Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Kemenkes Ingatkan RI Dibayangi Kenaikan Influenza A, Mulai Ngegas di Asia Tenggara

    Kemenkes Ingatkan RI Dibayangi Kenaikan Influenza A, Mulai Ngegas di Asia Tenggara

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengingatkan kemungkinan meningkatnya kasus influenza A, khususnya subtipe H3N2, yang kini dilaporkan mendominasi di kawasan Asia Tenggara.

    Mengutip data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) FluNet, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Aji Muhawarman mengatakan kasus terbanyak paparan influenza di Indonesia juga dilaporkan berkaitan dengan varian influenza A (H3N2).

    “Dari data WHO terbanyak influenza A (H3),” ujar Aji, saat dikonfirmasi detikcom, Kamis (16/10/2025).

    Namun, ia belum dapat merinci wilayah mana saja di Indonesia yang mencatat jumlah kasus tertinggi.

    Menurut Dicky, praktisi global health security, peneliti sekaligus pakar epidemiologi, tren kasus influenza A memang mulai dominan di beberapa negara.

    “Secara regional Asia Tenggara bahkan global, tahun ini influenza A, khususnya subtipe A H3N2 dilaporkan dominan di beberapa zona dan berkontribusi besar terhadap peningkatan kasus,” beber Dicky saat dihubungi terpisah.

    Ia menjelaskan WHO memang mencatat peningkatan aktivitas influenza A H3N2 di beberapa wilayah Asia Selatan termasuk Asia Tenggara. Salah satu lonjakan terbesar terjadi di Thailand, dengan 61 kematian dari 702.308 kasus sejak 1 Januari hingga 8 Oktober 2025.

    “Ini menunjukkan gelombang nyata di kawasan ASEAN,” tambahnya.

    Rawat Inap Lebih Lama dan Risiko Komplikasi

    Dicky menyebut, sejumlah studi klinis menunjukkan influenza A menjadi penyebab dominan pasien dewasa dirawat karena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dengan rata-rata lama rawat inap 9 hingga 10 hari, lebih panjang dibandingkan paparan virus lain.

    “Ini mendukung pengamatan bahwa pada gelombang tertentu, flu A bisa menimbulkan beban rumah sakit yang besar, jadi harus waspada,” jelasnya.

    Meski begitu, Dicky menekankan distribusi subtipe flu relatif berbeda di setiap waktu.

    “Dominasi flu A H3N2 bersifat spasial dan temporal, tidak otomatis semua negara memiliki pola yang sama,” katanya.

    Karena itu, data lokal dan sistem sentinel perlu terus dimonitor untuk memastikan pola penularan di Indonesia. Ia menambahkan, mayoritas kasus flu akan sembuh dalam 1 hingga 2 minggu, tetapi pasien dengan influenza A cenderung mengalami demam lebih lama, batuk berkepanjangan, dan komplikasi seperti pneumonia sekunder yang membuat masa rawat inap lebih panjang.

    Dicky menuturkan, anak kecil dan lansia merupakan kelompok paling rentan terhadap infeksi berat akibat influenza A. Selain karena imunitas tubuh yang rendah, faktor lain seperti varian baru, ketidaksesuaian vaksin, atau infeksi ganda dengan COVID-19 juga dapat memperparah kondisi pasien.

    “Flu A menyebabkan lebih banyak rawat inap dengan durasi lebih lama karena komplikasi pneumonia sekunder, eksaserbasi asma, atau efek batuk berkepanjangan,” paparnya.

    Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, musim influenza tahun ini bahkan disebut memiliki beban rumah sakit yang tinggi dengan potensi kematian lebih besar dibandingkan musim flu sebelumnya.

    Menghadapi tren ini, Dicky mengingatkan pentingnya langkah pencegahan sederhana, mulai dari vaksinasi flu musiman hingga menjaga kebersihan diri.

    “Kelompok berisiko tinggi harus divaksinasi flu. Gejala berat yang perlu diwaspadai antara lain demam tinggi dan sesak napas,” ujarnya.

    Ia juga menekankan vaksinasi flu musiman, mencuci tangan, isolasi saat sakit, serta memakai masker di tempat padat tetap menjadi langkah efektif untuk menekan penularan.

    “Untuk masyarakat, bila mengalami demam, batuk, pilek, sebaiknya istirahat di rumah, minum air hangat, dan konsumsi obat pereda demam sesuai anjuran. Jangan berangkat sekolah atau kerja dulu satu-dua hari,” imbaunya.

    Dicky juga menyarankan vaksinasi flu bagi ibu hamil, anak di bawah 5 tahun, lansia di atas 50 tahun, orang dengan penyakit kronis, serta mereka yang sering bepergian.

    Meskipun mayoritas kasus influenza A dapat sembuh tanpa komplikasi, gelombang besar seperti yang terjadi di Thailand menjadi peringatan bagi Indonesia untuk memperkuat sistem surveilans dan kesiapsiagaan fasilitas kesehatan.

    “Dalam menghadapi lonjakan kekhawatiran ini, penting untuk memastikan data lokal diperbarui secara rutin dan fasilitas kesehatan siap menghadapi potensi peningkatan pasien influenza A,” kata Dicky.

  • Hampir 2 Juta Kasus Mirip COVID Ngegas di DKI, Kemenkes RI ‘Pasang Radar’

    Hampir 2 Juta Kasus Mirip COVID Ngegas di DKI, Kemenkes RI ‘Pasang Radar’

    Jakarta

    Dinas Kesehatan DKI Jakarta membenarkan adanya peningkatan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sejak Juli 2025. Hingga Oktober, keluhan mirip COVID-19 hampir mencapai 2 juta kasus.

    “Total kasus ISPA di DKI Jakarta hingga Oktober 2025 sebesar 1.966.308. Peningkatan kasus terlihat mulai bulan Juli. ISPA merupakan penyakit tertinggi di Puskesmas karena penularannya sangat mudah, yakni melalui droplet dan aerosol,” tutur Kepala Dinkes DKI, Ani Ruspitawati, kepada detikcom Kamis (16/10/2025).

    Meski demikian, Ani mengatakan tren ini tidak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Keluhan batuk tidak sembuh-sembuh cenderung meningkat di tengah cuaca tidak menentu dan menurunnya imunitas tubuh.

    “Tapi sejauh ini nggak sangat signifikan. Jadi masih di dalam kendali,” katanya.

    Meski demikian, Ani mewanti-wanti gejala yang muncul seperti batuk, pilek, sakit tenggorokan, hingga demam. Gejala lain yang menyertai adalah hidung tersumbat, sakit kepala, nyeri otot, hingga bersin dan suara serak.

    “Pada kasus ISPA yang lebih berat, gejala dapat mencakup sesak napas, yang membutuhkan penanganan segera,” pesannya.

    Kemenkes RI Pantau Perkembangan Kasus

    Adanya tren peningkatan kasus mirip flu dan ISPA juga dikonfirmasi oleh Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan, Aji Muhawarman. Menurutnya, tren kasus penyakit influenza dan sejenisnya meningkat beberapa pekan terakhir.

    “Telah terjadi peningkatan tren kasus penyakit influenza/sejenisnya (ILI, ISPA, COVID) di Indonesia dalam beberapa minggu terakhir. Data diperoleh dari laporan oleh fasyankes ke SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons),” sebutnya.

    Tren serupa, menurut Aji, juga terpantau di beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Di negara tersebut, kasus didominasi virus Influenza Tipe A.

    Sebagai antisipasi, Kemenkes melakukan pengamatan kasus influenza melalui SKDR dan surveilans sentinel ILI (Influenza Like Illness) dan SARI (Severe Accute Respiratory Infection). Komunikasi risiko juga dilakukan melalui berbagai media.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video IDAI: Indonesia Punya Kasus Influenza Sepanjang Tahun”
    [Gambas:Video 20detik]
    (up/up)

    Dihantui Penyakit Mirip COVID

    11 Konten

    Dinas Kesehatan DKI mencatat tren peningkatan penyakit dengan keluhan mirip COVID-19, yakni batuk yang tidak sembuh-sembuh. Sementara itu, COVID-19 justru mengalami penurunan. Lalu penyakit apa yang lagi ngegas saat ini?

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Jaga Kondisi! Kemenkes Sebut Flu-COVID dan Sejenisnya Ngegas Lagi Belakangan Ini

    Jaga Kondisi! Kemenkes Sebut Flu-COVID dan Sejenisnya Ngegas Lagi Belakangan Ini

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut telah terjadi peningkatan tren kasus penyakit influenza atau sejenisnya (ILI, ISPA, COVID) di Indonesia dalam beberapa minggu terakhir. Data diperoleh dari laporan oleh fasyankes ke SKDR (Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons).

    Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Aji Muhawarman mengatakan hal serupa juga terjadi di negara-negara tetangga dan disebabkan oleh varian virus tertentu.

    “Kasus juga terjadi di beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand yang disebabkan didominasi virus influenza tipe A,” kata Aji dalam keterangannya saat dihubungi detikcom, Kamis (16/10/2025).

    “Di negara-negara tropis, termasuk Indonesia, virus influenza bersirkulasi sepanjang tahun. Namun aktivitasnya meningkat pada masa/waktu tertentu. Saat ini mulai adanya peralihan ke musim hujan dan kualitas udara yang buruk di beberapa kota di Indonesia,” sambungnya.

    Aji menambahkan, meningkatnya kasus influenza atau ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) di musim hujan atau dingin memang normal terjadi. Ini karena pada saat itu suhu udara lebih rendah dan kelembapan tinggi sehingga membuat virus mudah bertahan, mereplikasi, dan menyebar luas.

    Upaya Kemenkes Mengantisipasi Lonjakan

    Kemenkes terus berupaya untuk menekan lonjakan kasus penyakit influenza atau sejenisnya. Pertama dengan Pengamatan kasus influenza melalui SKDR, dan surveilans sentinel ILI/SARI.

    Tak berhenti di sini, Kemenkes juga akan melakukan komunikasi risiko kepada masyarakat melalui berbagai platform media.

    “Terapkan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS), konsumsi makanan bergizi, istirahat cukup, rutin aktivitas fisik, jaga kebersihan diri dan lingkungan,” kata Aji.

    “Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun (CTPS) atau hand sanitizer. Gunakan masker bagi masyarakat yang sakit atau jika di keramaian dan terapkan etika batuk/bersin,” lanjutnya.

    Apabila diperlukan dapat melakukan vaksinasi influenza setahun sekali, khususnya bagi pelaku perjalanan dan masyarakat kelompok berisiko tinggi seperti tenaga kesehatan, lansia, ibu hamil, dan individu dengan penyakit kronis.

    Kemenkes menekankan jika gejala terus memberat, segera dapatkan bantuan dokter atau ke fasyankes terdekat untuk meminimalisir risiko kondisi yang lebih serius.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/up)

    Cuaca Terik Menyengat

    10 Konten

    Cuaca terik menyengat diprediksi akan berlangsung hingga akhir Oktober 2025. Menurunnya daya tahan tubuh membuat keluhan flu dan batuk meningkat.

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Dear Ortu, Jangan Malas Bawa Anak Imunisasi! Ini Alasan Tak Cukup Sekali Suntik

    Dear Ortu, Jangan Malas Bawa Anak Imunisasi! Ini Alasan Tak Cukup Sekali Suntik

    Jakarta

    Ketua Satgas Imunisasi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof Dr dr Hartono Gunardi SpA(K) mengungkapkan alasan mengapa imunisasi yang dijalani anak harus dilakukan secara berulang. Ia menuturkan salah satu tantangan dalam memenuhi cakupan imunisasi di Indonesia adalah keengganan orang tua untuk memberikan imunisasi secara berulang.

    Berdasarkan survei yang dilakukan UNICEF Nielsen pada 2023, disebutkan 37,7 persen orang tua enggan membawa anaknya imunisasi karena takut suntik lebih dari satu kali.

    Prof Hartono menjelaskan proteksi dari vaksin akan memicu peningkatan kekebalan yang disebut dengan respons primer. Seiring waktu, proteksi akan menurun dan perlu diperbarui.

    “Kekebalan tersebut meningkat tapi selama beberapa lama dia akan menurun lagi oleh karena itu dia perlu diberikan antigen yang kedua yang akan menimbulkan pembentukan antibodi yang lebih cepat dan lebih tinggi daripada antibodi sebelumnya,” ujar Prof Hartono ketika ditemui awak media, di Jakarta Selatan, Rabu (15/10/2025).

    “Orang tua sering kali bertanya kok imunisasi nggak ada habis-habisnya, ya jadi diulang-ulang terus,” sambungnya.

    Lalu, mengapa dosis imunisasi yang dibutuhkan tidak sekalian diberikan di waktu awal dan harus diberi jeda waktu? Prof Hartono menjelaskan tubuh membutuhkan waktu untuk ‘mempelajari’ antibodi yang masuk melalui imunisasi.

    Setelah dipelajari, imunisasi booster digunakan untuk memperkuat sistem pertahanan yang ada.

    “Seperti kita melatih pelajaran, nggak bisa anak itu diajar sekaligus matematika yang sampai integral gitu ya. Nggak bisa, jadi harus satu-satu,” ujar Prof Hartono.

    “Demikian juga sistem tubuh itu belajar pelan-pelan. Karena tadi kita lihat satu antigen dia sedikit naik-naiknya, belum lengkap antibodinya, belum cukup untuk jangka panjang. Akhirnya itu mereka diulang. Banyak ulangannya, semakin tinggi antibodi yang terbentuk dan semakin lama perlindungannya,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Upaya Kemenkes Cegah Misinformasi Seputar Imunisasi”
    [Gambas:Video 20detik]
    (avk/naf)

  • Dibanding Jeroan, Ternyata Gula Lebih Memicu Asam Urat

    Dibanding Jeroan, Ternyata Gula Lebih Memicu Asam Urat

    Jakarta

    Selama ini, banyak orang meyakini bahwa makanan tinggi purin seperti jeroan, emping, atau seafood adalah penyebab utama gout atau penyakit asam urat. Karena itu, sebagian orang berusaha keras menghindari makanan tersebut, tapi sebenarnya ada faktor lain yang diam-diam jadi penyebab asam urat tinggi.

    Sejumlah penelitian mengungkapkan kaitan konsumsi gula berlebih, terutama dari makanan dan minuman manis memiliki kaitan lebih kuat menjadi penyebab peningkatan kadar asam urat (uric acid) dalam tubuh dibandingkan makanan tinggi purin. Dengan kata lain, pola makan tinggi gula bisa memicu asam urat tinggi bahkan pada orang yang jarang makan jeroan sekalipun.

    Fakta Mengenai Asam Urat

    Tidak banyak yang tahu bahwa sebagian besar asam urat dalam tubuh bukan berasal dari makanan yang dikonsumsi, melainkan dari hasil metabolisme purin di dalam tubuh. Tubuh setiap hari memecah dan memperbaiki sel-sel yang mengandung purin, yaitu komponen dari DNA dan RNA. Proses inilah yang menghasilkan asam urat secara alami di dalam tubuh.

    Menurut publikasi International Journal of Cardiology tahun 2016, sekitar dua pertiga kadar asam urat dalam darah berasal dari produksi internal tubuh (endogen), sedangkan sisanya hanya sekitar sepertiga yang berasal dari makanan. Artinya, meskipun seseorang sudah berhati-hati menghindari sumber purin tinggi seperti jeroan atau seafood, kadar asam urat tetap bisa meningkat bila tubuh gagal membuang hasil sisa metabolisme ini secara efisien, terutama melalui urin.

    Bagaimana Gula Bisa Picu Asam Urat

    Konsumsi gula berlebihan dapat meningkatkan kadar gula darah sekaligus memberi beban tambahan pada ginjal. Saat kadar gula darah tinggi berlangsung terus-menerus, pembuluh darah kecil di ginjal (glomerulus) perlahan mengalami kerusakan. Akibatnya, kemampuan ginjal dalam menyaring darah dan membuang zat sisa metabolisme, termasuk asam urat, menurun.

    Ketidakmampuan mengeluarkan asam urat melalui urin ini membuat asam urat yang seharusnya dikeluarkan menjadi menumpuk di dalam darah. Saat kadarnya tinggi, asam urat perlahan menumpuk dan berubah menjadi kristal di persendian dan menimbulkan rasa nyeri, bengkak, hingga peradangan khas (gout).

    Pentingnya Batasi Asupan Gula Harian

    Gula tidak hanya berasal dari minuman manis, tetapi juga tersembunyi dalam berbagai makanan sehari-hari, mulai dari permen, ice cream, biskuit, hingga makanan ringan kemasan. Jika dikonsumsi berlebihan, gula tambahan dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah dan memperburuk metabolisme tubuh.

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI merekomendasikan agar konsumsi gula tambahan tidak lebih dari 50 gram (setara 4 sendok makan) per hari untuk orang dewasa. Idealnya, jumlah tersebut bahkan bisa dikurangi hingga separuhnya untuk mendapatkan manfaat kesehatan yang lebih baik.

    Membatasi asupan gula bukan berarti harus menghindarinya, melainkan mengatur agar tidak berlebihan. Pilih makanan dengan label rendah gula, ganti minuman manis dengan air putih atau infused water tanpa pemanis, dan batasi cemilan olahan yang sangat manis. Dengan langkah sederhana ini, kadar gula darah lebih terkontrol, fungsi ginjal tetap optimal, dan risiko dimasa depan terkait peningkatan asam urat bisa dihindari.
    Kesimpulan

    Kadar asam urat tinggi di dalam tubuh ternyata tidak disebabkan oleh makanan tinggi purin. Tubuh sebenarnya memproduksi asam urat sendiri dalam jumlah besar dan ketika fungsi ginjal terganggu, salah satunya akibat kadar gula darah tinggi karena kebiasaan konsumsi gula berlebih, kemampuan tubuh untuk membuang asam urat melalui ginjal di dalam urin ikut menurun.

    Mengontrol asupan gula harian menjadi langkah penting untuk menjaga kesehatan ginjal sekaligus menurunkan risiko asam urat. Jadi, daripada hanya fokus menghindari jeroan dan lainnya, lebih baik mulai mengontrol seberapa banyak gula yang masuk ke tubuh setiap hari.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Mitos atau Fakta: Makan Sayuran Hijau Bikin Asam Urat Naik”
    [Gambas:Video 20detik]
    (mal/up)

  • Cara Daftar Cek Kesehatan Gratis di Sekolah via WA Kemenkes

    Cara Daftar Cek Kesehatan Gratis di Sekolah via WA Kemenkes

    Jakarta

    Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di sekolah masih berlangsung. Kini, orang tua atau wali murid bisa mendaftarkan anak ke program dengan lebih mudah melalui layanan WhatsApp (WA) resmi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

    Mengutip informasi dari laman resmi Indonesia Baik, pendaftaran CKG sekolah via WhatsApp ini meliputi beberapa langkah yang cukup mudah untuk diikuti. Mulai dari mengirim pesan ke nomor WA resmi, mengisi data diri, dan mengikuti prosedurnya secara lengkap dan benar.

    Berikut informasi lengkapnya.

    Cara Daftar CKG Sekolah Lewat WAKirim pesan ke WA Kemenkes RI di nomor 081110500567Pilih menu “Cek Kesehatan Gratis” lalu klik “Ya”Ikuti petunjuk, klik tautan http://link.kemkes.go.id/daftarckgLanjutkan ke WA Layanan Kesehatan Primer di nomor 081278878812Ketik pesan “Kado”, lalupilih menu “Pendaftaran”Klik tautan yang dikirim, lalu isi formulir pendaftaranIsi Data Diri dan Skrining Mandiri SiswaIsi data diri secara lengkap dan benarPilih kategori pekerjaan: “Pelajar“Masukkan lokasi kecamatan sesuai tempat sekolahPilih nama sekolah dan jenjang pendidikanCentang pernyataan persetujuan lalu klik “Simpan”Setelah berhasil, akan dapat tiket CKG SekolahKlik “Isi Skrining” untuk menjawab pertanyaan kesehatan siswaLengkapi seluruh pertanyaan hingga selesai

    Catatan: Orang tua atau wali murid perlu memastikan untuk mengisi data dan memilih kategori kelas anak dengan benar dan lengkap. Apabila salah dalam memilih level kelas saat mendaftarkan anak, silakan lakukan pendaftaran ulang.

    Bagaimana Jika Link Skrining Error?Akses form skrining di alamat ini form.kemkes.go.id/ckgMasukkan “Nomor Tiket” dan “Tanggal Lahir” siswaLanjutkan pengisian skrining kesehatan mandiri hingga selesai

    Sebagai informasi, CKG Sekolah ditujukan pada anak usia sekolah (7-17 tahun) untuk identifikasi faktor risiko kesehatan, deteksi dini kondisi pra penyakit dan deteksi penyakit lebih awal. Program ini berlaku untuk seluruh peserta didik SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK atau sederajat.

    (wia/imk)

  • Wamenkes Ungkap 4,6 Persen Puskesmas di RI Tak Punya Dokter

    Wamenkes Ungkap 4,6 Persen Puskesmas di RI Tak Punya Dokter

    Jakarta

    Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengatakan Indonesia kini masih kekurangan dokter. Setidaknya, 4,6 persen Puskesmas di RI tidak memiliki tenaga medis.

    “4,6 persen puskesmas tidak ada dokternya, 38,8 persen puskesmas belum lengkap tenaga medisnya, dan sepertiganya dari rumah sakit itu tidak punya 7 spesialis dasar yang harusnya bisa melayani pasien dengan baik,” kata Dante, di Jakarta Selatan, Senin (13/10/2025).

    Menurut Dante, ini adalah permasalahan yang harus segera diatasi. Pasalnya, Puskesmas dan rumah sakit termasuk garda terdepan dalam membantu pasien.

    “Kita masih menghadapi persoalan kesehatan secara menyeluruh di Indonesia. Baik itu prevalensi stunting, kematian ibu, kematian bayi, dan angka penyakit-penyakit penting seperti tuberculosis, hipertensi, diabetes, penyakit jantung, stroke, dan sebagainya,” ujar Dante.

    “Karena itulah maka kita harus melakukan akselerasi secepat-cepatnya karena masalahnya ada dua. Satu, masalah jumlahnya yang kurang. Dan dua, adalah masalah distribusinya yang tidak merata,” sambungnya.

    Dante menegaskan, Kemenkes bersama Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) memiliki tanggung jawab untuk memastikan ketersediaan dokter dan tenaga medis di seluruh Indonesia, serta distribusinya yang merata.

    “Karena itu kami sebagai organisasi pemerintah yang bertanggung jawab untuk melahirkan dokter, dalam hal ini Kemendikti Saintek dan Kementerian Kesehatan mempunyai tanggung jawab untuk melahirkan dokter-dokter ini, sehingga cukup di seluruh Tanah Air,” tutur dia.

    Meluncurkan SOP Uji Kompetensi

    Kemenkes bersama Kemendikti Ristek resmi menetapkan Standar Prosedur Operasional (SPO) Uji Kompetensi Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan Nasional.

    Penetapan ini merupakan amanat dari Pasal 591 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024.

    Sebagai tindak lanjut dari penetapan SPO, pemerintah akan membentuk Tim Ad Hoc Nasional paling lambat November tahun ini.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kata Dokter IQ Anak Bisa Dioptimalkan dengan Stimulasi dari Bayi”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/naf)

  • Siasat Kemenkes RI Jamin Kompetensi Lulusan University-Hospital Based Setara

    Siasat Kemenkes RI Jamin Kompetensi Lulusan University-Hospital Based Setara

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meluncurkan Standar Prosedur Operasional (SPO) Uji Kompetensi. Hal ini untuk memastikan kompetensi tenaga medis dan kesehatan lulusan university dan hospital based.

    SPO ini diluncurkan Kemenkes sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024.

    Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Prof Dante Saksono Harbuwono mengatakan saat ini Indonesia sedang dihadapkan dengan banyaknya masalah kesehatan, seperti stunting, kematian ibu, kematian bayi, dan angka penyakit-penyakit penting seperti tuberculosis (TB), hipertensi, diabetes, jantung, dan stroke.

    “Yang berada di garda depan untuk menangani permasalahan tersebut adalah para tenaga medis dan tenaga kesehatan. Paradoksnya adalah, tenaga medis dan kesehatan itu masih kurang di Indonesia,” kata Dante dalam sambutannya di Jakarta Selatan, Senin (13/10/2025).

    “4,6 persen puskesmas tidak ada dokternya, 38,8 persen puskesmas belum meningkat tenaga medisnya, dan sepertiganya dari rumah sakit tidak punya 7 spesialis dasar yang harusnya bisa melayani pasien dengan baik,” sambungnya.

    Dante menambahkan ada masalah lain terkait jumlah tenaga medis dan kesehatan yang masih kurang, serta distribusi mereka yang belum merata.

    Oleh karena itu, melalui SPO Uji Kompetensi ini, Kemenkes dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) berharap tenaga medis dan tenaga kesehatan lulusan hospital dan university based bisa mendapatkan sertifikasi, sehingga kualitasnya terjamin untuk terjun melayani masyarakat.

    “Jadi uji kompetensi ini dilakukan secara nasional dan berstandar nasional. Nanti ada untuk vokasi dan profesi, dan ada spesialis dan sub-spesialis,” kata Dante.

    “Yang lulus nanti akan mendapat sertifikat dan sertifikat itu akan berlaku secara nasional. Yang tidak lulus juga boleh mengulang lagi berdasarkan waktu tertentu yang disepakati Undang-Undang,” lanjutnya.

    Pembinaan, pengampuan, dan pengawasan dari ‘uji kompetensi’ ini dilakukan oleh Kemenkes, Kemendiktisaintek, dan Konsil Kesehatan Indonesia (KKI). Hal ini untuk menjamin bahwa lulusannya memiliki kualitas yang sama.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: AIPKI Menampik Ada ‘Permainan’ di Uji Kompetensi Dokter”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/naf)

  • Ramai Kritik Susu di Paket Menu MBG, BGN Angkat Bicara

    Ramai Kritik Susu di Paket Menu MBG, BGN Angkat Bicara

    Jakarta

    Program makan bergizi gratis (MBG) menuai beragam tanggapan para pakar gizi. Salah satu yang menyoroti implementasinya adalah dr Tan Shot Yen, dokter yang juga ahli gizi masyarakat. Ia menilai sejumlah menu dalam program tersebut belum sepenuhnya tepat untuk memenuhi kebutuhan gizi anak sekolah.

    Salah satu sorotan utamanya pada pemberian susu kemasan yang menjadi bagian dari paket MBG di beberapa daerah.

    Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR beberapa waktu lalu, dr Tan menyampaikan masih banyak menu MBG yang dinilai tidak sejalan dengan prinsip gizi modern, terutama dalam hal pemilihan susu sebagai menu wajib.

    “Tidak banyak orang tahu bahwa etnik Melayu, yang juga mencakup sebagian besar masyarakat Indonesia, sekitar 80 persennya itu intoleran laktosa, termasuk saya. Jadi, Anda bisa bayangkan dampaknya,” ujar dr Tan.

    Ia menambahkan, secara regulasi, Indonesia sudah meninggalkan konsep empat sehat lima sempurna sejak diterbitkannya Permenkes tahun 2014 yang menggantinya dengan panduan Gizi Seimbang atau Isi Piringku.

    “Susu adalah bagian dari protein hewani yang tidak begitu penting selama kita punya telur, ikan, dan daging. Kita negara kaya protein hewani, jadi tidak harus bergantung pada susu. Kalau dipaksakan, banyak anak justru bisa mencret,” lanjutnya.

    Selain itu, dr Tan juga menyoroti kualitas produk susu yang dibagikan dalam MBG. Menurutnya, masyarakat kini semakin cerdas membedakan antara susu murni dan minuman bergula rasa susu.

    “Yang dibagi itu bukan susu, tapi minuman bergula. Ini bukti bahwa publik kita sudah pinter, bisa menilai sendiri mana yang benar-benar susu dan mana yang hanya minuman manis,” tegasnya.

    BGN Buka Suara

    Menanggapi kritik tersebut, Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan kehadiran susu dalam program MBG bukan keputusan spontan, melainkan hasil kajian ilmiah dan kebijakan berbasis bukti.

    Prof Epi Taufik, Tim Pakar Bidang Susu BGN sekaligus Guru Besar Ilmu dan Teknologi Susu Fakultas Peternakan IPB, mengklaim hampir semua panduan gizi di dunia, termasuk Indonesia, tetap menempatkan susu dan produk olahannya (dairy) sebagai bagian dari diet seimbang.

    “Dalam berbagai dietary guidance seperti di Malaysia, Jepang, China, hingga panduan Isi Piringku dari Kemenkes RI dan prinsip B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman) dari Bapanas RI, susu selalu masuk dalam rekomendasi. Ini bukan soal ikut-ikutan, tapi karena bukti ilmiahnya kuat,” kata Prof Epi di Bogor, Minggu (12/10).

    Ia menjelaskan, susu mengandung 13 zat gizi esensial, termasuk protein berkualitas tinggi, kalsium, dan vitamin D, semuanya penting untuk pertumbuhan tulang, perkembangan otak, dan daya tahan tubuh anak usia sekolah.

    “Anak usia 9 hingga 12 tahun sedang berada di masa peak growth velocity, periode percepatan pertumbuhan tinggi badan dan kebutuhan energi meningkat tajam. Kalsium dari makanan harian biasanya baru mencukupi 7-12 persen dari kebutuhan harian. Tambahan dari susu membantu menutup kekurangan itu agar pertumbuhan optimal,” jelasnya.

    Selain alasan gizi, BGN juga menilai keberadaan susu dalam program MBG memiliki efek ekonomi positif.

    Kepala Biro Hukum dan Humas BGN, Khairul Hidayati, mengatakan setiap produk MBG diwajibkan mengandung minimal 20 persen susu segar lokal.

    “Susu dalam MBG bukan hanya menyehatkan anak-anak, tapi juga menghidupkan ekonomi desa. Peternak rakyat kini memiliki pasar yang stabil dan berkelanjutan,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)

  • BGN: Susu dalam MBG Simbol Perubahan Besar, Kebijakan Gizi jadi Gerakan Nasional Cerdaskan Bangsa – Page 3

    BGN: Susu dalam MBG Simbol Perubahan Besar, Kebijakan Gizi jadi Gerakan Nasional Cerdaskan Bangsa – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan kehadiran susu dalam makan bergizi gratis (MBG) bukan keputusan spontan, melainkan hasil dari kajian ilmiah dan kebijakan berbasis bukti.

    BGN menyampaikan dalam semua panduan makan (dietary guidance) di beberapa negara seperti Malaysia, Jepang, China, termasuk panduan gizi seimbang yang dikenal dengan IsiPiringku dari Kemenkes RI dan prinsip B2SA (beragam, bergizi, seimbang dan aman) dari Bapanas RI, semuanya memasukkan susu (dairy) sebagai bagian dari pedoman-pedoman tersebut

    “Susu merupakan paket gizi lengkap yang mengandung 13 zat gizi esensial, seperti protein, kalsium, dan vitamin D. Kandungan ini sangat penting bagi anak usia sekolah untuk mendukung pertumbuhan tulang, perkembangan otak, dan imunitas tubuh,” jelas Tim Pakar Bidang Susu BGN), Epi Taufik dikutip dari siaran pers, Minggu (12/10/2025).

    Menurut dia, masa usia 9–12 tahun adalah periode peak growth velocity, di mana anak-anak mengalami percepatan pertumbuhan tinggi badan dan peningkatan kebutuhan energi. Sehingga, menu susu dapat membantu menambah kalsium bagi anak-anak.

    “Kandungan kalsium dari makanan harian biasanya baru memenuhi 7–12 persen dari kebutuhan harian. Tambahan dari susu membantu menutup kekurangan itu agar pertumbuhan anak optimal” tuturnya.