Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Hadiah dari Prabowo, Deteksi Kanker Masuk Kado Ultah Skrining Kesehatan 2025

    Hadiah dari Prabowo, Deteksi Kanker Masuk Kado Ultah Skrining Kesehatan 2025

    Jakarta

    Deteksi dini kanker akan menjadi bagian dari program skrining kesehatan nasional. Deteksi dini ini diharapkan dapat meningkatkan kesembuhan dan mengurangi tingkat kematian akibat kanker.

    “Deteksi dini kanker ini juga masuk ke program skriningnya hadiah dari Pak Prabowo, jadi kalau ada indikasi-indikasi kanker dini dapat kita atasi,” kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam keterangannya dikutip Minggu (24/11/2024).

    Program skrining kesehatan gratis sesuai umur ini akan diluncurkan pada Januari 2025. Untuk memudahkan akses masyarakat, program skrining ini akan dilaksanakan di berbagai fasilitas kesehatan pemerintah, baik di puskesmas maupun rumah sakit pemerintah.

    Menkes mengatakan skrining kanker akan mencakup pemeriksaan darah lengkap menggunakan alat hematoanalyzer dan blood chemical analyzer. Pemeriksaan ini untuk mendeteksi indikasi kanker sejak dini.

    “Kanker itu penyakitnya tidak menakutkan, bisa disembuhkan, tapi catatannya harus ketahuannya sejak dini, misalnya kanker payudara paling banyak ini, kalau ketahuannya stadium 1 itu 90 persen bisa sembuh. Jadi, jangan takut untuk deteksi dini kanker payudara,” ujar Menkes.

    Skrining kesehatan gratis berdasarkan kelompok usia dewasa di atas 18 tahun ini difokuskan pada deteksi dini kanker, termasuk kanker payudara dan serviks, yang merupakan penyebab utama kematian pada wanita di Indonesia, serta kanker prostat pada laki-laki.

    Ke depannya, skrining kesehatan akan dilakukan di Puskesmas dan sekolah-sekolah sesuai dengan kategori usia yang relevan. Untuk mendukung pendataan, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).

    Warga yang berulang tahun cukup mendatangi Puskesmas terdekat dengan membawa identitas, dan petugas akan memverifikasi data berdasarkan basis data kependudukan untuk mengakses layanan ini.

    (kna/kna)

  • Atasi Kekurangan Spesialis, Menkes Bakal Kirim 100 Dokter Belajar ke 4 Negara

    Atasi Kekurangan Spesialis, Menkes Bakal Kirim 100 Dokter Belajar ke 4 Negara

    Jakarta

    Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyampaikan upaya mempercepat kebutuhan dokter spesialis di Tanah Air. Dirinya mengatakan akan mengirim sekitar 100 dokter per tahun ke empat negara untuk menjalani program spesialis.

    Langkah ini diambil karena menurut Menkes, Indonesia masih kekurangan dokter onkologi. Hal ini menyebabkan penanganan kanker belum optimal.

    “Persoalan terbesar dalam penanganan kanker di Indonesia adalah dokternya, kita tidak punya dokter onkologi yang cukup,” kata Menkes dalam keterangan tertulis dikutip Minggu (24/11/2024).

    Kekurangan dokter ini juga menyebabkan distribusi alat kesehatan ke rumah sakit di daerah juga terhambat lantaran tidak ada dokter spesialis yang mengoperasikannya.

    Pemerintah Indonesia disebutnya telah menjalin kerjasama dengan pemerintah China, India, Jepang, dan Korea untuk mengirimkan 100 dokter setiap tahun. Seratus dokter ini akan mengikuti program fellowship dalam bidang seperti kardiologi intervensional dengan durasi pelatihan berkisar antara 6 hingga 24 bulan.

    Pemerintah mengambil kebijakan untuk mengirim belajar para dokter ke luar negeri dikarenakan terbatasnya kapasitas pendidikan di dalam negeri untuk program fellowship.

    “Karena kita mau mempercepat program fellowship, sehingga dokter spesialis penyakit dalam bisa melakukan kemoterapi,” terang Menkes.

    (kna/kna)

  • Percepat Operasional RS Kardiologi Emirates-Indonesia, Menkes Akan Datangkan Dokter dari RS Sardjito

    Percepat Operasional RS Kardiologi Emirates-Indonesia, Menkes Akan Datangkan Dokter dari RS Sardjito

    Solo, Beritasatu.com – Menteri Kesehatan atau Menkes Budi Gunadi Sadikin akan mendatangkan dokter dari RS Sardjito untuk mempercepat pengoperasionalan RS Kardiologi Emirates-Indonesia. Hal itu dilakukan untuk mempercepat operasional RS yang pembiayaannya berasal dana hibah dari Pemerintah Uni Emirat Arab (UEA) tersebut.

    Menkes Budi Gunadi Sadikin menyampaikan hal itu seusai meninjau RS Kardiologi Emirates-Indonesia di kompleks Solo Technopark (STP), Kota Solo, Jawa Tengah, Sabtu (23/11/2024).

    “Saya sudah berbicara dengan Manajemen RS Sardjito Yogyakarta untuk memindahkan ahli-ahli dan perawatnya ke sini (RS Kardiologi) sehingga bisa langsung beroperasi. Saya harapkan tidak lebih dari tiga bulan ke depan sudah bisa jalan,” ungkapnya.

    Menkes Budi Gunadi Sadikin mengatakan, opsi memindahkan dokter dan perawat dari rumah sakit lain, dalam hal ini RS Sardjito akan lebih baik dibandingkan merekrut dokter baru yang belum memiliki pengalaman. Apalagi, fasilitas yang dimiliki RS Kardiologi Emirates-Indonesia sudah sangat canggih.

    “Saya tidak mau cari dokter baru nanti dapatnya yang tidak berpengalaman. Banyak dokter (RS Sardjito) berpengalaman praktik berbagai tempat kita tempatkan ke sini. Tenaga SDM yang berpengalaman bisa mempercepat pelayanan,” tuturnya.

    Untuk pengelolaan ke depan, Budi mengatakan selama dua tahun pertama pengoperasian RS Kardiologi Emirates-Indonesia akan berada di bawah Kementerian Kesehatan (Kemenkes). “Setelah itu akan dibicarakan Pemkot Solo dan Kemenkes untuk kelanjutan pengelolaanya,” ucapnya.

    Menkes Budi berharap ke depan semua rumah sakit milik Kemenkes maupun pemerintah daerah bisa seperti RS Kardiologi-Emirates Indonesia. 

    “Mudah-mudahan semua rumah sakit Kemenkes dan pemda bisa seperti ini (RS Kardiologi Emirates-Indonesia), desainnya seperti ini sehingga masyarakat sakit masuk sini langsung sehat balik pulang,” harap Menkes Budi Gunadi Sadikin.

  • Pemkab Bogor Lakukan Digitalisasi Data Stunting Agar Penanganan Efektif

    Pemkab Bogor Lakukan Digitalisasi Data Stunting Agar Penanganan Efektif

    JABAR EKSPRES – Pemerintah Kabupaten Bogor mendigitalisasi data stunting daerah agar memperoleh informasi akurat sehingga penanganannya dapat dilakukan secara efektif.

    Hal ini disampaikan Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor Ajat Rochmat Jatnika usai rapat pemutakhiran data stunting di Command Center Cibinong, Jumat, 22 November 2024.

    “Sehingga tanggal 27 November itu data stunting yang akan kita intervensi itu udah jelas. Nanti setelah itu (data) bergerak trus real time berubah, ada pengukuran anak langsung masuk datanya,” ungkapnya.

    BACA JUGA: Promosikan Produk Lokal, Disdagkoperin Cimahi Dukung Program ‘Bangga Buatan Indonesia’

    Saat ini, Pemkab Bogor di bawah kepemimpinan Pj Bupati Bachril Bakri fokus menekan angka stunting daerah yang berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Kemenkes RI 2023 mencapai 27,6 persen atau tertinggi kedua di Jawa Barat.

    Digitalisasi data stunting ini dilakukan menggunakan aplikasi yang dikembangkan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Bogor, bernama Bestie atau Bogor E-Summary Information Executive.

    Data stunting dalam aplikasi Bestie ini akan terus diperbarui secara berkala oleh aparatur pemerintahan di tingkat wilayah se-Kabupaten Bogor dengan melibatkan pera pemangku kepentingan.

    BACA JUGA: Cagub Jabar Ahmad Syaikhu Temui dan Serap Aspirasi Tokoh Komunitas Gereja

    Ajat menyebutkan, digitalisasi data stunting ini juga sekaligus menerapkan kebiasaan baru bagi seluruh ASN Pemkab Bogor agar menerapkan pola kerja efektif berbasis teknologi.

    Ke depan, aplikasi Bestie juga digunakan untuk memadankan data-data organisasi perangkat daerah (OPD) menjadi satu data, sesuai kebijakan Satu Data Indonesia, dengan harapan mengefektifkan upaya pembangunan Kabupaten Bogor.

    “Dari satu data, kita implementasikan, karena yang paling penting itu kan merasakan manfaatnya satu data itu, itu yang akan mempertahankan bahwa kita menerapkan satu data,” kata Ajat.

    BACA JUGA: Penantian Korban Investasi Bodong, Dari Gerudug Kejari hingga Lapor Mas Wapres

    Sementara, Kepala Diskominfo Kabupaten Bogor Bayu Ramawanto mengungkapkan bahwa aplikasi Bestie akan menjadi induk dari beberapa aplikasi yang dimiliki setiap OPD di lingkungan Pemkab Bogor.

    “Sehingga setiap aplikasi yang dimiliki masing-masing OPD ini saling terintegrasi di aplikasi Bestie menjadi satu data,” ungkap Bayu.

  • Waspadai Lemak Trans pada Butter di Olahan MPASI

    Waspadai Lemak Trans pada Butter di Olahan MPASI

    Jakarta – Pemberian butter pada olahan MPASI perlu diperhatikan, sebab butter mengandung lemak trans yang jika banyak dikonsumsi dapat berpotensi penyakit di tubuh. Kemenkes dan YLKI pun mengimbau para orang tua agar lebih memperhatikan asupan untuk anak.

    (/)

  • Video Cara Hilangkan Lemak Trans Dalam Tubuh

    Video Cara Hilangkan Lemak Trans Dalam Tubuh

    Jakarta – Dokter sekaligus Ketua Tim Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Kemenkes Fatcha Nuraliyah berbicara mengenai lemak trans yang berbahaya jika berlebihan dikonsumsi bagi tubuh. Meski begitu, masih ada cara untuk menghancurkan lemak trans jika terlanjur dikonsumsi.

    (/)

  • Warga +62 Lebih Pilih Berobat ke Penang, Biaya RS di RI Lebih Mahal?

    Warga +62 Lebih Pilih Berobat ke Penang, Biaya RS di RI Lebih Mahal?

    Jakarta

    Tak sedikit masyarakat Indonesia yang berobat di luar negeri daripada di Indonesia. Hal ini terungkap dari data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, yang menyebut salah satu alasan masyarakat berobat ke luar negeri karena harganya yang murah.

    Data tersebut juga mengungkap Malaysia menjadi negara yang paling banyak dikunjungi oleh warga Indonesia untuk menjalani pengobatan.

    Beberapa warga Indonesia di media sosial bahkan mengaku lebih memilih berobat ke Penang, Malaysia, dibandingkan di dalam negeri. Beberapa menyoroti terkait pelayanan dan harga yang lebih murah.

    “Mostly orang Sumut berobat di penang, karena harganya lebih murah daripada berobat umum di medan. Dari aku yang selalu berobat ke penang,” imbuh pengguna X.

    “Dokter-dokter sama perawatnya juga ok kok, sistem RS di Indonesia perlu distandarisasi. Pantesan aja banyak yang berobat ke Penang,” kata pengguna lainnya.

    Siasat Kemenkes Mengatasi Biaya Berobat Mahal di RI

    Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kementerian Kesehatan RI Azhar Jaya mengatakan pihaknya sampai saat ini mencari upaya untuk mengatasi pengobatan mahal di Indonesia.

    Menurutnya, terdapat sejumlah faktor yang membuat biaya berobat di Indonesia lebih mahal dibandingkan di luar negeri. Terlebih, pihaknya saat ini tengah bernegosiasi dengan Kementerian Keuangan untuk mengurangi pajak, sehingga tarif yang diberikan bisa lebih kompetitif.

    “Walaupun belum tentu semuanya karena pajak, tapi faktor-faktor X yang di luar itu yang perlu kita tingkatkan,” imbuhnya saat ditemui di kantor Kemenkes RI, (21/11/2024).

    Dirinya juga berharap nantinya obat-obatan bisa diproduksi di Indonesia untuk mengurangi pembiayaan berobat yang mahal. Mengingat saat ini tak sedikit obat yang masih diimpor dari luar negeri.

    “Di samping itu tadi, hospitality-nya daripada dokter di Indonesia juga harus kita tingkatkan. Jangan sampai dokter melihat istilah komunikasi dengan pasiennya itu susah. Kalau di luar negeri kan dokter punya waktu lebih. Nah ini semuanya kita akan rancang, masih dalam proses penilaian ke depan, di dalam langkah memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia,” katanya lagi.

    Next: Berobat di RI Mahal?

    Simak Video “Video: IDI soal Fenomena Pasien RI Berobat ke Luar Negeri”
    [Gambas:Video 20detik]

  • Kemenkes: 41% Pengguna Antibiotik Oral Dapatkan Obat Tanpa Resep – Espos.id

    Kemenkes: 41% Pengguna Antibiotik Oral Dapatkan Obat Tanpa Resep – Espos.id

    Perbesar

    ESPOS.ID – Ilustrasi obat. (Freepik.com)

    Esposin, JAKARTA — Kementerian Kesehatan mengungkap sebanyak 41% dari masyarakat yang menggunakan antibiotik oral mendapatkan obat itu tanpa resep dan hal tersebut merupakan tantangan dalam pencegahan resistensi antimikroba (antimicrobial resistance/AMR).

    Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lucia Rizka Andalusia mengatakan di Jakarta, Kamis (21/11/2024), data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan 22,1% masyarakat menggunakan antibiotik oral, seperti tablet dan sirup. 

    Promosi
    Terus Dorong Pelaku UMKM Naik Kelas, BRI Telah Salurkan KUR Rp158,6 Triliun

    Dari jumlah tersebut, 41% mendapatkannya secara mudah, bukan dari sarana pelayanan kesehatan penunjang resmi seperti apotek atau toko obat.

    “Ada yang mendapatkan dari warung, juga mendapatkan dari tempat-tempat peredaran online dan atau tempat-tempat yang tidak sesuai dalam mendistribusikan antimikroba ini,” kata Rizka sebagaimana dilansir Antara.

    “Di samping itu, juga kita melihat bahwa dalam data sebaran sebanyak 18 provinsi di Indonesia memiliki proporsi perolehan antibiotik oral tanpa resep ini yang masih di atas rata-rata nasional atau di atas 41%,” ujarnya menambahkan.

    Penggunaan antibiotik tanpa resep dapat menyebabkan AMR, yang dapat berujung pada kematian. Dia memperkirakan bahwa kematian akibat AMR dapat menyentuh angka 10 juta pada 2050.

    Dia menjelaskan, penggunaan antibiotik begitu masif pada saat pandemi, karena saat itu masih ada semangat untuk menanggulangi Covid-19. Apapun pengobatannya, kata Rizka, selama tidak fatal, diterima demi keselamatan pasien. Sehingga, para pakar pun mencoba menggabungkan antimikroba dan antivirus dan membagikannya secara massal.

    “Tapi akibatnya setelah itu kita harus menanggung masalah yang besar terkait dengan resistensi tersebut, karena penggunaan antimikroba yang begitu masif, begitu banyaknya,” katanya.

    Dia mencontohkan, azithromycin yang sangat dibatasi pemakaiannya saat pandemi, kini dapat mudah dibeli hanya untuk menangani flu ringan.

    AMR pun menjadi perhatian global, katanya, seperti yang tertuang dalam target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), di mana terdapat target untuk menurunkan prevalensi antimikroba. Di tingkat nasional, dia melanjutkan, penanggulangan AMR dijabarkan dalam Rencana Aksi Nasional Pengendalian Resistensi Antimikroba 2020-2024.

    Pihaknya pun membangun SATU SEHAT sebagai upaya untuk mendata pembelian dan penggunaan antimikroba guna kontrol yang lebih baik. Apabila fasilitas-fasilitas kesehatan terintegrasi, maka semakin mudah untuk melakukan pendataan itu.

    Selain itu, Kemenkes juga membuat regulasi terkait pembatasan konsumsi antibiotik di fasilitas pelayanan kesehatan, tata cara pendistribusian antimikroba, serta pembatasan jenis juga penggunaan antimikroba dalam Formularium Nasional.

    Dia juga menyebut pentingnya edukasi bagi tenaga kesehatan, tenaga medis, dan publik tentang penggunaan antimikroba. Oleh karena itu, kata Rizka, kolaborasi menjadi kunci dalam penanganan isu tersebut.

    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram “Solopos.com Berita Terkini” Klik link ini.

  • Soal Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek, Kemenkes Janji Libatkan Seluruh Pihak

    Soal Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek, Kemenkes Janji Libatkan Seluruh Pihak

    Jakarta: Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengaku akan melibatkan seluruh pihak dalam proses penyusunan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terkait penyeragaman kemasan rokok tanpa merek. Sebelumnya, Kemenkes mendapatkan kritik akibat minimnya partisipasi publik dalam proses penyusunan aturan turunan PP 28/2024 tersebut.
     
    Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan Kemenkes Sundoyo mengatakan, akan melibatkan seluruh pihak, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi. Isu yang bergulir atas penyusunan Rancangan Permenkes diakui memang sangat berkaitan dari dua sektor tersebut, sehingga pelibatannya harus seimbang untuk menghasilkan kebijakan yang bersifat win-win solution.
     
    “Kebijakan yang sedang disusun pasti akan menyerap seluruh pemangku kepentingan. Hari ini akan banyak aspirasi untuk menentukan kebijakan ke depan,” ujarnya dalam diskusi Forum Legislasi “Serap Aspirasi Mata Rantai Industri Hasil Tembakau” dilansir, Kamis, 21 November 2024.
    Menurut Sundoyo, pelibatan pihak-pihak yang terkait merupakan upaya agar terjadi harmonisasi dalam pembentukan kebijakan. Sundoyo mengkonfirmasi bahwa Rancangan Permenkes saat ini masih dalam proses internalisasi di Kemenkes, namun pihaknya mencatat segala masukan yang disampaikan untuk menyempurnakan kebijakan tersebut.
     
    “Kita harus mencari keseimbangan, arahnya kesana, belum ada titik temunya. Jadi masih dikaji terus. Teman-teman dari masyarakat, asosiasi tembakau bisa kasih masukkan ke situ (hotline yang disediakan Kemenkes),” katanya.
     

     
    Sementara itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri menyebutkan Kemenaker sampai saat ini belum diajak berdiskusi bersama untuk membahas perumusan aturan yang akan mengancam keberlangsungan pekerja itu. 
     
    “Kami concern bahwa PP 28/2024 dan turunannya akan berpotensi meningkatkan PHK. Kalau aturan ini terlalu kencang sesuai dengan keinginan teman-teman Kemenkes, akan ada 2,2 juta orang ter-PHK, baik dari industri tembakau maupun industri kreatif yang mendukung industri tembakau,” kata dia.
     
    Indah menegaskan untuk bersama-sama mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional delapan persen yang telah digagas oleh pemerintahan Presiden Prabowo. Hal ini dapat dilakukan dengan melindungi kelompok rentan, dalam hal ini pekerja tembakau yang mayoritas berasal dari keluarga berpendidikan terbatas dan termasuk bagian pekerja kategori lemah.
     
    “Kita perlu selamatkan sektor tembakau ini, mitigasinya dari kami tentu serap aspirasi. Izin juga untuk Kemenkes, kalau rapat kami juga perlu diundang. Karena sebelumnya Kemenkes dikritik kurang public hearing, kedepannya kami siap untuk mendukung dan diajak berdiskusi,” tegasnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (END)

  • Pantas Banyak yang ke Penang, Biaya Berobat di RI Lebih Mahal dari Malaysia

    Pantas Banyak yang ke Penang, Biaya Berobat di RI Lebih Mahal dari Malaysia

    Jakarta

    Permasalahan berobat mahal di Indonesia sampai saat ini masih menjadi sorotan publik. Bahkan disebut 2 hingga 3 kali lipat lebih mahal dibandingkan di luar negeri.

    Hal tersebut juga didukung dengan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang menyebut masih ada banyak orang Indonesia yang memilih untuk berobat ke luar negeri.

    Terungkap dari data tersebut bahwa Malaysia menjadi destinasi ‘favorit’ warga untuk berobat ke luar negeri. Salah satunya disebut karena biayanya lebih murah dibandingkan di Indonesia.

    Selain itu di media sosial juga viral pengakuan warga Indonesia yang lebih memilih ke Penang dibandingkan di dalam negeri. Beberapa menyoroti terkait pelayanan sampai harga yang lebih murah.

    “Beberapa kasus teman antar ortunya ke Penang karena dokter di Indo bilang nggak bisa, tetapi di Penang bilang masih ada alternatif lain,” ujar pengguna X.

    “Perawatan bagus, biaya lebih murah juga,” cuit pengguna lainnya.

    Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kementerian Kesehatan RI Azhar Jaya mengatakan pihaknya sampai saat ini masih terus mencari upaya untuk mengatasi permasalahan mengenai berobat mahal di Indonesia.

    Kata Azhar, kemungkinan ada faktor lain yang membuat biaya berobat di RI lebih mahal dibandingkan di luar negeri. Azhar mengatakan pihaknya juga tengah berusaha bernegosiasi dengan Kementerian Keuangan untuk mengurangi pajak.

    “Sehingga tarif kita bisa lebih kompetitif. Walaupun belum tentu semuanya karena pajak, tapi faktor-faktor X yang di luar itu yang perlu kita tingkatkan,” katanya saat ditemui di kantor Kemenkes RI, Kamis (21/11/2024).

    “Obat-obatannya harus terstandar. Terus obat-obatannya kalau bisa diproduksi di Indonesia. Terus jangan ada lagi kolusi antara pabrik obat dengan dokter,” sambungnya lagi.

    Tak hanya itu, Azhar menyebut dari sisi pelayanan dokter di Indonesia juga perlu ditingkatkan. Jangan sampai, katanya, komunikasi antar pasien dengan dokter itu sulit di Indonesia.

    “Kalau di luar negeri kan dokter punya waktu lebih. (5:36) Nah ini semuanya kita akan rancang, masih dalam proses penilaian ke depan, di dalam langkah memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia,” imbuhnya lagi.

    (suc/suc)