Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Fakta-fakta Radioaktif Cesium-137 di Cikande Banten, Cemarannya Bisa Picu Kanker

    Fakta-fakta Radioaktif Cesium-137 di Cikande Banten, Cemarannya Bisa Picu Kanker

    Jakarta

    Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaporkan adanya paparan radioaktif di kawasan industri Modern Cikande, Banten. Investigasi awal mengaitkan paparan tersebut dengan aktivitas scrap logam dan limbah industri.

    Dari hasil pemetaan, kontaminasi terdeteksi di beberapa titik dengan kadar radiasi lebih tinggi dari ambang normal.

    Kasus ini kemudian mendapat perhatian publik setelah produk ekspor Indonesia, seperti udang beku, ditolak oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) karena terdeteksi mengandung Cs-137. Investigasi lanjutan pun menelusuri sumber radiasi hingga ke kawasan industri di Cikande.

    Awal Mula Temuan Kontaminasi

    Diberitakan Live Science, kasus bermula ketika FDA menolak masuknya kontainer udang beku asal Indonesia karena hasil uji menunjukkan adanya kandungan Cs-137 pada pertengahan Agustus 2025. Produk tersebut diproses oleh PT Bahari Makmur Sejati (BMS Foods) dan dikirim ke beberapa pelabuhan utama di AS, termasuk Los Angeles, Houston, Savannah, dan Miami.

    Meski hanya sebagian sampel yang terbukti positif, FDA memperluas penarikan produk terkait karena kekhawatiran potensi kontaminasi lainnya.

    Sebanyak 387 kontainer berisi udang vaname (Vannamei Shrimp) dengan total tonase mencapai 5.595,28 ton, sebelumnya telah diekspor ke Amerika Serikat pada periode Juni hingga Agustus 2025. Namun karena insiden cemaran tersebut, seluruh kontainer yang berada dalam perjalanan menuju Amerika juga ditarik kembali (Return on Board/ROB) untuk diperiksa ulang di Indonesia.

    PT BMS selaku eksportir kemudian melakukan reimpor seluruh kontainer, termasuk 18 kontainer yang sudah tiba lebih dulu di Pelabuhan Tanjung Priok. Semua produk itu langsung menjalani pemeriksaan ketat melalui protokol karantina.

    Pengecekan di Indonesia

    Setelah dilakukan penarikan, pemerintah Indonesia kemudian melakukan penelusuran untuk mengetahui sumber kontaminasi radiasi tersebut. Per 9 September 2025, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkap dugaan bahwa pabrik baja di sekitar kawasan menjadi sumber awal kontaminasi.

    Tim gabungan lalu memindahkan material yang terkontaminasi radiasi dari area terdampak. Tahap awal dekontaminasi dimulai.

    “Satgas telah mengambil keterangan dan pemeriksaan terhadap PT PNT yang di Cikande. Jadi, satu perusahaan sebetulnya Di Cikande sebagai sumber terkontaminasi dan 15 pemilik lapak besi bekas,” terang Menteri Koordinator Bidang Pangan sekaligus Ketua Satgas, Zulkifli Hasan.

    Apa Itu Cesium-137?

    Cesium-137 (Cs-137) adalah isotop radioaktif hasil sampingan reaksi fisi nuklir, baik dari reaktor maupun ledakan bom atom. Unsur ini memiliki waktu paruh sekitar 30 tahun, artinya butuh puluhan tahun hingga daya radioaktifnya berkurang secara signifikan.

    Cs-137 tidak ditemukan secara alami di lingkungan. Kehadirannya hampir selalu terkait dengan aktivitas manusia, seperti kecelakaan nuklir, pengolahan limbah industri, atau penggunaan medis tertentu.

    Cs-137 digunakan dalam jumlah kecil untuk kalibrasi peralatan pendeteksi radiasi, seperti penghitung Geiger-Mueller.

    Dalam jumlah yang lebih besar, Cs-137 digunakan dalam:

    Perangkat terapi radiasi medis untuk mengobati kankerSterilisasi medisPengukur industri yang mendeteksi aliran cairan melalui pipaPerangkat industri lain untuk mengukur ketebalan material, seperti kertas, film fotografi, atau lembaran logam.

    Bisa Picu Kanker

    Dikutip dari CDC, paparan eksternal Cs-137 dalam jumlah besar dapat menyebabkan luka bakar, penyakit radiasi akut, dan bahkan kematian. Paparan Cs-137 dapat meningkatkan risiko kanker karena paparan radiasi gamma berenergi tinggi.

    Paparan internal Cs-137, melalui konsumsi atau inhalasi, memungkinkan bahan radioaktif tersebut terdistribusi di jaringan lunak, terutama jaringan otot, sehingga jaringan tersebut terpapar partikel beta dan radiasi gamma, serta meningkatkan risiko kanker.

    Studi ilmiah menunjukkan paparan Cs-137 dapat meningkatkan risiko:

    Leukemia: karena radiasi merusak sumsum tulang tempat sel darah diproduksi.Kanker tiroid: walaupun I-131 lebih dominan sebagai pemicu, Cs-137 juga memberi kontribusi pada beban radiasi ke kelenjar tiroid.Kanker padat (solid cancers): termasuk kanker paru, hati, ginjal, dan saluran pencernaan, tergantung rute paparan.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video ” Video: Kata Menkes soal Udang Terkontaminasi Radioaktif Cesium-137 di Cikande”
    [Gambas:Video 20detik]
    (kna/kna)

    Cemaran Radioaktif

    12 Konten

    Jejak cemaran radioaktif Cessium 137 (Cs-137) ditemukan di wilayah Cikande, Serang. Risiko paparan serta dampaknya bagi kesehatan, jadi sorotan.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Polemik Keracunan Massal MBG, Begini Siasat Pemerintah Cegah Kasus Berulang

    Polemik Keracunan Massal MBG, Begini Siasat Pemerintah Cegah Kasus Berulang

    Jakarta

    Anggota DPR RI Komisi IX melakukan rapat kerja bersama Badan Gizi Nasional (BGN), Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendudukan dan Pembangunan Keluarga, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Dalam rapat tersebut, mereka membahas soal pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi sorotan.

    Dalam beberapa waktu terakhir, kasus keracunan usai makan MBG muncul secara berulang di berbagai daerah. Kepala BGN Dadan Hindayana mengungkapkan hingga September 2025, total ada 6.517 kasus keracunan sejak program MBG diluncurkan pada Januari 2025.

    Ada sejumlah faktor penyebab kasus keracunan yang muncul pada anak-anak penerima MBG. Menurutnya, ini disebabkan oleh standar operasional prosedur (SOP) yang tidak dijalankan dengan benar oleh satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG).

    “Mulai dari pembelian bahan baku, proses memasak, hingga distribusi sering tidak sesuai aturan,” beber Dadan dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (1/102025).

    Mereka menemukan ada SPPG yang membeli bahan baku H-4 sebelum penyajian. Padahal, sesuai aturan yang dibuat, bahan baku disiapkan maksimal H-2 untuk menjaga kesegarannya makanan.

    Masalah juga ditemukan pada proses pemasakan dan pengiriman MBG. Ada dapur yang selesai masak pada pukul 9 pagi, tapi makanan baru sampai ke penerima setelah lebih dari 12 jam. Ia juga menyoroti kondisi sanitasi SPPG yang belum seluruhnya baik.

    “Belum semua air yang dipakai oleh SPPG memenuhi standar. Bahkan saat kami cek di Bandung, alat sterilisasi sudah ada, tapi mencucinya belum menggunakan air panas,” jelasnya.

    Polemik Ultra Processed Food di MBG

    Pemberian menu Ultra Processed Food (UPF) sebagai menu MBG menjadi polemik. Dadan menuturkan beberapa produk UPF masih bisa digunakan sebagai menu MBG, salah satunya adalah susu UHT.

    “Untuk beberapa produk (UPF) yang berkualitas yang tidak mengandung gula berlebihan masih bisa digunakan. Contohnya, susu UHT yang plain, saya kira semuanya minum ya,” kata Dadan.

    BGN sendiri telah merilis surat edaran terkait penggunaan UPF sebagai menu MBG, asal produk merupakan produksi Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Beberapa poin yang dibagikan BGN kepada Kepala SPPG di seluruh Indonesia meliputi:

    1. Penggunaan produk (biskuit, roti, sereal, sosis, nugget, dll) mengutamakan produk lokal kecuali susu di wilayah yang belum memiliki peternakan lokal, dengan tidak terbatas pada satu merek.

    2. Roti dan pangan sejenis mengutamakan dipasok dari UMKM atau produk lokal setempat.

    3. Olahan daging (sosis, nugget, burger, dll) mengutamakan produk lokal atau dari UMKM yang memiliki sertifikasi halal, SNI, terdaftar BPOM, serta masa edar maksimal 1 minggu dari tanggal edar.

    “Jadi gini, kami ingin mengakomodir produk lokal UMKM dan beberapa produk lokal yang berbasis teknologi tinggi harus kita hargai hormati. Karena itu kan proses panjang dari sains atau keilmuan teknologi pangan,” tutupnya.

    Ada Temuan Kontaminasi Bakteri

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan penyebab keracunan terbagi menjadi tiga jenis infeksi, yaitu bakteri, virus, dan zat kimia. Menkes mengatakan pihaknya akan rutin mengambil sampel dan menyiapkan reagen demi mempercepat deteksi bakteri pemicu keracunan di MBG.

    “Kenapa ini menentukan untuk kita cari tahu? Karena ini nanti menentukan satu, treatmentnya seperti apa kalau dia kena,” beber Menkes dalam kesempatan yang sama.

    “Kita juga bisa melacak sumbernya penyebabnya karena apa, karena masing-masing bakteri atau virus itu kan berbeda-beda timbulnya,” lanjutnya, sembari menekankan semua laboratorium di kabupaten atau kota siap melakukan penelitian mikrobiologis dan toksikologi.

    “Reagennya kita siapkan untuk mendeteksi bakteri atau virus ini. Dan kita sudah lihat beberapa hasilnya,” sambungnya.

    Beberapa jenis bakteri yang paling banyak ditemukan meliputi Salmonella, Escherichia Coli, Bacillus Cereus, dan Staphylococcus.

    Mempercepat Sertifikasi SLHS

    Untuk mencegah kejadian serupa, pemerintah bakal mewajibkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk semua SPPG yang beroperasi. Hingga saat ini baru ada 198 SPPG yang memiliki SLHS dari 10 ribu lebih SPPG yang sudah ada.

    Menkes meminta proses sertifikasi SLHS untuk SPPG ini nantinya disederhanakan. Ia berharap SLHS ini nantinya bisa dikeluarkan lebih cepat, sehingga SPPG bisa menerapkan standar yang lebih baik.

    “Kami kemarin sudah koordinasi minta disederhanakan jadi sekarang sudah ada penyederhanaannya. Supaya mempercepat penerbitan SLHS ke ribuan SPPG yang ada,” katanya.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video BGN: Sedikit Siswa yang Trauma, Sebagian Besar Senang dengan MBG”
    [Gambas:Video 20detik]
    (avk/kna)

  • Video Penjelasan Menkes soal Minta Penerbitan SLHS Disederhanakan

    Video Penjelasan Menkes soal Minta Penerbitan SLHS Disederhanakan

    Video Penjelasan Menkes soal Minta Penerbitan SLHS Disederhanakan

  • Video: Kata Menkes soal Udang Terkontaminasi Radioaktif Cesium-137 di Cikande

    Video: Kata Menkes soal Udang Terkontaminasi Radioaktif Cesium-137 di Cikande

    Video: Kata Menkes soal Udang Terkontaminasi Radioaktif Cesium-137 di Cikande

  • Nikita Willy Gencarkan Kampanye Gizi, Tekankan Pentingnya Mikronutrien Anak

    Nikita Willy Gencarkan Kampanye Gizi, Tekankan Pentingnya Mikronutrien Anak

    Jakarta: Aktris sekaligus ibu muda Nikita Willy, kini mengambil peran baru sebagai duta kesehatan anak, membagikan pengalaman pribadinya yang mengejutkan terkait tantangan nutrisi buah hatinya. Kisah ini menjadi pemicu utamanya untuk aktif dalam kampanye kesadaran gizi anak.

    “Sebagai ibu baru, saya benar-benar khawatir ketika dokter mengatakan bahwa anak saya kekurangan vitamin D meskipun makanannya cukup beragam. Ini membuka mata saya bahwa asupan mikronutrien tidak bisa dianggap remeh,” kata Nikita.

    Pengalaman tersebut mendorong Nikita Willy untuk berpartisipasi aktif dalam upaya peningkatan kesadaran tentang pentingnya nutrisi mikro bagi tumbuh kembang anak.

    Menanggapi kekhawatiran yang dialami banyak orang tua, sebuah inisiatif menghadirkan solusi praktis berbasis sains berupa suplemen multi gummy. Inovasi ini dikembangkan secara spesifik untuk membantu orang tua memenuhi kebutuhan gizi mikro anak.

    Pakar kesehatan anak dan CEO Tentang Anak, Mesty Ariotedjo menyebut lebih dari setengah anak Indonesia usia 0,5-12 tahun belum mendapatkan asupan cukup vitamin dan mineral esensial, meskipun mereka tampak sehat secara fisik.

    Penelitian yang dipresentasikan dalam Seminar Nasional Gizi Anak 2025 menunjukkan defisiensi signifikan pada beberapa mikronutrien krusial seperti vitamin A, D, C, B1, serta zinc pada anak-anak Indonesia.

    “Kami menyebutnya ‘kelaparan tersembunyi’ karena orang tua sering tidak menyadari bahwa anaknya kekurangan nutrisi penting. Anak mungkin terlihat sehat, namun kekurangan mikronutrien dapat menyebabkan gangguan perkembangan kognitif, penurunan sistem imun, hingga masalah kesehatan jangka panjang,” kata Mesty.

    Pola makan tidak seimbang, konsumsi makanan olahan tinggi kalori namun rendah nutrisi, serta gaya hidup serba cepat menjadi faktor utama di balik fenomena ini.

    Sebagai respons terhadap masalah ini, berbagai pihak termasuk komunitas Tentang Anak melalui divisi expert boost meluncurkan inisiatif edukasi serta solusi praktis untuk membantu orang tua memenuhi kebutuhan nutrisi anak-anak mereka.

    “Kami ingin bantu orang tua untuk tetap tenang memenuhi kebutuhan gizi anak dengan cara yang mudah, aman, dan tetap menyenangkan, sambil tetap mencari tahu dan menangani penyebab mendasar dari kekurangan gizi,” katanya 

    Dengan formulasi yang memperhatikan kebutuhan spesifik anak Indonesia berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Kemenkes dan Acuan Label Gizi (ALG) BPOM. 

    Setiap anak harus menkonsumsi minimal multi vitamin dan mineral esensial, termasuk vitamin A, B kompleks (B1 hingga B12), C, D, E, K, zinc, dan yodium, dengan dosis yang disesuaikan untuk mendukung kebutuhan harian anak usia 2 tahun ke atas.

    Setiap suplemen harus mengutamakan keamanan anak. Menghindari pemanis buatan, pewarna sintetis, dan perisa sintetis. Kandungan gulanya harus di bawah batas konsumsi harian yang direkomendasikan oleh WHO untuk anak usia 2-6 tahun.

    Para orang tua diharap selalu ingat pentingnya perhatian terhadap mikronutrien, tidak hanya pada kuantitas, tetapi juga kualitas dan kelengkapan gizi dalam menu harian anak.

    Jakarta: Aktris sekaligus ibu muda Nikita Willy, kini mengambil peran baru sebagai duta kesehatan anak, membagikan pengalaman pribadinya yang mengejutkan terkait tantangan nutrisi buah hatinya. Kisah ini menjadi pemicu utamanya untuk aktif dalam kampanye kesadaran gizi anak.
     
    “Sebagai ibu baru, saya benar-benar khawatir ketika dokter mengatakan bahwa anak saya kekurangan vitamin D meskipun makanannya cukup beragam. Ini membuka mata saya bahwa asupan mikronutrien tidak bisa dianggap remeh,” kata Nikita.
     
    Pengalaman tersebut mendorong Nikita Willy untuk berpartisipasi aktif dalam upaya peningkatan kesadaran tentang pentingnya nutrisi mikro bagi tumbuh kembang anak.

    Menanggapi kekhawatiran yang dialami banyak orang tua, sebuah inisiatif menghadirkan solusi praktis berbasis sains berupa suplemen multi gummy. Inovasi ini dikembangkan secara spesifik untuk membantu orang tua memenuhi kebutuhan gizi mikro anak.
     
    Pakar kesehatan anak dan CEO Tentang Anak, Mesty Ariotedjo menyebut lebih dari setengah anak Indonesia usia 0,5-12 tahun belum mendapatkan asupan cukup vitamin dan mineral esensial, meskipun mereka tampak sehat secara fisik.
     
    Penelitian yang dipresentasikan dalam Seminar Nasional Gizi Anak 2025 menunjukkan defisiensi signifikan pada beberapa mikronutrien krusial seperti vitamin A, D, C, B1, serta zinc pada anak-anak Indonesia.
     
    “Kami menyebutnya ‘kelaparan tersembunyi’ karena orang tua sering tidak menyadari bahwa anaknya kekurangan nutrisi penting. Anak mungkin terlihat sehat, namun kekurangan mikronutrien dapat menyebabkan gangguan perkembangan kognitif, penurunan sistem imun, hingga masalah kesehatan jangka panjang,” kata Mesty.
     
    Pola makan tidak seimbang, konsumsi makanan olahan tinggi kalori namun rendah nutrisi, serta gaya hidup serba cepat menjadi faktor utama di balik fenomena ini.
     
    Sebagai respons terhadap masalah ini, berbagai pihak termasuk komunitas Tentang Anak melalui divisi expert boost meluncurkan inisiatif edukasi serta solusi praktis untuk membantu orang tua memenuhi kebutuhan nutrisi anak-anak mereka.
     
    “Kami ingin bantu orang tua untuk tetap tenang memenuhi kebutuhan gizi anak dengan cara yang mudah, aman, dan tetap menyenangkan, sambil tetap mencari tahu dan menangani penyebab mendasar dari kekurangan gizi,” katanya 
     
    Dengan formulasi yang memperhatikan kebutuhan spesifik anak Indonesia berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Kemenkes dan Acuan Label Gizi (ALG) BPOM. 
     
    Setiap anak harus menkonsumsi minimal multi vitamin dan mineral esensial, termasuk vitamin A, B kompleks (B1 hingga B12), C, D, E, K, zinc, dan yodium, dengan dosis yang disesuaikan untuk mendukung kebutuhan harian anak usia 2 tahun ke atas.
     
    Setiap suplemen harus mengutamakan keamanan anak. Menghindari pemanis buatan, pewarna sintetis, dan perisa sintetis. Kandungan gulanya harus di bawah batas konsumsi harian yang direkomendasikan oleh WHO untuk anak usia 2-6 tahun.
     
    Para orang tua diharap selalu ingat pentingnya perhatian terhadap mikronutrien, tidak hanya pada kuantitas, tetapi juga kualitas dan kelengkapan gizi dalam menu harian anak.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News


    Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id

    (FZN)

  • BGN Respons Desakan Masif agar MBG Disetop

    BGN Respons Desakan Masif agar MBG Disetop

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Gizi Nasional (BGN) angkat suara perihal desakan masif dari berbagai lapisan masyarakat agar proyek Makan Bergizi Gratis (MBG) dihentikan.

    Kepala BGN Dadan Hindayana memastikan bahwa program prioritas pemerintah ini akan terus berlanjut seiring dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak di Indonesia.

    “Karena ini banyak anak-anak yang sebetulnya membutuhkan intervensi pemenuhan gizi dengan menu seimbang. Jadi saya kira hak ini harus kita berikan,” katanya kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (1/10/2025).

    Lebih lanjut, Dadan menjelaskan bahwa BGN akan memperbaiki tata kelola program MBG ini dengan sebaik mungkin, sehingga makanan yang diberikan aman untuk dikonsumsi.

    Dia lantas menanggapi usulan terkait dasar hukum MBG untuk diatur dalam undang-undang (UU). Menurutnya, usulan tersebut muncul dari penerapan program serupa di berbagai negara yang tidak terbatas oleh periode pemerintahan.

    Dadan menyebut bahwa MBG juga merupakan proyek jangka panjang, sehingga memandang bahwa dasar hukum berbentuk UU dapat menjadikan dasar penerapannya menjadi lebih kuat.

    “Jadi kalau nanti masyarakat melihat bahwa program ini perlu dilanjutkan dan tidak terbatas pada periode pemerintahan, saya kira kalau mau kuat ya harus lewat undang-undang,” ucapnya.

    Sebelumnya, BGN menyampaikan lebih dari 6.457 orang di berbagai wilayah terdampak keracunan MBG hingga 30 September 2025.

    Hal tersebut disampaikan BGN dalam rapat kerja Komisi IX DPR RI bersama Menteri Kesehatan (Menkes), Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hari ini.

    Sementara itu, jumlah SPPG pada periode yang sama telah mencapai 10.012 unit, yang tersebar di 38 provinsi, 509 kabupaten, dan 7.022 kecamatan di penjuru Tanah Air.

  • Wamendagri minta enam provinsi Papua percepat eliminasi malaria

    Wamendagri minta enam provinsi Papua percepat eliminasi malaria

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk meminta enam pemerintah provinsi (pemprov) di Papua untuk mempercepat upaya eliminasi kasus malaria di wilayah masing-masing.

    “Setelah hasil evaluasi, kita dapatkan khusus untuk tugas Kementerian Dalam Negeri adalah bagaimana kita memberikan penguatan atau fasilitasi regulasi untuk percepatan eliminasi malaria di Tanah Papua,” kata Ribka dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Hal itu disampaikannya dalam Rapat Evaluasi Bulanan Percepatan Eliminasi Malaria di Tanah Papua secara virtual dari Jakarta. Rapat tersebut turut dihadiri Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin serta jajaran pemda di Papua.

    Enam provinsi tersebut yakni Papua, Papua Barat, Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya. Ribka menyebut, masih banyak tugas yang harus dilakukan pemerintah daerah (Pemda), lantaran di Papua kasus malaria menjadi salah satu persoalan yang dialami masyarakat.

    Dalam konteks itu, Ribka terus mendorong percepatan pembentukan peraturan yang spesifik mengatur eliminasi malaria. Berdasarkan data yang dikantonginya, baru ada dua daerah di Papua yang memiliki regulasi khusus mengenai eliminasi malaria, yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

    Namun regulasi di dua provinsi tersebut perlu direvisi kembali lantaran masih memuat kewenangan di kabupaten/kota di empat daerah otonom baru (DOB) Papua.

    Ia mengingatkan, keberadaan regulasi tersebut sangat penting. Pasalnya, aturan tersebut menjadi landasan dasar dalam merealisasikan program. Ribka juga menekankan perlunya memasukkan program tersebut di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

    Lebih lanjut, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan kesehatan menjadi urusan wajib yang harus dipenuhi Pemda.

    “Sehingga tidak ada alasan lagi untuk pemerintah daerah tidak menyiapkan dana untuk masalah eliminasi malaria,” ujarnya.

    Menurut Ribka, percepatan eliminasi malaria perlu dioptimalkan oleh Pemda di Papua. Pasalnya, kasus tersebut telah banyak dialami masyarakat, bahkan menjadi penyumbang angka kematian yang cukup besar. Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat juga harus diintensifkan, terutama mengenai kebersihan lingkungan yang harus terus dijaga.

    “Karena malaria ini kan sifatnya suka di air-air yang tergenang, hutan atau daerah-daerah yang ya pokoknya genangan air yang tidak bersih ini kan malaria yang hidup. Sehingga kami harapkan sekali pemerintah daerah untuk terus melakukan sosialisasi,” kata Ribka.

    Ribka menegaskan, pihaknya bersama-sama dengan kementerian terkait secara kolektif bakal membantu penyelesaian kasus tersebut.

    Khusus dari sisi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Ribka bakal mendorong percepatan penyusunan regulasi untuk mengatasi malaria di Tanah Papua.

    “Kami dorong untuk regulasi, peraturan, itu akan menjadi dasar untuk pelaksanaan program-program terkait dengan program malaria di Tanah Papua,” tuturnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Menkes Minta Proses Penerbitan Sertifikat SLHS untuk Dapur MBG Dipercepat

    Menkes Minta Proses Penerbitan Sertifikat SLHS untuk Dapur MBG Dipercepat

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin meminta penerbitan Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SPHS) untuk dapur Makan Bergizi Gratis  (MBG) dipercepat.

    Dia mengusulkan penyederhanaan proses pembuatan sertifikat agar dapur MBG lebih mudah mendapatkan sertifikasi higienis.

    “Kami dalam minggu sampai sekarang kita sudah ada penyederhanaan, Bapak Ibu, yang kuning itu. Supaya bisa mempercepat penerbitan SLHS ini ke ribuan SPPG yang ada,” katanya di Kompleks Parlemen, Rabu (1/10/2025).

    Dia menjelaskan mulanya sertifikat  SLHS diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Kemudian, dokumen tersebut diusulkan melalui Dinas Kesehatan atau instansi yang ditunjuk Pemerintah Daerah.

    Dari segi administrasi, awalnya pihak pemohon wajib mengajukan Nomor Induk Berusaha (NIB), sertifikat standard yang diterbitkan Dinas Pariwisata, dan verifikasi, penilaian teknis dan rekomendasi Dinkes tingkat kabupaten atau kota.

    Kemudian diusulkan agar tidak perlu NIB dan sertifikat standard. Tetapi hanya perlu memenuhi syarat teknis Dinkes berupa surat izin SPPG, layout dapur dan sertifikat kursus keamanan pangan siap saji bagi penanggung jawab dan penjamah pangan.

    Adapun, nantinya dapur SPPG akan diinspeksi oleh Dinkes dan Puskesmas. Selain itu, sampel makanan diambil untuk diuji laboratorium.

    Budi mengatakan telah berkoordinasi dengan Mendagri dan Dinas Kesehatan untuk menyampaikan bahwa sertifikat SLHS bisa dipercepat.

    “Hari senin kemarin saya sudah meeting dengan Pak Tito, Pak Mendagri, ke seluruh Kabupaten dan Kota, Dinas Kesehatannya, untuk minta menjelaskan agar bisa membantu mempercepat kalau ada permintaan pengurusan sertifikat ini,” ujarnya.

    Budi menuturkan bagi institusi kecil yang mengajukan sebagai SPPG dapat melalui Dinas Kesehatan terkait kepengurusan sertifikat. 

  • Menkes Budi Gunadi Minta UKS Dilibatkan Cegah Kasus Keracunan MBG

    Menkes Budi Gunadi Minta UKS Dilibatkan Cegah Kasus Keracunan MBG

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin bakal melibatkan usaha kesehatan sekolah (UKS) untuk membantu pencegahan keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Nantinya peserta UKS akan diberikan pelatihan untuk mengetahui kelayakan dan keamanan MBG.

    “Dulu UKS itu hanya pendidikan dan pembinaan, nah sekarang kita selipin tuh pelayanan kesehatan, bantulah. Itu kan guru-guru datang nanti bisa lihat juga makannya benar tidak berlendir atau bau gitu kan, dia bisa lihat,” katanya saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Rabu (1/10/2025).

    Dalam materi yang dipaparkan, Menkes berencana membentuk tim keamanan pangan MBG di satuan pendidikan sehingga dapat memberikan pertolongan pertama kecelakaan dan pertolongan pertama pada penyakit.

    Kemudian pemantauan status gizi peserta didik setiap 6 bulan oleh Pembina UKS/M di satuan pendidikan. Lalu melakukan kerja sama dengan fasilitas kesehatan terdekat jika kembali terjadi kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan.

    Budi mengatakan pembelajaran terkait keamanan gizi akan masuk dalam kurikulum merdeka belajar dan bersifat mata pelajaran wajib.

    “Nah saya sudah ngomong sama Menteri Dikdasmen, kalau bisa yang mengenai keamanan pangan dan gizi dimasukan bukan hanya merdeka belajar, itu kan boleh pilih. Ini masukannya sebagai wajib, supaya nanti anak-anak juga tahu, tidak usah diajarin guru-guru, kalau ini sudah tidak sehat nih, mendingan saya gak bakal dan melaporkannya,” tuturnya.

    Budi berharap melalui upaya ini, fungsi kontrol terhadap pengawasan pelaksanaan MBG menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dia menyebut  bahwa materi pembelajaran sudah tersedia sehingga membutuhkan waktu untuk direalisasikan.

    Sebagai informasi, turut hadir dalam rapat  Kepala BGN Dadan Hindayana, Kepala BPOM Taruna Ikrar, dan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji.

  • Profesor dari IPB Ini Menilai Ultra-processed Food di MBG Bergizi Cukup

    Profesor dari IPB Ini Menilai Ultra-processed Food di MBG Bergizi Cukup

    Profesor dari IPB Ini Menilai Ultra-processed Food di MBG Bergizi Cukup
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Guru Besar Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Ali Khomsan, menilai
     ultra-processed food
    (UPF) dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) bergizi cukup.
    “Sosis,
    nugget
    , mi instan adalah contoh
    ultra-processed food
     yang relatif bisa ditemui di pasaran. Sosis dan
    nugget
    dari pangan hewani juga sehingga gizinya cukup baik,” kata Profesor Ali Khomsan kepada 
    Kompas.com
    , Rabu (1/10/2025).
    Ultra-processed food
     dalam MBG tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan asalkan selama penggunaannya tetap dalam batas wajar.
    Ali mengingatkan bahwa penggunaan produk ultra-processed tetap perlu dibatasi proporsinya, agar tidak menggeser semangat MBG yang mengedepankan pangan lokal dan makanan segar.
    “Produk
    ultra-processed
    mungkin mengandung banyak terigu (yang ini tidak sejalan dengan mengusung semangat pangan lokal),” ujar Ali Khomsan.
    “Oleh karena itu yang perlu adalah adanya pembatasan berapa banyak kandungan
    ultra-processed
    ini diperbolehkan, sehingga tidak menjadi sorotan masyarakat,” lanjutnya.
    Menurut Ali, produk
    ultra-processed
    seperti sosis,
    nugget
    , atau mi instan secara umum sudah melalui uji keamanan pangan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelum beredar di pasaran.

    Ultra-processed foods
    kalau sudah beredar di pasaran biasanya pasti sudah memenuhi syarat Kemenkes/BPOM, sehingga aman tentunya,” kata dia.
    Ali menjelaskan, MBG sejauh ini sudah dirancang dengan prinsip keberagaman pangan dan keseimbangan gizi, termasuk takaran yang disusun oleh ahli gizi.
    Karena itu, dari segi kualitas dan kuantitas, menu MBG sejauh ini dinilai masih sesuai dengan kebutuhan gizi anak-anak penerima manfaat.
    “Kan MBG sejauh ini sudah memenuhi syarat keberagaman, ada nasi lauk, buah, dan sayur. Takaran juga sudah diperhitungkan ahli gizi, sehingga dari segi kualitas dan kuantitas sejauh ini tidak ada masalah,” jelasnya.
    Ali mencontohkan bahwa makanan olahan seperti sosis atau
    nugget
    termasuk produk pangan hewani yang tetap memiliki kandungan gizi baik, terutama protein, meskipun masuk kategori
    ultra-processed
    .
    Sebelumnya, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyatakan tidak semua produk
    ultra-processed food
    dilarang masuk ke dalam menu MBG.
    “Untuk beberapa produk yang baik dan sehat dimungkinkan, contoh susu UHT plain,” kata Kepala BGN Dadan Hindayana kepada Kompas.com, Rabu (1/10/2025).
    Namun, berbeda dengan Wakil Kepala BGN Nanik S Deyang yang justru tidak mendukung produk UPF.
    Dengan tegas, dia melarang penggunaan makanan UPF sebagai menu makanan Program MBG.
    Dia juga memastikan kebijakan ini akan tetap membuka peluang besar bagi UMKM lokal untuk berkembang.
    “Begitu larangan ini dilaksanakan, ratusan ribu UMKM pangan akan hidup. Ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk tidak hanya memberi gizi bagi anak bangsa, tetapi juga menggerakkan ekonomi rakyat,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/9/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.