Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Rencana Tokoh Antivaksin Robert F Kennedy Pasca Jadi Menkes AS

    Rencana Tokoh Antivaksin Robert F Kennedy Pasca Jadi Menkes AS

    Jakarta

    Tokoh antivaksin Robert F Kennedy terpilih sebagai Menteri Kesehatan AS di periode kepemimpinan Donald Trump kedua. Dalam sebuah unggahan di media sosial, Kennedy mengungkap sederet janji siasat menekan kasus penyakit kronis.

    “Membuat Amerika Sehat Kembali,” demikian ungkapnya, dilaporkan USA Today, Sabtu (16/11/2024).

    Kennedy mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan tahun ini sebagai kandidat independen sebelum mengundurkan diri pada Agustus dan mendukung Trump. Sebagai imbalan, dirinya kini ikut berperan dalam pemerintahan.

    Artinya AS Tak Akan Dukung Vaksin Lagi?

    Kennedy berulang kali mengkritik vaksin, termasuk mengungkap adanya klaim medis palsu bahwa vaksin memicu autisme. Ia bahkan menentang pembatasan COVID-19 negara bagian dan federal.

    Namun, ia menolak gagasan bahwa dirinya antivaksin dan mengatakan kepada Reuters setiap warga Amerika yang menginginkan vaksin untuk diri mereka sendiri atau anak-anak mereka tetap akan memiliki akses.

    Pangan Olahan

    Kennedy menyerukan pelarangan ratusan bahan tambahan makanan dan bahan kimia, seperti pewarna makanan pada pangan olahan. Ia ingin menyingkirkan makanan olahan dari menu makan siang sekolah sebagai bagian dari tujuan untuk mengurangi kejadian penyakit kronis yang berhubungan dengan pola makan.

    Pedoman nutrisi

    Menurut Kennedy, departemen nutrisi di Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang bertanggung jawab atas label nutrisi pada makanan, harus ditutup. Kennedy menilai lembaga ini tidak melakukan tugasnya.

    “Mereka tidak melindungi anak-anak kita.”

    Ia juga mengkritik obat populer Novo Nordisk NOVOb.CO Ozempic, yang sering diresepkan untuk menurunkan berat badan, dengan mengatakan obat tersebut berfokus pada gejala krisis obesitas daripada memperbaiki sistem pangan. Kennedy menuding obat tersebut “menguras dompet” para eksekutif farmasi.

    Riset Obat

    Kennedy mengatakan setengah dari anggaran penelitian National Institutes of Health harus diarahkan pada pendekatan pencegahan, alternatif, dan holistik terhadap kesehatan. Ia juga ingin memecat 600 karyawan di NIH.
    Pertanian

    Kennedy menyerukan peninjauan ulang standar pestisida dan penggunaan bahan kimia lainnya, serta reformasi subsidi tanaman.

    (naf/naf)

  • Aturan Terkait Produk Tembakau Diminta Libatkan Semua Pihak

    Aturan Terkait Produk Tembakau Diminta Libatkan Semua Pihak

    Jakarta: Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tidak dilibatkan dalam penyusunan pasal-pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam PP No 28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) mengenai Produk Tembakau dan Rokok Elektronik. Padahal aturan ini dapat dibahas bersama pemangku kepentingan terdampak, termasuk tenaga kerja.
     
    Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Kemnaker Indah Anggoro Putri mengusulkan agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebagai inisiator regulasi melibatkan dan mengakomodir masukan dari elemen hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan. 
     
    “Kami dikritik kurang public hearing, tidak meaningfull participation. Mari, sama-sama kita bahas, kami siap diundang dalam rapat. Kami, Kemnaker sangat concern dengan aturan ini, kami lintas kementerian/lembaga memang seyogyanya tidak boleh gaduh. Sesama regulator harus bekerjasama, berkolaborasi,” kata dia dalam diskusi dilansir, Kamis, 14 November 2024.
    Ia menyebut, dampak dari PP Kesehatan dan Rancangan Permenkes  berpotensi menambah beban PHK yang saat ini jumlahnya 63.947 orang. Jika aturan ini disahkan maka Indah khawatir akan ada tambahan 2,2 juta tenaga kerja yang terkena PHK, bukan hanya industri rokok namun juga meliputi industri kreatif. 
     
    “Jangan dilupakan, ada 725 ribu pekerja kreatif yang merupakan bagian dari industri pendukung. Nah, dengan adanya penyeragaman rokok polos tanpa merek dan industri, 725 ribu tenaga kerja kreatif ini akan terdampak pula. Ketika mereka ter-PHK, anak-anak muda kreatif ini menghadapi tantangan besar,” ujar dia.
     

     
    Dengan tidak ada keberpihakan dalam Rancangan Permenkes terkait tembakau tersebut, Indah juga mengingatkan bahwa 89 persen tenaga kerja di sektor pertembakauan merupakan perempuan yang menghidupi keluarganya. Ia mengingatkan jangan sampai dampak sosio-ekonomi dari aturan ini lebih buruk. 
     
    Salah satu elemen masyarakat yang akan menanggung dampak Rancangan Permenkes terkait penyeragaman kemasan tanpa merek, yaitu petani tembakau. Padahal saat ini ada 2,5 juta petani tembakau yang tersebar di 15 provinsi di seluruh Indonesia menggantungkan hidupnya pada komoditas tembakau. 
     
    “PP Kesehatan dan R-Permenkes Ini adalah hantaman dan pukulan bagi petani. Kami menolak keras adanya aturan ini, kami mohon ditinjau ulang dan dihentikan pembahasannya,” tegas Ketua Dewan Perwakilan Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPC APTI) Bondowoso Muhammad Yazid.
     
    Sementara itu, Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menekankan agar pemerintah tidak mengedepankan ego sektoral dalam Menyusun aturan melainkan harus bersama-sama menghasilkan solusi bagi negeri. Khususnya terkait penyeragaman kemasan rokok tanpa merek yang akan melahirkan praktik rokok ilegal. 
     
    “Ingat, kontribusi cukai yang disumbangkan Rp213 triliun, sementara industri farmasi, kita hanya konsumen. Kita hanya pasar, konsumer semata-mata. Mau jadi apa negeri ini?  Kita harus belajar dari Sritex, sudah banyak pengangguran. Terus kita mau buat peraturan semena-mena? Ojo pak, jangan,” jelas Willy.
     
    Sementara Kementerian Kesehatan diwakili staf ahli Menteri Kesehatan Sundoyo berjanji akan melibatkan kementerian terkait dalam pembahasan Rancangan Permenkes pengendalian tembakau dan rokok elektronik tersebut. Ia memastikan Kemenkes menyerap aspirasi pemangku kepentingan dalam membuat aturan.
     
    “Termasuk salah satunya melalui proses public hearing. Dan, dalam menyusun Rancangan Permenkes ini kami tidak akan keluar dari tata cara perundangan, partisipasi masyarakat harus dikedepankan, sebab ada dua kepentingan yang harus dicari titik tengahnya. Yang satu sisi ekonomi, satu lagi kesehatan,” ujar Sundoyo.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (END)

  • Menkes dan Menkeu Segera Bahas Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

    Menkes dan Menkeu Segera Bahas Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan pemerintah mempertimbangkan opsi kenaikan iuran BPJS Kesehatan guna mengatasi defisit yang mengancam kelancaran layanan. Sejak 2023, BPJS mengalami ketimpangan antara biaya pengeluaran dan pemasukan iuran peserta.

    Budi mengungkapkan, keputusan mengenai iuran akan dibahas bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti.

    “Saya sudah ngobrol sama Ibu Sri Mulyani, nanti kita panggil Pak Ghufron. Karena sebenarnya kita sudah melakukan simulasi itu sejak 2022, pada saat kita naikkan tarif rumah sakit. Angka itu sudah ada,” jelas Budi kepada awak media saat ditemui di RS Harapan Kita, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (15/11/2024).

    Budi menambahkan, pemerintah berupaya memastikan anggaran BPJS Kesehatan tetap cukup dengan berbagai strategi, termasuk meminta BPJS memonitor rumah sakit yang melakukan over-claim dan transaksi palsu.

    “Ada juga yang rumah sakit-rumah sakit ternyata over-claim atau melakukan fraudulent transaction. Kita juga minta BPJS tolong lebih teliti lagi dengan melihat pembayaran-pembayaran itu sudah dilakukan benar apa enggak,” katanya.

    Menurut Budi, kenaikan iuran ini telah melalui pertimbangan matang sejak lama, dengan berbagai aspek yang sudah dihitung dan dipelajari. Ia juga menyebut akan ada penambahan beberapa fasilitas, seperti laboratorium, fasilitas kemoterapi, dan lainnya.

    “Hal itu pasti akan menaikkan cost-nya BPJS dan semua itu ada perhitungannya. Sekarang tinggal kita lihat apakah angka perencanaan kita dan realisasinya itu dekat atau enggak. Kalau misalnya ada selisih jauh, itu seperti apa,” ucap Budi.

    Sebelumnya, Budi juga membantah terkait  rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang disebut-sebut sebagai langkah untuk menutup defisit senilai Rp 20 triliun.

    Budi menjelaskan, defisit tersebut adalah defisit berjalan, yang muncul dari selisih penerimaan iuran dan pengeluaran saat ini.

    “Jadi itu mungkin defisit berjalan sekarang dari iuran yang masuk dan keluar,” ujarnya.

    Ia menegaskan, BPJS Kesehatan masih memiliki cadangan kas di atas Rp 50 triliun, sehingga kenaikan iuran BPJS bukan untuk menambal defisit.

  • Menkes Budi Gunadi Bantah Rencana Kenaikan Iuran BPJS untuk Tambal Defisit Rp 20 Triliun

    Menkes Budi Gunadi Bantah Rencana Kenaikan Iuran BPJS untuk Tambal Defisit Rp 20 Triliun

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menepis kabar mengenai rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang disebut-sebut sebagai langkah untuk menutup defisit senilai Rp 20 triliun.

    Budi menjelaskan bahwa defisit BPJS Kesehatan tersebut adalah defisit berjalan, yang muncul dari selisih penerimaan iuran dan pengeluaran saat ini.

    “Jadi itu mungkin defisit berjalan sekarang dari iuran yang masuk dan keluar,” ujarnya kepada awak media saat ditemui di RS Harapan Kita, Slipi, Jakarta Barat pada Jumat (15/11/2024).

    Ia menegaskan, BPJS Kesehatan masih memiliki cadangan kas di atas Rp 50 triliun, sehingga kenaikan iuran BPJS bukan untuk menambal defisit.

    “Kita mesti hati-hati ngomong defisit Rp 20 triliun karena BPJS masih punya cash puluhan triliun juga,” lanjut Budi.

    “BPJS Kesehatan masih punya cadangan cash dan saya rasa di atas Rp 50 triliun. Jadi hati-hati, itu bukan BPJS defisit atau minus Rp 20 triliun, tetapi apa yang  diterima tahun ini dan yang dikeluarkan kurang,” tambahnya.

    Terpisah, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengungkapkan, potensi defisit tahun ini disebabkan oleh peningkatan utilisasi pelayanan kesehatan.

    Menurut Ghufron, peningkatan ini sangat signifikan, dari rata-rata 252.000 kunjungan per hari pada beberapa tahun lalu menjadi 1,7 juta per hari saat ini.

    “Yang bikin defisit tentu utilisasi. Utilisasi itu meningkat dari dahulu cuma 252.000 sehari, sekarang 1,7 juta sehari,” ucap Ghufron di kompleks DPR, Senayan pada Rabu (13/11/2024).

    Pernyataan Menkes Budi menegaskan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan bukan untuk menambal defisit Rp 20 triliun, lantaran lembaga asuransi kesehatan masyarakat itu masih memiliki cash lebih dari Rp 50 triliun.

  • Menang Praperadilan, KPK Lanjutkan Penyidikan Kasus Korupsi APD Kemenkes dan IUP Kaltim

    Menang Praperadilan, KPK Lanjutkan Penyidikan Kasus Korupsi APD Kemenkes dan IUP Kaltim

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur (Kaltim).

    Keputusan itu diambil setelah KPK memenangi praperadilan yang diajukan para tersangka dalam dua perkara tersebut. “KPK akan melanjutkan penyidikan agar proses penanganan perkaranya dapat berjalan efektif dan segera memberikan kepastian hukum pada para tersangka,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, Kamis (14/11/2024).

    Praperadilan tersebut diputus hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (13/11/2024). KPK menyebut hakim dalam putusannya menyatakan aspek formil serta penyelidikan dan penyidikan dalam kedua perkara tersebut telah sesuai prosedur dan ketentuan hukum.

    “KPK memenangkan dua persidangan praperadilan, yakni dalam perkara dugaan TPK (tindak pidana korupsi) terkait pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan dengan pemohon tersangka SW dan perkara dugaan TPK terkait penerbitan izin usaha pertambangan di wilayah Kalimantan Timur, dengan pemohon tersangka ROC,” ungkapnya.

    KPK meminta para pihak terkait dalam dua perkara tersebut bersikap kooperatif menghadapi proses hukum. Lembaga antikorupsi itu juga mengapresiasi hakim yang telah memutus praperadilan tersebut secara objektif dan independen.

    “Terlebih perkara pengadaan APD terkait langsung dengan hajat hidup orang banyak, khususnya pada sektor kesehatan, dan perkara IUP yang juga berkaitan dengan isu lingkungan,” ungkap jubir KPK.

  • Siasat Cegah Warga RI Berobat ke Luar Negeri, Perkuat Akses Obat Inovatif

    Siasat Cegah Warga RI Berobat ke Luar Negeri, Perkuat Akses Obat Inovatif

    Jakarta

    Ketersediaan obat inovatif di Indonesia masih termasuk rendah. Sejauh ini hanya ada sembilan persen obat inovatif atau temuan obat baru yang beredar di Indonesia.

    Kondisi ini disebut bisa berdampak kepada kualitas kesehatan yang kurang optimal. Hal ini salah satu yang memicu banyak warga Indonesia yang lebih memilih mengakses pengobatan ke luar negeri.

    “Saat ini, akses Indonesia terhadap obat-obatan baru terbatas hanya 9 persen, salah satu yang terendah di kawasan Asia-Pasifik,” ujar Ketua Umum International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Dr Ait-AIlah Mejri saat ditemui di Jakarta Selatan, Rabu (13/11/2024).

    Minimnya ketersediaan produk inovatif ini mengurangi akses pasien terhadap obat yang berkualitas dan efektif bagi pengobatan. Jika tidak tersedia di dalam negeri, sangat mungkin masyarakat memilih mendapatkannya di luar negeri.

    Selain itu tersedianya akses bagi penerima manfaat BPJS Kesehatan terhadap sebagian obat-obatan baru pada umumnya membutuhkan rata-rata waktu 71 bulan sejak pertama kali diluncurkan di tingkat dunia.

    “Keterlambatan ini menyebabkan sekitar 2 juta orang Indonesia tidak memiliki pilihan lain selain mencari pengobatan di luar negeri setiap tahunnya, yang berkontribusi pada kerugian devisa hingga USD 11,5 miliar atau sekitar Rp 180 triliun,” katanya menambahkan.

    Menurut Mejri, perlu upaya yang serius bagi pemangku kepentingan untuk menjamin ketersediaan obat baru yang inovatif di Indonesia. Kolaborasi berbagai pihak dibutuhkan khususnya dalam mengatasi hambatan percepatan ketersediaan obat baru.

    Upaya peningkatan kualitas obat di Indonesia

    Kementerian Kesehatan RI baru-baru ini meluncurkan penilaian teknologi kesehatan atau Health Technology Assessment (HTA) sebagai salah satu upaya strategis dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap obat dan teknologi medis yang aman, efektif, dan efisien.

    Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam keterangannya mengatakan HTA ini ditujukan agar warga Indonesia memiliki akses ke produk kesehatan dengan kualitas yang bagus, harga terjangkau, dan dapat dibayarkan lewat prosedur Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

    “Bukan hanya obat-obatan, tapi juga prosedur klinis serta alat-alat kesehatan. Kita harus melakukannya dengan lebih cepat, jadi saya minta untuk mengubah prosedur dan mengadopsi dari negara lain yang telah sukses menerapkannya seperti Singapura. Obat-obatan, prosedur, dan alat kesehatan yang masuk harus berkualitas terbaik, dengan harga terjangkau dan relatif cepat,” beber Menkes Budi dikutip dari laman resmi Kemenkes.

    (kna/kna)

  • Gelombang PHK Makin Besar, DPR Ingatkan Jangan Sampai IHT Ikut Tertekan

    Gelombang PHK Makin Besar, DPR Ingatkan Jangan Sampai IHT Ikut Tertekan

    Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengingatkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bahwa jangan sampai rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek menjadi ancaman bagi industri hasil tembakau (IHT) nasional sehingga memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besar-besaran.
     
    Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya mengatakan, pemerintah perlu melihat kontribusi sektor IHT melalui penerimaan cukai yang sangat besar bagi negara, sebelum merumuskan kebijakan. Ia menegaskan, pemerintah perlu belajar dari kegagalan dalam melindungi sektor tekstil yang menyebabkan banyaknya pengangguran baru.
     
    “Ada satu kepentingan lebih besar yang harus dirujuk. Kita harus belajar dari kasus Sritex, banyak pengangguran, terus kita mau buat perundang-undangan yang semena-mena? Jangan pak,” ucapnya dalam diskusi Forum Legislasi di Senayan, dilansir, Rabu, 13 November 2024.
    Willy menekankan jangan sampai aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang didorong oleh Kemenkes justru menimbulkan dampak baru yang melahirkan banyak praktik ilegal, seperti yang marak terjadi di negara lain. Jika aturan ini disahkan, semua pihak terkait dalam mata rantai pertembakauan akan celaka, baik dari hulu maupun hilir.
     
    “Di era deindustrialisasi jangan sampai negara justru mematikan industri nasional di tengah krisis yang melanda. Keberpihakan itu penting, meletakkan basis-basis kompetitif kita. Kita hidup di bumi Pancasila, ini Tanah Air kita, jadi tidak ada yang bisa semena-mena. Kita duduk bareng-bareng, kalau tidak bisa, kita cari jalan lain,” tegasnya.
     

    Ancaman PHK
    Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) juga belum diajak berdiskusi oleh Kemenkes, padahal dampak terhadap tenaga kerja terlihat sangat nyata dari adanya Rancangan Permenkes. Sejak Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dikeluarkan, Kemenaker menerima laporan potensi PHK hingga 2,2 juta pekerja di sektor tembakau.
     
    “Kami concern bahwa PP Nomor 28 Tahun 2024 dan turunannya akan berpotensi meningkatkan PHK. Kalau aturan ini terlalu kenceng sesuai teman-teman Kesehatan, akan ada 2,2 juta orang ter-PHK, baik dari tembakau maupun industri kreatif yang mendukung industri tembakau,” ungkap Dirjen Hubungan Industrial Kemenaker Indah Anggoro Putri.
     
    Indah memaparkan dari enam juta pekerja tembakau, hampir 89 persen adalah pekerja wanita, bahkan 85 persen di antaranya adalah kelompok rentan. Indah mengatakan negara perlu hadir untuk melindungi kelompok ini karena apabila angka pengangguran meningkat, dampak sosialnya akan sangat besar hingga berujung pada peningkatan kriminalitas.
     
    Tak hanya itu, Indah menyoroti banyaknya para pekerja yang bekecimpung di industri kreatif semestinya dilindungi. Ia menekankan agar Kemenkes mempertimbangkan keseimbangan pengusaha agar sama-sama dapat mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional delapan persen dari Presiden Prabowo.
     
    “Kita perlu selamatkan sektor tembakau ini, mitigasinya dari kami tentu serap aspirasi. Izin juga untuk Kemenkes, kalau rapat kami juga perlu diundang. Karena sebelumnya Kemenkes dikritik kurang public hearing, jadi kedepannya kami siap untuk mendukung dan diajak berdiskusi,” tegasnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (END)

  • Jadi Menkeu Memang Tidak Enak

    Jadi Menkeu Memang Tidak Enak

    Jakarta

    Menduduki posisi sebagai pemangku kepentingan dan pejabat pemerintahan bukanlah perkara yang mudah. Beban ini dirasakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

    Sebagai menteri keuangan, Sri Mulyani merasa bahwa dirinya kerap dicap sebagai pihak yang menetapkan dan menerbitkan kebijakan-kebijakan keuangan. Sedangkan dari kebijakan tersebut, biasanya akan menuai respons pro dan kontra dari berbagai kalangan.

    “Kadang-kadang menjadi menteri keuangan memang menjadi tidak enak. Karena indikatornya semua menjadi tidak sama happy, semuanya equally unhappy. Karena begini, kok dapetnya cuman segini? Saya mintanya 100 dapetnya cuma 25, tetapi ini yang merasa sudah dikasih 25 membebankan saya,” kata Sri Mulyani, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).

    Padahal, Sri Mulyani bilang bahwa penetapan kebijakan-kebijakan keuangan tersebut merupakan hasil koordinasi dan keputusan bersama dengan Kementerian/lembaga (KL) terkait. Misalnya saja untuk kebijakan tentang cukai tembakau.

    “Kebijakan yang itu merupakan hasil pembahasan sidang kabinet, katakanlah cukai hasil tembakau tadi, penggunaan tembakau petani lokal, cukainya untuk grup 1, grup 2, grup 3, yang beda-beda kelasnya. Masalah kesehatan, Menkes inginnya tinggi banget (cukai) karena mengancam rokok, Menaker-Menperin minta serendah-rendahnya,” terangnya.

    Baik dirinya maupun menteri-menteri lainnya juga berupaya keras untuk menetapkan instrumen fiskal terbaik yang aman dipakai untuk melakukan perlindungan. Namun memang kadang kala dalam prosesnya hal ini menimbulkan dilema.

    Hal ini misalnya dalam hal kebijakan bea masuk impor. Sri Mulyani mengatakan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang merasakan dilema antara melindungi industri hulu dan hilir terkait pengenaan bea masuk tinggi.

    Apabila bea masuk tinggi ditetapkan, menurut Sri Mulyani, industri hulu bisa terlindungi, namun industri hulu yang kesulitan memperoleh bahan baku impor murah. Namun bila diturunkan, industri hulu tadi justru bisa musnah.

    “Kalau kita mengenakan bea masuk di hulu, pasti hilirnya nanti lapor ke bapak/ibu (DPR). Saya kok didzalimi dengan bea masuk Kemenkeu. kalau saya kemudian turunkan, nanti yang hulu gantian ke bapak/ibu sekalian juga bilang menkeu tidak memihak industri kami. ini yang menyebabkan kita harus memahami setiap instrumen pasti ada konsekuensinya,” ujar Sri Mulyani.

    Sri Mulyani mengatakan, tugas untuk menyeimbangkan hulu dan hilir ini dibahas bersama-sama bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Dari rapat koordinasi, maka akan dihasilkan kesepakatan bersama sehingga semua KL juga memahami konsekuensi atas keputusan tersebut.

    “Ini yang menjadi salah satu kenapa kami memang harus hati-hati. Tapi saya setuju yang disampaikan bapak/ibu sekalian bahwa kami akan mencoba untuk terus mengkalibrasi dan komunikasikan,” kata dia.

    Lihat juga Video Sri Mulyani: Prabowo Minta Saya Jadi Menteri Keuangan

    (shc/rrd)

  • BRIN: 55% Sumber Air Minum Warga dari Sumur – Espos.id

    BRIN: 55% Sumber Air Minum Warga dari Sumur – Espos.id

    Perbesar

    ESPOS.ID – Ilustrasi air minum (Freepik.com)

    Esposin, JAKARTA — Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Ignasius Sutapa menyebutkan mayoritas masyarakat Indonesia memenuhi kebutuhan air minumnya secara swadaya.

    Berdasarkan studi yang dilakukan Prof Ignasius bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI pada 2020, sebanyak 55,1% sumber air minum masyarakat diperoleh melalui sumur bor/pompa, sumur gali, penampungan air hujan, mata air, dan air eceran, dan 31% memperoleh air minum dari depot air minum isi ulang, dan 10,7% memperoleh air minum dari air kemasan.

    Promosi
    Cetak Laba Rp45,36 Triliun, BRI Salurkan Kredit Rp1.353,36 Triliun

    “Memang faktanya demikian, jadi hal itu yang harus kita pikirkan bersama bahwa masyarakat harus disediakan (air minum bersih) dengan cukup,” katanya dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (13/11/2024). 

    Pria yang juga merupakan Executive Director Asia Pacific Centre for Ecohydrology (APCE)-UNESCO C2C itu mengatakan konsumsi air minum yang berasal dari sumur memiliki risiko, sebab tingkat risiko pencemaran sumber air minum yang berasal dari sumur gali dan sejenisnya mencapai 20%.

    Ia menekankan bahwa air minum yang bersih merupakan hak dasar setiap manusia, yang jika tidak dipenuhi, maka akan berimbas dengan ongkos sosial yang tidak murah, berdampak secara langsung maupun tidak langsung, serta berpotensi menyerang kehidupan masyarakat.

    “Peran air minum dan sanitasi sangat besar dalam mencegah penyakit secara epidemiologi,” ujarnya sebagaimana dilansir Antara. 

    Oleh karena itu, Ignasius mengajak seluruh pemangku kepentingan terkait untuk berkolaborasi dalam menemukan sumber-sumber air baru, sekaligus menyalurkannya kepada masyarakat, yang salah satunya bisa diperoleh melalui berbagai sungai bawah tanah atau karst yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

    Melalui kerja sama tersebut, kata dia, diharapkan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air yang diminum masyarakat Indonesia dapat meningkat, sehingga kehidupan masyarakat Indonesia bisa menjadi semakin baik.

    “BRIN sangat siap untuk membantu dalam kajiannya, bukan sekadar air bersih dari sisi kuantitas, tetapi juga kualitas dan kontinuitas,” tutur Ignasius Sutapa.

    Diketahui, pemenuhan kebutuhan terhadap air bersih demi memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong keamanan bangsa merupakan salah satu inti dari Asta Cita Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram “Solopos.com Berita Terkini” Klik link ini.

  • Menkes Ungkap Beda Layanan Skrining Kesehatan Gratis dan Medical Check Up RS

    Menkes Ungkap Beda Layanan Skrining Kesehatan Gratis dan Medical Check Up RS

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa layanan program layanan kesehatan gratis dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI nantinya akan berbeda dengan medical check-up (MCU) di rumah sakit. Ia menjelaskan pemeriksaan kesehatan gratis yang diberikan tidak hanya sekedar menimbang berat badan atau tekanan darah saja, namun memang tidak selengkap dengan pemeriksaan berbayar di rumah sakit swasta misalnya.

    “Ini bukan skrining rumah sakit ya, skrining di puskesmas. Jadi jangan bayangkan kalau kayak teman-teman medical check up,” kata Menkes Budi ketika ditemui awak media di Kantor Kementerian Kesehatan, Selasa (12/11/2024).

    “Ini kita check gula darah, kolesterol, tekanan darah, untuk yang dewasa. Untuk dekat lansia itu juga ada tes kanker. Untuk bayi ada yang namanya kongenital hipotiroid dan pemeriksaan G6PD. Jadi masing-masing kelompok umur itu berbeda-beda,” sambungnya.

    Penerapan skrining kesehatan gratis nantinya akan berbeda-beda setiap kategori umur. Misalnya, pada kategori balita skrining akan lebih memfokuskan pemeriksaan hipotiroid kongenital, pada remaja pada pemeriksaan obesitas, diabetes, dan kesehatan gigi, sedangkan pada orang dewasa fokus pada deteksi dini kanker.

    Usia kelompok lansia juga akan mendapatkan skrining kesehatan gratis yang memfokuskan pemeriksaan alzheimer, osteoporosis, dan kesehatan umum lain terkait penuaan.

    Rencananya program ini akan mulai diselenggarakan secara bertahap pada Januari 2025. Menkes Budi mengatakan saat ini proses persiapan masih sedang terus dilakukan.

    “Sekarang kita sedang siapkan, termasuk dengan yang dari bank dunia kita melengkapi 10 ribu puskesmas dengan alat-alat lab darah,” tandasnya.

    (avk/kna)