Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Video Kemenkes Buka Hotline Pengaduan Keracunan MBG

    Video Kemenkes Buka Hotline Pengaduan Keracunan MBG

    Video Kemenkes Buka Hotline Pengaduan Keracunan MBG

  • Menkes Update Data Keracunan MBG, Soroti Kasus di NTT yang Menimpa Bayi-Bumil

    Menkes Update Data Keracunan MBG, Soroti Kasus di NTT yang Menimpa Bayi-Bumil

    Jakarta

    Pemerintah memperbaiki sistem pelaporan keracunan makanan bergizi gratis (MBG) agar terintegrasi, demi memantau setiap kasus. Langkah ini dilakukan untuk memastikan penanganan lebih cepat dan tepat di lapangan.

    Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, sejak libur panjang beberapa waktu lalu, kasus baru sempat berhenti muncul. Namun, data terbaru pada 4 Oktober 2025 mencatat dua kejadian baru yang dilaporkan resmi ke Kementerian Kesehatan.

    “Sekarang tiap hari kita lihat. Karena liburan jadi nggak ada. Tapi tanggal 4 kemarin saya dapat laporan. Satu di Soe, NTT, dan satu lagi di Jakarta. Dua-duanya tidak ada yang fatal, anak-anaknya sudah dirawat,” kata Budi di Jakarta, Senin (6/10/2025).

    Ia menambahkan, laporan tersebut kini tidak hanya berasal dari media sosial seperti pada awal pelaksanaan program, tetapi juga langsung dari dinas kesehatan daerah yang sudah dilibatkan secara aktif.

    “Sekarang laporan itu sudah terintegrasi. Dinas kesehatan di daerah sudah mengisi laporan secara resmi. Kalau ada di media sosial, kita langsung cocokkan agar penanganannya lebih cepat,” jelas Budi.

    Melalui sistem baru ini, Kemenkes dapat segera memberikan umpan balik ke Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai pelaksana program MBG. Nantinya, BGN bersama dinas kesehatan akan turun langsung melakukan audit tata kelola dan prosedur implementasi di lapangan.

    “BGN sedang membangun infrastruktur di daerah, memang belum lengkap semua. Tapi dengan laporan dari dinas kesehatan, kita bisa cepat feedback ke BGN. Mereka akan turun bersama untuk memperbaiki tata kelola dan prosedur implementasinya di satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG),” ujar Budi.

    Langkah ini, menurutnya, mirip dengan sistem pelaporan COVID-19 yang dilakukan secara real-time. Data kasus kini diperbarui setiap hari, memungkinkan pengawasan lebih akurat terhadap potensi kejadian luar biasa (KLB) pangan di berbagai daerah.

    “Iya, datanya sekarang tiap hari kita masuk. Mirip seperti COVID-19 dulu,” kata Budi.

    Meski tidak menyebut angka pasti, Budi mengatakan bahwa jumlah anak terdampak di dua lokasi terakhir mencapai ratusan orang.

    Kementerian Kesehatan memastikan, selain memberikan perawatan bagi anak-anak yang terdampak, pemerintah juga memprioritaskan evaluasi sistem penyediaan dan distribusi makanan. Audit bersama BGN diharapkan dapat mengidentifikasi titik rawan, mulai dari bahan baku, penyimpanan, hingga proses distribusi makanan bergizi gratis ke sekolah-sekolah.

    Program MBG sendiri merupakan salah satu program prioritas pemerintah untuk meningkatkan status gizi dan ketahanan pangan anak-anak sekolah dasar dan menengah. Namun, beberapa kali laporan dugaan keracunan di sejumlah daerah memicu evaluasi serius terhadap mekanisme pengawasan pangan di tingkat daerah.

    “Yang tahu duluan kan daerah. Dengan keterlibatan dinas kesehatan, kita bisa langsung tangani dan perbaiki,” tegas Budi.

    Sebelumnya diberitakan, Korban keracunan usai menyantap makan bergizi gratis (MBG) di Kota Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur (NTT) bertambah menjadi 384 dari sebelumnya 331 orang.
    Kepala Dinas Kesehatan TTS, dr. R.A. Karolina Tahun mengatakan korban diduga keracunan MBG bertambah sebanyak 53 orang pada Sabtu (4/10).

    “Iya ada tambahan hari kedua (Sabtu 4/10) jadi 384 orang,” kata Karolina, dikutip dari CNNIndonesia.

    Korban yang terdampak termasuk seorang ibu hamil dan tiga orang balita berusia 1,6 tahun, 2,7 tahun dan 2 tahun 10 bulan serta satu bayi berusia sembilan bulan.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video KuTips: Catat Pertolongan Pertama Jika Anak Keracunan Makanan!”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Menkes Ungkap Kondisi 9 Pasien di RS Fatmawati yang Terpapar Radioaktif di Cikande

    Menkes Ungkap Kondisi 9 Pasien di RS Fatmawati yang Terpapar Radioaktif di Cikande

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut 9 pasien yang terkena paparan zat radioaktif cesium-137 di Cikande, Banten, berangsur membaik. Mereka semula menjalani pengobatan di RS Fatmawati.

    Menkes mengklaim kadar cemaran radioaktif cesium-137 yang ditemukan pada 9 pasien tersebut relatif rendah.

    “Sekarang sudah membaik. Itu kan ada ambang batasnya. Mereka belum sampai di taraf yang membahayakan,” sebut Menkes saat ditemui di Gedung BPOM RI, Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025).

    “Jadi boleh dikasih obat saja cukup dan bisa pulang. Jadi nggak ada yang perlu dirawat,” tandasnya.

    Pemerintah menyediakan program pemeriksaan kesehatan gratis bagi warga sekitar yang berada di zona berisiko tinggi yakni Cikande, Banten, Jawa Barat. Karenanya, ia mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas tersebut demi melihat kemungkinan paparan.

    “Imbauan-nya untuk masyarakat yang ada di sekitar melakukan program cek kesehatan gratis dengan alat itu ada namanya Geiger Muller untuk cek radiasinya.”

    Alat tersebut disebutnya bisa memantau eksposure seseorang terhadap radiasi.

    (naf/kna)

  • Kemenkes RI Buka Hotline Pengaduan Keracunan MBG, Bisa Lapor Lewat WA

    Kemenkes RI Buka Hotline Pengaduan Keracunan MBG, Bisa Lapor Lewat WA

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan jika mengalami gejala mual, muntah, pusing, atau sesak napas setelah mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Imbauan ini dikeluarkan dalam rangka mempercepat penanganan darurat terhadap dugaan kasus keracunan akibat MBG yang berpotensi membahayakan keselamatan masyarakat.

    Apabila mengalami gejala tersebut, masyarakat diminta untuk segera menghubungi layanan darurat medis melalui nomor 119 yang siaga 24 jam dan bebas pulsa.

    “Mual, muntah, pusing, atau sesak setelah mengonsumsi MBG?” demikian kata Kemenkes melalui akun X, dikutip Senin (6/10/2025).

    “Jangan tunggu parah, segera hubungi 119 atau datang ke Puskesmas terdekat untuk mendapat penanganan cepat,” tuturnya.

    Masyarakat juga dapat menghubungi nomor WhatsApp +62 87777591097 atau mendatangi puskesmas terdekat untuk mendapatkan pertolongan pertama dan pemeriksaan lebih lanjut.

    Kemenkes mengatakan, Tim Public Safety Center (PSC) akan segera menindaklanjuti laporan yang masuk dan memastikan setiap korban mendapatkan penanganan medis secara cepat dan tepat.

    Tindakan ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap kesehatan masyarakat secara menyeluruh.

    Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, memastikan biaya perawatan rumah sakit bagi anak yang menjadi korban keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) akan ditanggung oleh pemerintah.

    Hal ini diungkapkannya saat menjawab pertanyaan di konferensi pers di Jakarta Selatan terkait Penanggulangan KLB pada Program Prioritas Makan Bergizi Gratis.

    “Nanti ini ditanggung biayanya oleh pemerintah dan hal ini oleh BGN,” katanya, Kamis (2/10).

    Senada, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menjelaskan ada dua mekanisme penanggulangan biaya.

    “Bila sudah terjadi (KLB), jadi ada dua daerah menetapkan KLB di daerah kota dan kabupaten, dan ketika pemerintah kota dan kabupaten sudah menetapkan (KLB) maka itu pemerintah daerah bisa mengklaim pendanaan itu ke asuransi,” ujar Dadan dalam kesempatan yang sama.

    “Lalu bagi daerah-daerah yang tidak menetapkan KLB seluruh biaya sejauh ini ditanggung oleh badan gizi nasional,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/kna)

  • Heboh Radioaktif di Cikande, Pakar Ungkap  2 Kelompok Ini Paling Rentan Terkena Dampak

    Heboh Radioaktif di Cikande, Pakar Ungkap 2 Kelompok Ini Paling Rentan Terkena Dampak

    Jakarta

    Kecamatan Cikande di Kabupaten Serang, Banten, ditetapkan sebagai wilayah yang terkontaminasi radioaktif Cesium-137 (Cs-137). Sumber paparan diduga berasal dari material reaktor nuklir yang masuk dari luar negeri.

    Dosen Fakultas Kedokteran IPB University, dr Laila Rose Foresta, SpRad (K) NKL, mengatakan, ancaman zat radioaktif tidak hanya berdampak langsung pada kesehatan, tetapi juga menimbulkan risiko jangka panjang hingga memengaruhi generasi mendatang.

    Menurutnya, radiasi tidak punya bau, rasa, atau warna. Jika jumlahnya sangat tinggi, tubuh bisa langsung memberi tanda misalnya luka bakar pada daerah kulit yang terkena, atau rasa mual, muntah, atau lemas hanya beberapa jam setelah terpapar.

    “Gejala ini disebut acute radiation syndrome (ARS). Tapi kalau jumlahnya kecil dan berulang, tubuh tidak langsung memberi sinyal bahaya. Radiasi bisa diam-diam mengendap di organ, lalu merusak sel sedikit demi sedikit,” paparnya, dikutip dari laman IPB University.

    Ia menuturkan, efek paparan radiasi dapat berbeda pada setiap orang. Efek ini yang disebut dengan efek stokastik.

    “Dalam jangka pendek, paparan radiasi tinggi bisa menyebabkan gangguan saluran cerna hingga menurunkan sel darah putih. Namun dalam jangka panjang, risikonya lebih serius: kanker, katarak, hingga menyebabkan kerusakan sumsum tulang belakang yang menimbulkan anemia, leukopenia, hingga leukemia,” jelasnya.

    Kelompok Paling Berisiko

    Menurut dr Laila, anak-anak dan ibu hamil merupakan kelompok paling rentan terhadap paparan radiasi. Hal ini karena sel dalam tubuh seorang anak masih dalam masa pertumbuhan. Paparan radiasi berulang dapat menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan tersebut, keterlambatan perkembangan otak, hingga masalah hormonal pada anak,

    Selain itu, radiasi juga menimbulkan risiko tinggi pada sistem reproduksi. Radiasi, jelas dr Laila, dapat menurunkan kesuburan akibat kerusakan produksi sel sperma atau ovum. Pada ibu hamil, terutama trimester pertama, paparan radiasi bisa meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, cacat bawaan, hingga retardasi mental pada bayi.

    “Kalau radiasi mengenai sel germinal, mutasi DNA bisa diwariskan ke generasi berikutnya. Jadi risikonya bukan hanya untuk pasien, tapi juga keturunannya,” tegasnya.

    Untuk mencegah dampak lebih lanjut, langkah utama adalah deteksi dan penanganan dini. dr Laila menjelaskan, jika seseorang terpapar radiasi tinggi, tindakan pertama adalah dekontaminasi eksternal, yakni melepaskan pakaian dan mencuci tubuh secara menyeluruh menggunakan sabun dan air mengalir.

    Jika pasien sudah menunjukkan gejala, maka dilakukan perawatan suportif, seperti pemberian cairan, obat antimual, hingga antibiotik profilaktik bila jumlah sel darah putih menurun.

    “Kalau dekontaminasi internal, kami memberikan obat-obatan yang dapat mengikat zat radioaktif dalam tubuh agar bisa dikeluarkan lewat ekskresi. Contohnya, tablet KI untuk mengikat I-131 supaya tidak menumpuk di tiroid, atau prussian blue dan Zn-DTPA untuk jenis zat tertentu,” jelasnya.

    Sebelumnya, Kementerian Kesehatan RI telah memeriksa lebih dari 1.500 orang yang beraktivitas di kawasan industri dan wilayah sekitarnya. Dari hasil pemeriksaan, sebanyak sembilan orang terindikasi positif terpapar radioaktif Cs-137 melalui uji whole body counter (WBC), sementara enam orang lainnya terdeteksi positif berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan surveymeter.

    Meski begitu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman mengatakan pasien yang terpapar radioaktif sudah dipulangkan dari rumah sakit.

    “Pasien sudah pulang nggak dirawat lama. Ditangani khusus dan diberi obat. Tanpa gejala dan kondisi baik,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Jumat (3/10).

    Aji menjelaskan, pasien yang terpapar tersebut hanya dirawat satu hari dan sudah diberikan obat untuk dikonsumsi beberapa waktu ke depan. Kondisi pasien juga dilaporkan tanpa gejala dan dalam kondisi baik.

    “Nggak lama hanya 1 hari (dirawat) dan kemarin diberi obat prussian blue untuk dikonsumsi beberapa waktu ke depan,” lanjutnya.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/suc)

  • Menyoal Kemungkinan KLB Nasional Pasca 8 Ribuan Anak Keracunan MBG

    Menyoal Kemungkinan KLB Nasional Pasca 8 Ribuan Anak Keracunan MBG

    Jakarta

    Dorongan penetapan status kejadian luar biasa (KLB) nasional mencuat pasca lebih dari 7 ribu anak dilaporkan keracunan makanan bergizi gratis (MBG). Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bahkan mencatat sebanyak 8.649 anak menjadi korban keracunan MBG hingga 27 September 2025.

    Kasus yang paling banyak disorot adalah insiden keracunan yang menimpa 1.300-an siswa di Bandung Barat dalam waktu kurang dari sepekan. Badan Gizi Nasional (BGN) yang bertanggung jawab penuh dalam program MBG juga didesak untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh.

    Walhasil, pemerintah menutup sementara satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) bermasalah dan mulai mewajibkan sertifikasi laik higiene dan sanitasi (SLHS) untuk seluruh SPPG sebelum beroperasi. Sayangnya, baru ada 198 dari 10.012 dapur MBG yang mengantongi sertifikat tersebut, berdasarkan data BGN per 30 September. Targetnya dalam sebulan ke depan, seluruh SPPG sudah memiliki sertifikasi terkait.

    Karenanya, sejumlah pihak kemudian menilai kondisi keracunan MBG yang belakangan marak dinilai sudah tepat masuk dalam level KLB nasional.

    Apa Kata Pakar?

    Pakar epidemiologi Iwan Ariawan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia menjelaskan sejumlah tahapan yang menjadi pertimbangan suatu kondisi dinyatakan KLB nasional. Menurutnya, belum tepat bila keracunan MBG saat ini masuk dalam status tersebut.

    KLB disebutnya masih terjadi pada lingkup kabupaten dan kota. “Penanganan KLB masih dapat dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota, meskipun tetap dipantau dengan ketat oleh tingkat nasional di Kemenkes,” tuturnya saat dihubungi detikcom Sabtu (4/10/2025).

    KLB nasional ditetapkan saat KLB di daerah meluas ke banyak provinsi dan meningkat dalam waktu cepat, serta memerlukan penanganan komprehensif dari tingkat nasional oleh sejumlah lembaga maupun kementerian, dalam hal ini Kemenkes RI, BNPB, BGN, dan beberapa institusi terkait.

    “Penetapan KLB nasional dilakukan oleh Menkes setelah mempertimbangkan luasnya daerah yang mengalami KLB, peningkatan kasus yang cepat serta kemampuan daerah dalam menangani KLB,” lanjutnya.

    Hal itu juga dibarengi dengan pertimbangan yang dilakukan bersama sejumlah pakar di bidang kesehatan masyarakat.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/naf)

  • 127 Orang Keracunan MBG di Purworejo, Ternyata SPPG Belum Bersertifikat Laik Higiene
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        3 Oktober 2025

    127 Orang Keracunan MBG di Purworejo, Ternyata SPPG Belum Bersertifikat Laik Higiene Regional 3 Oktober 2025

    127 Orang Keracunan MBG di Purworejo, Ternyata SPPG Belum Bersertifikat Laik Higiene
    Tim Redaksi
    PURWOREJO, KOMPAS.com –
    Kasus dugaan keracunan makanan yang menimpa 127 orang di Kecamatan, Purwodadi, Kabupaten Purworejo membuka fakta baru.
    Dapur penyedia Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang memasok hidangan untuk para korban ternyata belum mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
    Ratusan orang dari SMAN 3 dan SMPN 8 Purworejo diduga menjadi korban keracunan. 104 orang dilakukan rawat jalan dan 23 lainnya harus rawat inap diberbagai rumah sakit dan Puskesmas.
    “Proses sertifikasi sedang berjalan, namun memang belum ada yang selesai dan terbit izinnya,” ujar ketua Satgas MBG Kabupaten Purworejo dr Tolkha pada Jumat (3/10/2025).
    Meski demikian kata Tolkha, pihaknya sudah memanggil semua dapur yang sudah beroperasi dan merekomendasikan agar secepatnya mengajukan sertifikasi tersebut. Ada 19 dapur yang saat ini sedang mengurus sertifikasi tersebut.
    “Iya semuanya lagi mengurus, semoga cepat keluar sertifikasi nya,” kata Tolkha.
    Diberitakan sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menargetkan semua dapur MBG atau SPPG mendapatkan Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi dalam sebulan ini.
    “Kalau ditanya kapan saya dan pak Dandan (Kepala BGN) itu sudah menargetkan paling lama satu bulan,” kata Budi dalam konferensi pers di kantor Kemenkes Jakarta Selatan Kamis (2/10/2025).
    Diketahui keracunan di Kabupaten Purworejo melibatkan 127 orang.
    Pemkab Purworejo menanggung seluruh biaya perawatan melalui Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), karena kasus tersebut tidak tercakup BPJS Kesehatan.
    Penanganan para korban dilakukan di sejumlah fasilitas kesehatan, termasuk:
    Pemkab juga memberikan perhatian serius terhadap pelayanan dan pengawasan selama masa perawatan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dampak MBG Akan Diukur Lewat Survei Gizi Nasional Tiap Tahun
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 Oktober 2025

    Dampak MBG Akan Diukur Lewat Survei Gizi Nasional Tiap Tahun Nasional 3 Oktober 2025

    Dampak MBG Akan Diukur Lewat Survei Gizi Nasional Tiap Tahun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah akan melakukan Survei Gizi Nasional setiap tahun sebagai upaya untuk memantau efektivitas Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan status gizi anak-anak Indonesia.
    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, survei semacam itu sebelumnya dilakukan untuk anak-anak stunting.
    Kini, dengan adanya program MBG, seluruh penerima manfaat dari anak usia sekolah di atas lima tahun akan dicek secara berkala.
    “Dan setiap tahun sekali, kita akan melakukan survei gizi nasional,” ujar Budi di kantornya, Jakarta, Kamis (2/10/2025).
    “Dulu kan kita lakukan untuk stunting saja yang setiap tahun. Ini nanti akan ditambah juga untuk di atas lima tahun khusus untuk anak-anak sekolah,” lanjutnya.
    Selain survei tahunan, pemerintah juga akan memantau kondisi gizi penerima manfaat MBG secara berkala setiap enam bulan sekali.
    “Tadi juga sudah disetujui bahwa setiap 6 bulan para peserta atau penerima manfaat gizi MBG akan kita ukur tinggi badan dan berat badannya,” kata Budi.
    Data hasil pengukuran tersebut akan dimasukkan secara individual (by name, by address) dalam sistem pelaporan kesehatan nasional.
    Dengan demikian, perkembangan gizi anak-anak dapat dipantau secara menyeluruh dan terintegrasi.
    “Sehingga kita bisa tahu efektivitas programnya ini seperti apa,” jelasnya.
    Budi menegaskan, hasil survei dan pemantauan gizi tersebut akan menjadi parameter utama untuk mengevaluasi efektivitas MBG serta bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan kesehatan dan gizi nasional di masa mendatang.
    “Kita bisa melihat perkembangan status gizi seluruh anak-anak kita, dan kita akan menggunakan itu sebagai masukan untuk kebijakan-kebijakan yang efektif nanti akan kita lakukan,” ujarnya.
    Survei dan pengawasan gizi nasional ini akan dilakukan dengan menggandeng Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Badan Gizi Nasional (BGN), hingga Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
    “Jadi, itu bidang pengawasan yang nanti akan dilakukan antara kombinasi antara Kemenkes, Kemendagri, BGN, dan juga BPOM,” tutur Budi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8
                    
                        9 Orang Dirawat akibat Paparan Radioaktif CS-137 di Cikande
                        Nasional

    8 9 Orang Dirawat akibat Paparan Radioaktif CS-137 di Cikande Nasional

    9 Orang Dirawat akibat Paparan Radioaktif CS-137 di Cikande
    Editor
    KOMPAS.com
    – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, terdapat sembilan orang yang terdeteksi positif hasil
    whole-body counter
    (WBC) dalam pemeriksaan paparan radioaktif Cesium-137 (Cs-137) di Cikande, Banten, telah ditangani di RS Fatmawati Jakarta.
    Semuanya dilaporkan tidak bergejala dan dalam kondisi baik.
    Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman mengatakan, hasil itu ditemukan dari pemeriksaan sekitar 1.562 pekerja dan warga sekitar Kawasan Industri Cikande.
    Pemeriksaan dilakukan sebagai tindak lanjut kasus udang yang terpapar material radioaktif di wilayah itu.
    “Untuk perawatannya diberikan obat prussian blue,” kata Aji, di Jakarta, Jumat (3/10/2025), seperti dilansir
    Antara
    .
    Aji menuturkan, deteksi dilakukan secara berlapis melalui beberapa tahapan.
    “Surveymeter untuk mendeteksi paparan eksternal radiasi pada tubuh dan pakaian. Jika positif, dilakukan dekontaminasi. Mandi, ganti pakaian, lalu diperiksa ulang,” kata dia.
    Tahapan berikutnya adalah pemeriksaan darah untuk melihat indikasi penurunan limfosit.
    Bagi yang limfositnya rendah, dilanjutkan dengan WBC guna mendeteksi paparan radiasi internal dan mengetahui kadar cesium yang masuk ke tubuh.
    “Jika terindikasi serius, dirujuk ke RS rujukan nasional (RS Fatmawati) untuk pemeriksaan dan perawatan lebih lanjut,” kata dia.
    Menurut dia, paparan Cs-137 dapat menimbulkan sejumlah efek.
    Pada jangka pendek, paparan tinggi bisa menyebabkan sindrom radiasi akut berupa mual, muntah, diare, kelelahan, sakit kepala, hingga penurunan sel darah putih.
    Paparan juga dapat menimbulkan kerusakan kulit dan jaringan yang ditandai dengan kemerahan, lepuh, atau luka bakar radiasi.
    Pada paparan radiasi yang tinggi, ada risiko perdarahan, infeksi berat, kerusakan organ, dan kematian.
    Sedangkan pada jangka panjang, kata dia, di mana paparan rendah berulang atau internal, ada peningkatan risiko kanker akibat kerusakan DNA, penurunan daya tahan tubuh karena gangguan sumsum tulang dan imunitas.
    Bila paparan pada ibu hamil, risiko kelainan janin meningkat.
    Paparan kronis pada organ tubuh dapat memicu gangguan metabolisme dan degeneratif.
    Namun, dia menegaskan mayoritas paparan yang ditemukan masih pada level yang bisa ditangani dengan dekontaminasi, obat khusus, dan pemantauan kesehatan jangka panjang.
    Aji menuturkan, pemerintah melalui Satgas Penanganan CS-137 telah melakukan langkah cepat penanganan di wilayah Cikande dan sekitarnya, yakni dalam radius 5 kilometer.
    Sejumlah langkah yang dilakukan, kata dia, yakni edukasi dan komunikasi risiko kepada masyarakat agar tetap tenang, namun waspada, serta pemantauan kesehatan masyarakat akan dilakukan, termasuk pemantauan kepada keluarga dan kontak serumah.
    “Pemeriksaan akan diperluas menunggu hasil pemetaan dari BAPETEN dan BRIN,” kata dia.
    Dia mengimbau publik untuk mengikuti pemeriksaan kesehatan gratis di puskesmas atau fasilitas kesehatan yang ditunjuk pemerintah.
    Sebab, radiasi tidak bisa dilihat, didengar, atau dicium, sehingga pemeriksaan kesehatan sangat penting untuk mengetahui dampaknya.
    “Terapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Rajin cuci tangan, mandi setelah beraktivitas di area berisiko, konsumsi makanan bergizi, istirahat cukup,” kata dia.
    Dia mengingatkan untuk segera melaporkan ke tenaga kesehatan bila mengalami keluhan, seperti mual, muntah, lemas, atau perubahan kesehatan lain, dan memantau hanya informasi resmi dari Kementerian Lingkungan Hidup, Kemenkes, Satgas, dan pemerintah daerah.
    “Tidak perlu khawatir berlebihan, pemerintah telah melakukan dekontaminasi, pengamanan lokasi, dan penanganan medis,” ujar dia.
    Aji mengingatkan untuk tidak memberi stigma atau diskriminasi, dan solidaritas sosial membantu pemulihan bersama.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • P2G Kritik Dapur MBG Baru Diwajibkan Sertifikat HACCP: Mestinya dari Awal

    P2G Kritik Dapur MBG Baru Diwajibkan Sertifikat HACCP: Mestinya dari Awal

    Jakarta

    Pemerintah kini tak hanya mewajibkan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) alias dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) punya Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS), tapi juga wajib punya sertifikat Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP). Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyayangkan syarat sertifikasi baru diwajibkan sekarang.

    “Ini (syarat sertifikasi) mestinya dari awal gitu. Dari awal sudah disiapkan oleh BGN (Badan Gizi Nasional). Sejak sebelum program MBG itu dilaksanakan, diimplementasikan gitu,” ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim kepada wartawan, Juamt (2/10/2025).

    Satriwan menyebut adanya syarat sertifikasi usai program MBG jalan berbulan-bulan menandakan Badan Gizi Nasional tidak siap melaksanakan program unggulan dari Presiden Prabowo Subianto. Satriwan juga menyoroti pemerintah yang baru membuat syarat sertifikasi untuk dapur MBG usai banyak korban keracunan.

    “Tentu kita sangat sedih sekali ya sudah jatuh korban gitu. Sudah menyebar luas (kasus keracunan) bahkan makin meningkat ya sebaran anak-anak yang keracunan termasuk guru gitu. Nah kemudian SOP nya baru disiapkan. Kemudian apa sertifikasi standar gizi manajemen risikonya baru disiapkan. Nah ini dari segi perencanaan tentu tidak baik gitu,” kata Satriwan.

    Satriwan meminta program MBG tidak dipukul rata dibagikan kepada pelajar di seluruh Indonesia. Namun, lebih ditargetkan kepada anak-anak yang tidak mampu.

    Satriwan turut menyorot adanya sekolah yang pelajarnya berasal dari keluarga mampu juga mendapatkan MBG. Padahal di sekolah bonafit tersebut, terangnya, juga disediakan program makan siang mandiri yang dari segi kualitas dan harga di atas MBG.

    “Sekolah-sekolah seperti ini selayaknya mereka tidak perlu mendapatkan MBG dari pemerintah gitu. Makanya kami sangat menyayangkan sekali ketika sekolah-sekolah swasta yang sudah punya program MBG secara mandiri kemudian diwajibkan oleh pemerintah daerah gitu ya untuk mengikuti program MBG juga,” jelasnya.

    Dia meminta ahli gizi dilibatkan di sekolah untuk mencoba MBG sebelum diberikan kepada pelajar. Nantinya, yang mencicipi MBG di sekolah adalah ahli gizi, bukan guru.

    “Guru tidak memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk mengecek apakah makanan ini bergizi atau tidak bergizi,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Kementerian Kesehatan RI bersama Badan Gizi Nasional menyepakati setiap dapur MBG harus mempunyai sertifikat HACCP. Sertifikat ini berkaitan dengan standar gizi dan manajemen risiko.

    “Kita juga membereskan masalah sertifikasinya. Jadi standar minimum SPPG-nya. Kita juga sudah menyepakati BGN akan mewajibkan sertifikasi layak higiene dan sanitasi dari Kemenkes. Kemudian ada proses HACCP untuk prosesnya, terutama berkaitan dengan standar gizi dan manajemen risikonya,” jelas Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).

    Selian itu, Budi mengatakan setiap SPPG nantinya akan memiliki sertifikasi halal. Dia menyebutkan proses sertifikasi ini akan ditambah dengan rekognisi atau pengakuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

    “Kementerian Kesehatan dan BPOM dan BGN nanti akan bekerja sama untuk melakukan sertifikasi. Ini proses standarisasi awal minimalnya seperti apa. Kita juga sudah membahas bagaimana ada akselerasi dari sisi masing-masing penerbit sertifikasi agar prosesnya bisa cepat, kualitasnya baik, dan tidak ada biaya izin yang mahal-mahal,” kata dia.

    Halaman 2 dari 3

    (isa/ygs)