Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Momen Prabowo dan Putra Pangeran MBZ Tinjau RS Kardiologi Emirates-RI di Solo

    Momen Prabowo dan Putra Pangeran MBZ Tinjau RS Kardiologi Emirates-RI di Solo

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto bersama dengan Paduka Yang Mulia Sheikh Theyab bin Mohamed bin Zayed Al Nahyan meninjau Rumah Sakit Kardiologi Emirates-Indonesia (KEI) di Solo, Jawa Tengah, Rabu (19/11/2025).

    Menurut pantauan Bisnis, orang nomor satu di Indonesia itu tiba di lokasi RS pada pukul 10.13 WIB yang nantinya akan langsung melakukan peresmian secara resmi Rumah Sakit Jantung bertaraf internasional tersebut usai peninjauan.

    Kepala negara bersama pangeran turut meninjau rumah sakit dengan didampingi Wakil Ketua Kantor Kepresidenan Persatuan Emirat Arab bidang Pembangunan dan Syuhada.

    Sheikh Theyab merupakan anak dari Presiden Uni Emirat Arab (UEA) Yang Mulia Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan. 

    Dengan mengenakan safari cokelat, Presiden Ke-8 RI itu didampingi oleh Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prastyo Hadi, dan Kepala Badan Komunikasi Pemerintah (Bakom) RI Angga Raka Prabowo.

    Prabowo melakukan peninjauan terhadap sejumlah fasilitas RS, mulai ruang operasi dan pra operasi. 

    Prabowo juga meninjau sejumlah ruang kamar pasien. Serta taman penyembuhan (healing garden) yang berada di lantas tersebut. 

    Sekadar Informasi, Rumah Sakit Kardiologi Emirates Indonesia yang berada di Solo Technopark ini dibangun menggunakan dana hibah dari pemerintah Uni Emirate Arab (UEA) ke Indonesia senilai Rp417,3 miliar atau setara dengan US$25 juta. 

    Seluruh anggaran pembangunan ditanggung UEA, sementara operasionalnya dikelola oleh Kementerian Kesehatan. 

    RS Kardiologi ini memiliki spesifikasi modern dengan kapasitas awal 130 tempat tidur dan peralatan canggih seperti Hybrid Cathlab, CT Scan, dan MRI.

    Fasilitasnya mencakup layanan darurat (IGD dengan sembilan tempat tidur), rawat jalan, rawat inap (termasuk VIP dan President Suite), ICU, Cathlab, serta pusat riset dan bedah jantung.

  • Hamas Bantah Klaim Israel soal Instalasi Militer di Kamp Palestina Lebanon

    Hamas Bantah Klaim Israel soal Instalasi Militer di Kamp Palestina Lebanon

    Jakarta

    Israel menyerang kamp pengungsi Palestina di Lebanon dengan alasan menyerang kompleks kelompok militan Hamas. Klaim Israel tersebut dibantah Hamas.

    Dilansir AFP, Rabu (19/11/2025), Hamas mengatakan tidak memiliki instalasi militer di kamp pengungsi Palestina di Lebanon. Hamas menepis klaim Israel yang mengatakan menyerang kompleks pelatihan Hamas sebagai “kebohongan”.

    Hamas juga menyalahkan Israel atas “serangan brutal” di kamp Ain al-Helweh. Menurutnya klaim Israel yang menyebut menyerang komplek instalasi militer Hamas adalah rekayasa.

    “Klaim bahwa lokasi yang ditargetkan adalah kompleks pelatihan yang berafiliasi dengan gerakan tersebut adalah rekayasa dan kebohongan belaka,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan.

    Hamas juga menegaskan bahwa “Tidak ada instalasi militer di kamp-kamp Palestina di Lebanon”.

    Sebelumnya, Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan 13 orang tewas dan sejumlah lainnya luka-luka dalam serangan Israel di kamp tersebut. Kemenkes Lebanon juga mengatakan saat ini ambulans masih mengangkut lebih banyak korban luka ke rumah sakit terdekat.

    Kantor Berita Nasional milik pemerintah mengatakan serangan tersebut menargetkan sebuah mobil di tempat parkir dekat masjid Khalid bin al-Walid. Selanjutnya dilaporkan pula bahwa serangan itu juga menargetkan masjid itu tersebut dan sebuah pusat dengan nama yang sama.

    Koresponden AFP tidak melihat adanya kerusakan pada masjid, sementara seorang petugas medis mengatakan bahwa petugas penyelamat sedang mengevakuasi bagian-bagian tubuh dari area tersebut.

    Selain itu, koresponden AFP melihat petugas pemadam kebakaran memadamkan api di lantai bawah sebuah gedung yang terbakar, sementara orang-orang bersenjata melepaskan tembakan untuk membersihkan kerumunan dari jalur ambulans yang mengalir ke Ain al-Helweh, kamp pengungsi Palestina terbesar di Lebanon, yang terletak di pinggiran kota pesisir Sidon.

    Lihat Video ‘Israel Serang Lebanon, 11 Orang Tewas-4 Luka-Luka’:

    (zap/yld)

  • Video Kemenkes Ubah Rujukan RS Berjenjang ke Berbasis Kompetensi di 2026

    Video Kemenkes Ubah Rujukan RS Berjenjang ke Berbasis Kompetensi di 2026

    Video Kemenkes Ubah Rujukan RS Berjenjang ke Berbasis Kompetensi di 2026

  • Perubahan Sistem Rujukan Pasien BPJS, Menkes Budi Gunadi: Berlaku Mulai 2026

    Perubahan Sistem Rujukan Pasien BPJS, Menkes Budi Gunadi: Berlaku Mulai 2026

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menunjukkan keseriusannya melakukan perubahan sistem rujukan berjenjang dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menjadi rujukan berbasis kompetensi. Menkes menjanjikan perubahan sistem rujukan bagi pasien BPJS Kesehatan akan diberlakukan mulai tahun 2026.

    “Itu (rujukan berbasis kompetensi) nanti tahun depan akan berjalan,” kata Menkes Budi Gunadi Sadikin usai acara peletakan batu pertama Gedung Pelayanan VIP RSUD Prof Dr Margono Soekarjo, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (18/22/2025). Dilansir Antara.

    Saat ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) masih menunggu peraturan presiden (perpres) terkait dengan rujukan berbasis kompetensi tersebut.

    “Harus ada perpresnya,” kata Menkes Budi Gunadi.

    Diberitakan sebelumnya Menkes bakal mengubah sistem rujukan berjenjang yang berjalan saat ini. Sebab, sistem saat ini menyebabkan pemborosan biaya dan memperlambat penanganan pasien. Terutama bagi kasus-kasus yang membutuhkan layanan dengan tingkat keahlian tertentu.

    “Kita akan ubah rujukannya berbasis kompetensi, supaya menghemat BPJS juga,” kata Menkes Budi saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta pada 13 November 2025.

    Dia mencontohkan pasien dengan kondisi darurat seperti serangan jantung yang membutuhkan penanganan cepat. Para pasien sering kali harus melewati beberapa tahapan rujukan mulai dari puskesmas, rumah sakit tipe C, lalu tipe B, sebelum akhirnya ditangani di rumah sakit tipe A.

    “Padahal yang bisa melakukannya sudah jelas tipe A. Tipe C, tipe B, tidak mungkin bisa tangani. Harusnya dengan demikian BPJS tidak usah keluar uang tiga kali. Dia (BPJS) keluarnya sekali saja, langsung dinaikin ke yang paling atas (RS Tipe A),” kata Menkes Budi Gunadi.

  • Kadar GGL harus dicantumkan pada makanan siap saji

    Kadar GGL harus dicantumkan pada makanan siap saji

    Jakarta (ANTARA) – Kadar garam, gula dan lemak (GGL) bukan hanya harus dicantumkan pada makanan kemasan, tetapi juga makanan siap saji untuk menanggulangi penyakit diabetes.

    “Seperti di luar negeri, ke depan pada makanan siap saji, pemerintah mewajibkan untuk mencantumkan nilai kadar gula garam lemaknya,” ujar Kepala Unit Pengelola Laboratorium Kesehatan Daerah, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Budi Wibowo.

    Hal itu dia dalam diskusi Tanggap Bencana Kentongan bertema “Keamanan Pangan: Peranan Laboratorium terkait Keamanan Pangan” di Jakarta, Senin.

    Pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 pada Juli 2024 sebagai bagian dari upaya menangani masalah diabetes yang salah satunya menjadi penyebab seseorang harus menjalani cuci darah.

    Penyakit diabetes, menurut dia, beserta penyakit yang berkaitan dengannya seperti penyakit jantung dan stroke menghabiskan pembiayaan kesehatan di Indonesia.

    Sedangkan diabetes terkait dengan pola makan tak sehat khususnya terlalu banyak hidangan manis.

    “Penyebabnya adalah pola makan yang tidak baik. Biasanya terlalu banyak manis. Kemudian tidak diet. Sumber penyakit kita adalah melalui makanan. Oleh sebab itu mungkin diet kita ini perlu diatur,” kata Budi.

    Untuk mencegah terkena diabetes, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyarankan batas konsumsi GGL per orang per hari, yakni 50 gram atau 4 sendok makan gula, 2.000 miligram natrium atau 5 gram atau 1 sendok teh garam (natrium/sodium) dan lemak hanya 67 gram atau 5 sendok makan minyak goreng.

    Konsumsi GGL berlebihan dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan. Di antaranya obesitas yang meningkatkan risiko penyakit tidak menular (PTM) termasuk diabetes.

    Di Jakarta, obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan yang masih ditemui. Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat sebanyak 579.812 orang dari 1.720.658 orang yang telah dilakukan pengukuran lingkar perut melalui program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Jakarta, mengalami obesitas sental.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Video Kemenkes Ungkap Gangguan Jiwa Penyebab Disabilitas Kedua di Indonesia

    Video Kemenkes Ungkap Gangguan Jiwa Penyebab Disabilitas Kedua di Indonesia

    JakartaDirektur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kemenkes, Imran Pambudi, mengungkap hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 yang menunjukkan anak muda jadi kelompok paling rentan mengalami depresi. Dari total penduduk usia 15 tahun ke atas, 2% tercatat memiliki masalah kesehatan jiwa, dengan 1,4% diantaranya merupakan depresi. Angka depresi tertinggi ditemukan pada kelompok usia 15–24 tahun, mencapai 2%.

    Imran menyebut gangguan jiwa seperti depresi, ansietas, dan schizophrenia masih menjadi penyebab disabilitas tinggi di Indonesia, berdasarkan Global Burden Disease 2019. Dalam rangka Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2024, Kemenkes melakukan screening kesehatan jiwa terhadap ribuan pegawainya. Hasilnya 55% mengalami stres ringan, 44% stres sedang, dan 1% stres berat.

    Klik di sini untuk menonton video lainnya!

    (/)

  • Pasang Harga Rp 30 Juta, Padahal Biaya Resmi Rp 2 Juta

    Pasang Harga Rp 30 Juta, Padahal Biaya Resmi Rp 2 Juta

    Liputan6.com, Jakarta Badan Gizi Nasional (BGN) mengungkapkan adanya permainan calo saat mengurus Sertifikat Laik Higiene Sanitas (SLHS). Dapur-dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) juga diimbau agar mengurus langsung sertifkat ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) atau Dinas Kesehatan (Dinkes) di daerah untuk menghindari hal tersebut.

    Wakil Kepala I BGN, Nanik Sudaryati Deyang mengatakan, biaya untuk mendaftarkan dapur SPPG mendapatkan SLHS tidak mencapai Rp 3 juta. Namun berdasarkan temuannya, ada pihak-pihak yang memanfaatkan dengan memasang harga Rp 9 juga hingga Rp 30 juta.

    “Sudah mulai ada calo SLHS dengan harganya Rp 9 sampai Rp 30 juta, sampai calo ahli gizi juga. KSPPG harus cari tahu kenapa mitra tidak mendaftar. Biaya resmi SLHS itu Rp 1 sampai Rp 2 juta, jadi kalau sudah di atas itu berarti sudah ada calonya,” kata Nanik usai kegiatan Rapat Konsolidasi SPPG Kabupaten Bandung, Minggu (16/11/2025).

    Nanik mengungkapkan, hingga saat ini baru 5.000 dari 15.000 dapur SPPG yang mendaftarkan untuk mendapatkan SLHS di Kemenkes. Oleh karenanya, dia mengingatkan agar SPPG bisa segera mendaftarkan untuk mencegah terjadinya pemberhentian sementara oleh BGN.

    “Dari 15 ribu dapur yang operasional. Ternyata kalau dari catatan Kemenkes itu baru sekitar 5.000-an yang mendaftar. Mendaftar saja loh ya. Nah, yang lolos itu sebanyak 2.002, ada 477 tidak lolos SLHS,” ucap dia.

    Doa mengatakan, SPPG yang tidak lolos banyak disebabkan karena beberapa hal, salah satu mengenai bangunan yang sudah tua. Kemenkes menyatakan bahwa menggunakan bangunan tua tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan SLHS.

    “53 persen karena bangunan, karena bangunannya itu tua. Sehingga Kemenkes kasih waktu 3 bulan untuk memperbaiki sambil jalan ya, tidak menghentikan operasional dapur. Tapi harus harus ada pembenahan,” kata dia.

    Sementara, SPPG yang belum mendaftarkan diri, Nanik meminta agar segera mendatangi Puskesmas atau Dinkes untuk mengurus semua persyaratan agar bisa mendapatkan SLHS. BGN. BGN pun memberikan waktu 30 hari terhitung sejak tanggal 15 November 2025.

    “Nah, ini sekarang supaya mereka ini daftar karena SLHS ini penting, maka kita kasih waktu 30 hari ke depan daftar aja dulu,” jelas dia.

    Dia menjelaskan, petugas dinas kesehatan dalam memberikan SLHS sesuai dengan peraturan yang sudah tertulis dalam petunjuk teknik MBG. Apalagi, Adanya beberapa peraturan yang dikurangi, dari sebelumnya 19 poin kini menjadi lima saja.

    “Petugas Dinkes juga itu bukan membuat aturan sendiri. Jadi aturannya itu disamakan dengan juknisnya BGN yang tadinya 19 aturan, sekarang tinggal lima loh. Disederhanakan, ya kan, tapi tidak mengurangi kualitas,” ucap Nanik.

    Meski sudah dilakukan penyederhanaan, kenyataannya SPPG masih banyak yang belum mendaftarkan diri. Nanik menegaskan jika sampai batas waktu 30 hari belum mendaftar, BGN dipastikan akan menghentikan sementara operasional SPPG tersebut.

    “Bukan lolos tidaknya tapi mendaftar dulu. Nah, nanti kenapa, bagaimana kalau tidak mendaftar, kami akan hentikan sementara sampai mereka ini mau mendaftar. Karena apa susahnya cuma mendaftar, kan tinggal menghubungi Puskesmas terdekat,” ucap dia.

    Di sisi lain, proses mendapatkan SLHS berdasarkan informasi yang diterima Nanik, tidak memakan waktu hingga berbulan-bulan, dengan catatan semua persyaratan dari BGN terpenuhi. Sehingga, menurutnya, tidak ada alasan SPPG untuk tidak mendaftar.

    “Enggak lama. Kalau memang semua terpenuhi dua minggu juga selesai. Tapi kan kebanyakan misalnya mereka memang belum memenuhi. Misalnya tempat cuci omprengnya masih kotor bercampur dengan yang lain-lain. Tata kelolanya mungkin, masaknya juga belum sesuai dengan juknis,” kata Nanik.

  • Lebih dari  81 Ribu Kasus TBC di Jabar Ditemukan Sejak 5 Bulan Pertama 2025

    Lebih dari 81 Ribu Kasus TBC di Jabar Ditemukan Sejak 5 Bulan Pertama 2025

    Jakarta

    Provinsi Jawa Barat kembali mencatat ‘alarm keras’ terkait tuberkulosis (TBC/TB). Hanya dalam lima bulan pertama 2025, terungkap 81.864 ribu kasus TBC yang sudah ditemukan. Angka ini bagian dari estimasi 234 ribu kasus TBC yang membayangi provinsi berpenduduk terbesar di Indonesia.

    “Pertemuan ini menyoroti kebutuhan untuk memperkuat penemuan kasus aktif (ACF), pemerataan penggunaan mobile X-ray dan TCM, serta pentingnya penanganan stigma yang masih melekat pada TB dan kusta,” ucap Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) dr Benjamin Paulus Oktavianus saat bertemu Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Gedung Sate, dikutip dari laman Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes).

    Sementara itu, capaian pengobatan TBC di Jawa Barat juga masih tertinggal. Keberhasilan terapi TBC Sensitif Obat baru mencapai 80 persen dari target nasional 90 persen.

    Untuk TBC resisten obat, baru 1.063 kasus yang tertangani dari target 2.866, menunjukkan kesenjangan besar yang harus segera dibereskan.

    Terlebih, Beban TBC juga diperparah oleh komorbid. Jawa Barat mencatat 4.763 pasien TBC dengan Diabetes Mellitus (DM) dan 1.165 pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV), dengan angka kematian mencapai 2.294 jiwa.

    “Pemprov Jabar tengah menyiapkan pengumuman resmi kepada seluruh masyarakat Jawa Barat sebagai bentuk ajakan bersama untuk meningkatkan kewaspadaan, memanfaatkan layanan skrining, dan memperkuat peran masyarakat dalam mendukung keberhasilan pengobatan,” ujar Dedi.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/naf)

  • Siasat Kemenkes Atasi Kasus TBC di Indonesia, Eliminasi 2030 Masih Realistis?

    Siasat Kemenkes Atasi Kasus TBC di Indonesia, Eliminasi 2030 Masih Realistis?

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menargetkan eliminasi kasus TBC pada tahun 2030. Koordinator Tim Kerja Surveilans Kemenkes dr Triya Novita Dinihari penanganan TBC memerlukan bantuan berbagai pihak, karena menurutnya ini tak serta merta masalah kesehatan saja, tapi juga masalah sosial.

    Salah satunya, ia menyoroti masih banyaknya masyarakat yang tinggal di wilayah padat penduduk, yang akhirnya dapat meningkatkan risiko penyebaran TBC. Namun, di sisi lain masyarakat juga tidak memiliki pilihan lain karena hanya dapat tinggal di wilayah tersebut.

    Pada saat ini, pemerintah ini tengah dalam proses melakukan revisi Peraturan Presiden No 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Nantinya akan ada 29 kementerian yang terkait dalam proses penanggulangan TBC.

    “Jadi misalkan kalau ada pasien TB yang rumahnya tidak layak, bagaimana rumah ini harus dibetulkan, apakah ini pekerjaan Kementerian Kesehatan, pasti bukan. Jadi kita menyertakan Kementerian Perumahan untuk hal itu,” ujar dr Dini pada awak media di Jakarta Selatan, Rabu (12/11/2025).

    “Lalu, misalkan mengobati pasien TB-RO (TBC resisten obat), tapi tidak semua orang itu punya BPJS, tidak semua orang punya KTP. Di sinilah kita juga akan melibatkan Kependudukan,” sambungnya.

    Menurut dr Dini bentuk penanganan utama TBC adalah diagnosis dan pengobatan yang cepat. Menurutnya, skrining harus dilakukan dengan metode tes yang lebih efektif. Saat ini pihaknya, mengusahakan tes-tes ini bisa dilakukan lebih baik di puskesmas.

    Berkaitan dengan target eliminasi TBC di tahun 2030, meski waktunya tinggal 5 tahun lagi, dr Dini optimis target tersebut masih bisa dicapai.

    Dalam rencana revisi Perpres yang dilakukan, salah satunya melakukan revisi pada angka insiden yang disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2029 di angka 190 per 100 ribu penduduk. Sedangkan, insiden kasus TBC saat ini berada di angka 386 per 100 ribu penduduk.

    “Jadi kalau ditanya mungkin nggak (eliminasi tercapai)? Kalau saya harus mungkin. Ya nggak bisa bussines as usual, kita harus banting setir nih. Kalau misalnya kita dulu nunggu orang datang ke puskesmas, sekarang nggak bisa seperti itu. Samperin orang itu datang, harus aktif,” ujar dr Dini.

    Penemuan kasus secara aktif ini juga akan dilakukan di tempat-tempat prioritas, misalnya di lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan, hingga daerah padat penduduk. dr Dini juga mendorong untuk tiap daerah memiliki inovasi masing-masing dalam menemukan kasus.

    “Semua komponen harus bergerak dan semua lini bergerak,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Dokter di NTT Selamatkan Pasien Aneurisma Otak, Sempat Dikira Sudah Meninggal

    Dokter di NTT Selamatkan Pasien Aneurisma Otak, Sempat Dikira Sudah Meninggal

    Jakarta

    Pelayanan kesehatan di daerah sudah menunjukkan perbaikan yang signifikan. RSUP Ben Mboi Kupang berhasil melakukan operasi perdana clipping, coiling, dan bypass pembuluh darah otak, menjadikan NTT provinsi pertama di kawasan Timur Indonesia yang mampu menangani ketiga prosedur tersebut secara mandiri.

    “RS Ben Mboi telah meningkatkan kapasitas layanan stroke, yang ditandai dengan dilaksanakannya operasi perdana clipping, coiling, dan bypass pembuluh darah otak,” ujar dr Annas Ahmad, Direktur RSUP Ben Mboi, dalam konferensi pers dikutip dari laman Kemenkes, Sabtu (15/11).

    dr Annas menjelaskan bahwa tindakan clipping pertama dilakukan pada 13 November terhadap pasien perempuan berusia 56 tahun. Pasien sempat dikira meninggal oleh keluarganya karena tidak menunjukkan respons saat dirujuk.

    Pasien itu merupakan satu dari tiga pasien yang ditangani dalam rangkaian operasi bedah saraf kompleks meliputi clipping, coiling, dan bypass pembuluh darah otak oleh tim gabungan dari RS PON, RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah, dan RSUP Ben Mboi. Seluruh tindakan operasi berjalan lancar dan ketiga pasien dilaporkan dalam kondisi stabil.

    Keluarga pasien sebelumnya menyangka ia telah meninggal karena tak merespons dalam perjalanan rujukan. Namun pascaoperasi, Sabina mampu membuka mata, menjawab pertanyaan, dan menunjukkan respons yang baik.

    Kepala Dinas Kesehatan NTT, drg Iien Adriany, yang mewakili Gubernur NTT, menyebut capaian ini sebagai momentum transformasi layanan kesehatan di wilayah timur.

    Ia menegaskan keberhasilan tersebut membuat masyarakat tidak lagi bergantung pada rujukan ke luar pulau.

    “Jejaring pengampuan dibangun agar standar layanan antara pusat dan daerah semakin setara, sehingga masyarakat tidak lagi harus menempuh perjalanan panjang,” tegasnya.

    (kna/kna)