Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Sudah 50 Juta Warga RI Ikut CKG, Menkes Ungkap Masalah Kesehatan Terbanyak

    Sudah 50 Juta Warga RI Ikut CKG, Menkes Ungkap Masalah Kesehatan Terbanyak

    Jakarta

    Sudah ada lebih dari 50 juta warga di Indonesia yang mengikuti cek kesehatan gratis. Dari total 53,6 juta pendaftar, sebanyak 50,5 juta orang sudah melakukan pemeriksaan.

    Data ini dihimpun dari laporan Kemenkes RI periode 10 Februari hingga 4 November 2025.

    Rinciannya, 34,3 juta peserta mengikuti CKG umum dan 16,2 juta peserta mengikuti CKG sekolah.

    Kurang aktivitas fisik dan obesitas masih menjadi masalah yang kerap ditemukan.

    Berdasarkan data per akhir Oktober 2025, hampir 96 persen peserta CKG dewasa dilaporkan kurang aktivitas fisik, diikuti dengan karies gigi (41,9 persen), obesitas sentral (32,9 oersen), serta overweight dan obesitas (24,4 persen).

    Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengingatkan temuan tersebut menjadi alarm serius.

    “Data CKG juga memberi peringatan serius bahwa aktivitas fisik dan pola hidup sehat harus semakin menjadi prioritas bersama,” ujar Menkes Budi di Jakarta, Rabu (5/11).

    “Program ini bukan hanya soal jumlah peserta, tapi bagaimana hasilnya kita gunakan untuk memperkuat kebijakan, layanan kesehatan, dan intervensi di masyarakat,” tambahnya.

    Hasil pemeriksaan CKG juga mengungkap tantangan pada berbagai kelompok usia:

    Bayi baru lahir:

    risiko kelainan saluran empedu (18,6 persen)berat badan lahir rendah (6,1 persen)penyakit jantung bawaan kritis (5,5 persen).

    Balita dan anak prasekolah:

    gigi tidak sehat (31,5 persen)stunting (5,3 persen)wasting (3,8 persen).

    Remaja dan pelajar:

    aktivitas fisik kurang (60,1 persen)karies gigi (50,3 persen)anemia (27,2 persen).

    Lansia:

    kurang aktivitas fisik (96,7 persen)hipertensi (37,7 persen).

    Temuan ini menunjukkan masalah kurangnya aktivitas fisik dan pola makan tidak sehat telah muncul sejak usia muda dan berlanjut hingga lanjut usia.

    Menkes menegaskan hasil CKG akan digunakan untuk memperkuat program promotif dan preventif, serta menjadi dasar dalam perumusan kebijakan baru di bidang kesehatan masyarakat.

    “Kita ingin masyarakat bukan hanya sembuh dari penyakit, tapi mampu menjaga kesehatannya secara berkelanjutan,” ujar Budi.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video CKG Capai 50,5 Juta Peserta: Hampir 96% Dewasa Kurang Aktivitas Fisik”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • Pastikan Dampak Nyata, Kementerian PANRB Terus Perkuat Tata Kelola Program MBG

    Pastikan Dampak Nyata, Kementerian PANRB Terus Perkuat Tata Kelola Program MBG

    Pastikan Dampak Nyata, Kementerian PANRB Terus Perkuat Tata Kelola Program MBG
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com –
    Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) terus memperkuat tata kelola pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat.
    Melalui penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Program
    MBG
    serta Rancangan Perpres Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) Badan Gizi Nasional (
    BGN
    ),
    Kementerian PANRB
    memastikan sistem penyelenggaraan program prioritas nasional ini berjalan efektif, terintegrasi, dan berdampak nyata.
    Menteri PANRB Rini Widyantini
    menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya pemerintah mempercepat implementasi kebijakan lintas kementerian agar program MBG dijalankan secara terukur dan kolaboratif.
    “Kementerian PANRB memastikan tata kelola bisa dilaksanakan secara saksama. Karena dalam pelaksanaan MBG itu ada dua hal utama, yaitu pemberian makan bergizi gratisnya, dan bagaimana dukungan ekosistemnya dari kementerian serta lembaga,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (5/11/2025).
    Pernyataan tersebut disampaikan Rini dalam Rapat Koordinasi Terbatas Program Makan Bergizi Gratis, di Kantor Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pangan, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
    Ia menuturkan, rancangan Perpres tentang
    Tata Kelola MBG
    sedang disiapkan sebagai instrumen utama untuk mengatur keterpaduan antarinstansi dari perencanaan hingga pengawasan.
    Melalui rancangan tersebut, tata kelola MBG tidak hanya mengatur mekanisme pemberian makanan bergizi, tetapi juga memperkuat sistem pendukung, seperti infrastruktur, kemitraan, serta koordinasi lintas sektor. 
    Kementerian PANRB juga mendorong penguatan BGN sebagai lembaga pelaksana yang memiliki mandat strategis dalam penyediaan dan distribusi makanan bergizi.
    Salah satu fokusnya adalah memperkuat Kantor Pelayanan Pemenuhan Gizi Nasional (KPPG) sebagai ujung tombak pelaksanaan program MBG di daerah.
    “KPPG harus menjadi motor utama di daerah. Dengan memperkuat fungsi dan kapasitasnya, akuntabilitas bisa meningkat, layanan menjadi lebih dekat dengan masyarakat, proses pencairan anggaran lebih cepat, dan pengawasan semakin jelas,” ungkap Rini.
    Ia menambahkan, penguatan kelembagaan juga dilakukan melalui penataan struktur organisasi BGN dan pembagian peran yang lebih terarah di setiap lini pelaksana.
    Desentralisasi pengelolaan keuangan dan penguatan unit pelaksana teknis di daerah diharapkan mempercepat layanan sekaligus meningkatkan transparansi.
    “Penataan kelembagaan ini bukan sekadar restrukturisasi, tapi upaya agar setiap bagian bekerja lebih efektif. Kita ingin tata kelola yang adaptif, kolaboratif, dan mampu memastikan kebijakan gizi nasional benar-benar sampai kepada masyarakat,” tegas Rini.
    Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor dalam pengawasan dan pelaksanaan program.
    Kepala BGN diminta memperkuat kerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam aspek pengawasan kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mutu dan keamanan pangan.
    Selain itu, kerja sama dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dan Kementerian Agama (Kemenag) juga perlu diperkuat untuk pelaksanaan MBG di satuan pendidikan.
    “Tata kelola yang baik bukan hanya soal prosedur, tapi tentang bagaimana koordinasi bisa berjalan cepat dan tepat. Kuncinya ada pada kolaborasi antarinstansi dari pusat hingga daerah,” kata Rini.
    Melalui penyempurnaan tata kelola dan penguatan kelembagaan, Kementerian PANRB memastikan setiap tahapan penyelenggaraan MBG berjalan efektif, terukur, dan berdampak.
    “Kami ingin memastikan tata kelola program MBG ini berjalan efektif dari pusat hingga daerah, karena di situlah hasil nyata akan dirasakan masyarakat,” ucap Rini.
    Langkah ini menjadi bukti konsistensi Kementerian PANRB dalam menghadirkan birokrasi yang responsif dan berorientasi hasil.
    Dengan tata kelola yang kuat dan kolaborasi lintas sektor, pelaksanaan program MBG diharapkan benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat serta mendukung terwujudnya generasi Indonesia yang sehat dan berdaya saing. 
    Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan menjelaskan bahwa pembentukan Tim Koordinasi Penyelenggaraan Program MBG melalui Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2025 merupakan langkah penting untuk mengawal efektivitas program yang berdampak luas.
    “Ada 82,9 juta penerima manfaat MBG. Kami tidak ingin ada risiko apapun. Ini bukan soal angka, tapi soal anak-anak kita. Karena itu, tim ini akan bekerja terus-menerus menyempurnakan pelaksanaan MBG agar tertib, transparan, dan berprinsip
    good governance
    ,” jelasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perjuangan Jatminah Kader TBC, Disisihkan Negara tapi Dirangkul Asing

    Perjuangan Jatminah Kader TBC, Disisihkan Negara tapi Dirangkul Asing

    Jakarta

    Setiap muslim dan muslimah pasti memercayai bahwa doa yang dilangitkan di depan ka’bah mampu menembus langit tanpa penghalang. Jangankan mengucap, bergumam saja, doa tersebut pasti dipenuhi oleh Allah SWT sang pemilik Bumi dan seisinya.

    Berbekal rasa yakin dan harapan, Jatminah (53) seorang kader TBC di Jakarta Timur merapalkan doa-doanya di depan baitullah beberapa bulan lalu. Ia berharap, berkas-berkas doa yang ia susun selama 16 tahun menjadi kader TBC bisa sampai di ‘meja’ Tuhan secepat-cepatnya. Percaya bahwa suatu saat nanti, semua akan berakhir sebagaimana mestinya.

    Permintaan Jatminah tak muluk-muluk. Ia berharap pemerintah lebih memerhatikan para kader dan orang dengan TBC (ODTBC) di Tanah Air. Baik itu berupa bantuan dana operasional untuk kader dan sembako untuk ODTBC yang terpaksa harus ‘dirumahkan’ selama proses pengobatan.

    “Ya Allah, pertemukan saya, pertemukan kami kader-kader sebagai garda terdepan (dengan Presiden Prabowo), supaya kami menyampaikan benar gitu. Ini loh yang selama ini kami lakukan, yang selama ini kami terima, bukan dari pemerintah tapi malah dari orang luar yang memang akhirnya dikelola oleh lembaga yang ada di Indonesia,” kata Jatminah tegas, kepada detikcom, di Jakarta Timur, Sabtu (18/10/2025).

    Garda Terdepan Itu Bernama Kader TBC

    Hampir setiap hari, Jatminah melangkah dari rumah ke rumah. Mengetuk satu demi satu pintu dari terduga ODTBC atau sekadar bertegur sapa, memeriksa kondisi mereka yang sebelumnya telah ia kunjungi agar tak lewat seharipun mengonsumsi obat.

    Lebih dari satu dekade menjadi relawan. Tanpa gaji pokok. Berangkat pagi, mungkin pulang bisa malam hari untuk mendatangi ODTBC demi hal mulia: mencari kesembuhan dan mencegah penularan.

    Bagi orang yang belum mengerti perjuangannya, pekerjaan menjadi kader TBC terdengar sederhana: bertemu ODTBC, memberi penyuluhan, mengajak mereka periksa, memastikan mereka mendapatkan obat, lalu rutin memantau kondisinya. Nyatanya, pekerjaan Jatminah tidaklah sesederhana kalimat sebelum ini.

    “Kembali lagi, operasionalnya (kadang) nggak ada. Harus jalan bisa 3-4 kali satu pasien, tidak langsung pasien itu merespons baik pada saat (diajak) periksa ke Puskesmas gitu,” kata Jatminah.

    “Kadang kami sudah memberikan pot dahak itu bisa 2-3 hari belum terisi juga, kami balik lagi. Kadang mereka juga nggak mau ngasih contact person (narahubung), jadi kami yang harus proaktif,” sambungnya.

    Selain melawan panas dan hujan, Jatminah dan para kader-kader lain juga dihadapkan dengan stigma buruk TBC di akar rumput. Stigma ini sama seperti debu di jalanan, tidak terlihat, tapi dampaknya terasa. Namun, Jatminah dan kader-kader TBC lain tidak pernah menyerah mencoba dan mereka tak pernah mencoba menyerah.

    Jalanan yang harus dilalui Jatminah untuk bisa sampai di rumah ODTBC (Dok. Jatminah (atas izin yang bersangkutan)

    Masih Bergantung pada Dana Asing

    Selama ini, Jatminah dan para kader-kader TBC lain di Tanah Air hanya mengandalkan bantuan asing atau global fund (GF) guna menutupi uang pengganti keringat atau diksi lebih sopannya adalah ‘penghargaan’ (reward).

    Dikutip dari laman Kemenkes RI, The Global Fund to fight AIDS, Tuberculosis (TBC), & Malaria (GFATM) telah menyepakati dukungan dana hibah kepada Indonesia. Total dana hibah tersebut adalah 309 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 4,6 triliun untuk periode anggaran 2024-2026.

    Besaran yang diterima kader tak pasti, tergantung kegiatan apa yang dilaporkan. Namun, yang pasti angkanya sekitar Rp 15.000 hingga Rp 210.000 untuk setiap pasien. Nantinya, laporan itu akan diklaimkan ke organisasi tempatnya bernaung, yakni Stop TB Partnership Indonesia (STPI) atau Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI).

    Dari data STPI, skema reward kader sebagai berikut:

    Investigasi Kontak

    Kader menemukan KS (kontak serumah) terdiagnosis TBC (bakteriologi/klinis) menjadi 200.000/notifikasi kasus(sebelumnya 40.000/notifikasi kasus).
    Selain itu, terdapat reward 60.000/KS untuk KS yang datang ke faskes melakukan pemeriksaan.

    Community Outreach

    Penyuluhan berbasis kelompok: populasi yang memiliki risiko tinggi TBC, misalnya pada kontak erat, lapas, asrama, tempat kerja, anak, lansia dan populasi HIV, DM. Penyuluhan berbasis individu: terhadap individu yang memiliki gejala TBC atau faktor risiko TBC dengan cara mengumpulkan atau memberikan edukasi secara personal.

    Mulai April 2025, reward terduga hanya akan diberikan untuk setiap kontak yang diperiksa di puskesmas, hasil dari kegiatan Community Outreach saja

    CO Congregate Setting Rp 210.000

    Kader akan mendapatkan reward sebesar Rp 50.000 per kegiatan CO, dan penggantian Rp160.000 bahan kontak apabila ada temuan kasus setelah dilakukan kegiatan penyuluhan, skrining dan perujukan ke faskes.

    Kader akan mendapatkan reward sebesar Rp 40.000 untuk notifikasi kasus dari CO congregate.

    CO Mandiri Rp 50.000

    Kader harus mengumpulkan sebanyak 16 kontak, skrining, merujuk yang bergejala, dan akan menerima reward sebesar Rp 50.000 jika ada temuan kasus.

    Kader akan mendapatkan reward sebesar Rp 40.000 untuk notifikasi kasus. Kader akan menerima reward terduga Rp15.000 untuk setiap kontak yang dirujuk, kemudian hadir ke layanan dan melakukan pemeriksaan.

    Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT)

    TPT yaitu pengobatan dengan obat untuk mencegah bakteri TBC yang menginfeksi tubuh menjadi TBC aktif. Pemberian reward bagi kader komunitas sebesar Rp 40.000 kepada kader/PS komunitas untuk setiap kontak serumah mulai minum TPT.

    Pendampingan Pasien TBC RO Sejak Terdiagnosis oleh Patient Supporter

    Satu (1) orang Patient Supporters dapat mendampingi hingga 15 pasien TBC RO dalam satu bulan periode implementasi kegiatan. Pendampingan oleh PS diberikan insentif Rp150.000/pasien/bulan.

    Pelacakan dan Kunjungan Rumah Pasien Terdiagnosis TBC RO untuk segera mulai Pengobatan dan Pasien Mangkir

    Insentif diberikan sebesar Rp150.000/pasien dengan jumlah kunjungan minimal 2 kali.

    Tok-tok-tok, Apakah Negara Ada?

    Para kader-kader TBC ini hanya ingin negara lebih proaktif lagi dalam membantu garda terdepan menemukan kasus dan menghentikan penularan. Sejalan dengan target ambisius yang seringkali digaungkan, ‘Eliminasi TB Tahun 2030’.

    Terkait bantuan kepada para kader TBC, Plh Direktur Penyakit Menular Kemenkes RI, dr Prima Yosephine mengatakan pihaknya telah berkoordinasi dengan para kementerian dan lembaga lain melalui kegiatan penanggulangan TBC berbasis kewilayahan tingkat desa dan kelurahan (Desa dan Keluarga Siaga TBC).

    “Melalui inisiasi Desa dan Kelurahan Siaga TB, diharapkan kader dapat dilibatkan dalam edukasi dan penemuan kasus TBC. Dukungan pendanaan untuk kader dapat dianggarkan melalui APBD, Dana Desa, atau sumber lain yang sah,” kata dr Prima.

    dr Prima menambahkan bahwa kader TBC sebenarnya bisa mendapatkan ‘porsi’ dari Dana Desa yang bisa dimanfaatkan untuk transport kader dalam melakukan kegiatan penemuan terduga ODTBC terutama pada kegiatan investigasi kontak.

    “Beberapa daerah juga telah mengalokasikan anggaran untuk kader, sumber anggaran berasal dari BOK Puskesmas, dan dana lainnya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki daerah,” tegasnya.

    Jika dibandingkan dengan bantuan ekonomi kepada pasien, memang belum ada aturan rigid terkait pemberian ‘reward’ kepada para kader.

    “Dukungan ekonomi dan sosial bagi pasien, seperti bantuan transportasi dan makanan bergizi juga penting. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan komunitas diperlukan untuk pendanaan dan kebijakan yang mendukung,” kata dr Prima.

    “Dengan langkah ini, dampak TBC terhadap kesehatan dan ekonomi dapat dikurangi. Beberapa daerah di Indonesia menyediakan bantuan makanan tambahan bagi pasien TBC yang membutuhkan. Pemberian enabler atau dana transport bagi pasien TBC RO Rp 400.000 per pasien per bulan (mulai 1 Juli 2025),” sambungnya.

    Obat yang harus diminum oleh ODTBC SO, sekitar empat butir per hari. Foto: Devandra Abi Prasetyo/detikHealth

    Bagaimana Kondisi TBC di Tanah Air?

    Dalam 5 tahun terakhir Indonesia menunjukkan kemajuan yang nyata dalam penemuan kasus TBC: dari ratusan ribu kasus per tahun yang terlapor, menuju lebih dari 856 ribu kasus terlapor pada tahun 2024.

    dr Prima menambahkan bahwa penanggulangan TBC juga sudah ‘naik kelas’ karena menjadi salah satu dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Presiden Prabowo Subianto.

    “Namun tantangan ke depan adalah kita harus memastikan bahwa penemuan kasus tidak hanya meningkat tetapi juga konsisten di seluruh wilayah, serta menghubungkan temuan dengan pengobatan lengkap, pemantauan, dan pencegahan supaya penularan bisa ditekan,” kata dr Prima.

    Rincian Data Penemuan Kasus TBC dalam 5 tahun terakhir:

    Tahun 2021: Angka penemuan dan pengobatan kasus tuberkulosis (treatment coverage atau TC) sebesar 45,7 persen dengan capaian 54 persen dari target 85 persen. Notifikasi penemuan dan pengobatan kasus tuberkulosis tahun 2021 sebesar 443.235.Tahun 2022: Cakupan penemuan kasus tuberkulosis sebesar 75 persen dari target 90 persen. Notifikasi penemuan dan pengobatan kasus tuberkulosis tahun 2022 sebesar 724.309.Tahun 2023: Cakupan penemuan kasus tuberkulosis sebesar 77,5 persen dari target 90 persen. Notifikasi penemuan kasus tuberkulosis tahun 2023 sebesar 821.200.Tahun 2024: Cakupan penemuan kasus tuberkulosis sebesar 78 persen dari target 90 persen. Notifikasi penemuan kasus tahun 2024 sebesar 856.420.Tahun 2025: Cakupan penemuan kasus tuberkulosis sebesar 62 persen dari target 90 persen. Notifikasi penemuaan kasus tahun 2025 sebesar 671.962.

    Beban Pengobatan TBC di BPJS Kesehatan

    Tidak bisa dipungkiri bahwa semakin banyak kasus penemuan TBC, akan berdampak kepada membengkaknya beban pengobatan di BPJS Kesehatan. Pasalnya, banyak dari ODTBC juga merupakan pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) aktif.

    “Prinsipnya, BPJS Kesehatan melalui Program JKN menanggung pembiayaan penyakit TBC. Pada tahun 2023, tercatat BPJS Kesehatan telah mengeluarkan biaya sebesar Rp2.296 T untuk menjamin pembiayaan TBC,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah, saat dihubungi detikcom, Selasa (28/10/2025).

    “Kemudian, pada tahun 2024, BPJS Kesehatan mengeluarkan biaya sebesar Rp2.598 T. Sedangkan per Agustus 2025, sebesar Rp1.461 T sudah dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk membiayai penyakit TBC,” sambungnya.

    Penanganan TBC tidak bisa dikerjakan sendiri, melainkan harus melibatkan banyak pihak, mulai dari Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah, fasilitas kesehatan, dan pemangku kepentingan terkait lainnya.

    Kolaborasi ini penting agar ada mekanisme pengawasan terpadu terhadap pasien tuberkulosis, sehingga kita bisa memastikan pasien yang bersangkutan benar-benar tuntas menjalani pengobatan.

    Halaman 2 dari 5

    (dpy/kna)

  • Video: Kemenkes Pastikan Keamanan Data Tes DNA Warga +62

    Video: Kemenkes Pastikan Keamanan Data Tes DNA Warga +62

    Video: Kemenkes Pastikan Keamanan Data Tes DNA Warga +62

  • 40 Dapur MBG di Blitar Telah Beroperasi, Baru 3 yang Kantongi SLHS

    40 Dapur MBG di Blitar Telah Beroperasi, Baru 3 yang Kantongi SLHS

    Blitar (beritajatim.com) – Sebanyak 40 dapur makan bergizi gratis (MBG) di Kabupaten Blitar telah beroperasi. Dapur tersebut juga sudah melayani makan bergizi bagi puluhan ribu anak dan ibu hamil di Bumi Penataran (julukan Kabupaten Blitar).

    Namun di tengah kabar gembira tersebut, ada hal yang masih harus diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar. Pasalnya dari 40 dapur MBG tersebut hanya 3 unit saja yang telah memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).

    Ketua Gugus Tugas MBG Kabupaten Blitar, Khusna Lindarti menekankan bahwa SLHS adalah syarat mutlak, mengingat besarnya tanggung jawab yang diemban oleh setiap dapur. Langkah ini juga upaya untuk menjamin kualitas produk makanan yang diproduksi oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

    “SLHS ini merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki SPPG agar bisa mendapatkan izin. Karena kita tahu dari satu SPPG ini menjadi penyedia MBGG bagi ribuan penerima manfaat,” ungkap Khusna, Selasa (4/10/2025).

    Keseriusan Pemkab Blitar dalam masalah higienitas ini bukan tanpa alasan. Khusna sempat menyinggung adanya insiden yang terjadi di wilayah Wonodadi, yang menjadi perhatian serius.

    “Pernah ada waktu itu, kejadian anak-anak mual dan muntah setelah minum susu kedelai. Tidak parah, tapi itu jadi perhatian kami agar tidak terulang,” tegasnya.

    Khusna menegaskan, sertifikasi SLHS adalah bentuk jaminan keamanan pangan. “Agar makanan yang dikonsumsi anak benar-benar aman dan tidak menimbulkan keracunan,” ujarnya.

    Untuk mempercepat perizinan, Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar gencar menggelar pelatihan bagi para relawan yang terlibat langsung sebagai penjamah makanan di SPPG.

    “Setidaknya setiap minggu kita menggelar pelatihan. Minimal 50 persen relawan SPPG harus sudah mengikuti pelatihan, kemudian SLHS ini bisa diurus dan diterbitkan,” terang Khusna.

    Secara prosedural, pengurusan SLHS melalui sistem Online Single Submission (OSS) memang rumit dan memakan waktu lama, serta mensyaratkan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

    Namun, berkat diskresi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), SPPG yang sudah beroperasi tetap dapat dilayani perizinannya. Pemkab Blitar memastikan seluruh satuan tersebut akan terus didampingi hingga memenuhi persyaratan izin secara lengkap, demi memastikan seluruh dapur MBG memenuhi standar higienitas. [owi/beq]

  • Video Nggak Cuma di Puskesmas, Kemenkes Perluas CKG hingga Perkantoran

    Video Nggak Cuma di Puskesmas, Kemenkes Perluas CKG hingga Perkantoran

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memperluas strategi dalam mencapai target program Cek Kesehatan Gratis. Mereka menargetkan 100 juta peserta CKG di tahun ini. Sementara dalam catatannya, CKG baru bisa menjangkau 10 juta orang dalam sebulan.

    Untuk mengejar angka itu, Kemenkes tak hanya mengandalkan puskesmas. Kedepan layanan CKG bisa dilakukan di klinik swasta, komunitas, hingga perkantoran.

    “Ya, selain Puskesmas lah. Kalau sekarang kan hanya bisa di Puskesmas/ Termasuk di komunitas itu,” ujar Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan Kemenkes Setiaji. “Artinya misalnya ada Halodoc buka gitu, ya.Dulu inget, ya, waktu Covid, ya kan buka, ya, sentra-sentra vaksin gitu, ya. Ini juga sama lah, sentra CKG lah.”

    Klik di sini untuk menonton video lainnya!

  • Pastikan Kualitas MBG, BGN Latih Ribuan Penjamah Makanan di NTT

    Pastikan Kualitas MBG, BGN Latih Ribuan Penjamah Makanan di NTT

    Pastikan Kualitas MBG, BGN Latih Ribuan Penjamah Makanan di NTT
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Badan Gizi Nasional (BGN) mengadakan pelatihan terhadap 2.705 penjamah makanan dari 75 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kota Kupang dan Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).
    Direktur Penyediaan dan Penyaluran Wilayah III BGN Ranto mengatakan bahwa pelatihan penjamah makanan ini bukan hanya sekadar kegiatan rutinitas belaka.
    “Pelatihan ini fondasi penting untuk memastikan layanan MBG berlangsung dengan kualitas terbaik dan tepat sasaran,” ujar Ranto dalam keterangan pers yang diterima
    Kompas.com
    , Senin (3/11/2025).
    Ranto menyebut, setiap petugas harus memiliki pemahaman mendalam dan keterampilan praktis yang mumpuni dalam pengolahan makanan.
    “Agar penyajian makanan dapat menjamin keamanan, higienitas, serta pemenuhan kebutuhan gizi sesuai standar,” ujarnya.
    Materi pelatihan penjamah makanan disampaikan para ahli dari Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, PERSAGI, BPOM, dan BPJS Ketenagakerjaan.
    “Melalui pelatihan ini, peserta mendapatkan pengetahuan dan praktik terkait sanitasi dapur, higienitas pangan, pengawasan bahan makanan, serta perlindungan tenaga kerja relawan,” kata Ranto.
    Dia menyebut, pelatihan ini menjadi penguatan koordinasi antara kepala SPPG dan pemangku kepentingan di daerah untuk memperkuat implementasi program MBG yang merata.
    “Kami optimis bahwa peningkatan kapasitas sumber daya manusia semakin memperkokoh keberhasilan program ini sebagai wujud komitmen untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 melalui gizi yang terjamin,” ujarnya.
    Sebelumnya, sebanyak 35.000 penjamah MBG diberi pelatihan agar makan bergizi gratis lebih aman bagi penerimanya.
    Pelatihan dalam bentuk Bimbingan Teknis (Bimtek) ini digelar BGN bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) serta Dinas Kesehatan di 38 kabupaten/kota Pulau Jawa pada 25-26 Oktober 2025.
    “Bimbingan teknis ini adalah wujud komitmen BGN bersama jajaran Kementerian Kesehatan dalam meningkatkan keterampilan penjamah pangan. Hal ini bertujuan menghasilkan pangan siap saji yang aman dan bergizi, sekaligus meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat,” ujar Direktur Penyediaan dan Penyaluran Wilayah II BGN, Nurjaeni, dalam keterangannya pada 26 Oktober 2025.
    Kepala Biro Hukum dan Humas BGN, Khairul Hidayati, berharap kegiatan ini dapat memperkuat kolaborasi lintas sektor antara BGN, pemerintah daerah, dan lembaga terkait lainnya dalam menjamin mutu dan keamanan pangan di wilayah pelaksanaan program MBG.
    “Melalui kegiatan ini kami berharap sinergi dan kolaborasi antara BGN, Dinas Kesehatan, dan Pemerintah Daerah semakin kuat dalam menjamin mutu dan keamanan pangan di wilayah pelaksanaan Program MBG,” ujar Hidayati.
    Diketahui, pelaksanaan program MBG sempat menjadi sorotan karena telah mengakibatkan ribuan orang terdampak keracunan.
    Merespons kasus keracunan tersebut, Pemerintah tidak tinggal diam. Sejumlah langkah dilakukan. Di antaranya, menutup SPPG atau dapur umum MBG yang bermasalah di sejumlah daerah.
    Kemudian, mewajibkan SPPG memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS), mengevaluasi juru masak hingga alur limbah dapur.
    Selanjutnya, Pemerintah juga akan memperbaiki tata kelola BGN. Salah satunya dengan memerintahkan agar BGN merekrut koki atau juru masak yang terlatih.
    Bahkan, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Tim Koordinasi Penyelenggaraan Program MBG.
    Tim Koordinasi tersebut dibentuk sebagai upaya perbaikan tata kelola program MBG.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penjelasan Pansel soal Transparansi Seleksi Calon Anggota Dewas-Direksi BPJS

    Penjelasan Pansel soal Transparansi Seleksi Calon Anggota Dewas-Direksi BPJS

    Jakarta

    Belakangan ramai sorotan terkait dugaan nihilnya transparansi proses seleksi calon anggota dewan pengawas (Dewas) dan anggota direksi BPJS Kesehatan serta BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini dilatarbelakangi penilaian tahap administratif yang disebut relatif singkat.

    Ketua panitia seleksi (pansel) Kunta Wibawa Dasa Nugraha buka suara. Masyarakat disebutnya bisa ikut memberikan masukan, kritik, maupun dukungan pada nama calon dewas dan direksi yang dinyatakan lolos tahap administrasi melalui laman https://seleksidewasdireksibpjs.djsn.go.id.

    Kritik dan masukan ditampung hingga 12 November 2025.

    Mengacu Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2015, Kunta memastikan pihaknya juga tidak berwenang menambah atau mengubah ketentuan teknis yang diatur dalam regulasi.

    “Seluruh tahapan seleksi kami jalankan sesuai mandat hukum. Pansel tidak mengubah ketentuan teknis apa pun di luar yang diatur Perpres,” beber Kunta, Senin (3/11/2025).

    Kunta menyebut sederet nama yang lolos dalam seleksi administratif dilakukan berdasarkan keputusan kolektif kolegial, hasil pemeriksaan dokumen dan pemenuhan syarat administratif. Bukan karena pengaruh atau rekomendasi pihak tertentu seperti yang belakangan viral dikaitkan.

    “Proses seleksi berlangsung aman, terdokumentasi, dan memberi kesempatan yang sama bagi seluruh peserta tanpa diskriminasi,” tambahnya.

    Demi memastikan transparansi berjalan, penerimaan tanggapan masyarakat termasuk terkait rekam jejak para calon, baik dalam hal prestasi, integritas, maupun potensi konflik kepentingan.

    Menurutnya, mekanisme ini jelas menjadi bentuk partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi proses seleksi agar tetap bebas dari intervensi.

    “Transparansi adalah prinsip utama yang kami junjung. Namun semua dilakukan sesuai koridor hukum dan tanpa keberpihakan,” tegas Kunta.

    Respons atas Isu ‘Tak Transparan’

    Isu soal proses seleksi yang disebut tidak transparan sempat mencuat di ruang publik setelah sejumlah pihak mempertanyakan keterbukaan data calon dan tahapan seleksi.

    Dua lembaga pemantau publik, BPJS Watch dan Indonesian Audit Watch (IAW), menilai proses yang dijalankan Panitia Seleksi (Pansel) sarat kejanggalan dan berpotensi conflict of interest (COI).

    Dalam pernyataan bertajuk ‘#SaveJamsos Indonesia, Agar BPJS Tidak Jadi Bancakan’ keduanya menyoroti indikasi intervensi politik dalam pembentukan Pansel, keterlambatan penerbitan Keppres 104/P dan 105/P 2025, hingga waktu pendaftaran yang dipersingkat hanya tiga hari.

    BPJS Watch juga menerima banyak laporan kendala teknis saat pendaftaran online, mulai dari gagal unggah dokumen, error server, hingga perubahan lembaga tujuan tanpa persetujuan peserta.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Nggak Cuma di Puskesmas, Kemenkes Perluas CKG hingga Perkantoran”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Rahasia Pria China yang Umurnya Capai 111 Tahun, Punya Kebiasaan Ini

    Rahasia Pria China yang Umurnya Capai 111 Tahun, Punya Kebiasaan Ini

    Jakarta

    Seorang pria di China masih bugar dan sehat meski usianya sudah mencapai 111 tahun. Pria bernama Zhan ChangCheng ini memiliki sembilan anak, tiga putra, dan enam putri.

    Meski usianya sudah lebih dari 100 tahun, Zhan masih tetap aktif, menikmati jalan-jalan, dan bermain kartu bersama teman-temannya. Pria yang lahir pada 17 Maret 1914, tinggal bersama putra keduanya yang berusia 72 tahun Zhan Yingtong, serta putra bungsu berusia 69 tahun Zhan Yingqin.

    Yingtong mengatakan perawatan pribadi ayahnya nyaris ‘obsesif’, mengingat betapa telitinya Zhan dalam hal kebersihan dan penampilan.

    “Dia (Zhan) masih menyikat giginya tiga kali sehari,” tambah Yingtong yang dikutip dari Mirror UK.

    “Dia masih bangun pukul 5 pagi sebelum bersiap-siap dan menunggu keluarganya menyiapkan sarapan,” sambungnya.

    Setelah itu, Zhan berjalan-jalan di taman, menikmati sinar matahari yang menyinari wajahnya. Keluarganya mengatakan Zhan sangat pemilih soal makanan dan harus menambahkan pemanis dalam semua makanannya, bahkan nasi putih.

    “Pagi ini, dia marah karena serealnya kurang manis,” terang menantu perempuannya, Cai Alu.

    Dalam sebulan, keluarga Zhan bisa mengonsumsi 3-4 kg gula dalam sebulan. Meskipun suka makanan manis, indikator gula darah Zhan dan pemeriksaan rutin menunjukkan dia masih tampak sangat sehat.

    Yingtong menyebut ayahnya itu mendedikasikan dirinya selama 50 tahun hidupnya untuk menenun bambu. Ia menjadi penenun terkenal di daerah tersebut dan melatih banyak murid.

    Bahkan, Zhan masih bertemu teman lamanya meskipun terpaut usia 30 tahun, yang memiliki minat yang sama dalam menenun. Ia juga masih aktif mengonsumsi anggur.

    Jalani Hidup Sederhana

    Zhan menjalani hidup sederhana. “Sepanjang hidupnya, ia menjalani gaya hidup sederhana dan minim perawatan. Ia tidak pernah membutuhkan kemewahan, ia cukup dengan semangkuk nasi dan sekendi air,” pungkas Yingtong.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Nggak Cuma di Puskesmas, Kemenkes Perluas CKG hingga Perkantoran”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Kemenkes Bakal Bangun Bank Data Genomik di Bogor

    Kemenkes Bakal Bangun Bank Data Genomik di Bogor

    Jakarta

    Precision medicine atau pengobatan yang lebih presisi berdasarkan profil genetik masing-masing, akan mulai lebih banyak diterapkan demi meningkatkan peluang kesembuhan. Hal ini menjawab keluhan sejumlah pasien yang tak kunjung sembuh, atau perlu bergonta-ganti obat hingga benar-benar pulih.

    Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Setiaji, manfaat precision medicine juga terlihat dari sejumlah pengobatan yang bisa dipangkas masa pemulihannya.

    “Dengan kita tahu genomik-nya, dari yang semula pengobatan butuh waktu hitungan bulan, bisa dilakukan lebih cepat, karena kita tahu obat tepat yang diberikan sesuai data genomik,” beber Setiaji dalam konferensi pers Senin (3/11/2025).

    Pemeriksaan semacam ini relatif mahal, sehingga pemerintah membuka program SatuDNA, yang hingga kini masih terbuka gratis untuk masyarakat. Pendaftaran bisa dilakukan melalui aplikasi SatuSEHAT.

    “Sekarang kami buka juga namanya SatuDNA, jadi teman-teman masyarakat bisa daftar di sana untuk mendapatkan pemeriksaan genomik secara gratis. Saat ini masih gratis, tujuannya untuk mendapatkan potret dulu,” jelas Setiaji.

    Data genomik untuk memetakan potret kondisi warga di Indonesia, termasuk terkait penyakit.

    “Kalau dulu menentukan diabetes itu berdasarkan angka di atas 100, kan ada dasarnya. Nah sekarang juga sama, kita mau tahu seseorang punya gen yang normal atau berbeda, dan itu bisa kita lakukan lewat tes ini,” tambahnya.

    Program SatuDNA menjadi langkah awal menuju personalized medicine, konsep pengobatan dan pencegahan penyakit yang disesuaikan dengan profil genetik masing-masing individu.

    Ketika ditanya soal kekhawatiran masyarakat terkait keamanan dan transparansi data genomik, Setiaji menegaskan semua pengambilan dan pengelolaan data dilakukan dalam ekosistem Kemenkes dan berbasis rumah sakit nasional, bukan pihak asing.

    “Sekarang banyak masyarakat justru tes DNA di luar negeri, dan datanya tersimpan di luar. Nah, dengan adanya hub-hub yang kita siapkan ini, pengambilannya dilakukan di rumah sakit di Indonesia, jadi datanya aman dan tetap di dalam negeri,” katanya.

    Langkah ini sekaligus menjadi strategi kedaulatan data kesehatan nasional, memastikan bahwa informasi genetika masyarakat Indonesia tidak disimpan atau diolah di luar sistem kesehatan nasional.

    Bank DNA Nasional di Bogor

    Sebagai infrastruktur pendukung, Kemenkes kini tengah menyiapkan pembangunan gen bank nasional yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat. Fasilitas ini akan berfungsi sebagai pusat penyimpanan sampel DNA, pusat riset, dan pusat komputasi genomik nasional.

    “Kita lagi bangun gen bank-nya di Bogor. Nantinya, tempat ini menjadi pusat penyimpanan sampel, pusat riset, dan pusat realisasi penelitian,” kata Setiaji.

    “Mudah-mudahan akhir tahun depan sudah bisa beroperasi,” tambahnya optimistis.

    Bank DNA ini akan menjadi pusat integrasi nasional bagi seluruh data genomik yang dikumpulkan dari rumah sakit dan laboratorium di seluruh Indonesia. Beberapa rumah sakit sudah mulai mengumpulkan sampel DNA, yang nantinya akan dikirim dan dikelola di pusat gene bank tersebut.

    Selain menjadi pusat penyimpanan, fasilitas ini juga dirancang sebagai tempat kolaborasi ilmuwan dari berbagai bidang: bioinformatika, bioteknologi, kedokteran, hingga kebijakan publik.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kemenkes Pastikan Keamanan Data Tes DNA Warga +62 “
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)