapur, tempat penyimpanan, tempat pengolahan, tempat packing, dan sumber air yang digunakan.

    “Kita juga sudah mensosialisasikan ke seluruh dinkes, tolong bantu teman-teman di Badan Gizi Nasional, untuk bisa ngecek makanannya seperti apa, cara masaknya dan orangnya seperti apa, lingkungannya seperti apa, sampel pangannya seperti apa, ada tes cepatnya,” ujarnya.

    Selain itu, Menkes mengatakan pihaknya juga akan mengerahkan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) untuk ikut membantu mengawasi program makan bergizi gratis (MBG). Ini dilakukan untuk mencegah kejadian keracunan yang beberapa kali terjadi usai menyantap MBG.

    Selama ini UKS lebih banyak digunakan sebagai tempat pendidikan dan pembinaan. Namun, melalui kerja sama dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), UKS juga akan diperbantukan dalam mengawasi program MBG. Anak sekolah nantinya juga diajarkan untuk lebih memahami gizi dan keamanan pangan.

    “Misalnya, nanti kita ajarin UKS kalau menerima makanan dilihat dulu. Ada warna yang aneh nggak, ada bau yang aneh nggak, ada lendirnya nggak, ini kita mau ajarin. Sehingga nanti kalau masuk, bisa mencegah nggak usah dimakan duluan,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Cegah Keracunan, Menkes Bakal Ajari UKS Cek Menu MBG

    Cegah Keracunan, Menkes Bakal Ajari UKS Cek Menu MBG

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meminta Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) mulai dilibatkan mencegah keracunan pangan di program makan bergizi gratis (MBG). Menurutnya, pengawasan dini bisa dilakukan dengan cara sederhana, misalnya mengecek warna, bau, atau tekstur makanan sebelum dibagikan kepada siswa.

    “Kita akan ajarkan ke UKS, kalau menerima makanan dicek dulu. Apakah warnanya aneh, baunya tidak wajar, atau ada lendir. Kalau ada tanda-tanda begitu, jangan langsung dibagikan,” kata Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (1/10/2025).

    Budi mengakui, pengawasan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) tetap menjadi tugas utama Kementerian Kesehatan untuk mendukung Badan Gizi Nasional (BGN). Tujuannya, memastikan kualitas gizi makanan terjaga, sehingga masalah kesehatan anak bisa ditekan hingga 50 persen.

    Pengawasan SPPG juga mulai melibatkan 10 ribu puskesmas yang tersedia di Indonesia, untuk memastikan kesegaran pangan hingga cara memasak yang baik.

    “Kita sudah sosialisasikan ke Dinas Kesehatan, tolong bantu teman-teman BGN untuk mengecek bahan makanan, cara pengolahannya, dan juga ada tes cepatnya. Ini sudah dilakukan rutin oleh 10 ribu puskesmas, tenaga ada, dan mereka siap mendukung BGN,” jelasnya.

    Perluasan Fungsi UKS

    Keterlibatan UKS sudah diusulkan Menkes pada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) agar UKS tidak hanya fokus pada pendidikan dan pembinaan, tetapi mulai ditambah fungsi pelayanan kesehatan sederhana.

    “Biasanya UKS hanya untuk pendidikan, sekarang kita dorong ada sedikit pelayanan kesehatan juga. Dengan begitu, sekolah bisa ikut menjadi benteng pertama pencegahan keracunan makanan,” ujar Budi.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Kata Komisi IX soal Desakan Penghentian Program MBG gegara Keracunan”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • Menkes Ungkap Bakteri Pemicu Keracunan MBG, Kapasitas Lab Diperkuat

    Menkes Ungkap Bakteri Pemicu Keracunan MBG, Kapasitas Lab Diperkuat

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyoroti sedikitnya tiga insiden keracunan pangan yang terjadi di wilayah Kabupaten Bandung Barat. Total ada 1.315 anak yang dinyatakan keracunan pangan di Kecamatan Cipongkor, Neglasari, Desa Sirnagalih, Sarinagen, hingga Cihampelas. Sebagian besar dinyatakan sembuh, tersisa 5 anak yang masih dirawat.

    Kebanyakan dari mereka atau lebih dari 60 persen anak mengeluhkan mual dan pusing, disusul sesak hingga muntah di atas 20 persen-an.

    Menkes menyebut secara medis penyebab keracunan terbagi menjadi tiga yakni infeksi bakteri, virus, hingga zat kimia. Menkes menyebut pemerintah akan rutin mengambil sampel dan menyiapkan reagen untuk mempercepat deteksi ‘biang kerok’ bakteri pemicu keracunan MBG.

    Hal ini disebutnya bisa mengantisipasi kasus serupa terjadi di kemudian hari.

    “Kenapa ini menentukan untuk kita cari tahu? Karena ini nanti menentukan satu, treatmentnya seperti apa kalau dia kena,” beber Menkes dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (1/10/2025).

    “Kita juga bisa melacak sumbernya penyebabnya karena apa, karena masing-masing bakteri atau virus itu kan berbeda-beda timbulnya,” lanjutnya, sembari menekankan semua laboratorium di kabupaten ata kota siap melakukan penelitian mikrobiologis dan toksikologi.

    “Reagennya kita siapkan untuk mendeteksi bakteri atau virus ini. Dan kita sudah lihat beberapa hasilnya,” sambungnya.

    Berikut beberapa bakteri yang kerap ditemukan:

    Bakteri salmonella

    Kejadian keracunan pangan akibat bakteri salmonella dilaporkan relatif sering. Bakteri ini kerap ditemukan pada daging, telur mentah atau kurang matang, hingga susu yang tidak dipasteurisasi.

    Beberapa air minum, sayur, dan buah, juga bisa terkontaminasi bakteri Salmonella lewat air.

    Adapun gejala yang umum dikeluhkan meliputi:

    Demam tinggiSakit kepalaNyeri ototLemasGangguan pencernaan

    Bakteri Escherichia Coli

    Bakteri ini bervariasi dan beberapa strain umum kerap memicu keracunan MBG pada produk hewani atau daging mentah dan kurang matang. Susu mentah dan produk olahan lain.

    Gejalanya relatif lebih berat seperti kejang perut, mual, muntah, demam, menggigil, sakit kepala, sakit otot, bahkan dilaporkan kencing berdarah.

    Bakteri bacillus cereus

    Menkes juga melaporkan bakteri ini sering menjadi pemicu keracunan. Utamanya pada menu makanan nasi, pasta, kentang, dan makanan bertepung lain yang tidak disimpan dengan benar.

    Anak-anak mengeluhkan mual, kejang perut, diare.

    Staphylococcus

    Bakteri ini juga menjadi pemicu anak keracunan. Saat terpapar, anak mengalami mual, muntah, sakit perut, hingga diare.

    Menkes mewanti-wanti mikroorganisme ini dapat ditemukan pada daging kambing atau hewan lain, menular lewat susu mentah juga produk hewan yang tidak dipasteurisasi.

    Bakteri lainnya meliputi clostridium pertringens, listeria monocytogenes, campylobacter jejuni, shigella. Bisa juga karena senyawa kimia yang biasa digunakan untuk pengawet makanan misalnya nitrit pada sayur dan buah, juga zat kimia histamine pada ikan tidak segar, terkontaminasi atau disimpan pada suhu dan sanitasi yang buruk.

    Makanan fermentasi juga tinggi histamin. Menimbulkan gejala ruam, gatal, pusing, berkeringat, rasa terbakar di mulut.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video KuTips: Catat Pertolongan Pertama Jika Anak Keracunan Makanan!”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • Kepala BGN Buka-bukaan Biang Kerok Keracunan MBG, Kasusnya Naik Terus

    Kepala BGN Buka-bukaan Biang Kerok Keracunan MBG, Kasusnya Naik Terus

    Jakarta

    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Prof Dadan Hindayana buka suara terkait pemicu maraknya kasus keracunan dalam program makan bergizi gratis (MBG) yang semakin banyak dalam dua bulan terakhir. Menurut Dadan, sebagian besar kasus terjadi karena standar operasional prosedur (SOP) tidak dijalankan dengan benar oleh satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG).

    “Mulai dari pembelian bahan baku, proses memasak, hingga distribusi sering tidak sesuai aturan,” beber Dadan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (1/102025).

    Temuan menunjukkan ada SPPG yang membeli bahan baku H-4 sebelum hari penyajian, padahal ketentuan juknis mewajibkan maksimal H-2 untuk menjaga kualitas dan kesegaran makanan.

    Masalah juga muncul dalam proses memasak dan pengiriman. Ada dapur yang selesai memasak pukul 9 pagi, seperti yang terjadi di kasus keracunan massal Bandung, makanan baru sampai ke penerima manfaat setelah lebih dari 12 jam. Kondisi ini disebutnya jelas meningkatkan risiko rusaknya kualitas makanan makanan.

    Sanitasi Air dan Alat Makan Buruk

    Selain itu, Dadan menyoroti sanitasi di dapur penyedia. “Belum semua air yang dipakai oleh SPPG memenuhi standar. Bahkan saat kami cek di Bandung, alat sterilisasi sudah ada, tapi mencucinya belum menggunakan air panas,” jelasnya.

    Presiden Prabowo Subianto, disebut Dadan, sudah memerintahkan agar seluruh SPPG melakukan sterilisasi alat makan dan memperketat kebersihan. BGN juga mendorong penggunaan air galon dengan saringan untuk memasak.

    SPPG yang terbukti melanggar SOP disebutnya akan ditindak.

    “Kami tutup sementara sampai mereka melakukan perbaikan. Tidak ada batas waktu, tergantung seberapa cepat mereka bisa menyesuaikan dan menunggu hasil investigasi,” tegas Dadan.

    Selain penutupan, BGN juga meminta agar penyelenggara mulai memitigasi trauma pada anak-anak penerima manfaat yang terdampak keracunan.

    Untuk jangka panjang, BGN tengah menyiapkan regulasi baru berupa sertifikasi laik higiene dan sanitasi (SLHS) serta sertifikasi keamanan pangan berbasis HACCP Hazard Analysis and Critical Control Point.

    Sertifikasi SLHS akan dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan atau Kemenkes, sementara sertifikasi HACCP akan melibatkan lembaga independen yang berkompeten di bidang keamanan pangan.

    “Jadi tidak hanya soal sanitasi, tapi juga jaminan keamanan pangan secara menyeluruh,” kata Dadan.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Prabowo Bakal Temui Seluruh Mitra MBG Sepulang dari New York”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Mengenal Jenis dan Kualifikasi Ahli Gizi, Profesi yang Lagi ‘Hits’ di Garda Depan MBG

    Mengenal Jenis dan Kualifikasi Ahli Gizi, Profesi yang Lagi ‘Hits’ di Garda Depan MBG

    Jakarta

    Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah saat ini menjadi sorotan publik. Di balik niat baik untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, muncul pertanyaan besar: siapa yang seharusnya merancang dan memastikan program ini berjalan efektif?

    Idealnya, posisi penting dalam kebijakan pangan dan gizi diisi oleh tenaga profesional dengan latar belakang ilmu gizi. Faktanya, keterlibatan tenaga gizi banyak jadi sorotan karena dinilai belum optimal. Bahkan beberapa posisi strategis dalam program ini bukan ditempati oleh profesional di bidang gizi.

    Berbekal kompetensi khusus yang dibentuk melalui pendidikan formal, sertifikasi, hingga kode etik profesi, peran ahli gizi sejatinya bukan sekadar menentukan menu atau membantu diet penurunan berat badan. Fungsi dan tanggung jawab ahli gizi juga mencakup perencanaan, intervensi, mengawasi kualitas dan keamanan serta evaluasi program gizi berskala individu hingga populasi.

    Tapi sebenarnya, siapa saja sih yang dikategorikan sebagai tenaga gizi atau ahli gizi? Kualifikasi apa yang dimiliki, dan apa bedanya dengan profesi lain yang juga bersinggungan dengan nutrisi?

    Untuk memahami lebih jauh, mari dikupas satu persatu.

    Kualifikasi Profesi Ahli Gizi, Nutrisionis, dan Dietisien

    Di kalangan awam, istilah ‘ahli gizi‘ punya makna yang luas, mencakup siapapun yang punya pengetahuan tentang ilmu gizi. Namun jika merujuk pada regulasi yang berlaku, ternyata ada kualifikasi tertentu untuk dapat menjalankan profesi tenaga gizi atau ahli gizi.

    Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta Permenkes No. 26 Tahun 2013, tenaga gizi di Indonesia terdiri dari dua kategori yakni nutrisionis dan dietisien.

    Lulusan D3 Gizi (A.Md.Gz), ahli madya giziLulusan D4 Gizi (S.Tr.Gz), sarjana terapan giziLulusan S1 Gizi (S.Gz), sarjana gizi/nutrisionisLulusan pendidikan profesi (RD), Dietisien

    Nutrisionis adalah istilah umum yang digunakan untuk profesional yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang gizi dan memiliki pengetahuan luas tentang nutrisi dan dapat memberikan edukasi serta konseling gizi secara umum. Nutrisionis memiliki fokus pada promotif dan preventif gizi di masyarakat.

    Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/342/2020 tentang standar profesi nutrisionis, yang termasuk nutrisionis adalah:

    Lulusan D3 Gizi (A.Md.Gz) atau ahli madya giziLulusan D4 Gizi (S.Tr.Gz) atau sarjana terapan giziLulusan S1 Gizi (S.Gz) atau sarjana gizi/nutrisionisLulusan magister gizidan lulusan doktoral gizi.

    Dietisien adalah ahli gizi yang telah menempuh pendidikan profesi dietisien dan memiliki kualifikasi tertinggi dalam memberikan terapi gizi medis, asesmen status gizi pasien, serta praktik mandiri. Dietisien memiliki kewenangan tersebut karena telah mendapatkan Surat Tanda Registrasi (STR) yang berlaku seumur hidup serta Surat Izin Praktik (SIP) yang harus diperpanjang setiap 5 tahun sebagai syarat legal untuk berpraktik.

    Kedua kategori ini diakui secara resmi oleh negara berdasarkan peraturan terbaru pada UU No. 17 Tahun 2023 sebagai tenaga kesehatan bidang gizi, sehingga sah disebut ahli gizi.

    Di Indonesia, secara resmi tidak ada gelar khusus untuk profesi ini. Namun di beberapa negara seperti Amerika Serikat, gelar RD (Registered Dietitien) atau RDN (Registered Dietitien Nutritionist) dapat dilekatkan di belakang nama. Begitupun jika melanjutkan ke jenjang doktor klinis (S3), dapat mencantumkan gelar DCN (Doctor of Clinical Nutrition).

    Gelar ‘Ahli Gizi’ dalam Konteks Akademis

    Di luar profesi ahli gizi yang mencakup nutrisionis dan dietisien, ada juga sebutan ‘ahli gizi’ untuk profesi lain yang juga mendalami ilmu gizi. Salah satu contoh yang belakangan cukup populer adalah dr Tan Shot Yen, seorang dokter (tentunya dengan latar belakang sarjana ilmu kedokteran) yang mengambil pendidikan S3 di bidang ilmu gizi masyarakat, sehingga kerap dijuluki ‘ahli gizi’ dalam berbagai publikasi di media massa meski profesinya terdaftar sebagai dokter atau tenaga medis.

    Menurut regulasi yang berlaku, jenjang S2 atau S3 bidang ilmu gizi memang tidak mensyaratkan latar belakang profesi ahli gizi. Karenanya, jenjang pendidikan ini tidak otomatis memberi kewenangan praktik jika tidak menempuh pendidikan sarjana gizi dan pendidikan profesi dietisien sebagai nutrisionis atau dietisien sebelumnya.

    Secara akademik, lulusan magister dan doktor tetap diakui sebagai ‘ahli gizi’ atau ‘pakar gizi’ dalam konteks keilmuan, yang dimaknai bukan sebagai profesi melainkan ahli dengan kepakaran di bidang ilmu gizi. Para pakar ini umumnya berkarier sebagai peneliti, dosen, konsultan kebijakan, atau pimpinan program gizi berskala nasional maupun internasional.

    Dengan demikian, ahli gizi dalam pengertian legal-profesional adalah mereka yang memenuhi syarat pendidikan vokasi, sarjana, atau profesi dietisien sesuai aturan. Sementara itu, jenjang pascasarjana lebih memperkuat peran di ranah akademik dan riset, bukan praktik klinis langsung.

    Jenis-jenis Profesi Ahli Gizi

    Peran seorang ahli gizi dapat dikelompokkan berdasarkan fokus kerja dan lingkungannya. Secara umum, terdapat tiga spesialisasi utama yang menunjukkan beragamnya kontribusi ahli gizi.

    Gizi Masyarakat

    Ahli gizi yang berfokus pada gizi masyarakat memiliki peran penting dalam meningkatkan status gizi secara luas. Nutrisionis lebih difokuskan pada pelayanan kerja ini. Beberapa contoh bidang kerja dalam Gizi Masyarakat meliputi:

    Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama: Merancang dan melaksanakan program edukasi gizi untuk publik, seperti kampanye pencegahan stunting, promosi ASI eksklusif, atau sosialisasi gizi seimbang.Peneliti Gizi: Melakukan studi dan riset untuk mengidentifikasi masalah gizi di suatu populasi dan mencari solusi berbasis bukti.Lembaga Pemerintah atau Nonpemerintah: Bekerja di dinas kesehatan, Kementerian Kesehatan, atau organisasi internasional seperti UNICEF dan WHO untuk menyusun kebijakan dan program gizi berskala besar.

    Gizi Klinik

    Dietisien difokuskan berpraktik di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit atau klinik. Fokus utama Ahli Gizi Klinik adalah memberikan asuhan gizi terintegrasi untuk pasien dengan kondisi medis tertentu. Bidang pekerjaan ahli gizi klinik mencakup:

    Konsultan Gizi Praktik Mandiri: Membuka klinik pribadi untuk memberikan konseling gizi individual kepada klien yang membutuhkan penanganan gizi spesifik, seperti manajemen berat badan atau diet untuk kondisi alergi.Rumah Sakit: Melakukan asesmen status gizi pasien, merancang intervensi gizi (terapi diet), dan memantau perkembangan gizi pasien rawat inap dan rawat jalan. Ini termasuk penanganan gizi untuk pasien diabetes, penyakit jantung, gagal ginjal, atau pasien kritis.Ahli Gizi Olahraga (Sport Nutritionist): Merancang program nutrisi untuk atlet, memastikan kebutuhan energi dan nutrisi mereka terpenuhi untuk mengoptimalkan performa dan pemulihan.

    Gizi Institusi

    Spesialis gizi institusi berfokus pada manajemen penyelenggaraan makanan dalam skala besar. Ahli gizi yang bekerja di gizi institusi memastikan bahwa makanan yang disajikan memenuhi standar gizi, kebersihan, dan keamanan pangan. Bidang kerja di Gizi Institusi meliputi:

    Layanan Makanan di Rumah Sakit: Merencanakan menu, mengawasi proses produksi, dan mendistribusikan makanan yang sesuai dengan kondisi medis pasien di rumah sakit.Katering atau Layanan Makanan Massal: Mengelola layanan katering untuk perusahaan, sekolah, atau acara besar, memastikan menu yang disajikan sehat, bervariasi, dan memenuhi standar gizi.Industri Pangan: Terlibat dalam pengembangan produk makanan baru, memastikan kandungan nutrisi, dan menyusun label nutrisi yang akurat pada kemasan produk. Mereka juga berperan dalam quality control.

    Organisasi yang Menaungi Profesi Ahli Gizi

    Di Indonesia, profesi ahli gizi dinaungi oleh Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). Organisasi ini memiliki peran vital dalam menjaga profesionalisme, etika, dan kompetensi para anggotanya. PERSAGI menetapkan Kode Etik Ahli Gizi Indonesia yang harus dipatuhi oleh setiap praktisi. Kode etik ini mengatur perilaku profesional, kerahasiaan informasi klien, dan standar praktik yang berbasis bukti ilmiah.

    Keberadaan organisasi profesi juga menjamin bahwa setiap praktik yang dilakukan oleh anggotanya selalu mengikuti perkembangan terbaru dalam ilmu gizi. PERSAGI juga berperan dalam menyelenggarakan seminar, lokakarya, dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas profesional.

    Selain itu, PERSAGI juga memiliki peran advokasi, yakni memperjuangkan hak dan posisi ahli gizi dalam sistem kesehatan nasional. Dengan demikian, profesi ini mendapat pengakuan yang jelas dalam kerangka tenaga kesehatan, sejajar dengan profesi medis lainnya.

    Kemiripan dengan Profesi Sejenis

    Profesi ahli gizi seringkali dianggap sama saja seperti profesi lain yang bersinggungan dengan pangan dan nutrisi misalnya dokter spesialis gizi klinis dan pakar teknologi pangan. Padahal, sebenarnya masing-masing punya jalur pendidikan, kewenangan, dan lingkup kerja yang berbeda.

    Sebagai perbandingan, berikut rangkuman singkatnya:

    Ahli Gizi (Nutrisionis/Dietisien)Latar belakang: D3, S1 Gizi, atau Profesi Dietisien.Fokus: Konseling gizi, edukasi masyarakat, manajemen diet, hingga terapi gizi medis.Status: Tenaga kesehatan resmi, memiliki STR dan SIP untuk praktik.Dokter Spesialis Gizi Klinik (SpGK)Latar belakang: Dokter umum yang menempuh pendidikan spesialisasi gizi klinik.Fokus: Menegakkan diagnosis penyakit, memberikan terapi medis, termasuk obat, serta merancang intervensi gizi.Peran: Sering bekerja sama dengan dietisien dalam menangani pasien dengan kondisi klinis kompleks.Kewenangan: SpGK merupakan spesialisasi dalam profesi dokter, sehingga berwenang melakukan tindakan medis dan meresepkan obat.Lulusan Teknologi Pangan (‘Tekpang’)Latar belakang: Sarjana Teknologi Pangan atau Ilmu Pangan.Fokus: Ilmu dan teknologi pengolahan makanan, pengawetan, inovasi produk pangan, keamanan pangan, serta quality control di industri makanan.Peran: Memastikan makanan aman, bergizi, dan sesuai standar produksi massal.Kewenangan: Teknologi pangan lebih ke arah proses produksi dan pengembangan makanan. Tugasnya berbeda dengan ahli gizi yang lebih fokus pada kebutuhan nutrisi individu atau populasi.

    Halaman 2 dari 7

    Simak Video “Video: Ahli Gizi Soroti Suhu Penyimpanan Menu Makan Gratis”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

    Gaduh Keracunan MBG

    22 Konten

    Ribuan anak sekolah dilaporkan mengalami keracunan usai menerima Makan Bergizi Gratis (MBG). Apa saja kemungkinan penyebabnya, dan bagaimana mencegahnya di kemudian hari?

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • 10
                    
                        Nada Ketua MK Meninggi, Minta Semua Pihak Terbuka soal IDI vs Menkes
                        Nasional

    10 Nada Ketua MK Meninggi, Minta Semua Pihak Terbuka soal IDI vs Menkes Nasional

    Nada Ketua MK Meninggi, Minta Semua Pihak Terbuka soal IDI vs Menkes
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Nada bicara Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo meninggi saat meminta semua pihak terbuka dalam perkara uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang membenturkan pihak Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan Menteri Kesehatan.
    Awalnya, Suhartoyo bertanya kepada tiga pihak yang hadir untuk dimintai keterangan, yakni Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia, dan Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran Gigi terkait perkara tersebut.
    Salah satunya terkait dengan masalah independensi standar profesi kedokteran yang berubah setelah UU Kesehatan berlaku.
    “Apakah ini sudah justifikasi atau hanya dugaan bahwa kolegium dan konsil ini sekarang sudah tidak independen karena bagian dari eksekutif (Kementerian Kesehatan) tadi?” tanya Suhartoyo dalam sidang yang digelar di ruang sidang MK, Selasa (30/9/2025).
    Suhartoyo meminta penjelasan secara empiris agar majelis hakim bisa mendapat gambaran asli dari konflik yang sedang berlangsung tersebut.
    Ia kemudian menegaskan dengan suara yang meninggi agar tidak ada pihak yang menutupi fakta terkait masalah yang sedang dihadapi dua entitas kesehatan di Indonesia ini.
    “Karena kalau ada pihak-pihak yang menutupi persoalan ini, kemudian kesalahan bukan pada Majelis Hakim, tapi ada pada Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu,” kata Suhartoyo dengan nada tinggi.
    “Kalau berkenaan dengan hal ini tidak diungkap secara terbuka, secara jujur, kemudian secara komprehensif, nanti ada yang tertinggal. Kami kan tidak semua hakim MK paham betul dengan hal-hal berkaitan dengan Undang-Undang Kesehatan ini, dalam arti substansi yang ada di dalamnya, di dalam tataran implementasinya,” ujar dia lagi.
    Pertanyaan Suhartoyo ini kemudian dijawab oleh Ketua Umum Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI) Suryono.
    Dia mengatakan, sebelum UU Kesehatan berlaku, kepatuhan disiplin profesi berada di bawah Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia yang merupakan bagian dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang independen.
    KKI saat itu berada langsung di bawah Presiden, bukan seperti saat ini yang berada di bawah Kementerian Kesehatan.
    KKI saat itu juga memiliki komposisi dari tokoh masyarakat, ahli hukum, dan juga profesi terkait untuk melengkapi disiplin profesi.
    Atas dasar hal tersebut, Suryono menilai disiplin profesi saat ini tidak independen karena berada dalam intervensi Kementerian Kesehatan.
    “Kolegium saat ini, ya tidak independen kalau menurut saya, ya, karena di bawah intervensi daripada konsil maupun Kementerian Kesehatan,” ucap dia.
    Selain itu, kata Suryono, keraguannya atas independensi terlihat saat proses pemilihan konsil yang dinilai tidak demokratis sejak berada di bawah Kemenkes.
    Sebagai informasi, terdapat tiga perkara uji materi yang sedang berjalan dalam sidang MK.
    Tiga perkara tersebut yakni perkara 156/PUU-XXII/2024, perkara 111/PUU-XXII/2024, dan perkara 182/PUU-XXII/2024.
    Perkara-perkara tersebut berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang dinilai mengambil alih independensi kolegium.
    Perkara tersebut juga berkaitan dengan konflik organisasi profesi kedokteran Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan Kementerian Kesehatan terkait dengan organisasi tunggal profesi dokter.
    Catatan MK, sidang tiga perkara ini telah berjalan sebanyak delapan kali, lebih panjang dari perkara uji materi biasanya.
    Karena para pihak seperti pemerintah dan DPR telah diminta keterangan, para saksi dan ahli baik dari pembentuk undang-undang dan pemohon juga telah didengarkan keterangannya.
    Sidang pendalaman ini menghadirkan Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran, Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia, dan Asosiasi Dekan Fakultas Kedokteran Gigi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wamendagri Ribka Minta 6 Provinsi di Tanah Papua Percepat Eliminasi Malaria
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        30 September 2025

    Wamendagri Ribka Minta 6 Provinsi di Tanah Papua Percepat Eliminasi Malaria Nasional 30 September 2025

    Wamendagri Ribka Minta 6 Provinsi di Tanah Papua Percepat Eliminasi Malaria
    Penulis
    KOMPAS.com
    – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk meminta enam provinsi di Tanah Papua mempercepat langkah eliminasi malaria. Enam provinsi itu meliputi Papua, Papua Barat, Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya.
    Ribka menegaskan, kasus malaria masih menjadi persoalan besar bagi masyarakat Papua, sehingga pemerintah daerah (pemda) perlu bergerak cepat.
    “Setelah hasil evaluasi, kami dapatkan khusus untuk tugas Kementerian Dalam Negeri adalah bagaimana kita memberikan penguatan atau fasilitasi regulasi untuk percepatan eliminasi malaria di Tanah Papua,” ujar Ribka usai mengikuti Rapat Evaluasi Bulanan Percepatan Eliminasi Malaria di Tanah Papua secara virtual dari Jakarta, Selasa (30/9/2025).
    Rapat itu turut dihadiri Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin serta jajaran pemda di Tanah Papua.
    Ribka menekankan pentingnya percepatan pembentukan regulasi khusus eliminasi malaria.
    Berdasarkan data yang dikantonginya, saat ini, baru Papua dan Papua Barat yang memiliki aturan tersebut, namun masih perlu revisi karena memuat kewenangan kabupaten/kota di empat daerah otonom baru (DOB).
    Menurut Ribka, regulasi menjadi landasan utama untuk merealisasikan program sekaligus memastikan masuknya eliminasi malaria ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
    Ia juga mengingatkan bahwa berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan kesehatan merupakan urusan wajib yang harus dipenuhi Pemda.
    “Sehingga tidak ada alasan lagi bagi pemerintah daerah untuk tidak menyiapkan dana bagi eliminasi malaria,” tegas Ribka.
    Lebih jauh, dia menyebut percepatan eliminasi malaria harus dioptimalkan karena penyakit tersebut masih banyak dialami masyarakat dan berkontribusi besar pada angka kematian. Sosialisasi juga dinilai penting, khususnya terkait kebersihan lingkungan.
    “Karena malaria ini kan sifatnya suka di air-air yang tergenang, hutan, atau daerah-daerah dengan genangan air yang tidak bersih. Sehingga kami harapkan pemerintah daerah terus melakukan sosialisasi,” katanya.
    Ribka memastikan Kemendagri bersama kementerian terkait akan membantu secara kolektif dalam mengatasi malaria di Papua.
    “Kami dorong percepatan regulasi karena itu akan menjadi dasar pelaksanaan program-program eliminasi malaria di Tanah Papua,” tandasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Berpacu dengan Waktu, Arzeti Bilbina Desak Evakuasi Santri Ponpes Al-Khoziny Sidoarjo Dimaksimalkan

    Berpacu dengan Waktu, Arzeti Bilbina Desak Evakuasi Santri Ponpes Al-Khoziny Sidoarjo Dimaksimalkan

    Jakarta (beritajatim.com) – Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB, Arzeti Bilbina menegaskan, pencarian korban yang masih tertimbun akibat ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al-Khoziny di Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pada Senin (29/9/2025) harus dimaksimalkan.

    “Kita berpacu dengan waktu, sehingga upaya penyelamatan harus dilakukan maksimal agar tidak menambah jumlah korban. Gerak cepat dan tepat dalam proses evakuasi para santri yang terjebak di bawah reruntuhan harus menjadi prioritas,” kata Legislator dari Dapil Surabaya-Sidoarjo ini, Selasa (30/9/2025).

    Arzeti juga mendorong adanya pendataan yang akurat terkait jumlah santri serta kondisi para korban. Menurutnya, posko khusus sangat dibutuhkan untuk memudahkan koordinasi penanganan, sekaligus memberi kepastian kepada keluarga santri.

    “Pendataan yang tepat akan memastikan tidak ada santri yang terlewat, baik yang selamat maupun yang menjadi korban. Posko khusus juga penting agar keluarga bisa mendapatkan informasi yang jelas mengenai kondisi anggota keluarganya,” ujarnya.

    Dia pun meminta Kementerian Kesehatan segera menginstruksikan rumah sakit dan layanan kesehatan di sekitar lokasi untuk memprioritaskan penanganan para korban.

    “Santri yang menjadi korban harus segera mendapat perawatan medis. Luka fisik harus segera ditangani, sementara trauma psikologis juga perlu diperhatikan dengan pendampingan khusus. Kemenkes harus mengambil peran strategis dalam memastikan seluruh korban mendapat layanan kesehatan yang layak,” tegas Arzetti. [hen/ian]

  • Sengkarut Polemik di Balik Kasus Kanker Payudara ‘Juara 1’ di RI

    Sengkarut Polemik di Balik Kasus Kanker Payudara ‘Juara 1’ di RI

    Jakarta

    Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) menunjukkan terdapat 66.271 kasus baru kanker payudara setiap tahun, dengan 22.598 kematian. Angka ini menempatkan jenis kanker tersebut menjadi yang terbanyak dan paling mematikan pada perempuan di Tanah Air, disusul kanker leher rahim atau kanker serviks, hingga kanker ovarium.

    Sengkarut persoalan dimulai dari keterlambatan diagnosis, akses layanan yang masih timpang, hingga rendahnya angka kesintasan dibandingkan negara lain. Hal ini yang juga disebut Kemenkes RI menjadi salah satu alasan di balik banyaknya pasien memilih berobat ke luar negeri.

    “Karena keterbatasan alat, itu antrenya bisa berapa bulan, bahkan sampai hitungan tahun. Saat pasien-nya didiagnosis masih stadium dini, nunggu tatalaksana-nya sudah stadium lanjut,” sesal Direktur Pencegahan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dr Siti Nadia Tarmizi saat ditemui di sela sesi Forum Jurnalis Kesehatan Menurunkan Kematian akibat Kanker Payudara di Indonesia, Senin (29/9/2025).

    Kenyataan tersebut sejalan dengan catatan 70 persen kasus kanker payudara baru ditemukan pada stadium lanjut. Saat kasus kanker berada di stadium lanjut, peluang sembuh berkurang di bawah 50 persen.

    Ketua Perhimpunan Pusat Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) dr Jaya Cosphiadi Irawan menekankan tren ini bahkan jauh tertinggal dengan negara tetangga, Malaysia.

    “Malaysia angka survival-nya jauh lebih baik,” ungkapnya.

    Ia menekankan bila investasi deteksi dini serta pengobatan di Indonesia tak diperkuat, risiko beban penyakit dan biaya yang dihadapi semakin besar.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Tim Kerja Kanker Kemenkes RI Endang Lukito mengakui kesiapan deteksi alat dan tenaga dokter masih terbatas di banyak kabupaten kota wilayah terpencil, dengan tren berikut:

    Baru 169 kabupaten/kota yang memiliki layanan mamografi.Sebanyak 201 kabupaten/kota memiliki SDM, tetapi tidak memiliki alat.44 kabupaten/kota bahkan tidak memiliki SDM maupun alat sama sekali.

    Antrean Berobat hingga Berbulan-bulan

    Rata-rata, waktu tunggu pengobatan kanker di Indonesia bisa mencapai 9 hingga 15 bulan sejak diagnosis ditegakkan hingga terapi definitif dimulai. Keterlambatan ini berdampak langsung pada hasil pengobatan.

    “Kalau pasien menunggu enam minggu saja, tumor sudah bisa berkembang. Apalagi kalau sampai 12 minggu atau lebih, hasil terapinya tentu berbeda. Di Indonesia, keterlambatan seperti ini masih sangat tinggi,” jelas dr Cosphiadi.

    Angka kesintasan lima tahun kanker payudara di Indonesia hanya 54,5 hingga 56 persen, sementara di negara maju rata-rata 90 persen. India, dengan populasi terbanyak di dunia, juga memiliki rata-rata kesintasan lima tahun yang lebih baik yakni 66 persen.

    Sementara yang lebih rendah tercatat berada di Afrika Selatan dengan rata-rata 40 persen.

    “Target kita tentu ingin mencapai lebih dari 70 persen. Tapi itu hanya bisa dicapai jika deteksi dini benar-benar diperluas dan tata laksana lebih cepat,” kata Endang.

    Rasa Cemas-Waswas saat Diperiksa

    Masalah kanker di Indonesia tidak hanya terjadi pada medis, tetapi juga dari sisi psikologis. Banyak pasien menolak melakukan biopsi atau menunda pemeriksaan karena khawatir dengan hasil diagnosis.

    Adapula yang beralih ke pengobatan alternatif, menghindari kemungkinan menjalani operasi dan kemoterapi, tetapi kemudian tidak berhasil dan kembali datang ke rumah sakit dalam kondisi stadium lanjut.

    Walhasil, beban finansial pasien menjadi lebih berat. dr Cosphiadi menyebut pada beberapa kasus, 80 persen pendapatan pasien dalam setahun hilang karena biaya pengobatan, kehilangan pekerjaan, dan keterbatasan produktivitas.

    Siasat Pemerintah

    Kementerian Kesehatan kemudian merumuskan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penanggulangan Kanker 2024 hingga 2027, yang mencakup:

    Penurunan angka kematian hingga 2,5 persen.Menemukan 60 persen kasus kanker pada stadium 1 sampai 2.Memastikan diagnosis ditegakkan maksimal 60 hari sejak pasien pertama kali datang ke faskes. Setiap provinsi minimal memiliki 2 RS paripurna dan setiap kabupaten/kota minimal 1 RS madya untuk layanan kanker.

    Selain itu, metode skrining payudara kini dikombinasikan, SADANIS (pemeriksaan klinis) ditambah USG, agar deteksi lebih akurat.

    Kanker adalah penyakit kompleks dan heterogen. Penanganannya membutuhkan kolaborasi lintas sektor, termasuk pemerintah, akademisi, swasta, dan komunitas.

    “Ini bukan hanya urusan dokter. Harus ada governance yang kuat, akademisi yang mengawal, serta partisipasi masyarakat untuk edukasi dan deteksi dini. Kalau tidak, kita akan terus tertinggal,” pinta dr Cosphiadi.

    Belum lagi, layanan paliatif yang juga harus diperluas. Saat ini, hanya 1 persen dari kebutuhan yang terpenuhi, padahal 80 persen pasien kanker stadium lanjut memerlukannya.

    Meski strategi nasional sudah disusun, tantangannya tetap besar. Tanpa percepatan deteksi dini, pemerataan layanan, serta edukasi publik yang konsisten, angka kematian akibat kanker payudara akan terus tinggi.

    “Kalau kita tidak hati-hati berinvestasi sekarang, biaya sosial dan ekonomi di masa depan akan jauh lebih besar. Investasi pada deteksi dini bukan sekadar soal kesehatan, tapi juga penyelamatan generasi,” pungkas dr Cosphiadi.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Perjuangan Jessie J Lawan Kanker Payudara, Kini Harus Operasi Kedua”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)