Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Banyak SPPG Ganti Menu Jadi Snack-Biskuit, Wamenkes: MBG Harus Dimasak

    Banyak SPPG Ganti Menu Jadi Snack-Biskuit, Wamenkes: MBG Harus Dimasak

    Jakarta

    Belakangan tidak sedikit satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) yang mengganti menu makan bergizi gratis dengan snack dan roti kering. Hal ini ikut disoroti Wakil Menteri Kesehatan dr Benjamin Paulus Octavianus.

    Ia menegaskan, kebijakan itu tidak sejalan dengan tujuan program makan bergizi gratis (MBG) yang mengutamakan makanan segar dan dimasak langsung.

    “Saya setuju bahwa dari Kementerian Kesehatan, masyarakat harus diberikan makanan yang dimasak. Karena makanan yang dimasak itu kualitasnya lebih aman dibanding kita pakai biskuit atau makanan kering lain,” ujar Benjamin, dalam Temu Media di Kementerian Kesehatan RI, Jumat (17/10/2025).

    dr Benjamin menjelaskan berdasarkan laporan terakhir yang diterima Kementerian Kesehatan, Jumat pagi (17/10), terdapat 439 kasus keracunan pangan MBG di delapan kabupaten. Tren tersebut menurutnya fluktuatif.

    “Kemenkes ini luar biasa, laporan tadi pagi 439 kasus di delapan kabupaten. Kami punya laporan setiap hari, kemarin 200, sebelumnya 103, jadi naik-turun dari sekitar hampir 35 juta orang yang makan,” jelasnya.

    Ia menegaskan, target pemerintah adalah zero case, artinya tidak boleh ada satu pun kasus keracunan dalam program makan bergizi gratis.

    “Targetnya kita ya harus zero, nggak boleh ada orang keracunan,” tegas Benjamin.

    Alasan SPPG Beralih ke Snack Kering

    Menurut Benjamin, sebagian SPPG memilih menyediakan makanan kering seperti biskuit atau snack kemasan karena kendala operasional di lapangan, misalnya belum memiliki dapur layak atau keterbatasan waktu dalam pengadaan bahan segar.

    “Memang ada yang sudah mampu langsung masak makanan, ada juga yang karena harus segera membeli makan, akhirnya memilih makanan jadi seperti biskuit,” katanya.

    Namun, pemerintah ingin memastikan setiap penerima program mendapatkan makanan bergizi yang benar-benar memenuhi standar keamanan dan nilai gizi.

    Kementerian Kesehatan kini tengah memperkuat sistem pengawasan terhadap mutu makanan yang disalurkan oleh SPPG, termasuk menyiapkan standar kelayakan dapur, sanitasi, dan pelatihan pengelolaan bahan makanan. Benjamin menyebut peningkatan kualitas ini menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan dan kredibilitas program.

    “Kita tingkatkan kualitasnya. Makanan yang berproses dan dimasak itu jauh lebih baik untuk kesehatan penerima manfaat,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Menu MBG Ikan Hiu Goreng Diduga Bikin Keracunan, Ini Kata BGN”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • Keniscayaan Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Puluhan Juta Warga
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        18 Oktober 2025

    Keniscayaan Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Puluhan Juta Warga Nasional 18 Oktober 2025

    Keniscayaan Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan Puluhan Juta Warga
    Menyelesaikan pascasarjana FKM Unair program studi magister manajemen pelayanan kesehatan. Pernah menjadi ASN di Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban bidang pengendalian dan pencegahan penyakit. Sekarang menjadi dosen di Stikes NU di Tuban, dan menjalani peran sebagai surveior FKTP Kemenkes
    KETIKA
    pemerintah menggulirkan wacana pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan, sebagian orang menganggapnya sebagai langkah populis.
    Namun, di balik itu tersimpan realitas yang tak bisa diabaikan: jutaan warga Indonesia karena ketidakberdayaan ekonomi masih tertinggal dalam akses jaminan kesehatan.
    Dalam konteks inilah pemutihan yang mendapat perhatian Presiden Prabowo Subianto bukan sekadar kebijakan sporadis, melainkan keniscayaan sosial dan ekonomi untuk menjadi pondasi keberlanjutan sistem jaminan kesehatan nasional.
    Data BPJS Kesehatan menunjukkan masih banyak masyarakat peserta menunggak iuran, terutama dari segmen pekerja bukan penerima upah atau mandiri.
    Pada tahun-tahun terakhir, jumlah peserta yang menunggak iuran mencapai 23 juta orang, dengan nilai tunggakan mencapai Rp 7,6 triliunan. Nilai tunggakan bisa bertambah karena adanya denda dan kewajiban lain.
    Mereka adalah pedagang kecil, sopir ojek daring, buruh harian, hingga pekerja informal yang penghasilannya tak menentu.
    Ada juga peserta PBI yang mutasi dan punya tunggakan lama dan peserta penerima PBID (Pemda) yang juga macet iuran bulanannya selama bertahun-tahun.
    Bagi mereka, satu bulan tak mampu membayar iuran berubah menjadi beban berbulan-bulan. Akibatnya kepesertaan menjadi nonaktif, dan ketika sakit, kartu BPJS tak bisa digunakan.
    Jika jatuh dalam kondisi sakit, pilihan mereka hanya dua: berutang untuk berobat, atau menunda pengobatan hingga kondisi kesehatan makin memburuk.
    Sebuah dilema sosial yang membuat sistem kesehatan harus berpikir ulang, apakah prinsip kepesertaan yang aktif lebih penting daripada prinsip keadilan sosial?
    Maka pemutihan, dalam konteks demikian, menjadi jalan tengah agar warga yang jatuh miskin tak kehilangan hak dasarnya atau kesehatan hanya karena terjerat tunggakan iuran yang lama.
    Secara prinsip, BPJS Kesehatan beroperasi dengan model asuransi sosial, di mana setiap peserta wajib membayar iuran agar sistem bisa berjalan gotong royong.
    Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa penerapan prinsip ini tidak selalu seimbang dengan kemampuan masyarakat.
    Dalam sistem asuransi komersial, peserta yang menunggak akan otomatis kehilangan perlindungan.
    Di sini BPJS Kesehatan bukan perusahaan asuransi komersial, ia adalah badan publik yang menjalankan amanat konstitusi, yakni menjamin kesehatan seluruh rakyat Indonesia.
    Pemutihan dalam kerangka demikian bukan berarti melanggar prinsip asuransi, melainkan penyesuaian terhadap prinsip jaminan sosial dan keadilan distributif. Negara harus hadir bagi kelompok masyarakat yang lemah.
    Negara bisa menjamin dan menanggung sebagian beban tak berdaya peserta melalui skema subsidi, menghapus denda, dan tunggakan lama agar peserta bisa aktif kembali.
    Kehadiran negara menjadi penting. Tanpa intervensi tangan negara, jutaan rakyat akan terus berada di luar sistem pelayanan kesehatan.
    Hal yang bisa membuat
    universal health coverage
    yang diklaim keberhasilan sistem BPJS Kesehatan menjadi keberhasilan yang tidak bisa dirasakan.
    Pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan yang bakal diambil menjadi investasi kesehatan dan sosial jangka panjang.
    Dengan dihapusnya tunggakan dan denda, nantinya masyarakat berpeluang besar untuk kembali aktif sebagai peserta. Ini berarti kepesertaan menjadi aktif yang akan memperkuat basis gotong royong dan menjamin hak masyarakat.
    Selain itu, pemutihan dapat menghindarkan dari
    catastrophic spending
    , yaitu pengeluaran medis yang menguras keuangan rumah tangga. Pasalnya, ketika peserta menjadi kembali aktif, risiko mereka jatuh miskin karena masalah kesehatan berkurang.
    Secara makro, pemutihan juga akan terasa pada stabilitas ekonomi masyarakat. Masyarakat yang terjamin kesehatannya bakal lebih produktif, lebih tenang dalam bekerja, dan tidak lagi menjadikan penyakit sebagai penyebab kemiskinan.
    Namun, seperti pernyataan Mensesneg, pemutihan juga membawa konsekuensi fiskal negara. Pemerintah harus berhitung cermat agar tidak menimbulkan defisit keuangan negara dan di tubuh BPJS Kesehatan sendiri.
    Maka diperlukan strategi, bukan hanya menghapus tunggakan, tetapi juga memperbaiki mekanisme pendanaan jangka panjang.
    Opsinya, bisa melakukan penyesuaian iuran berdasarkan kemampuan bayar, integrasi data sosial ekonomi tunggal, serta memperluas cakupan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).
    Bagi sebagian peserta, tunggakan BPJS Kesehatan bukan sekadar nominal tagihan, tetapi simbol ketidakberdayaan di tengah biaya hidup yang terus naik.
    Banyak dari mereka kehilangan pekerjaan, mengalami penurunan pendapatan, atau terjebak dalam produktifitas rendah yang belum dapat dipulihkan.
    Kebijakan pemutihan bila dijalankan dengan kesungguhan yang empatik, dapat menjadi momentum kebersamaan antara negara dan rakyatnya yang membutuhkan kehadirannya.
    Negara dan pemerintah memberi kesempatan warganya masuk kembali kedalam sistem pelayanan kesehatan yang menjadi hak konstitusionalnya.
    Sementara masyarakat mendapat ruang untuk memperbaiki komitmen sebagai peserta BPJS Kesehatan/program Jaminan Kesehatan Nasional.
    Momentum juga bagi BPJS Kesehatan untuk memperkuat komunikasi publiknya. Banyak peserta yang tidak paham mekanisme iuran, denda, kewajiban, dan hak mereka.
    Edukasi publik harus berjalan beriringan dengan kebijakan pemutihan agar kesadaran kolektif terbentuk, bahwa jaminan kesehatan bukan pemberian gratis, melainkan hasil gotong royong seluruh masyarakat bangsa dan membutuhkan komitmen.
    Pemutihan tunggakan jika terjadi bukanlah solusi akhir. Ia harus dilihat sebagai titik awal menuju sistem jaminan kesehatan yang dinamis, lebih inklusif dan berkeadilan.
    Pemerintah dan BPJS Kesehatan perlu melanjutkan langkah dengan reformasi struktural, memperkuat pendataan peserta, memperluas subsidi bagi kelompok rentan, dan memastikan pelayanan kesehatan tetap bermutu.
    Masyarakat juga harus diajak bertanggung jawab. Setelah ada pemutihan November nanti, kepatuhan membayar iuran perlu dijaga melalui insentif dan edukasi.
    Penting membangun kesadaran sosial bahwa jaminan kesehatan adalah hak sekaligus kewajiban bersama.
    Terakhir, jika tujuan jaminan kesehatan nasional adalah melindungi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, maka kebijakan pemutihan bukanlah pilihan, melainkan keniscayaan.
    Sebuah langkah terbaik yang menegaskan kembali makna negara hadir, bukan hanya saat rakyat sehat, tapi justru ketika mereka sakit dan tak berdaya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Musim Influenza, Wamenkes Imbau Masyarakat Kenakan Masker
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        17 Oktober 2025

    Musim Influenza, Wamenkes Imbau Masyarakat Kenakan Masker Nasional 17 Oktober 2025

    Musim Influenza, Wamenkes Imbau Masyarakat Kenakan Masker
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Benjamin Octavianus mengimbau masyarakat untuk mengenakan masker saat musim virus influenza pada masa pancaroba seperti saat ini.
    “Makanya selalu flu tuh munculnya di pergantian kayak sekarang September, Oktober pasti banyak orang flu nih. Nanti Desember agak reda. Nanti Maret, April banyak lagi orang flu. Jadi flu seperti itu,” kata Benjamin di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2025).
    Masker dapat melindungi saluran pernapasan dari masuknya virus, sehingga meminimalisir peluang tubuh jatuh sakit.
    “Jadi bagaimana penanganannya? Ya pada saat musim flu ya seperti di Jepang. Sudah ngerti dong, kalau musim lagi jelek itu ya pakai masker. Itu satu-satunya pengaman kita pakai masker,” tuturnya.
    Ia mengingatkan, flu selalu menyerang orang yang daya tubuhnya rendah. Karena itu, penting untuk menjaga daya tahan tubuh.
    “Jadi ingat flu tuh selalu menyerang sama orang yang rentan yang daya tubuhnya rendah. Jadi setiap orang sakit itu terjadi karena dia kalah perang. Mau sakit TBC juga sama. Karena imunnya kalah perang,” ucapnya.
    Sebagai dokter spesialis paru, Benjamin mengatakan bahwa flu termasuk masalah dunia yang bisa tiba-tiba muncul seperti kasus virus flu burung atau H5N1.
    “Jadi yang paling berbahaya bahwa tiba-tiba muncul, karena saya ahli paru kan, dulu muncul H5N1 satu, kita pusing dari burung, dari unggas. Datang lagi yang Covid-19. Jadi bisa saja tahun-tahun depan ada lagi flu yang seperti ini,” jelasnya.
    Benjamin menegaskan, penyakit flu erat kaitannya dengan daya tubuh.
    Memakai masker menjadi salah satu pencegah penularan.
    “Maka sebaiknya pakai masker di musim flu sudah tahu. Nah dan teman-teman juga kita mengedukasi masyarakat. Kalau ada flu tolong jangan ke kantor, bisa nularin itu jarak dekat,” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kenalkan Wamenkes Benjamin, Menkes: Ditelepon Mensesneg Disuruh Pegang MBG
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        17 Oktober 2025

    Kenalkan Wamenkes Benjamin, Menkes: Ditelepon Mensesneg Disuruh Pegang MBG Nasional 17 Oktober 2025

    Kenalkan Wamenkes Benjamin, Menkes: Ditelepon Mensesneg Disuruh Pegang MBG
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengenalkan partner barunya, Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Benjamin Octavianus.
    Dalam agenda Temu Media, Budi mengatakan, Wamenkes Dante Saksono dan Wamenkes Benjamin Octavianus memiliki tugas masing-masing sesuai arahan Presiden RI Prabowo Subianto.
    “Jadi, dokter Dante pegang penyakit tidak menular, dokter Benny pegang penyakit menular. Kemudian Bapak Presiden itu kan ada beberapa program utama. Tadi, kita juga baru tahu ya, kita baru tahunya di telepon sama Pak Mensesneg, bahwa dokter Benny (Benjamin) disuruh pegang MBG,” ucap Budi, di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2025).
    Budi mengatakan, Benjamin dipercaya oleh Prabowo untuk membantu pelaksanaan makan bergizi gratis (MBG) meski posisinya hanya untuk mendukung.
    “Jadi, makan bergizi gratis, tapi sifat kita men-
    support
    ya. Kita mesti men-
    support
    BGN agar program makan bergizi gratisnya Bapak Presiden berhasil,” kata Budi.
    Budi menyebut, Benjamin diminta mengawal program MBG karena keberhasilan program ini berdampak besar pada status kesehatan di Indonesia.
    Ia mengatakan, MBG bisa menyelesaikan kurang lebih 40 hingga 50 persen masalah kesehatan.
    “Saya sebagai Menkes selalu bilang, kalau itu berhasil, mungkin 40-50 persen masalah kesehatan selesai,” tutur dia.
    Budi mengatakan, masalah gizi juga erat kaitannya dengan TBC, stunting, masalah infeksi, bahkan hubungan kematian ibu dan anak.
    “Itu semuanya bisa berkurang. Jadi untuk program utamanya Bapak Presiden, dokter Benny pegang yang makan bergizi gratis, bantuin BGN,” ucap Budi.
    Dalam kesempatan yang sama, Benjamin memastikan masyarakat tidak lagi khawatir terhadap permasalahan dalam pelaksanaan program MBG.
    Ia memastikan akan mengawasi dan mencegah agar kasus luar biasa (KLB) selama program ini berjalan terus menurun.
    “Jangan khawatir, kami yang nge-
    push
    terus, karena saya ditugaskan oleh Pak Menteri dan Pak Presiden untuk memantau, tugas kita tuh supaya bisa mencegah, bisa supaya kasus-kasus ini makin hari makin turun,” ucap Benjamin.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dr Benny Paulus Resmi Jadi Wamenkes Baru Dampingi Budi Gunadi

    Dr Benny Paulus Resmi Jadi Wamenkes Baru Dampingi Budi Gunadi

    Foto Health

    Rafida Fauzia – detikHealth

    Jumat, 17 Okt 2025 20:18 WIB

    Jakarta – Menkes Budi Gunadi memperkenalkan Wamenkes baru, dr Benjamin Paulus. Ia ditugasi mengawal penanganan TBC sekaligus keamanan pangan program MBG.

  • Menkes Kenalkan Wamen Baru, dr Benny Juga Ditugasi Kawal Keamanan MBG

    Menkes Kenalkan Wamen Baru, dr Benny Juga Ditugasi Kawal Keamanan MBG

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memperkenalkan wakil menteri kesehatan baru dr Benjamin Paulus Octavianus, spesialis pulmonologi yang kini diberi mandat mengawal tuberkulosis (TBC). Tidak hanya itu, rupanya ia juga ditugasi mengawal keamanan pangan makan bergizi gratis sesuai arahan Presiden RI Prabowo Subianto.

    “Jadi ini ada Pak Wamen Dante, ada Pak Wamen Benny. Ini saya dikelilingi oleh dua dokter, satu dokter spesialis penyakit dalam, satu dokter spesialis penyakit paru. Kita sudah bagi-bagi tugas, sesuai bidangnya,” tuturnya dalam Temu Media di Kemenkes RI, Jumat (17/10/2025).

    “Kalau dokter Benny itu TBC dan semua penyakit-penyakit yang dulu paling mematikan. Tapi sekarang karena udah reda COVID-nya, TBC naik lagi, COVID-19 yang paling tinggi, sekarang COVID-19 sudah turun. Kalau Pak Benny ini ada yang rutin, tapi biasanya kalau loncat tinggi sekali,” sebutnya, sembari menekankan sementara Wamenkes Dante Saksono Harbuwono ditugasi menangani penyakit tidak menular.

    Terkait arahan MBG, Menkes Budi menyebut dr Benny mengawal dalam mendukung program MBG. Hal ini dikarenakan keberhasilan MBG berdampak besar pada status kesehatan di Indonesia.

    Bahkan, Menkes Budi menyebut bisa menyelesaikan kurang lebih 40 hingga 50 persen masalah kesehatan.

    “Dokter Benny disuruh pegang MBG. Jadi makan bergizi gratis, tapi sifat kita men-support ya. Kita mesti men-support BGN agar program makan bergizi gratis-nya Bapak Presiden berhasil. Dan saya sebagai Menkes selalu bilang, kalau itu berhasil, mungkin 40-50 persen masalah kesehatan selesai,” sambungnya.

    Menkes Budi menekankan masalah gizi juga erat kaitannya dengan TBC, stunting, masalah infeksi, juga hubungan kematian ibu anak.

    “Itu semuanya bisa berkurang. Jadi untuk program utamanya Bapak Presiden, dokter Benny pegang yang makan bergizi gratis, bantuin BGN,” pungkasnya.

    (naf/naf)

  • Kemenkes Ungkap Wacana Label Nutri-Level, Direncanakan Berlaku 2027

    Kemenkes Ungkap Wacana Label Nutri-Level, Direncanakan Berlaku 2027

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengungkap mekanisme penerapan label nutri-level pada produk makanan dan minuman. Nantinya, label ini akan menunjukkan mana pilihan makanan atau minuman yang lebih sehat hingga cenderung tinggi gula, garam, dan lemak.

    Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan penerapan nutri-level untuk produk pangan masuk dalam tahap edukasi. Saat ini, pemerintah belum mewajibkan perusahaan menggunakan label tersebut, alias bersifat sukarela.

    Pihaknya juga ditekankan masih menyusun aturan terkait penerapan Nutri-level, meliputi regulasi penanggulangan penyakit dan edukasi cara membaca Nutri-level.

    “Jadi itu seperti tahapan untuk supaya bisa masyarakat tahu. Kan kita sebenarnya sudah banyak kan (label makanan sehat) misalnya pilihan sehat. Nah, sekarang jangan nanti ada di situ (ada label nutri-level), tapi mereka tetap nggak aware bahwa mereka seharusnya membaca, ini nutri-level misalnya merah, berarti kandungan gulanya yang tinggi,” jelas Nadia ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025).

    Nadia mengingatkan, makanan yang nantinya mendapatkan level ‘merah’ menandakan tinggi GGL. Ini untuk membuat masyarakat lebih sadar dengan makanan atau minuman apa saja yang dikonsumsi dalam sehari.

    Misalnya, sudah mengonsumsi makanan atau minuman level merah dengan kadar garam atau gula tinggi, maka asupan makanan selanjutnya harus memilih menu yang lebih rendah garam dan gula.

    “Artinya buat masyarakat sadar, ‘oh, saya sudah konsumsi makanan yang warnanya (level) merah atau minuman merah, berarti kalau saya mau konsumsi itu dua kali sehari, itu saya harus lebih berhati-hati’. Karena berarti sudah melebih konsumsi,” sambungnya.

    Meski saat ini pemasangan nutri-level masih masih bersifat sukarela karena dalam masa edukasi, nantinya pelabelan ini akan diwajibkan. Edukasi saat ini dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI untuk makanan dan minuman kemasan dan Kementerian Kesehatan untuk makanan siap saji.

    Ia mengatakan pelabelan ini direncanakan akan mulai menjadi kewajiban pada 2027, atau 2 tahun setelah masa edukasi selesai.

    “Iya (2027), kalau nutri-level edukasi dua tahun. Setelah dua tahun, itu menjadi mandatory (wajib). Artinya begitu diundangkan ada masa grace period 2 tahun,” katanya.

    “Kalau buat kadarnya, nanti sifatnya voluntary. Jadi semua perusahaan itu nanti sifatnya akan melaporkan bahwa kadar gula saya sekian, kadar garam saya sekian, dan dia voluntary untuk menempelkan itu,” tandas Nadia.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/naf)

  • Cuaca Panas Bak Pintu Neraka Terbuka! Ini Tips Kemenkes RI Biar Nggak Gampang Sakit

    Cuaca Panas Bak Pintu Neraka Terbuka! Ini Tips Kemenkes RI Biar Nggak Gampang Sakit

    Jakarta

    Cuaca panas dikeluhkan warga dalam beberapa waktu terakhir. Berkaitan dengan hal tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengungkapkan beberapa trik yang bisa dilakukan agar tak gampang tumbang di tengah cuaca panas.

    Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengimbau untuk menjaga hidrasi dengan cukup minum air di tengah cuaca panas yang terjadi di beberapa wilayah RI.

    Menurut Nadia, paparan cuaca panas berlebih dapat meningkatkan risiko dehidrasi yang jika tidak ditangani dapat memicu masalah lebih serius.

    “Minum sebelum haus itu menjadi penting. Kalau dulu anjuran kita kan 8 gelas per hari. Ya kalau dengan cuaca panas ini ya 12-18 gelas per hari. Jadi jangan tunggu haus, baru kita minum,” ujar Nadia ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025).

    Selain itu, untuk aktivitas di luar ruangan, Nadia menyarankan untuk mengenakan pakaian pelindung. Beberapa pelindung yang bisa digunakan seperti payung, topi, pakaian yang bersirkulasi baik, dan tidak berwarna hitam.

    Nadia menambahkan pada cuaca panas, risiko untuk sakit menjadi lebih besar. Beberapa di antaranya yang harus diwaspadai seperti batuk, pilek, dan infeksi saluran pernapasan atas lain.

    “Kalau kita aktivitas di luar, padat dengan cuaca kering, gunakan masker. Apalagi kalau di sekitar kita banyak orang yang sakit tenggorokan, suara serak, karena kan sekarang banyak kan yang tiba-tiba kok ‘Suara saya tiba-tiba serak’. Bukan kebanyakan konser, tapi memang karena kering ya. Karena kering, akhirnya kan tenggorokan mudah iritasi,” tandasnya.

    (avk/suc)

  • Mahasiswa UIN Solo Meninggal Dunia Usai Loncat dari Lantai 4 Kampus

    Mahasiswa UIN Solo Meninggal Dunia Usai Loncat dari Lantai 4 Kampus

    Bunuh diri bukan jawaban apalagi solusi dari semua permasalahan hidup yang seringkali menghimpit. Bila Anda, teman, saudara, atau keluarga yang Anda kenal sedang mengalami masa sulit, dilanda depresi dan merasakan dorongan untuk bunuh diri, sangat disarankan menghubungi dokter kesehatan jiwa di fasilitas kesehatan (Puskesmas atau Rumah Sakit) terdekat.

    Bisa juga mengunduh aplikasi Sahabatku: https://play.google.com/store/apps/details?id=com.tldigital.sahabatku

    Atau hubungi Call Center 24 jam Halo Kemenkes 1500-567 yang melayani berbagai pengaduan, permintaan, dan saran masyarakat.

    Anda juga bisa mengirim pesan singkat ke 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat surat elektronik (surel) kontak@kemkes.go.id.

  • Kemenkes Ungkap 800 Ribu Lebih Anak RI ‘Zero Dose’ Imunisasi, Inikah Pemicunya?

    Kemenkes Ungkap 800 Ribu Lebih Anak RI ‘Zero Dose’ Imunisasi, Inikah Pemicunya?

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengungkapkan jumlah anak yang belum mendapatkan imunisasi sama sekali atau zero-dose di Indonesia masih tinggi. Pada tahun ini, tercatat ada sekitar 836.789 anak di Indonesia yang masih zero-dose.

    Angka tersebut sedikit menurun dibandingkan dengan tahun 2024 dengan 973.378 kasus, tapi jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2023 dengan 372.965 kasus.

    Hal ini cukup memprihatinkan mengingat pemberian imunisasi rutin sesuai jadwal memiliki peran penting untuk pencegahan penyakit pada anak dan mengantisipasi munculnya wabah atau kejadian luar biasa (KLB).

    “Saat ini kita menduduki peringkat keenam, di dunia untuk negara yang jumlah anaknya belum mendapatkan imunisasi,” ujar Direktur Imunisasi Kemenkes Prima Yosephine, ketika ditemui awak media di Jakarta Selatan, Rabu (15/10/2025).

    Prima mengungkapkan ada total ada ratusan KLB yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2025 hingga pekan ke-36. Ini meliputi 66 KLB campak pasti di 52 kabupaten/kota, 198 KLB pertusis di 133 kabupaten/kota, dan 57 KLB difteri di 50 kabupaten/kita.

    Ia mengatakan kelengkapan imunisasi ini harus terus dikejar. Kalau anak sudah terlanjur terkena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), maka penanganannya akan lebih berat. Terlebih, belum ditambah risiko penyebaran yang lebih luas.

    “Kalau kena ya bisa menularkan kepada anak-anak lain di sekitarnya. Kalau anak-anak yang nggak diimunisasi berkumpul di satu tempat, tentu nggak terbentuk kekebalan kelompoknya. Oleh karena itu, tempat daerah itu akan sangat mungkin atau mendapat kejadian luar biasa, wabah dalam konteks kecil, tapi itu sudah wabah,” sambungnya.

    Berkaitan dengan masih tingginya angka zero-dose pada anak-anak di Indonesia, Prima menyebut masih ada keraguan soal vaksinasi di tengah masyarakat. Meski edukasi terkait manfaat imunisasi terus digencarkan, ada banyak juga pemahaman yang menentang imunisasi.

    Berdasarkan survei yang dilakukan UNICEF Nielsen pada tahun 2023, sebanyak 12 persen persen orang tua takut dengan efek samping sehingga enggan membawa anak imunisasi. Beberapa faktor lain yang juga memengaruhi meliputi takut disuntik lebih dari satu kali, jadwal imunisasi tidak pas, tidak ada ongkos, akses sulit, hingga merasa imunisasi tidak ada manfaatnya.

    “Adanya keraguan vaccine hesitancy masyarakat. Karena mereka bingung di satu pihak mereka mendapat kabar pentingnya imunisasi, tapi di lain pihak, gencar juga orang-orang yang menyuarakan ‘hati-hati dengan imunisasi’, ‘yakin imunisasi bikin sehat?’. Kita perlu bergandengan tangan untuk bisa membuat keraguan di masyarakat ini berubah menjadi kepastian,” tandasnya.

    Berikut lima wilayah dengan angka zero-dose tertinggi di Indonesia:

    Jawa Tengah – 158.941 kasusJawa Timur – 79.973 kasusSumatera Utara – 66.886 kasusJawa Barat – 55.936 kasusLampung – 41.169 kasus

    Halaman 2 dari 2

    (avk/suc)