Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Video: 5 Langkah Kemenkes soal Pencegahan Penyakit Tidak Menular

    Video: 5 Langkah Kemenkes soal Pencegahan Penyakit Tidak Menular

    Jakarta – Kementerian Kesehatan bersama sejumlah stakeholder menggelar pertemuan untuk membahas penyakit tidak menular (PTM), Rabu (19/2). Diskusi ini menyoroti terkait kandungan gula garam lemak (GGL) yang berpotensi menyumbang penyakit.

    (/)

  • Kemenkes Perkirakan 1 Juta Warga RI Kena Kanker, Angka Kematian Capai 60 Persen

    Kemenkes Perkirakan 1 Juta Warga RI Kena Kanker, Angka Kematian Capai 60 Persen

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) memperkirakan ada lebih dari satu juta kasus kanker di Indonesia. Angka ini dibarengi dengan tren kematian karena kanker yang relatif tinggi, mencapai 60 persen.

    “Angkanya sekitar 1 jutaan jumlah kanker. Sekarang yang terdeteksi itu 408 ribuan. Kalau kanker kan estimasi ya, bukan penyakit menular,” kata Direktur Pencegahan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi saat ditemui di Jakarta Selatan, Rabu (19/2/2025)

    “Yang menjadi PR (pekerjaan rumah) kita adalah angka kematiannya yang masih 50 sampai 60 persen,” sambungnya.

    Nadia menambahkan, ada empat jenis kanker yang paling banyak ditemukan kasusnya pada laki-laki dan perempuan.

    “Kanker payudara pertama, kanker leher rahim yang kedua. Untuk laki-laki kanker paru nomor satu, kanker usus nomor dua. Kalau digabung (laki-laki dan perempuan), kanker paru nomor satu, nomor dua kanker payudara, nomor tiga kanker leher rahim, nomor empatnya kanker usus,” tuturnya.

    Kemenkes menekankan pentingnya deteksi dini di masyarakat terkait kanker. Terlebih saat ini pemerintah telah meluncurkan program cek kesehatan gratis (CKG), yang di dalam fiturnya ada pemeriksaan beberapa jenis kanker.

    Namun, Nadia mengatakan masih ada saja hambatan yang ditemukan Kemenkes di lapangan terkait pemeriksaan kanker di masyarakat akar rumput.

    Pertama, masih banyak masyarakat yang merasa takut dan ragu melakukan pemeriksaan kanker, karena takut menerima hasilnya. Kedua, pada wanita, masih banyak ibu-ibu yang tidak mendapatkan izin dari suami untuk melakukan pemeriksaan kanker.

    (dpy/up)

  • Memperkuat IDI sebagai Rumah Besar Dokter Indonesia

    Memperkuat IDI sebagai Rumah Besar Dokter Indonesia

    Jakarta – Dalam dinamika perkembangan profesi kedokteran di Indonesia, khususnya pasca diberlakukannya UU 17/2023 Kesehatan (Omnibus Law), kita dihadapkan pada momentum krusial yang bisa menentukan arah dari masa depan organisasi profesi dokter. Di tengah berbagai tantangan dan perubahan yang ada, yang perbincangannya juga mencuat selama Muktamar IDI XXXII di Mataram – NTB, 12 – 15 Februari 2025 lalu, perlu kita sadari bahwa terdapat beberapa prinsip fundamental yang perlu dipegang teguh oleh seluruh dokter Indonesia. Prinsip fundamental yang soyagyanya juga didukung oleh pemerintah dan masyarakat untuk memastikan profesi dokter di Indonesia yang kuat dan mandiri. Hanya dengan profesi dokter yang kuat dan mandiri, tujuan akhir meningkatkan kualitas kesehatan rakyat Indonesia dapat dicapai. Prinsip-prinsip fundamental itu adalah:

    1. IDI sebagai Rumah Besar Tunggal Dokter Indonesia

    Dalam Muktamar Mataram, Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM) Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyebutkan bahwa, secara ideal, hanya ada satu organisasi profesi kedokteran. Ini menegaskan bahwa Ikatan Dokter Indonesia (IDI) haruslah tetap menjadi rumah besar tunggal bagi seluruh dokter Indonesia. “Rumah besar” bukan sekadar slogan, melainkan kebutuhan strategis untuk memastikan kesatuan dan kekuatan profesi kedokteran saat ini dan di masa depan. Dalam era yang semakin kompleks ini, fragmentasi organisasi profesi berpotensi melemahkan posisi dokter dalam sistem kesehatan nasional dan akan berdampak negatif terhadap sistem kesehatan itu sendiri. Hal ini sebenarnya sudah lama disadari, namun sering diabaikan. Sejarah telah membuktikan bahwa kekuatan sebuah profesi sangat tergantung pada kesatuan organisasinya. IDI, yang telah berdiri sejak tahun 1950, telah menjadi saksi bagaimana kesatuan ini telah mengawal profesi dokter menghadapi berbagai tantangan sepanjang sejarahnya. Dari masa revolusi hingga era digital saat ini, IDI harus diakui terus berupaya beradaptasi dengan perkembangan jaman sambil tetap menjaga kepentingan profesi dan kemaslahatan masyarakat.

    Di masyarakat modern Indonesia saat ini, peran IDI sebagai rumah besar tunggal dokter menjadi semakin krusial mengingat sistem kesehatan di Indonesia yang terus berubah. Sistem kesehatan modern membutuhkan dunia kedokteran yang mampu berkoordinasi yang kuat antar berbagai spesialisasi. Kesatuan organisasi mempermudah standardisasi layanan kesehatan dan memperkuat posisi dokter secara global. Fragmentasi organisasi akan menyulitkan pengambilan

    keputusan dan implementasi kebijakan bagi organisasi profesi mau pun para pemangku kepentingan. Pemerintah, misalnya, jika cerdas, mempunyai kepentingan agar organisasi profesi hanya satu, sebagai sarana investasi kesejahteraan sosial untuk kepentingan rakyat, dan tidak elok jika menggunakan filosofi bisnis , “jangan letakkan uangmu dalam satu keranjang saja”.

    2. Kekuatan dalam Kesatuan: Membangun Bargaining Position yang Solid

    Bentuk organisasi IDI ke depan harus bersifat adaptif namun tetap menjaga kesatuan. Model apapun yang dipilih sebagai bentuk organisasi (bentuk seperti sekarang atau federasi) harus memberikan otonomi yang cukup kepada perhimpunan dokter umum, spesialis dan subpesialis, dengan tetap mempertahankan koordinasi terpusat untuk isu-isu strategis. Begitu pun, pengembangan ilmu oleh perhimpunan keseminatan harus diberikan ruang gerak yang luwes, namun tetap mempertahankan peran dan batasannya dengan dokter umum, spesialis dan subspesialis dalam minat keilmuannya. Struktur seperti ini memungkinkan sistem pengambilan keputusan yang demokratis namun tetap efisien.

    Kesatuan organisasi memberikan kekuatan yang signifikan dalam negosiasi dengan berbagai pemangku kepentingan, baik dengan pemerintah, legislatif, maupun organisasi non pemerintah. Posisi yang lebih kuat dalam negosiasi dengan pemerintah, dialog yang lebih efektif dengan pihak-pihak penjamin sosial dan asuransi kesehatan, serta koordinasi yang lebih baik dengan industri kesehatan terutama terkait pemanfaatan teknologi kesehatan, hanya dapat dicapai melalui suara yang bersatu. Perlindungan profesi juga menjadi lebih efektif ketika dilakukan secara terkoordinasi, termasuk dalam hal advokasi kepentingan dokter dan penanganan isu-isu etik.

    3. Integrasi dalam Praktik Kedokteran: Mewujudkan Pelayanan Holistik

    Prinsip dasar kedokteran mengajarkan bahwa tubuh manusia adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pemahaman ini harus tercermin dalam bagaimana IDI mengorganisir profesi kedokteran. Koordinasi antar spesialisasi, misalnya, menjadi sangat penting dalam mewujudkan sistem rujukan yang terintegrasi dan protokol penanganan multi-disiplin yang terstandar. Sistem informasi kesehatan yang terpadu juga menjadi keniscayaan dalam pelayanan kesehatan modern.

    Pendekatan holistik dalam pelayanan kesehatan membutuhkan integrasi yang kuat antar berbagai berbagai pelayanan kedokteran, baik umum, spesialisasi, atau subspesialisasi. Penanganan pasien yang komprehensif, dengan mempertimbangkan aspek bio-psiko-sosial, hanya dapat dilakukan secara efektif jika ada kesatuan dalam organisasi profesi. Kolegium kedokteran memang sebagai pengawal keilmuannya, namun organisasi profesi dokternya juga harus tunggal sebagai satu kekuatan. Standardisasi prosedur medis dan harmonisasi protokol pelayanan juga menjadi lebih mudah dicapai ketika ada kesatuan dalam organisasi profesi.

    4. Independensi Kolegium Kedokteran: Menjaga Mutu Profesi

    Kolegium kedokteran memiliki peran vital sebagai penjaga standar dan kualitas praktik kedokteran. Untuk menjalankan peran ini secara efektif, kolegium harus memiliki independensi yang kuat dari berbagai bentuk intervensi, termasuk dari pemerintah dan pengurus organisasi profesi IDI sendiri. Independensi ini penting untuk menjaga objektivitas dalam penetapan standar dan memastikan bahwa setiap keputusan diambil berdasarkan bukti ilmiah yang kuat).

    Pemerintah perlu memberikan ruang bagi Kolegium untuk mengatur organisasinya sendiri, termasuk dalam hal administrasi. Kementerian Kesehatan harus fokus pada peran regulatornya dan aspek pengawasannya, bukan sebagai operator. MKKI (Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia) sebaiknya berdiri sebagai mitra setara yang independen dari struktur IDI, yang bahkan agak berbeda dengan posisi struktur MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) dan MPPK (Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian), namun tetap memiliki kesepakatan tertulis bersama yang permanen dengan PB IDI untuk memastikan koordinasi yang efektif.

    5. Menjaga Keseimbangan Peran Pemerintah, IDI dan Kolegium Kedokteran pasca UU No 17/2023

    UU 17/2023 perlu diinterpretasikan dengan memperhatikan semangat profesionalisme dan prinsip kemandirian profesi, sambil tetap mempertimbangkan kebutuhan koordinasi nasional. Peran Kementerian Kesehatan RI sebagai regulator perlu dibatasi pada fungsi pembuatan aturan dan pengawasannya, dan tetap menghormati otonomi profesi dan mendukung pengembangannya. Demikian juga Konsil Kedokteran Indonesia (menyatu dalam Konsil Kesehatan Indonesia atau terpisah penuh dengan mempunyai Konsil Kedokteran tersendiri). Bahwa menurut UU 17/2023, Kementrian Kesehatan mempunyai peran sentral dalam standardisasi dan sertifikasi kompetensi hendaknya dicari jalan tengahnya dimana Kemenkes “menyerahkan” peran pengajuan usulan standardisasi dan sertifikasi kompetensi itu ke Kolegium, kemudian Kemenkes hanya mengecek kelengkapan persyaratannya dan menandatangani standard dan sertifikat kompetensi dimaksud (mirip dengan fungsi Konsil Kedokteran Indonesia sebelumnya).

    Modernisasi organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI) menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda, termasuk pengembangan sistem informasi yang terintegrasi dan proses administrasi yang efisien. Program pengembangan SDM yang berkelanjutan juga harus menjadi prioritas untuk memastikan profesi kedokteran tetap relevan dengan perkembangan zaman.

    6. Organisasi IDI yang transparan kepada anggota, perhimpunan, dan stakeholders

    Salah satu di antara banyak faktor yang menyebabkan banyaknya dokter yang “bersedia” menjadi pelaksana teknis kewenangan sentral Kemenkes dalam hal standardisasi dan sertifikasi kompetensi dokter saat ini serta “setuju” akan hilangnya peran rekomendasi IDI sebagai organisasi profesi dalam pengurusan ijin praktek adalah banyaknya kekecewaan anggota IDI kepada organisasinya. Iuran rutin (yang biasanya baru dibayar saat mengurus rekomendasi SIP) atau uang pembayaran angka SKP (Satuan Kredit Partisipasi) oleh penyelenggara kegiatan ilmiah yang jumlahnya cukup besar, bagi banyak anggota IDI diraakan sebagai kegiatan organisasi yang pertanggungjawabannya kurang transparan. Demikian juga proses perekrutan dan pemilihan pengurus IDI (terutama banyak terjadi di tingkat cabang) yang kurang mengedepankan kesejawatan, adalah contoh keluhan yang sering disampaikan para anggota saat “diskusi warung kopi”. Ketika kekecewaan memuncak, dan UU 17/2023 lahir, momentumnya menjadi sebuah keniscayaan “pukulan uppercut” untuk organisasi IDI, yang kemudian dimanfaatkan juga oleh pihak-pihak tertentu untuk melemahkan IDI. Ini harus menjadi introspeksi bagi PB IDI dan jajarannya, dan semoga Ketua Umum PB IDI yang baru, Dr Slamet Budiarto, SH, MHKes, menemukan resep yang jitu untuk mengatasinya. Ketua Umum PB IDI dan tim pengurusnya yang baru diharapkan akan mengajak semua dokter yang saat ini “khilaf” untuk “kembali pulang” ke rumah besar tunggal yang bernama : Ikatan Dokter Indonesia.

    Kesimpulan

    Kekuatan profesi kedokteran Indonesia bagiamanapun terletak pada kesatuannya. IDI sebagai rumah besar tunggal, dengan dukungan kolegium yang independen, serta peran pemerintah yang tepat, mempunyai tujuan bersama yang lebih besar : kesehatan rakyat Indonesia yang lebih baik. Untuk mewujudkan visi ini, diperlukan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk IDI, perhimpunan spesialis / subspesialis dan keseminatan, kolegium, dan pemerintah. Dengan kesatuan yang kuat dan independensi yang terjaga, profesi kedokteran Indonesia akan mampu memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat, dengan tetap menjaga martabat dan profesionalisme. Langkah-langkah strategis yang akan diambil PB IDI, MKKI, dan Kemenkes pasca Muktamar IDI XXXII 2025 di Mataram – NTB, akan menentukan masa depan profesi kedokteran Indonesia untuk generasi yang akan datang. Harus disadari oleh semua pihak bahwa tanpa organisasi dokter dan pengawal ilmu kedokteran yang kuat dan mandiri, tidak mungkin cita-cita masyarakat Indonesia yang sehat dapat tercapai.

    *Dr Wawan Mulyawan, adalah praktisi medis, yang juga Ketua Umum PP Perdokjasi (Perhimpunan Seminat Dokter Pembiayaan Jaminan Sosial dan Asuransi) dan Ketua Perspebsi (Perhimpunan Spesialis Bedah Saraf) cabang Jakarta.

    Artikel ini ditulis sebagai renungan pasca Muktamar IDI XXXII 2025 di Mataram, NTB

    (up/up)

  • Kemasan Rokok Polos Diterapkan, Indonesia Rugi Rp182 Triliun – Page 3

    Kemasan Rokok Polos Diterapkan, Indonesia Rugi Rp182 Triliun – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Wacana kemasan polos pada produk rokok sebagai peraturan turunan dari Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2024 (PP 28/2024) kembali menuai respons dari serikat pekerja. Diperkirakan negara akan mengalami kerugian ekonomi hingga Rp182,2 triliun, dengan penurunan penerimaan perpajakan sebesar Rp95,6 triliun jika kemasan polos ini diteruskan, serta rokok ilegal bertumbuh.

    Serikat pekerja menilai bahwa kebijakan ini dapat semakin mengancam kelangsungan industri rokok yang pada gilirannya akan mengancam kestabilan sektor tenaga kerja. Lebih lanjut, kritik tajam muncul terkait dengan tidak transparannya Kemenkes dalam proses penyusunan kebijakan dan minimnya keterlibatan pihak yang paling terdampak, yakni tenaga kerja di industri rokok.

    Teguran keras kembali diajukan oleh Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) yang meyakini kebijakan kemasan rokok polos ini akan berpengaruh besar terhadap sektor tenaga kerja, terutama mereka yang bergantung pada industri tembakau.

    Menurutnya, kebijakan tersebut tidak sejalan dengan program pemerintah yang berfokus pada penciptaan lapangan pekerjaan.

    “Wacana kemasan polos ini bertabrakan dengan program pemerintah. Kami menuntut agar Pemerintah hadir untuk melindungi dan memberikan kepastian jaminan hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak demi kemanusiaan,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP RTMM SPSI, Sudarto AS.

    Kekecewaan semakin mendalam setelah terdengar kabar bahwa pembahasan lanjutan mengenai kebijakan kemasan rokok polos terus berlangsung, sementara peran dan suara para pekerja tetap terpinggirkan. Sudarto menegaskan, meskipun FSP RTMM SPSI terus menyuarakan aspirasi buruh dalam berbagai kesempatan, namun dirinya mengaku tidak mendapatkan perhatian yang cukup. Hal ini menjadi perhatian besar setelah Kemenkes sebelumnya berjanji untuk melibatkan pihak terkait, namun hingga kini janji tersebut belum terealisasi.

    “Terkait RPP Kesehatan, Kemenkes memang telah membuat kesepakatan tertulis untuk melibatkan kami, termasuk kami memonitor dan bertanya perkembangannya, namun belum ada progres dan informasi lebih lanjut yang dapat kami ketahui,” ungkap dia.

     

     

  • Duh! Rata-rata Warga RI Konsumsi Garam 2 Kali Lipat di Atas Anjuran WHO

    Duh! Rata-rata Warga RI Konsumsi Garam 2 Kali Lipat di Atas Anjuran WHO

    Jakarta

    Kasus penyakit tidak menular menyumbang lebih dari 75 persen total kematian di seluruh Indonesia. Hal ini jelas berdampak pada peningkatan pembiayaan atau belanja kesehatan, yang dalam 10 tahun terakhir melampaui Rp 7 triliun.

    Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kebijakan Kesehatan Prof Asnawi Abdullah menyoroti pola makan tidak sehat kebanyakan masyarakat Indonesia. Salah satunya, konsumsi tinggi garam yang melampaui dua kali lipat dari anjuran atau pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mencapai 11 gram per hari sementara batas maksimal di 3 gram.

    “Kemenkes RI memperkuat label gizi nantinya agar mudah dipahami masyarakat memilih makanan-makanan lebih sehat, kami juga membatasi iklan produk tinggi garam gula dan lemak (GGL) terutama yang menyasar anak-anak,” terang dia dalam konferensi pers, Rabu (19/2/2025).

    Senada, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Dr dr Sukadiono M,M menyebut pola makan tinggi GGL memicu peningkatan kasus diabetes, hingga obesitas.

    Masing-masing peningkatan kasus tercatat signifikan melampaui dua kali lipat. Hal ini juga dibarengi dengan kondisi pasien yang belum seluruhnya mendapatkan pengobatan.

    Misalnya, pasien hipertensi, hanya 18 persen di antaranya yang menerima pengobatan tepat, dan hanya 4 persen orang memiliki hipertensi terkontrol.

    “Belum lagi lemak trans yang ditemukan pada pangan olahan, berkontribusi menyumbang 5.000 kematian per tahun. Fakta tersebut mempertegas betapa pentingnya kebijakan pengendalian konsumsi GGL,” tandas dia.

    “Studi di Finlandia mengurangi konsumsi garam 30 persen, menurunkan angka kematian akibat stroke dan jantung 35 persen dalam beberapa tahun. Sementara regulasi di Meksiko tentang pajak minuman manis menunjukkan penurunan konsumsi 7,5 persen tahun pertama dan berdampak positif pada obesitas,” lanjutnya.

    (naf/kna)

  • Lima Upaya yang Bisa Dilakukan Orang Tua untuk Menekan Risiko Kanker pada Anak – Halaman all

    Lima Upaya yang Bisa Dilakukan Orang Tua untuk Menekan Risiko Kanker pada Anak – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dokter spesialis onkologi radiasi di Tzu Chi Hospital dr. Andre Prawira Putra, Sp.Onk.Rad., M.P.H mengungkapkan, gejala-gejala umum saat anak terkena kanker.

    Kanker pada anak menjadi hal yang menakutkan bagi orang tua, apalagi survival rate penderita kanker anak di Indonesia terbilang rendah yakni kurang dari 30 persen. Kondisi ini menjadi tantangan besar di tanah air.

    “Ketika anak sudah menunjukkan gejala yang tidak wajar maka orang tua harus segera melakukan deteksi dini,” kata dr. Andre dalam acara NgobrAZ (Ngobrol Bareng Allianz Citizens).

    Berikut merupakan beberapa gejala umum pada anak yang mengarah pada kanker:

    Memar, perdarahan, dan nyeri pada tulang sendi tanpa sebab, perdarahan melalui hidung atau gusi secara tiba-tiba, mata juling dan munculnya pupil putih bila disinari cahaya.

    Lalu, anak menunjukkan penurunan berat badan tanpa penyebab, mengalami demam yang tidak dapat dijelaskan dan tidak disertai tanda penyakit lainnya.

    Juga adanya benjolan/pembengkakan tanpa ada rasa nyeri, atau tanda infeksi lainnya di berbagai bagian tubuh – beberapa bagian tubuh terdapat benjolan yang tidak simetris.

    Nyeri kepala secara terus-menerus, atau ukuran kepala membesar pada bayi serta adanya gangguan saraf seperti gangguan berjalan.

    Adapun jenis kanker anak di Indonesia yang paling banyak adalah leukemia (kanker darah).

    Sama seperti pada orang dewasa, faktor risiko terjadinya kanker pada anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor.

    GEJALA KANKER PADA ANAK. Dipaparkan oleh dokter spesialis onkologi radiasi di Tzu Chi Hospital dr. Andre Prawira Putra, Sp.Onk.Rad., M.P.H dalam webinar NgobrAZ. Kenali gejala tak wajar yang mengarah kanker pada anak. (Istimewa)

    1. Faktor Internal
    Kemungkinan ketika seorang anak sudah memiliki mutasi genetik bawaan dari dalam kandungan yang kemudian dapat mendorong munculnya penyakit kanker.

    Selain itu, terdapat kemungkinan juga mutasi pemicu kanker ini didapatkan setelah anak tersebut baru lahir.

    2. Faktor Eksternal
    Meningkatnya risiko kanker anak karena terkenanya paparan zat-zat tidak baik yang memicu terjadinya mutasi pemicu kanker.

    Terkena paparan zat kimia yang berbahaya ini dapat disebabkan oleh limbah atau polusi, termasuk polusi udara atau paparan zat yang memicu kanker pada makanan yang dikonsumsi anak.

    “Berbagai faktor tersebut dapat memicu terjadi kanker pada anak kapan saja. Dengan mendeteksi penyakit ini sedini mungkin, peluang sembuh dari kanker anak semakin besar,” ujar dia.

    Dilansir dari laman Kemenkes RI, sebanyak 30 persen dari kasus kanker dapat disembuhkan apabila diobati pada keadaan dini. Sedangkan sebanyak 43 persen dari seluruh kasus kanker dapat dicegah peningkatan risikonya dengan menerapkan pola hidup sehat.

    Ia mengatakan, ada upaya yang bisa dilakukan orang tua agar risiko kanker pada anak dapat ditekan.

    1. Menghindari Paparan Zat Karsinogen
    Paparan zat karsinogen pada asap rokok (termasuk rokok elektronik), juga paparan polusi udara atau bahan kimia dapat meningkatkan risiko kanker.

    Pastikan untuk menjaga lingkungan rumah yang bebas dari asap rokok dan menjaga lingkungan rumah tetap bersih dan sehat.

    2. Menghindari Paparan Radiasi
    Paparan terhadap radiasi berlebih dapat meningkatkan risiko kanker anak. Maka, penting bagi anak untuk selalu menggunakan pelindung matahari saat beraktivitas di luar ruangan.

    Paparan terhadap radiasi juga perlu diperhatikan sejak ibu mengandung, seperti hindari sinar X (X-Ray) tanpa alasan medis yang mendesak.

    3. Selektif dalam Penggunaan Wadah Plastik
    Salah satu pemicu kanker pada anak yaitu paparan zat bersifat karsinogenik pada wadah makanan yang terbuat dari plastik. Usahakan untuk menghindari penggunaan wadah plastik apalagi secara berulang-ulang karena bahaya mikroplastik di dalamnya tidak baik bagi tubuh.

    4. Memberikan Nutrisi yang Seimbang dan Mengonsumsi Sayur serta Buah
    Sayur dan buah yang kaya akan kandungan antioksidan berguna untuk melawan radikal bebas yang berbahaya bagi sel tubuh. Selain itu, pengidap kanker juga harus membangun sistem imun yang lebih kuat.

    Lain dari itu, penting untuk menghindari pemberian makanan olahan yang mengandung pengawet. Utamakan makanan alami dan segar yang mengandung serat tinggi, vitamin, dan mineral.

    5. Menerapkan Pola Hidup yang Sehat Sedari Anak Masih dalam Kandungan
    Salah satu faktor terjadinya mutasi genetik juga dipengaruhi lewat pola hidup Ibu saat mengandung. Untuk itu, hindari kebiasaan hidup tidak sehat seperti mengonsumsi alkohol dan juga merokok untuk mencegah peningkatan risiko mutasi genetik saat mengandung.

    “Langkah penting yang tidak boleh dilupakan oleh keluarga adalah dengan selalu menciptakan lingkungan yang mendukung dan positif sebagai bentuk dukungan emosional dalam mengelola stres dan menjaga kesehatan mental anak-anak,” tambah dr. Andre.

  • Menekan Risiko Kanker pada Anak, Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua? – Halaman all

    Menekan Risiko Kanker pada Anak, Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua? – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Kanker pada anak menjadi hal yang menakutkan bagi orang tua, apalagi survival rate penderita kanker anak di Indonesia terbilang rendah yakni kurang dari 30 persen. Kondisi menjadi tantangan besar di tanah air.

    Dokter spesialis onkologi radiasi dr. Andre Prawira Putra mengatakan, orang tua bisa menekan risiko kanker pada anak sejak masa kehamilan.

    Saat hamil, hindari paparan zat karsinogen pada asap rokok (termasuk rokok elektronik).

    Hindari paparan polusi udara atau bahan kimia

    “Pastikan untuk jaga lingkungan rumah yang bebas dari asap rokok dan menjaga lingkungan rumah tetap bersih dan sehat,” kata dia dalam acara NgobrAZ (Ngobrol Bareng Allianz Citizens) yang ditulis Selasa (18/2/2025).

    Selain itu, paparan terhadap radiasi berlebih dapat meningkatkan risiko kanker anak. Maka, penting bagi anak untuk selalu menggunakan pelindung matahari saat beraktivitas di luar ruangan.

    “Paparan terhadap radiasi juga perlu diperhatikan sejak ibu mengandung, seperti hindari sinar X (X-Ray) tanpa alasan medis yang mendesak,” ujar dr Andre.

    Selektif dalam penggunaan wadah plastik

    Hindari penggunaan wadah plastik apalagi secara berulang-ulang karena bahaya mikroplastik di dalamnya tidak baik bagi tubuh.

    Berikan nutrisi yang seimbang dan mengonsumsi sayur serta buah sesama hamil.

    Sayur dan buah yang kaya akan kandungan antioksidan berguna untuk melawan radikal bebas yang berbahaya bagi sel tubuh. Selain itu, pengidap kanker juga harus membangun sistem imun yang lebih kuat.

    Lain dari itu, penting untuk menghindari pemberian makanan olahan yang mengandung pengawet. Utamakan makanan alami dan segar yang mengandung serat tinggi, vitamin, dan mineral.

    Terapkan pola hidup yang sehat sedari anak masih dalam kandungan

    Salah satu faktor terjadinya mutasi genetik juga dipengaruhi lewat pola hidup Ibu saat mengandung.

    Hindari kebiasaan hidup tidak sehat seperti mengonsumsi alcohol dan juga merokok untuk mencegah peningkatan risiko mutasi genetik saat mengandung.

    “Langkah penting yang tidak boleh dilupakan oleh keluarga adalah dengan selalu menciptakan lingkungan yang mendukung dan positif sebagai bentuk dukungan emosional dalam mengelola stres dan menjaga kesehatan mental anak-anak,” tambah dr. Andre.

    Adapun gejala-gejala umum yang mengarah kanker pada anak sebagai berikut.

    Memar, perdarahan, dan nyeri pada tulang sendi tanpa sebab, perdarahan melalui hidung atau gusi secara tiba-tiba, mata juling dan munculnya pupil putih bila disinari cahaya.

    Lalu, anak menunjukkan penurunan berat badan tanpa penyebab, mengalami demam yang tidak dapat dijelaskan dan tidak disertai tanda penyakit lainnya.

    Juga adanya benjolan/pembengkakan tanpa ada rasa nyeri, atau tanda infeksi lainnya di berbagai; bagian tubuh – beberapa bagian tubuh terdapat benjolan yang tidak simetris.

    Nyeri kepala secara terus menerus, atau ukuran kepala membesar pada bayi serta adanya gangguan saraf seperti gangguan berjalan.

    “Ketika anak sudah menunjukan gejala yang tidak wajar maka orang tua harus segara melakukan deteksi dini,” kata dr Andre.

    Adapun jenis kanker anak di Indonesia yang paling banyak adalah leukemia (kanker darah).

    Sama seperti pada orang dewasa, faktor risiko terjadinya kanker pada anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor.

    “Berbagai faktor tersebut dapat memicu terjadi kanker pada anak kapan saja. Dengan mendeteksi penyakit ini sedini mungkin, peluang sembuh dari kanker anak semakin besar,” ujar dia.

    Dilansir dari laman Kemenkes RI, sebanyak 30 persen dari kasus kanker dapat disembuhkan apabila diobati pada keadaan dini.

    Sedangkan sebanyak 43 persen dari seluruh kasus kanker dapat dicegah peningkatan risikonya dengan menerapkan pola hidup sehat.

  • Transformasi Prodia Group Bangun Ekosistem Faskes yang Holistik di RI

    Transformasi Prodia Group Bangun Ekosistem Faskes yang Holistik di RI

    Jakarta – Prodia Group melalui ketiga anak usahanya PT Prodia Widyahusada Tbk (Prodia/PRDA), PT Prodia Diagnostic Line (Proline), dan PT Prodia StemCell Indonesia (ProSTEM) terus berupaya untuk membangun ekosistem fasilitas kesehatan yang holistik di Indonesia. Pada 2024, Prodia mencatatkan berbagai pencapaian yang menunjukkan pertumbuhan dan inovasi berkelanjutan. Salah satunya mengembangkan aplikasi digital ‘U by Prodia’ yang dilengkapi dengan fitur terbaru.

    Di antaranya fitur Smart Report 2.0 dan Health Plan yang dirancang untuk dipersonalisasi serta berbasis bukti ilmiah kepada para pelanggan. Dituturkan Founder & Komisaris Utama Prodia Andi Widjaja, digitalisasi merupakan salah satu janji sejak PRDA melantai di bursa saham pada 2016 lalu.

    “Dulu, waktu kita IPO pada 2016 saya katakan rulesnya Prodia ingin menyongsong next generation medicine,” kata Andi, dalam acara ‘Prodia Connect: Insight and Networking’ di The Grand Mansion, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2025).

    Aplikasi ‘U by Prodia’ memberikan pengalaman kesehatan digital yang lebih baik. Dirilis sejak Maret 2023, platform ini sudah menarik 1,4 juta pengunduh.

    Di samping itu, Prodia juga mengakuisisi 39% saham produsen alat kesehatan diagnostik in vitro yang telah dikenal luas di Indonesia, ProLine. Akuisisi ini semakin mempererat hubungan dan sinergi antara kedua entitas dalam mendukung ekosistem kesehatan di Indonesia.

    “Waktu itu PRDA membeli saham ProLine, uangnya dipakai untuk membeli mesin ini. Dengan demikian kapasitasnya menjadi jauh lebih besar,” kata Andi.

    ProLine sendiri telah memproduksi berbagai produk Alat Kesehatan Dalam Negeri (AKD) termasuk reagen kimia klinik, urine strip, produk molekuler, imunologi, instrumen, rapid diagnostic test, serta instrumen IVD (in vitro diagnostic) dan sparepart untuk IV yang memberikan solusi lengkap bagi industri kesehatan. Apalagi, skor Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) ProLine sebesar 40% yang mendukung visi pemerintah.

    “Kualitasnya sudah teruji dan ketersediaannya dengan harga terjangkau,” tutur Andi.

    Tak hanya itu, setelah akuisisi dengan Prodia, ProLine membangun pabrik keduanya di area seluas 5.500m2 dan luas bangunan 9.690m2 yang akan meningkatkan kapasitas produksi hingga tiga kali lipat. Rencananya, pabrik kedua yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat ini akan diresmikan pada April 2025.

    “ProLine juga sudah bisa melayani 4.800 dari 10.416 puskesmas yang diharapkan akses layanan kesehatan berkualitas semakin merata,” jelas Andi.

    Inovasi lainnya yang dikembangkan oleh Prodia Group yaitu ProSTEM. ProSTEM merupakan laboratorium penyimpanan, pengolahan, dan pengembangan aplikasi klinis stem cell (sel punca) sel, dan metabolitnya.

    “Dan kita kerja sama dengan perguruan tinggi dan juga BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) mulai mengembangkan produk-produk. Dan ProSTEM memiliki izin dari pemerintah (Kemenkes RI), sertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat/Bahan Obat yang Baik) dari Badan POM, dan jaminan mutu ISO 9001:2015),” kata Andi.

    Hingga tahun 2024, ProSTEM berhasil mengembangkan terapi sel untuk pengobatan yang sulit diobati. Andi berharap sinergi ini bisa mendukung pengembangan ekosistem dalam industri kesehatan Tanah Air.

    “Dengan adanya sinergi ini, Prodia juga berkomitmen untuk memperluas jaringan distribusi ProLine, menjalin lebih banyak kerja sama dengan rumah sakit, fasilitas kesehatan, dan instansi terkait, serta mendukung pengembangan teknologi terbaru dalam industri kesehatan,” jelas Andi.

    Sebagai informasi, acara Prodia Connect: Insight and Networking mengusung tema ‘Menyongsong Inovasi Kesehatan Masa Depan: Potensi Industri Alat Kesehatan, Pengobatan Regeneratif, dan Diagnostik Laboratorium di Indonesia’. Selain Andi, hadir sebagai narasumber Direktur Utama Prodia Dewi Muliaty dan Direktur ProSTEM Cynthia Retna Sartika.

    (prf/ega)

  • Menekan Risiko Kanker pada Anak, Apa yang Harus Dilakukan Orang Tua? – Halaman all

    Kenali Gejala Tak Wajar yang Mengarah Kanker pada Anak – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Kanker pada anak selalu menjadi momok yang menakutkan bagi orang tua. 

    Menurut fact sheet tentang kanker anak yang dikeluarkan World Health Organization (WHO),
    survival rate penderita kanker anak di negara seperti Indonesia terbilang rendah yakni kurang dari 30 persen.

    Kondisi menjadi tantangan besar di tanah air.

    Adapun jenis kanker anak di Indonesia yang paling banyak adalah leukemia (kanker darah).

    Sama seperti pada orang dewasa, faktor risiko terjadinya kanker pada anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor.

    Berikut lima faktor yang dapat meningkatkan risiko kanker pada anak seperti yang disampaikan oleh dokter spesialis onkologi radiasi di Tzu Chi Hospital dr. Andre Prawira Putra, Sp.Onk.Rad., M.P.H dalam acara NgobrAZ (Ngobrol Bareng Allianz Citizens).

    1. Faktor Internal

    Kemungkinan ketika seorang anak sudah memiliki mutasi genetik bawaan dari dalam kandungan yang kemudian dapat mendorong munculnya penyakit kanker.

    Selain itu, terdapat kemungkinan juga mutasi pemicu kanker ini didapatkan setelah anak tersebut baru lahir.

    2. Faktor Eksternal

    Meningkatnya risiko kanker anak karena terkenanya paparan zat-zat tidak baik yang memicu terjadinya mutasi pemicu kanker.

    Terkena paparan zat kimia yang berbahaya ini dapat disebabkan oleh limbah atau polusi, termasuk polusi udara atau paparan zat yang memicu kanker pada makanan yang dikonsumsi anak.

    “Berbagai faktor tersebut dapat memicu terjadi kanker pada anak kapan saja. Dengan mendeteksi penyakit ini sedini mungkin, peluang sembuh dari kanker anak semakin besar,” ujar dia.

    Dilansir dari laman Kemenkes RI, sebanyak 30 persen dari kasus kanker dapat disembuhkan apabila diobati pada keadaan dini.

    Sedangkan sebanyak 43 persen dari seluruh kasus kanker dapat dicegah peningkatan risikonya dengan menerapkan pola hidup sehat.

    Untuk itu, penting bagi orang tua untuk selalu memperhatikan perubahan kondisi dan mengecek kesehatan anak secara rutin.

    Sebagai langkah pencegahan, deteksi dini kanker pada anak dapat dilakukan dengan memerhatikan beberapa gejala yang tidak wajar.

    dr. Andre menjelaskan beberapa gejala umum pada anak yang dapat diperhatikan, yaitu:

    Muncul memar, perdarahan, dan nyeri pada tulang sendi tanpa sebab;

    Perdarahan melalui hidung atau gusi secara tiba-tiba;

    Mata juling dan munculnya pupil putih bila disinari cahaya;

    Anak menunjukkan penurunan berat badan tanpa penyebab;

    Mengalami demam yang tidak dapat dijelaskan dan tidak disertai tanda penyakit lainnya;

    Adanya benjolan/pembengkakan tanpa ada rasa nyeri, atau tanda infeksi lainnya di berbagai; bagian tubuh – beberapa bagian tubuh terdapat benjolan yang tidak simetris;

    Nyeri kepala secara terus menerus, atau ukuran kepala membesar pada bayi;

    Adanya gangguan saraf seperti gangguan berjalan;

    Di samping mengenali gejala kanker anak dan melakukan deteksi dini secara berkala, orang tua bisa menerapkan pola hidup yang sehat agar bahaya risiko kanker dapat ditekan.

    Beberapa pola hidup sehat yang dapat dilakukan menurut dr. Andre adalah:

    1.  Menghindari Paparan Zat Karsinogen

    Paparan zat karsinogen pada asap rokok (termasuk rokok elektronik), juga paparan polusi udara atau bahan kimia dapat meningkatkan risiko kanker. Pastikan untuk jaga lingkungan rumah yang bebas dari asap rokok dan menjaga lingkungan rumah tetap bersih dan sehat.

    2. Menghindari paparan radiasi

    Paparan terhadap radiasi berlebih dapat meningkatkan risiko kanker anak. Maka, penting bagi anak untuk selalu menggunakan pelindung matahari saat beraktivitas di luar ruangan.

    Paparan terhadap radiasi juga perlu diperhatikan sejak ibu mengandung, seperti hindari sinar X (X-Ray) tanpa alasan medis yang mendesak.

    3. Selektif dalam penggunaan wadah plastik

    Salah satu pemicu kanker pada anak yaitu paparan zat bersifat karsinogenik pada wadah makanan yang terbuat dari plastik.

    Usauntuk menghindari penggunaan wadah plastik apalagi secara berulang-ulang karena bahaya mikroplastik di dalamnya tidak baik bagi tubuh.

    4. Memberikan nutrisi yang seimbang dan mengonsumsi sayur serta buah

    Sayur dan buah yang kaya akan kandungan antioksidan berguna untuk melawan radikal bebas yang berbahaya bagi sel tubuh. Selain itu, pengidap kanker juga harus membangun sistem imun yang lebih kuat.

    Lain dari itu, penting untuk menghindari pemberian makanan olahan yang mengandung pengawet. Utamakan makanan alami dan segar yang mengandung serat tinggi, vitamin, dan mineral.

    5. Menerapkan pola hidup yang sehat sedari anak masih dalam kandungan

    Salah satu faktor terjadinya mutasi genetik juga dipengaruhi lewat pola hidup Ibu saat mengandung. Untuk itu, hindari kebiasaan hidup tidak sehat seperti mengonsumsi alcohol dan juga merokok untuk mencegah peningkatan risiko mutasi genetik saat mengandung.

    “Langkah penting yang tidak boleh dilupakan oleh keluarga adalah dengan selalu menciptakan lingkungan yang mendukung dan positif sebagai bentuk dukungan emosional dalam mengelola stress dan menjaga kesehatan mental anak-anak,” tambah dr. Andre.

  • PP 28/2024 Dapat Sorotan, Aturan soal Pengamanan Zat Adiktif Dinilai Bisa Ancam Kedaulatan Ekonomi – Halaman all

    PP 28/2024 Dapat Sorotan, Aturan soal Pengamanan Zat Adiktif Dinilai Bisa Ancam Kedaulatan Ekonomi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan berpandangan, polemik Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) khususnya pada Bagian XXI Pengamanan Zat Adiktif yang termuat dalam Pasal 429 – 463 berpotensi mengancam kedaulatan ekonomi Indonesia. 

    Menurut Henry, Kementerian Kesehatan sebaiknya tidak memaksakan diimplementasikannya PP 28/2024 di saat situasi geo politik dan geo ekonomi global berdampak pada situasi di tanah air saat ini.

    Henry juga mengingatkan bahwa PP 28/2024 cacat hukum. Pasalnya, proses penyusunannya tidak transparan dan minim pelibatan pelaku industri hasil tembakau (IHT).

    “Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam produk hukum yang dihasilkan dan berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi industri dan perekonomian nasional yang tidak sedang baik-baik saja,” kata Henry kepada wartawan, Senin (17/2/2025).

    Pihaknya menduga, pemaksaan diimplementasikannya PP 28/2024 oleh Kemenkes lebih mewakili agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) ketimbang melindungi kepentingan masyarakat yang terdampak. 

    Padahal, banyak pihak yang langsung terkena dampak dari regulasi ini, sehingga seharusnya memiliki hak untuk didengar dan dilibatkan dalam proses pembahasan.

    Karena itu, Henry mengingatkan agar Presiden Prabowo Subianto yang berkomitmen meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menyerap jutaan tenaga kerja jangan sampai terganggu oleh agenda FCTC yang menginfiltrasi melalui produk hukum, salah satunya PP 28/2024. 

    Kajian GAPPRI, dikatakan Henry, bahwa PP 28/2024 memiliki dampak ekonomi yang sangat besar, yakni mencapai Rp 182,2 triliun, dengan 1,22 juta pekerja di seluruh sektor terkait terdampak. 

    “Larangan penjualan dalam radius 200 meter dari sekolah, potensi kerugian mencapai Rp 84 triliun. Pembatasan iklan berdampak ekonomi yang hilang mencapai Rp 41,8 triliun,” ujar Henry . 

    Dia menegaskan, apabila ketiga aturan tersebut (kemasan polos, larangan penjualan, dan pembatasan iklan) diberlakukan, potensi pajak yang hilang diperkirakan mencapai Rp 160,6 triliun. 

    “Selain itu, kemasan rokok polos berpotensi mendorong downtrading (peralihan konsumen ke produk rokok yang lebih murah) dan peralihan ke rokok ilegal 2-3 kali lebih cepat dari sebelumnya. Permintaan produk legal juga diprediksi turun sebesar 42,09 persen,” terang Henry.

    Maka itu, dia berharap pemerintah dapat mempertimbangkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri, agar tercipta kebijakan yang tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat, tetapi juga tidak mengorbankan kepentingan ekonomi dan sosial. 

    Pasalnya, IHT merupakan sektor strategis nasional yang mempekerjakan sekitar 5,8 juta orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor. Namun, sektor ini telah mengalami tekanan berat sejak diterbitkannya UU 17/2023 tentang Kesehatan, serta aturan turunannya.

    “Berbagai tekanan regulasi terhadap IHT legal dirasa memberatkan bagi multi-sektor yang terkait. Maka itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan, mengingat kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang berbeda dari negara lain,” kata Henry.

    Pihaknya juga mendorong pemerintah untuk membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan guna menciptakan regulasi yang adil dan berimbang. 

    “Hal ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan industri, melindungi jutaan pekerja, dan menjaga stabilitas perekonomian nasional sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo,” pungkas Henry.