Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Jangan Abaikan Kelelahan, Catat Tips Biar Petugas KPPS Tak Gampang ‘Ngedrop’

    Jangan Abaikan Kelelahan, Catat Tips Biar Petugas KPPS Tak Gampang ‘Ngedrop’

    Jakarta

    Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang bertugas pada Pilkada 2024 perlu memiliki kesehatan yang prima, baik sebelum atau sesudah bertugas. Hal ini untuk menghindari beberapa masalah kesehatan yang bisa muncul karena kelelahan.

    Dikutip dari laman Sehat Negeriku, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sendiri membagikan beberapa tips sehat untuk para petugas KPPS yang merasa lelah setelah bertugas menyukseskan pesta demokrasi.

    Cukup tidur minimal enam hingga delapan jam untuk menjaga stamina tetap prima.Cukup minum air putih minimal enam atau delapan gelas per hariCukup makan makanan bergizi untuk memenuhi asupan gizi dan mineral pada tubuh. Seperti cukup protein, sayur, buah, dan karbohidrat.Cukup olahraga minimal 30 menit dalam sehari

    Selain itu, dikutip dari Harvard Health dan WebMD, ada beberapa tips lain yang bisa dilakukan untuk mendapatkan energi kembali setelah merasa lelah karena sebuah aktivitas tertentu.

    Emosi yang dipicu stres menghabiskan banyak energi, sehingga seseorang bisa mencari teman ngobrol seperti teman atau keluarga agar bisa menularkan semangat.

    Mengurangi Beban Kegiatan

    Saat merasa lelah cobalah untuk menyederhanakan daftar kegiatan yang harus dilakukan. Hal ini agar memberikan tubuh waktu untuk sekadar beristirahat sedikit lebih lama.

    Makanlah segenggam kacang almond atau kacang tanah, yang kaya akan magnesium dan folat (asam folat). Nutrisi ini penting untuk energi dan produksi sel. Kekurangan nutrisi ini dalam tubuh dapat membuat merasa lelah.

    Mendapatkan Sinar Matahari

    Penelitian menunjukkan bahwa berjalan-jalan di luar ruangan selama beberapa menit pada hari yang hangat dan cerah dapat meningkatkan suasana hati, daya ingat, dan kemampuan menyerap informasi baru.

    (dpy/naf)

  • Bikin Omzet Turun, Pedagang Kelontong Tolak Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek

    Bikin Omzet Turun, Pedagang Kelontong Tolak Aturan Kemasan Rokok Tanpa Merek

    Jakarta: Pedagang kelontong menolak rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa merek sebagaimana diatur Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Selama ini, pedagang kelontong telah menggantungkan pendapatan terbesarnya dari produk tembakau, sehingga khawatir aturan ini berdampak pada penurunan omzet.
     
    Ketua Umum Persatuan Pedagang Kelontong Sumenep Indonesia (PPKSI) Junaidi mengatakan penolakan ini telah dilakukan sejak beberapa bulan lalu kepada Kemenkes. Ia memaparkan, hampir 50 persen penjualannya berasal dari rokok, sehingga aturan ini akan menurunkan omzet mereka dan menyulitkan pada praktik penjualannya di lapangan.
     
    “Bukan hanya kami yang didiskriminasi, realitasnya kami masyarakat madura, dengan wacana terkait penyeragaman kemasan rokok ini akan membuat kacau di lapangan. Lalu gimana caranya kita menjual varian rokok yang berbeda? Harusnya ada kebijaksanaan dari Kemenkes,” ujarnya dalam diskusi dilansir, Selasa, 26 November 2024.
    Ia bersama pedagang lainnya kompak menolak aturan ini, mulai dari PP Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) hingga aturan turunannya yang ada di dalam Rancangan Permenkes ini. Junaidi juga menyoroti mengapa produk rokok yang legal justru dihambat oleh berbagai pembatasan, sedangkan rokok ilegal semakin marak di pasaran.
     
    “Ditambah lagi, produk rokok ini kan legal, ada yang menguji di MK, ini memang produk legal jadi semestinya tidak bisa dilarang-larang pembatasan. Omzet kami pasti akan turun karena rokok ini menarik produk lain untuk ikut terjual. Kalau penjualan rokok turun, yang lain pasti turun juga,” ungkapnya.
     

     
    Senada, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budhyman menyebut, lebih dari jutaan orang bergantung pada industri tembakau, baik secara langsung maupun tidak. Dengan aturan ini, ia mengatakan, berpotensi menghilangkan dampak ekonomi sebesar Rp308 triliun serta akan mengganggu banyak sektor terkait.
     
    “Ini kontradiktif dengan Asta Cita Presiden Prabowo karena target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen dan tax ratio akan terganggu. Kalau aturan ini disahkan, akan ada 2,2 juta orang yang lapangan kerjanya tergerus. Kami berharap pemerintah baru akan lebih memperhatikan sektor tembakau dan meninjau ulang, menghentikan dulu pembahasannya,” ungkapnya.
     
    Budhyman juga menyoroti penurunan target cukai rokok di tahun sebelumnya merupakan imbas dari tekanan regulasi pemerintah terhadap daya dukung industri tembakau. Adanya penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek akan semakin menekan berbagai sisi industri tembakau, tidak hanya produsen, tetapi juga konsumen yang kehilangan haknya.
     
    “Tidak hanya produsen dan pekerja, hak konsumen juga terdzolimi karena tidak bisa menentukan merek, yang nantinya akan membuat produk legal dan ilegal terlihat sama,” kata dia.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (END)

  • Jadi Pukulan Telak, Pedagang Kelontong Keberatan Aturan Baru Penjualan Rokok – Page 3

    Jadi Pukulan Telak, Pedagang Kelontong Keberatan Aturan Baru Penjualan Rokok – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pedagang kelontong secara tegas menolak adanya rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek sebagai salah satu aturan yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes).

    Selama ini, pedagang kelontong telah menggantungkan pendapatan terbesarnya dari produk tembakau, di mana jika aturan tersebut diterapkan maka akan berdampak pada penurunan omzet yang signifikan.

    Ketua Umum Persatuan Pedagang Kelontong Sumenep Indonesia (PPKSI), Junaidi, mengatakan penolakan ini telah dilakukan sejak beberapa bulan lalu kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) karena dinilai tidak adil bagi pedagang kelontong hingga asongan.

    Junaidi memaparkan, hampir 50% penjualannya berasal dari rokok, sehingga aturan ini akan menurunkan omzet mereka dan menyulitkan pada praktik penjualannya di lapangan.

    “Bukan hanya kami yang didiskriminasi, realitasnya kami masyarakat madura, dengan wacana terkait penyeragaman kemasan rokok ini akan membuat kacau di lapangan. Lalu gimana caranya kita menjual varian rokok yang berbeda? Harusnya ada kebijaksanaan dari Kemenkes,” ujarnya dikutip Selasa (26/11/2024).

    Junaidi mengatakan pihaknya bersama pedagang lainnya serempak menolak aturan ini, mulai dari PP Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) hingga turunannya yang saat ini dirumuskan yaitu Rancangan Permenkes yang akan menyulitkan praktik penjualan rokok di lapangan.

    Junaidi juga menyoroti mengapa produk rokok yang legal justru dihambat oleh berbagai pembatasan, sedangkan rokok ilegal semakin marak di pasaran.

    “Ditambah lagi, produk rokok ini kan legal, ada yang menguji di MK, ini memang produk legal jadi semestinya tidak bisa dilarang-larang pembatasan. Omzet kami pasti akan turun karena rokok ini menarik produk lain untuk ikut terjual. Kalau penjualan rokok turun, yang lain pasti turun juga,” pungkasnya.

     

  • Ribuan Tentara Israel ‘Kena Mental’, Alami PTSD Imbas Serangan ke Gaza-Lebanon

    Ribuan Tentara Israel ‘Kena Mental’, Alami PTSD Imbas Serangan ke Gaza-Lebanon

    Jakarta

    CATATAN: Informasi ini tidak untuk menginspirasi siapapun bunuh diri. Jika Anda memiliki pikiran untuk bunuh diri, segera mencari bantuan dengan menghubungi psikolog atau psikiater terdekat. Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami tanda peringatan bunuh diri, segera hubungi Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes 021-500-454 atau hotline lain yang bisa diakses selama 24 jam di D’Patens 24 (Dukungan Psikososial Antisipasi melalui Hotline Service 24 jam) pada nomor 0811 979 10000

    Setidaknya enam tentara Israel dilaporkan bunuh diri dalam beberapa bulan terakhir menurut laporan media setempat Yedioth Ahronoth.

    DIduga mereka melakukan bunuh diri gegara tekanan psikologis perang di Gaza dan Lebanon Selatan.

    Penyelidikan menunjukkan jumlah kasus bunuh diri tentara Israel kemungkinan lebih tinggi. Namun militer Israel belum merilis angka resmi, meski ada janji untuk mengungkapkannya pada akhir tahun ini.

    Laporan tersebut juga menyoroti krisis kesehatan mental di dalam militer Israel. Dikutip dari Anadolu Agency, ribuan tentara telah mencari bantuan dari klinik kesehatan mental militer atau psikolog lapangan.

    Sekitar sepertiga dari mereka yang terkena dampak menunjukkan gejala stres pasca trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD).

    Berdasarkan investigasi, jumlah tentara yang mengalami trauma psikologi kemungkinan lebih besar dibandingkan yang cedera fisik saat perang.

    Media Israel juga mengutip pernyataan pakar yang menyebutkan bahwa krisis kesehatan mental ini akan menjadi jelas setelah operasi militer selesai dan pasukannya kembali ke kehidupan normal.

    Sebelumnya pada bulan Maret, Kepala Departemen Kesehatan Mental Militer Israel Lucian Tatsa-Laur menyebut sekitar 1.700 tentara telah menerima perawatan psikoologis.

    Sejak itu, muncul sejumlah laporan yang menunjukkan bahwa ribuan tentara mengalami masalah kesehatan mental akibat penempatan yang diperpanjang di Gaza dan Lebanon selatan.

    Ketegangan regional meningkat karena serangan brutal Israel di Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 44.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak, sejak serangan Hamas tahun lalu.

    (suc/suc)

  • Bungkusan Rokok Tanpa Merek Punya Alasan Kesehatan, tapi Ancam Ekonomi? – Page 3

    Bungkusan Rokok Tanpa Merek Punya Alasan Kesehatan, tapi Ancam Ekonomi? – Page 3

    Wacana penyeragaman bungkus rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terus menuai protes dan penolakan dari berbagai pihak. Salah satu penolakan datang dari serikat pekerja tembakau di Jawa Tengah, yang khawatir kebijakan tersebut akan mengancam mata pencaharian mereka.

    Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesa (FSP RTMM-SPSI), Andreas Hua mengatakan, kebijakan yang eksesif bagi industri tembakau akan memengaruhi penghidupan pekerjanya. 

    Apalagi, per Mei 2024 terdapat sekitar 99.177 pekerja tembakau yang tersebar di Jawa Tengah. Sebagian besarnya merupakan pekerja perempuan yang merupakan tulang punggung keluarga.

    “Aturan ini bisa mematikan penghidupan pekerja di Indonesia. Ambil contoh kudus, kalau industri rokoknya mati, maka ada 77.000 pekerja yang akan terdampak. Itu baru satu wilayah saja loh,” ungkapnya, Selasa (20/11/2024).

    Sama halnya dengan serikat pekerja di daerah lain, Andreas mengaku pekerja di Jawa Tengah tidak diikutsertakan dalam proses perumusan Rancangan Permenkes yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Padahal, aturan ini sangat mempengaruhi para pekerja, terutama pekerja Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang merupakan sektor padat karya.

    Pekerja di Jawa Tengah dengan tegas menolak rencana aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Permenkes. “Pokoknya, kita tidak setuju akan aturan ini karena dapat mengancam para pekerja yang terlibat di dalamnya,” serunya.

    Di sisi lain, Akademisi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Malik Cahyadin menilai, rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek bukan hal yang subtansial untuk mengendalikan konsumsi rokok. 

     

  • Kagetnya Menkes Banyak Anak di RI Kena Diabetes

    Kagetnya Menkes Banyak Anak di RI Kena Diabetes

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin kaget mengetahui banyak anak-anak di Indonesia yang terkena diabetes. Dia pun menekankan pentingnya deteksi dini dan penanganan diabetes pada anak-anak.

    Hal ini karena ia khawatir terhadap peningkatan kasus diabetes tipe 1 pada anak-anak di Indonesia maupun dunia.

    “Saya juga kaget bahwa ternyata, banyak anak di dunia dan juga di Indonesia yang terkena diabetes sejak kecil, istilahnya diabetes tipe 1. Diabetes tipe 1 ini jika tidak dirawat dengan cepat, bisa meninggal dalam waktu 6 bulan sampai 1 tahun,” ucapnya dikutip dari laman Kemenkes RI.

    Menkes mengatakan diabetes tipe 1 yang tak segera mendapatkan pengobatan dapat berdampak fatal, bahkan kematian. Dalam upaya menangani permasalahan ini, pemerintah berinisiatif menerapkan skrining kesehatan gratis untuk masyarakat Indonesia, termasuk anak-anak pada 2025.

    “Kebetulan kan Pak Prabowo akan launching Skrining Kesehatan untuk masyarakat di Indonesia. Nah, saya sudah putuskan memasukan skrining diabetes ini untuk kelompok anak-anak, supaya ketahuan lebih dini. Dengan begitu, kita bisa lakukan pengobatannya segera mungkin,” tambahnya.

    Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik utama pada anak yang sifatnya kronis dan potensial mengganggu tumbuh kembang anak. Pada anak dikenal 2 jenis diabetes yang paling banyak dijumpai, yaitu DM tipe-1 dengan jumlah kadar insulin rendah akibat kerusakan sel beta pankreas, dan DM tipe-2 yang disebabkan oleh resistensi insulin, walaupun kadar insulin dalam darah normal.

    Faktor penyebab utama DM tipe-1 adalah faktor genetik dan autoimun, sedangkan pada DM tipe-2 biasanya disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat dan kegemukan.

    Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebelumnya merilis data yang menunjukkan bahwa prevalensi anak pengidap diabetes meningkat 70 kali lipat pada januari tahun 2023 dibandingkan tahun 2010. IDAI mencatat 1.645 anak di Indonesia mengidap diabetes, prevalensinya sebesar 2 kasus per 100.000 anak. Hampir 60 persen pengidapnya adalah anak perempuan. Sedangkan berdasarkan usianya, sebanyak 46 persen berusia 10-14 tahun, dan 31 persen berusia 14 tahun ke atas.

    (suc/naf)

  • Penampakan Mercy Maybach Bernopol ‘S 4 TAN’ Hasil dari Judi Online Pegawai Komdigi

    Penampakan Mercy Maybach Bernopol ‘S 4 TAN’ Hasil dari Judi Online Pegawai Komdigi

    GELORA.CO – Polda Metro Jaya menyita 26 mobil dalam kasus judi online yang melibatkan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Mobil yang disita bahkan banyak yang masuk kategori kendaraan mewah.

     

    Salah satu yang menjadi sorotan adalah mobil pabrikan Mercedes Benz Maybach S560. Semakin mencolok karena kendaraan tersebut mamakai plat nomor S 4 TAN.

     

    Kendaraan ini memiliki warna dasar abu-abu tua dengan bagian atasnya warna silver. Kendaraan ini diperkirakan memiliki harga sekitar Rp 6,7 miliar.

     

    Selain Maybach, disita pula mobil mewah lainnya seperti BMW 320i N20 CKD AT, Toyota Alphard 2.5 G CVT, Honda N-ONE, BMW Jeep S.C.HDTP, BMW 220i AT, dan Lexus Jeep L.C.HDTP, Toyoya Camry 2.5V AT, Subaru BAZ, BMW X7, BMW X5, Lexus RX500h, Hyundai Ionic 5, Lexus LX570, Civic RS, dan beberapa lainnya.

     

    Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah berhasil menangkap 23 orang terkait kasus judi online pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Terbaru penangkapan dilakukan kepada seorang DPO berinisial A alias M yang diduga sebagai salah satu pengendali jaringan ini bersama tersangka AK dan A.

     

    “Dengan demikian total tersangka yang berhasil ditangkap sebanyak 23 orang tersangka,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Rabu (20/11).

     

    Baca Juga: Kemenkes Deteksi Dini Penyakit Kanker, Distribusikan Alat Pemeriksaan Darah ke 10 Ribu Puskesmas

     

    Tersangka A alias M yang baru ditangkap adalah suami dari tersangka D alias DM yang sudah ditangkap lebih awal. D sendiri diduga menampung uang hasil pengamanan judi online dari suaminya.

     

    Di sisi lain, penyidik masih memburu 2 DPO lainnya. Diharapkan, keduanya bisa segera tertangkap.

  • Menkes: Komplikasi Serius Terjadi pada 70 Persen Pasien Diabetes yang Terlambat Ditangani

    Menkes: Komplikasi Serius Terjadi pada 70 Persen Pasien Diabetes yang Terlambat Ditangani

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, diabetes yang terlambat ditangani menyebabkan komplikasi serius, seperti ketoasidosis diabetik (KAD). Adapun 70% pasien diabetes yang terlambat ditangani merupakan komplikasi serius. 

    “KAD atau komplikasi serius ini terjadi pada 70% pasien diabetes yang terlambat ditangani. Jika sudah dalam kondisi itu, risiko kematiannya jauh lebih besar. Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting,” kata Menkes dalam peringatan Hari Diabetes Sedunia di RSUP Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Minggu (24/11/2024) dilansir Antara.

    Dia mengatakan, penanganan diabetes sejak dini jauh lebih murah dan efektif dibandingkan penanganan pada tahap lanjut. 

    Menkes juga menekankan pentingnya deteksi dini dan penanganan diabetes pada anak-anak, mengingat kekhawatiran peningkatan kasus diabetes tipe 1 pada anak-anak baik di Indonesia maupun dunia.

    “Saya kaget ternyata banyak anak-anak di dunia, termasuk Indonesia, yang terkena diabetes tipe 1 sejak kecil. Jika tidak diobati dengan cepat, diabetes tipe 1 ini bisa berakibat fatal,” ujar Budi Gunadi Sadikin.

    Menkes Budi mengungkapkan, diabetes tipe 1 yang terlambat ditangani dapat berakibat fatal dan bisa menyebabkan kematian.

    Dalam upaya menangani masalah ini, Menkes mengungkapkan dukungannya terhadap inisiatif pemerintah yang dipelopori Presiden Prabowo Subianto, yaitu program skrining kesehatan untuk masyarakat Indonesia, termasuk anak-anak.

    “Saya sudah memutuskan untuk memasukkan skrining diabetes ini untuk kelompok anak-anak, agar masalah ini bisa terdeteksi lebih dini dan penanganannya lebih cepat,” kata Menkes.

    Dia mengatakan, untuk menangani diabetes sejak dini, ke depan puskesmas juga dapat melayani penderita diabetes dengan pemberian insulin. Saat ini pihaknya sedang mengkaji dan melakukan penelitian terkait kesiapan puskesmas untuk memberikan insulin kepada penderita diabetes.

    “Kami sedang melakukan kajian dan penelitian, karena diabetes kalau terlambat ditangani bisa bahaya. Sementara jika deteksi lebih dini, jauh lebih murah dan lebih cepat sembuh,” ujar Menkes 

  • Menkes Dorong Puskesmas Layani Penderita Diabetes dengan Insulin

    Menkes Dorong Puskesmas Layani Penderita Diabetes dengan Insulin

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin berharap puskesmas di Indonesia dapat segera melayani penderita diabetes. Menkes menyatakan saat ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang mengkaji kesiapan puskesmas dalam mendistribusikan dan memberikan insulin.

    “Kami sedang melakukan kajian dan penelitian. Diabetes, jika ditangani sejak dini, jauh lebih murah dan cepat sembuh,” ujar Budi dalam peringatan Hari Diabetes Sedunia di RSUP Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Minggu (24/11/2024) dilansir Antara.

    Menurut Menkes, penanganan dini dapat mencegah komplikasi serius seperti ketoasidosis diabetik (KAD), yang sering terjadi pada pasien diabetes yang terlambat ditangani.

    “KAD ini terjadi pada 70% pasien yang terlambat dirawat, dan risiko kematiannya lebih tinggi. Oleh karena itu, deteksi dini sangat penting,” tambahnya.

    Menkes menekankan pentingnya keterlibatan puskesmas dalam melayani penderita diabetes. Ia meminta rumah sakit rujukan seperti RSCM untuk mendukung persiapan sarana dan pelatihan tenaga medis di puskesmas.

    “Jangan hanya rumah sakit saja yang ditingkatkan, justru puskesmas harus diampu hingga siap,” katanya.

    Sebagai langkah awal, program deteksi dini diabetes secara nasional akan dimulai pada 2025 dengan sejumlah puskesmas terpilih menjadi pilot project.

    Jika berhasil, insulin akan didistribusikan lebih luas. Meski demikian, Menkes mengakui istribusi insulin menghadapi tantangan terkait fasilitas penyimpanan khusus dan pelatihan tenaga medis.

    “Saya minta ahlinya untuk menurunkan kompetensi ke dokter umum di puskesmas. Mereka harus bisa mendeteksi dengan benar dan menata laksana penderita diabetes,” ungkapnya.

    Menkes Budi berharap langkah ini akan meningkatkan akses penderita diabetes ke perawatan yang tepat waktu, sehingga dapat menurunkan angka kematian akibat komplikasi diabetes yang terlambat ditangani.

    “Kami ingin meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes di Indonesia dengan memastikan mereka mendapatkan perawatan lebih dini dan lebih baik,” tegas Menkes.

    Kebijakan puskesmas yang melayani penderita diabetes akan meningkatkan kualitas hidup penderita, sekaligus memastikan mereka mendapatkan perawatan lebih dini dan lebih baik.

  • Menkes Budi Kaget Banyak Anak-anak Indonesia Kena Diabetes Tipe 1

    Menkes Budi Kaget Banyak Anak-anak Indonesia Kena Diabetes Tipe 1

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya deteksi dini dan penanganan diabetes pada anak-anak. Dia mengaku khawatir terhadap peningkatan kasus diabetes tipe 1 pada anak-anak, khususnya di Indonesia.

    “Saya sangat kaget bahwa ternyata banyak anak-anak di dunia, termasuk Indonesia, yang terkena diabetes tipe 1 sejak kecil. Jika tidak diobati dengan cepat, diabetes tipe 1 ini bisa berakibat fatal,” ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin saat Peringatan Hari Diabetes Sedunia di RSUP Dr Cipto Mangunkusomo (RSCM) dikutip dari Antara, Minggu (24/11/2024). 

    Menkes Budi mengungkapkan diabetes tipe 1 yang tidak segera ditangani dengan tepat dapat berakibat fatal. Bahkan, ada kemungkinan bisa menyebabkan kematian pada anak.

    Dalam upaya untuk menangani masalah ini, Menkes mengungkapkan dukungannya terhadap inisiatif pemerintah yang dipelopori oleh Presiden Prabowo Subianto, yaitu program skrining kesehatan untuk masyarakat Indonesia, termasuk anak-anak.

    “Saya sudah memutuskan untuk memasukkan skrining diabetes ini untuk kelompok anak-anak, agar masalah ini bisa terdeteksi lebih dini dan penanganannya lebih cepat,” ujarnya. 

    Budi Gunadi juga mengapresiasi langkah kolaboratif antara IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) dan pihak terkait yang telah mengembangkan aplikasi PrimaKu yang terintegrasi dengan Satu Sehat.

    Aplikasi ini diharapkan dapat mempermudah pemantauan dan tindak lanjut pasien diabetes anak. Dalam paparannya, Menkes Budi menyebutkan sudah terdapat 160 ribu pengukuran pada 883 pasien yang terdaftar di sistem PrimaKu.

    “Dengan integrasi antara Primaku dan Satu Sehat, data pasien akan lebih rapi dan terintegrasi dengan baik. Ini akan memungkinkan kita untuk memantau anak-anak yang terkena diabetes secara lebih efektif dan memberikan pengobatan yang lebih baik,” kata Menkes.

    Data yang ada menunjukkan lebih dari ribuan anak di bawah usia 18 tahun di Indonesia menderita diabetes, dan sebagian besar dari mereka diperkirakan mengalami diabetes tipe 1.

    Menkes berharap integrasi aplikasi ini akan meningkatkan kualitas pemantauan dan pengobatan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat kesembuhan dan mengurangi angka kematian akibat diabetes pada anak-anak.

    “Semoga dengan adanya sistem yang lebih baik, kita bisa memastikan bahwa anak-anak yang menderita diabetes mendapatkan perawatan yang tepat dan terjangkau. Dengan deteksi dini dan penanganan yang cepat, kita dapat meningkatkan peluang mereka untuk hidup sehat,” kata Budi Gunadi Sadikin.