Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Ibunda Almarhum Dokter Aulia Menangis dalam Rapat di Komisi III DPR

    Ibunda Almarhum Dokter Aulia Menangis dalam Rapat di Komisi III DPR

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi III DPR menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan kuasa hukum almarhumah dokter Aulia Risma Lestari mengenai dugaan tindak pidana perundungan dan pemerasan pada peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip).

    Ibunda dokter Aulia, Nuzmatun Malinah, turut hadir dalam RDPU tersebut. Ia menceritakan rasa sedihnya kehilangan sang anak dan juga suami.

    Menurutnya kehilangan anak dan juga suami itu disebabkan sistem pendidikan yang tidak jelas.

    “Mau bagaimana nanti ada korban-korban lagi? Saya sudah cukup saya dan suami saya, dua nyawa. Model pendidikan macam apa, ya Allah,” kata Nuzmatun Malinah sambil menangis di ruang rapat Komisi III DPR, pada Senin (18/11/2024).

    Nuzmatun juga menyebut, seharunya, anaknya mendapatkan ilmu untuk masyarakat yang lebih luas, tetapi malah mendapatkan siksaan. Nuzmatun kemudian meminta agar Komisi III membantunya.

    “Harusnya anak saya sekolah dapat ilmu untuk masyarakat yang lebih luas, tetapi apa perlakuannya? Bukan mendapat ilmu malah disiksa,” ujarnya.

    Seperti diketahui, dokter Aulia Risma ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya. Ia merupakan dokter RSUD Kardinah Tegal yang juga mahasiswa PPDS program studi anestesia FK Undip. Ia ditemukan meninggal dunia pada Senin (12/8/2024) diduga karena bunuh diri.

    Kasus perundungan yang dialami oleh dokter Aulia Risma selama menjalani pendidikan membuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kemudian menghentikan PPDS program studi anestesia di RSUP Dr Kariadi Semarang tempat korban menempuh pendidikan.

    Tak terima dengan kasus yang dialami sang buah hati, ibunda dokter Aulia Risma yakni Nuzmatun Malinah akhirnya memolisikan sejumlah senior korban ke Polda Jawa Tengah terkait pemerasan, pengancaman hingga intimidasi. Pihak keluarga membawa bukti chat, hingga rekening korban.

  • 3
                    
                        Menangis di DPR, Ibunda Dokter Aulia: Anak Saya Bukan Dapat Ilmu Malah Disiksa
                        Nasional

    3 Menangis di DPR, Ibunda Dokter Aulia: Anak Saya Bukan Dapat Ilmu Malah Disiksa Nasional

    Menangis di DPR, Ibunda Dokter Aulia: Anak Saya Bukan Dapat Ilmu Malah Disiksa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tangis ibu almarhum
    dokter Aulia Risma
    Lestari, Nuzmatun Malinah, pecah saat mengadukan proses penanganan kasus
    perundungan
    hingga pemerasan yang menimpa anaknya ke
    Komisi III DPR
    RI, Senin (18/11/2024).
    Dokter Aulia adalah peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)
    Universitas Diponegoro
    (Undip) yang meninggal dunia diduga karena bunuh diri akibat perundungan yang dialaminya selama menjalani masa studi.
    Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) tersebut, Nuzmatun mengungkapkan kesedihannya kehilangan anak dan juga suami dalam kurun waktu yang berdekatan.
    “Saya minta tolong bapak ibu selaku wakil-wakil saya. Saya sudah kehilangan anak yang luar biasa. Tidak cuma itu, bapaknya juga begitu selesai pemakaman dirawat rumah sakit. Kami sudah berusaha tapi akhirnya menyusul juga,” ujarnya di ruang rapat, Senin.
    Nuzmatun bercerita bahwa Aulia tetap bersemangat menyelesaikan pendidikan meski tengah sakit. Menurut dia, Aulia sempat mengeluh sakit pada bulan Juni lalu.
    “Saat itu, saya sudah bilang, ‘Udah pulang saja, enggak usah diteruskan,’ tetapi anak saya bilang, ‘Saya mau menyelesaikan, saya mau berobat,’” kata Nuzmatun sambil terisak.
    Nuzmatun kemudian mengungkapkan bahwa Aulia juga menjalani operasi pada Juli 2024. Setelahnya, Aulia kembali beraktivitas sampai akhirnya harus dirawat lagi di RS pada 1 Agustus.
    Pada Senin, 12 Agustus 2024, lanjut Nuzmatun, Aulia ditemukan meninggal dunia di kosnya di Semarang. Sebelum itu, Nuzmatun menyebutkan bahwa putrinya menghadapi beban tugas yang berat, bahkan sempat menyuntikkan obat untuk meredakan rasa sakit.
    “Di hari itu, anak saya menghadapi tugas yang luar biasa berat. Dia ingin menjalankan tugasnya dengan baik. Akhirnya dia menyuntikkan obat untuk mengurangi sakitnya. Tapi akhirnya, Allah mengambil anak saya,” tutur Nuzmatun sambil menangis.
    Dalam kesempatan itu, Nuzmatun pun mempertanyakan sistem pendidikan yang dijalani anaknya. Sebab, Aulia seharusnya mendapatkan ilmu dan pengalaman, bukan justru menghadapi penderitaan yang berujung kematian.
    “Pendidikan macam apa ini, Bapak? Ya Allah. Harusnya anak saya sekolah untuk mendapatkan ilmu, tapi bukan mendapatkan ilmu malah disiksa. Saya minta tolong dibantu bapak ibu selaku wakil saya,” pinta Nuzmatun kepada para anggota dewan.
    Merespon hal itu, Ketua Komisi III DPR RI
    Habiburokhman
    menyampaikan belasungkawa kepada Nuzmatun. Dia berjanji akan menindaklanjuti kasus ini dan memastikan oknum yang terlibat bertanggung jawab secara hukum.
    “Kami turut berduka cita dan turut bersimpati juga ibu. Insya Allah oknum-oknum yang bertanggung jawab kita pasti bertanggung jawab secara hukum,” ujar Habiburokhman.
    Selain itu, Habiburokhman juga berjanji akan mendorong perbaikan sistem pendidikan, agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
    “Dan sistem pendidikannya kita dorong untuk bersama-sama diperbaiki. Yang tabah ya bu. Kita mendoakan agar almarhum mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah,” kata politikus Partai Gerindra itu.
    Sebelumnya diberitakan, Aulia merupakan mahasiswa PPDS prodi anestesi Universitas Diponegoro yang ditemukan meninggal pada Senin (12/8/2024) di kamar kosnya.
    Buntutnya, Kemenkes menghentikan PPDS Prodi anestesi di RSUP Dr Kariadi Semarang setelah ditemukan adanya dugaan perundungan di tempat studi almarhumah itu.
    Kendati demikian, Undip membantah terjadinya perundungan terhadap mahasiswinya itu.
    Belakangan, ibu korban Nuzmatun Malinah, adik kandung korban Nadia, dan pengacaranya melaporkan sejumlah senior PPDS Anestesi Undip ke Polda Jawa Tengah pada Rabu (4/9/2024).
    Mereka dilaporkan terkait pemerasan, pengancaman hingga intimidasi terhadap korban. Pihak keluarga membawa bukti chat, hingga rekening korban.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mengenal Sleepmaxxing, Cara Tidur yang Ramai Dibahas di TikTok

    Mengenal Sleepmaxxing, Cara Tidur yang Ramai Dibahas di TikTok

    Bisnis.com, JAKARTA – Tidur yang cukup dan berkualitas menjadi salah satu bagian untuk menjalankan pola hidup sehat. Selain itu, tidur berkualitas juga penting untuk kesehatan fisik dan mental.

    Namun, baru-baru ini muncul fenomena di aplikasi TikTok yang didalamnya terdapat sebuah cara untuk mendapatkan tidur yang lebih baik dan cara itu diberi nama sleepmaxxing.

    Lalu, Apakah Sleepmaxxing?

    Melansir dari Slashgear, Senin (18/11/2024) sleepmaxxing bukanlah satu praktik tidur tertentu, melainkan serangkaian strategi atau kebiasaan yang dirancang untuk meningkatkan kualitas tidur. 

    Ide dasarnya adalah untuk memperbaiki rutinitas tidur dan menggunakan berbagai produk atau teknologi yang diyakini dapat membantu tidur lebih nyenyak. 

    Beberapa tips yang sering dibagikan dalam gerakan ini mencakup hal-hal yang sudah dikenal banyak orang, seperti menghindari layar sebelum tidur, menjaga suhu ruangan tetap dingin, dan menghindari konsumsi kafein atau alkohol menjelang tidur.

    Namun, sleepmaxxing juga melibatkan beberapa saran yang lebih tidak konvensional, seperti mengkonsumsi magnesium, makan kiwi, menggunakan kacamata pemblokir cahaya biru, atau bahkan menutup mulut dengan selotip saat tidur. 

    Meski terdengar aneh, saran-saran ini dengan cepat menjadi viral di TikTok, diikuti oleh jutaan pengguna yang penasaran untuk mencoba berbagai cara agar tidur mereka lebih berkualitas.

    Apakah Sleepmaxxing Layak Diikuti?

    Secara umum, sleepmaxxing memang mendorong kebiasaan tidur yang sehat, yang tentu saja bermanfaat. Beberapa tips seperti menghindari kafein sebelum tidur atau menciptakan lingkungan tidur yang nyaman sudah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas tidur. Namun, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum mengikuti tren ini.

    Saran dari Para Ahli

    Beberapa ahli tidur menyarankan untuk tidak terlalu terobsesi dengan tren tidur seperti sleepmaxxing. Dr. Alice Hare, spesialis tidur dan pernapasan, menjelaskan bahwa meskipun tidur yang baik sangat penting, upaya untuk “menyempurnakan” tidur dapat menyebabkan masalah.

    Sebagai gantinya, Dr. Hare merekomendasikan untuk mengikuti prinsip tidur yang sehat tanpa terlalu memaksakan diri dan jika mengalami masalah tidur yang serius, berkonsultasilah dengan profesional medis.

    Dampak Kurang Tidur

    Dikutip dari laman Kemenkes.go.id (29/10/24), kurang tidur bisa meningkatkan angka kematian manusia. Sebab, munculnya potensi penyakit jantung dan diabetes melitus bagi tubuh.

    Ketidakseimbangan gula darah bisa memengaruhi kualitas tidur, seringkali seseorang tidak disadari hal tersebut. Dilansir dari National Institute of Diabetes and Disgetive and Kidney Diseases Studi menunjukkan bahwa banyak masalah tidur dikaitkan dengan resistensi insulin, pradiabetes, dan diabetes dan memiliki dampak yang signifikan pada toleransi glukosa.

    Ilustrasi tidurPerbesar

    Eve Van Cauter, PhD, rekan penulis bab “Dampak Tidur dan Gangguan Sirkadian pada Metabolisme Glukosa dan Diabetes Tipe 2” dalam publikasi NIDDK Diabetes in America, Edisi ke-3, menjelaskan hubungan antara kurang tidur dan diabetes.

    “Ada hubungan yang konsisten dengan penurunan sensitivitas insulin dalam kisaran 25% hingga 30% setelah kurang tidur selama 4-5 hari. Bukti yang dapat diandalkan, bahwa kurang tidur berefek buruk pada toleransi glukosa dan membawa orang sehat mengembangkan pradiabetes,” Jelas Cauter.

  • Buruh Sebut Pengetatan Aturan Tembakau Bisa Bikin Pekerja Terdampak

    Buruh Sebut Pengetatan Aturan Tembakau Bisa Bikin Pekerja Terdampak

    Jakarta

    Pemerintah berencana untuk mengetatkan aturan tembakau di tanah air. Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman – Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Karawang menilai Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), sebagai aturan turuan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024), tumpang tindih dengan aturan lain. Kebijakan tersebut dinilai melawan aturan lain yang sudah lebih dulu diatur dalam Undang-Undang (UU).

    Salah satu poin dalam Rancangan Permenkes memuat aturan agar dilakukan penyeragaman bagi seluruh kemasan rokok yang dijual sehingga tidak adanya identitas merek. Hal itu menabrak UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menyatakan merek dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, dan susunan warna untuk membedakan suatu produk dengan produk lainnya.

    Selain itu, Rancangan Permenkes juga bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam aturan itu menyatakan konsumen berhak mendapatkan informasi dengan jelas dan detail seputar produk yang dibeli dan dikonsumsi.

    “Kalau peraturan itu dijalankan, otomatis kerugian bagi industri tembakau akan sangat besar. Aturan ini juga akan semakin mendorong peredaran rokok ilegal dan membuka potensi perpindahan konsumsi ke sana,” ujar Ketua FSP RTMM-SPSI Pimpinan Cabang Karawang, Bambang Subagyo dalam keterangannya, ditulis Minggu (17/11/2024).

    Dia menyebut hilangnya identitas merek pada kemasan rokok akan membuat produk rokok ilegal justru mendapatkan keuntungan. Produk rokok ilegal akan semakin dibedakan dengan rokok legal, sehingga penjualan rokok ilegal meningkat dan produsen rokok legal akan menghadapi penurunan penjualan, yang akhirnya malah pekerjanya yang terkena PHK.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {

    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    adSlot.innerHTML = “;

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1709715464819-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/finance/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1709715464819-0’)
    .addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1709715464819-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”;
    ads[currentAdIndex]();
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function (entries) {
    entries.forEach(function (entry) {
    if (entry.intersectionRatio > 0.1) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    } else {
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.1 });

    function checkVisibility() {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    } else {
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    }

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function () {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) {
    console.error(“❌ Elemen #ad-slot tidak ditemukan!”);
    return;
    }
    ads[currentAdIndex]();
    observer.observe(adSlot);
    });

    var mutationObserver = new MutationObserver(function (mutations) {
    mutations.forEach(function (mutation) {
    if (mutation.type === “childList”) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    });
    });

    mutationObserver.observe(document.getElementById(“ad-slot”), { childList: true, subtree: true });

    Oleh karena itu, mewakili FSP RTMM-SPSI Pimpinan Cabang Karawang, Bambang dengan tegas menolak penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Permenkes yang berpotensi mengancam keberlangsungan hidup pekerja tembakau. Aturan inisiasi Kemenkes yang tumpang tindih ini akan merugikan pekerja tembakau dari berbagai sisi.

    “Aturan Kemenkes ini terlalu tumpang tindih. Padahal, industri ini telah memberikan sumbangsih besar melalui cukai dan pajaknya. Ini akan sangat merugikan dan berbahaya terhadap keberlangsungan pekerja tembakau kami,” tegasnya.

    Selain menuai penolakan besar dari banyak pihak, kebijakan Kemenkes yang menindih aturan lain ini tidak sejalan dengan arah kebijakan pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto. Sebelumnya Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menyatakan Prabowo akan meninjau ulang seluruh UU, PP, hingga Peraturan Presiden (PERPRES) agar tidak saling tumpang tindih dan bertentangan.

    “Kita harus sisir mana UU yang bertabrakan satu sama lain dan mana aturan yang bertentangan dengan aturan yang di atasnya itukan harus dilakukan,” ucapnya.

    Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas juga menjelaskan, peninjauan ulang aturan-aturan sebelumnya dilakukan agar tidak ada kebijakan yang menghambat program strategis pemerintah. Pemerintahan Indonesia saat ini mendorong program swasembada pangan, kemandirian energi, hilirisasi, dan permasalahan lahan.

    “Jadi program-program inilah yang akan kita kawal menjadi prioritas untuk kami jadikan rujukan dalam penataan regulasi di Kementerian Hukum,” ujar dia.

    (kil/kil)

  • Menkes Ungkap Data Kematian Akibat Penyakit Kardiovaskular di RI

    Menkes Ungkap Data Kematian Akibat Penyakit Kardiovaskular di RI

    Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin hadiri International Cardiovascular Summit (IICS), Minggu (17/11). Dalam sambutannya, ia mengungkap data kematian akibat penyakit kardiovaskular yang diduga mencapat 1 juta per tahun di Indonesia.

    (/)

  • Video Kemenkes Sebut Operasi Robotik Biayanya Murah: Bisa Ditanggung BPJS

    Video Kemenkes Sebut Operasi Robotik Biayanya Murah: Bisa Ditanggung BPJS

    Video Kemenkes Sebut Operasi Robotik Biayanya Murah: Bisa Ditanggung BPJS

  • PPDS Hospital Based Bisa Atasi Kekurangan Spesialis Jantung di RI

    PPDS Hospital Based Bisa Atasi Kekurangan Spesialis Jantung di RI

    Jakarta

    Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin berbicara mengenai strategi pemerataan jumlah dokter di Indonesia melalui program pendidikan dokter spesialis berbasis hospital based atau rumah sakit pendidikan.

    Saat ini baru ada sekitar 1.500 jumlah dokter spesialis jantung di Indonesia. Rasionya sangat minim sehingga belum ideal untuk memberikan pelayanan maksimal ke masyarakat.

    “Strategi kita mendistribusikan SDM-nya karena penyakit jantung ini 90 menit harus tertangani,” tutur Menkes saat ditemui di agenda International Cardiovascular Summit (IICS) 2024, Jakarta Selatan, Minggu (17/11/2024).

    Idealnya menurut Menkes, harus ada 2 spesialis jantung di seluruh rumah sakit tingkat kabupaten/kota. Dengan kondisi tersebut, jumlah dokter spesialis jantung menurut dia harus berada di angka sekitar 750 orang.

    “Oleh karena itu kita butuh percepatan. Mendidik spesialis itu butuh praktek, ini yang harus dilakukan di rumah sakit-rumah sakit,” beber dia.

    Kementerian Kesehatan telah membuka enam program di rumah sakit penyelenggara pendidikan utama. Enam program studi kedokteran spesialis di enam rumah sakit penyelenggara pendidikan utama tersebut yakni spesialis mata, jantung, anak, saraf, orthopedi, dan ongkologi.

    Peserta calon dokter spesialis yang mengikuti program ini diutamakan berasal dari Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK), yakni luar Pulau Jawa. Sehingga setelah lulus, mereka dapat mengabdi di daerah terpencil yang masih kekurangan dokter spesialis.

    Menkes menegaskan tujuan utama program hospital based adalah mempercepat pemenuhan jumlah dokter spesialis, mendistribusikan dokter spesialis ke seluruh pelosok Indonesia agar penempatan tidak hanya terkonsentrasi di pulau Jawa dan mencetak dokter spesialis berkualitas internasional.

    “Jadi ada rumah sakit yang kasusnya banyak, dipakai sebagai tempat pembelajaran. Di RS Harapan Kita sudah mulai hospital based dan mengampu rumah sakit,” tandasnya.

    (kna/kna)

  • Video: Keunggulan Operasi Robotik Jantung Menurut Menkes Budi

    Video: Keunggulan Operasi Robotik Jantung Menurut Menkes Budi

    Video: Keunggulan Operasi Robotik Jantung Menurut Menkes Budi

  • Kasus Gondongan di RI Lagi ‘Ngegas’, Catat Cara Obati-Cegah Biar Tak Ikut Tertular

    Kasus Gondongan di RI Lagi ‘Ngegas’, Catat Cara Obati-Cegah Biar Tak Ikut Tertular

    Jakarta

    Kasus gondongan di Indonesia baru-baru ini mengalami peningkatan. Banyak anak-anak hingga remaja dilaporkan terjangkit penyakit ini, disebabkan oleh infeksi virus pada kelenjar ludah.

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan bahwa meskipun ada peningkatan jumlah kasus gondongan (mumps) pada anak di beberapa wilayah, kondisi tersebut masih dapat terkendali.

    “Peningkatan kasus terjadi di beberapa daerah, namun situasi saat ini masih terkendali,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, yang dikutip dari Antara pada Sabtu (16/11/2024).

    Dikutip dari Medical News Today, gondongan merupakan infeksi virus yang sangat menular pada kelenjar ludah, yang sering menyerang anak-anak.

    Gejala paling khas dari penyakit ini adalah pembengkakan kelenjar ludah, sehingga wajah pengidap terlihat membesar di bagian pipi. Kelenjar ludah yang biasanya terpengaruh adalah kelenjar parotis.

    Gejala gondongan umumnya muncul 2-3 minggu setelah infeksi. Meski demikian, sekitar 20 persen pengidap tidak menunjukkan gejala apa pun. Pada tahap awal, biasanya muncul gejala seperti flu, seperti:

    Nyeri tubuhSakit kepalaHilangnya nafsu makan atau mualKelelahan umumDemam ringan

    Dalam beberapa hari, gejala khas gondongan mulai terlihat, seperti nyeri dan pembengkakan kelenjar parotis, salah satu dari tiga kelompok kelenjar ludah, yang menyebabkan pembengkakan pipi.

    Meski jarang, gondongan juga dapat menyerang orang dewasa. Pada kasus ini, gejala biasanya serupa, tetapi terkadang lebih parah dengan risiko komplikasi yang lebih tinggi.

    Karena disebabkan oleh virus, gondongan tidak dapat diatasi dengan antibiotik, dan hingga saat ini belum ada obat antivirus yang spesifik untuk mengobatinya.

    Penanganan yang tersedia hanya bertujuan meredakan gejala hingga infeksi mereda, serupa dengan cara tubuh melawan flu. Sebagian besar pengidap gondongan sembuh dalam waktu sekitar dua minggu.

    Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk meredakan gejala meliputi:

    Mengonsumsi banyak cairan, terutama air putih, dan menghindari jus buah yang dapat merangsang produksi air liur.Mengompres area yang bengkak dengan sesuatu yang dingin.Mengonsumsi makanan lembut atau cair untuk mengurangi nyeri saat mengunyah.Beristirahat dan tidur yang cukup.Berkumur dengan air garam hangat.Mengonsumsi obat pereda nyeri.

    Pencegahan gondongan yang paling efektif adalah melalui vaksinasi. Vaksin gondongan dapat diberikan secara terpisah atau sebagai bagian dari vaksin MMR yang juga melindungi dari rubella dan campak.

    Vaksin MMR biasanya diberikan kepada bayi berusia di atas satu tahun, lalu diulang sebelum memasuki usia sekolah.

    Selain itu, untuk mencegah penyebaran infeksi, beberapa tindakan pencegahan dapat dilakukan, seperti:

    Mencuci tangan dengan air dan sabun sesering mungkin.Tidak masuk kerja atau sekolah hingga lima hari setelah gejala muncul.Menutup hidung dan mulut dengan tisu saat bersin atau batuk.

    (naf/naf)

  • Menkes Dorong RS di Indonesia Gunakan Teknik Bedah Robotik

    Menkes Dorong RS di Indonesia Gunakan Teknik Bedah Robotik

    Menkes Budi Gunadi Sadikin dorong rumah sakit yang dikelola oleh Kemenkes untuk ikuti jejak RS Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita yakni menggunakan teknik bedah dengan robotik. Harapannya agar Indonesia bisa maju dalam operasi bedah apapun.