Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Hipertensi hingga Penyakit Jantung Meningkat karena Pola Makan

    Hipertensi hingga Penyakit Jantung Meningkat karena Pola Makan

    Jakarta

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M Epid, mengatakan, penyakit tidak menular (PTM), seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, hingga kanker, masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Salah faktor risikonya disebabkan oleh perilaku masyarakat mengonsumsi gula garam lemak (GGL) yang tinggi.

    Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, 47 persen warga Indonesia mengonsumsi gula melampaui batas harian. Begitu juga dengan asupan garam. Sebanyak 45 persen masyarakat mengonsumsi garam berlebih, dan 30 persen warga lainnya memiliki asupan lemak tinggi.

    dr Nadia mengatakan konsumsi gula, garam, dan lemak yang tidak terkendali berkontribusi besar terhadap peningkatan angka PTM dalam beberapa tahun terakhir.

    “Kalau kita lihat dari peta penyakit dari tahun 2019 sampai sekarang, itu penyakit tidak menular baik hipertensi, diabetes, jantung, kanker, itu tren terus meningkat. Karena pola makan tadi,” ujar dr Siti Nadia dalam detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’, Jumat (28/2/2025).

    detikcom Leaders Forum Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Gula yang dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan diabetes melitus atau dikenal sebagai penyakit gula. Sementara itu, garam yang dikonsumsi dalam jumlah berlebih berisiko memicu hipertensi. Konsumsi lemak yang tinggi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, yang pada akhirnya berujung pada penyakit jantung dan stroke.

    Pemerintah saat ini sedang menyelesaikan regulasi baru terkait pemberian label, tidak hanya untuk pangan olahan tetapi juga pada pangan siap saji. Nantinya, setiap produk makanan dan minuman siap saji akan dilengkapi dengan informasi terbaru mengenai kandungan gula, garam, lemak, serta jumlah kalorinya.

    dr Nadia mengatakan kesadaran akan pentingnya membaca label pada kemasan makanan menjadi salah satu cara untuk mengontrol konsumsi GGL. Ia juga menegaskan bahwa label pada makanan seharusnya dapat membantu masyarakat memahami kandungan nutrisi dalam produk yang mereka konsumsi.

    (suc/up)

  • Sepenting Apa Sih Baca Label Nutrisi di Kemasan Pangan?

    Sepenting Apa Sih Baca Label Nutrisi di Kemasan Pangan?

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar, mengingatkan pentingnya membaca label nutrisi di kemasan produk pangan. Meskipun terlihat sederhana, kebiasaan ini bisa menjadi langkah awal untuk menjaga tubuh lebih sehat.

    Informasi nilai gizi, termasuk komposisi dan takaran, wajib tercantum dalam kemasan pangan olahan. Dengan memperhatikan dan memahami informasi tersebut, konsumen dapat menyesuaikan pilihannya dengan kebutuhan masing-masing.

    “Ketiga hal itu sangat penting untuk dipahami sehingga saat dikonsumsi kita bisa mengatur sesuai kebutuhan. Tidak lebih atau kurang. jadi label nutrisi ini penting, dan dalam konteks makanan yang bersifat diproduksi dengan kemasan ini menjadi tugas dan wewenang Badan POM,” kata Taruna dalam acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’, Jumat (28/2/2025).

    Selain mencantumkan nilai gizi, kemasan pangan juga perlu mencantumkan nomor izin edar dan tanggal kedaluwarsa dari sebuah produk.

    Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Siti Nadia Tarmizi, MEpid, menjelaskan bahwa kebiasaan membaca kemasan produk pangan dapat memberikan dampak yang besar bagi kesehatan.

    Ia mencontohkan, orang yang tidak membaca kemasan produk pangan, punya risiko mengonsumsi makanan kedaluwarsa. Padahal ini dapat membahayakan seperti menimbulkan mual, muntah, diare, hingga meningkatkan risiko kanker karena bersifat karsinogenik.

    Selain itu, membaca label nutrisi dalam kemasan bermanfaat untuk menjaga asupan gula, garam, dan lemak (GGL) agar tidak berlebihan. Konsumsi makanan dengan kandungan tinggi GGL secara berlebihan dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, seperti diabetes hingga hipertensi.

    “Kita punya batasan untuk konsumsi gula, karena kita tahu kalau gula kan akan membuat kita tentunya bisa menjadi sakit diabetes melitus, atau penyakit gula,” ucap dr Nadia.

    “Kalau garam bisa berakhir menjadi hipertensi, kalau kita kebanyakan konsumsi lemak, bisa mengalami gangguan, yang akhirnya ke serangan jantung, stroke ya kan,” sambungnya.

    R&D Director Tempo Scan Group, Linda Lukitasari di acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’. Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, jumlah kasus obesitas pada penduduk usia 18 tahun meningkat dari 35,4 persen pada tahun 2018 menjadi 37,8 persen pada tahun 2023.

    Sementara itu, prevalensi diabetes pada penduduk di atas usia 15 tahun mengalami peningkatan dari 10,9 persen di tahun 2018 menjadi 11,7 persen pada tahun 2023. Demikian dengan hipertensi juga cukup tinggi berada di angka 30,8 persen.

    Pesan senada juga disampaikan R&D Director Tempo Scan Group, Linda Lukitasari, yang mengatakan bahwa membaca label nutrisi sebaiknya dijadikan sebuah kebiasaan. Pada konteks produk susu pertumbuhan anak, orang tua harus bisa mengenali nutrisi apa saja yang diperlukan oleh anak mereka.

    Terlebih, ada banyak jenis susu yang beredar di masyarakat, sehingga orang tua bisa memilih produk yang tepat sesuai kebutuhan.

    Ia menuturkan susu pertumbuhan anak dibuat secara khusus untuk anak berusia 1-3 tahun. BPOM RI sudah menetapkan standar terkait komposisi susu pertumbuhan anak meliputi makronutrien seperti protein, karbohidrat, lemak, dan gula, mikronutrien seperti vitamin dan mineral, hingga DHA.

    “Jadi label nutrisi ini memang perlu dibaca dan perlu dipahami, sehingga orang tua dapat mengerti susu yang mana yang mereka butuhkan, terutama untuk masa pertumbuhan 1-3 tahun,” kata Linda.

    “Jadi memang sudah diatur sedemikian rupa sehingga komposisi susu pertumbuhan ini memang menjadi komposisi yang tepat untuk tumbuh kembang anak,” tandasnya.

    (avk/up)

  • Siasat Industri Agar Label Nutrisi Lebih Mudah Dipahami

    Siasat Industri Agar Label Nutrisi Lebih Mudah Dipahami

    Jakarta

    Permasalahan penyakit tidak menular di Indonesia masih menjadi persoalan tersendiri, mengingat konsumsi gula garam lemak (GGL) masih sangat tinggi di Indonesia. Di sisi lain, belum semua orang punya kesadaran untuk membaca dan memahami label nutrisi pada kemasan pangan.

    R&D Director Tempo Scan Group, Linda Lukitasari, mengatakan bahwa pihaknya selaku industri terus melakukan terobosan agar label nutrisi produk pangan yang mereka produksi bisa dipahami secara luas oleh masyarakat. Tidak sekedar label nutrisi, infografis yang menggambarkan manfaat dan kandungan dalam setiap produk pangan yang diproduksi juga turut disertakan.

    “Kita memberikan penjelasan tidak hanya kata-kata, tapi seringkali juga dengan gambar, dengan desain, supaya menarik ilustrasinya, sehingga masyarakat bisa memahami. Untuk kita di industri tentunya tidak hanya sekedar ingin menyampaikan apa yang normatif, tetapi juga apa keunggulan suatu produk,” kata Linda dalam acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’, Jumat (28/2/2025).

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar, dalam kesempatan yang sama menuturkan bahwa produsen memang harus mencantumkan informasi produk secara lengkap di kemasan. Tidak hanya mencantumkan label nutrisi, tanggal kedaluwarsa, izin edar, peruntukan, dan kegunaan, tetapi juga sekaligus label ‘warning’ apabila produk tersebut memang memiliki risiko tertentu.

    Oleh karena itu, produsen harus membuat kemasan sebuah produk pangan informatif dan mudah dipahami. Tujuannya agar masyarakat bisa menjadi konsumen yang lebih bijak dalam memilih produk untuk dikonsumsi.

    “Pada saat kita sahkan itu label, itu harus informatif, karena label itu bukan untuk disembunyikan, tapi untuk ditampilkan. Sehingga, ada tim dari Badan POM yang akan mengevaluasi sejauh mana aspek informatifnya,” jelasnya.

    R&D Director Tempo Scan Group, Linda Lukitasari dalam acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’. Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Label nutrisi juga harus mempertimbangkan target penjualan produk tersebut. Misalnya untuk produk yang ditujukan bagi anak usia sekolah dasar, maka label nutrisi harus mudah dipahami anak-anak di usia tersebut.

    Apabila dalam proses evaluasi dianggap tidak sesuai, BPOM RI bisa menunda persetujuan produk tersebut untuk beredar.

    Berkaitan dengan rendahnya kesadaran masyarakat untuk membaca label nutrisi, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Siti Nadia Tarmizi, MEpid, menuturkan pihaknya akan terus melakukan edukasi pada masyarakat.

    Langkah ini juga didorong dengan regulasi yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 2024 yang mengatur bahwa industri harus mencantumkan label gizi yang memuat informasi kandungan GGL. Aturan tersebut merupakan turunan dari UU Kesehatan No 17 Tahun 2023.

    Nantinya, aturan tersebut juga diterapkan di restoran cepat saji. Diharapkan kesadaran masyarakat akan jenis dan jumlah nutrisi yang masuk ke dalam tubuh bisa meningkat dengan adanya aturan-aturan ini.

    “Untuk siap saji pun kita edukasi untuk juga memberikan informasi nutrisi. Kalau sekarang pergi ke negara-negara lain Singapura, kalau pergi ke resto siap saji sudah ada berapa kadar gula, bahkan menunya tertulis kalorinya. Kalau ada di situ, kita jadi mikir, kita mau makan burger 2000 kalori ini jadi mikir,” tandasnya.

    (avk/up)

  • Bijak Memilih Cemilan, Nggak Harus Gemuk Cuma karena Suka Es Krim

    Bijak Memilih Cemilan, Nggak Harus Gemuk Cuma karena Suka Es Krim

    Jakarta

    Di balik segarnya es krim, kandungan gula dan lemak kerap kali bikin overthinking. Bagaimana caranya biar tetap bisa menikmati es krim, tanpa khawatir jadi gemuk?

    Ice Cream Asia Regulatory Affairs Lead Unilever, Tutut Wijayanti, menjelaskan bahwa sebenarnya gula dan lemak dalam es krim memiliki fungsi khusus. Kedua bahan tersebut berperan penting dalam pembentukan struktur es krim.

    “Kalau lihat es krim bentuknya itu creamy, dingin, terus manis, itu karena ada peran dari gula, lemak, protein kemudian kami tarus penstabil dan lain-lain, termasuk juga overrun untuk membuat bentuknya seperti itu,” kata Tutut pada acara detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’ di Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2025).

    “Jadi kalau tidak ada gula, lemak mungkin tidak menjadi es krim yang bisa kita lihat sekarang,” sambungnya.

    Tutut menambahkan bahwa industri menyadari bahwa risiko gula dan lemak dalam produk pangan bisa menimbulkan masalah pada konsumen jika dikonsumsi berlebihan. Tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri, karena es krim memiliki pangsa pasar utama yakni anak-anak.

    “Kami juga terus berinovasi bagaimana mengukur dan mengurangi (gula dan lemak). BPOM juga punya logo ‘pilihan lebih sehat’, kalau kami bisa punya logo itu maka akan menjadi tambahan value buat kami,” katanya.

    “Makannya kami akan terus berinovasi, meskipun secara teknis itu (gula dan lemak) harus tetap ada. Tapi kami akan berupaya memberikan opsi yang sehat ke masyarakat,” lanjut dia.

    Yang terpenting, menurut Tutut, para orang tua yang ingin memberikan es krim ke anak-anaknya wajib memerhatikan komposisi produk camilan tersebut. Di antaranya terkait jumlah kandungan kalori dan energi di dalam setiap takaran saji.

    “Terpenting juga takaran saji, ini yang biasanya konsumen agak miss yah,” kata Tutut.

    Angka-angka yang ada pada tabel nutrisi tersebut, lanjut Tutut merupakan hitungan per takaran saji. Hal ini membuat konsumen bisa menghitung, jika dirinya memakan satu es krim penuh, maka total gula, lemak, hingga kalori yang dikonsumsi bisa ditakar dengan cermat.

    Tabel nutrisi ini juga bisa membuat masyarakat lebih bijak dalam memilih makanan yang dikonsumsi. Menurut Tutut, jika dari pagi seseorang sudah banyak mengonsumsi makanan manis, mungkin dengan bantuan tabel nutrisi di produk bisa menyetop mereka untuk menambah asupan gula melalui es krim.

    Industri pangan membahas label nutrisi bersama BPOM RI dan Kemenkes RI di detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’ Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Senada, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, mengatakan bahwa pihaknya akan terus mengedukasi masyarakat agar dengan bijak membaca tabel nutrisi di produk pangan.

    “Ini penting sekali tabel nutrisi. Misalnya soal kedaluwarsa, itu kan (kalau dikonsumsi) bisa memicu penyakit-penyakit seperti kanker, karena sifatnya karsinogen,” kata dr Nadia.

    “Terus penting untuk tahu apa-apa saja yang kita makan. Misalnya berapa kadar gula, karena kita tahu gula bisa bikin sakit diabetes, kebanyakan garam bisa hipertensi, kebanyakan lemak nantinya bisa kena serangan jantung, stroke,” lanjut dia.

    Itu sebabnya, label nutrisi jadi sangat penting untuk diperhatikan. Dicontohkan oleh dr Nadia, sejumlah negara bahkan sudah mencantumkan kandungan nutrisi pada manakan siap saji, termasuk jumlah kandungan kalorinya.

    “Kalau seperti itu kan kita jadi bisa mikir. Oh saya mau makan burger, misalnya 2.000 kalori, ini makanan saya seharian, berarti harus lari 5 km. Jadi mau makan 2.000 (kalori) atau lari 5 km nih? Pilihannya diserahkan (ke konsumen),” tutupnya.

    Kepala BPOM RI, Kemenkes RI, dan para industri membahas bersama pentingnya kebijakan label pangan. Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    (dpy/up)

  • Bukan Cuma di Skincare, BPOM Juga Soroti ‘Overclaim’ di Pangan Olahan

    Bukan Cuma di Skincare, BPOM Juga Soroti ‘Overclaim’ di Pangan Olahan

    Jakarta

    Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI), Taruna Ikrar, menyoroti tren overclaim yang tidak hanya terjadi pada kasus kosmetik maupun skincare, tetapi juga pangan. Kerap beredar iklan dengan klaim makanan tertentu, yang disebut berkhasiat untuk sejumlah penyakit.

    “Overclaim adalah yang tidak ada di produk itu tapi dibicarakan, kayak (seperti) disebut bisa mengobati osteoporosis. Kami bisa memberikan peringatan,” ungkap Taruna dalam sesi bincang bersama detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’, Jumat (28/2/2025).

    Tidak main-main, peringatan yang awalnya diberikan secara tertulis, bila tidak kunjung ditanggapi, ada kemungkinan diberikan sanksi lebih berat berupa pencabutan izin edar. Meski begitu, Taruna selama ini menyebut banyak industri pangan relatif kooperatif dan mematuhi regulasi BPOM RI.

    Linda Lukitasari, R&D Director Tempo Scan Group, sebagai pihak yang juga menjadi salah satu industri pangan olahan, menjelaskan bahwa pihaknya aktif melakukan riset dan pengujian produk sebelum kemudian dipasarkan.

    “Kami terus berdiskusi dengan BPOM RI, kami memberikan banyak data kayak uji, dan lain-lain, agar bisa di-review. Tidak ada yang berbeda, apa yang dipikirkan BPOM dengan kami industri, karena kami ingin ada produk untuk long term atau jangka panjang,” bebernya.

    Linda Lukitasari, R&D Director Tempo Scan Group membahas strategi perusahaan untuk menjaga produk pangan tak overclaim. Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Tempo Scan Group juga disebutnya selalu mengedepankan data literatur pada klaim setiap produk, dengan tambahan banyak data pendukung. Terlebih, saat ini tidak sedikit masyarakat yang kritis dengan kandungan suatu produk.

    “Misalnya orang tua muda ingin produk yang terbaik untuk anaknya. Tentu dalam hal ini, stabilitas produk fisik juga diperhatikan, jangan sampai sebelum masa kedaluwarsa produknya sudah tidak bisa digunakan,” lanjut Linda.

    Demi mencegah menjamurnya produk overclaim, Taruna kembali menekankan posisi tegas BPOM RI untuk tidak memberikan kelonggaran pada industri maupun oknum ‘nakal’.

    “Saat industri memberikan labelnya, kan kami ada tim untuk evaluasi. Industri melampirkan kayak isi. Make sense atau tidak, baru kita sahkan,” pungkasnya.

    Kepala BPOM RI, Kemenkes RI, dan para industri membahas bersama pentingnya kebijakan label pangan. Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    (naf/up)

  • Petani Tembakau Curiga Asing Intervensi Aturan Kemasan Rokok Polos – Page 3

    Petani Tembakau Curiga Asing Intervensi Aturan Kemasan Rokok Polos – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mengaku resah dengan adanya intervensi pihak asing dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), yang memuat soal kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek.

    Dugaan muncul bahwa Rancangan Permenkes tersebut mengadopsi agenda asing melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    Sekretaris Jenderal DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Kusnadi Mudi, menilai terdapat intervensi asing yang bermaksud mengacak-acak keberlangsungan pertanian tembakau nasional.

    Keluhan itu muncul akibat langkah Kemenkes yang secara tidak langsung mengadopsi pasal-pasal FCTC dalam Rancangan Permenkes, seperti munculnya wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Padahal, Indonesia sama sekali tidak meratifikasi aturan asing tersebut.

    “Indonesia sebagai negara berdaulat dan mandiri, seharusnya tidak perlu mengikuti aturan dan campur tangan asing dalam mengelola komoditas andalannya,” kata Mudi, Kamis (27/2/2025).

    Menurut dia, niatan kelompok-kelompok tertentu seperti LSM anti-tembakau yang terus mendorong Indonesia untuk meratifikasi FCTC, tidak sesuai dengan kondisi ekosistem pertembakauan nasional. Dimana sektor ini telah menjadi sumber penghidupan bagi sekitar 6 juta tenaga kerja, mulai dari hulu sampai hilir.

    Industri tembakau merupakan industri prioritas padat karya yang menggerakan ekonomi nasional serta melibatkan berbagai unsur mulai dari petani, manufaktur, rantai distribusi, ritel, hingga ekspor.

    “Kami berharap Presiden Prabowo Subianto dapat melihat dan menyadari dorongan ratifikasi FCTC yang diadopsi melalui berbagai aturan yang restriktif di Rancangan Permenkes. Aturan-aturan tersebut tidak sesuai dengan kompleksitas ekosistem pertembakauan di dalam negeri,” ungkapnya.

     

  • Cermat Baca Label Nutrisi Pangan, Cegah Diabetes hingga Penyakit Kardiovaskular

    Cermat Baca Label Nutrisi Pangan, Cegah Diabetes hingga Penyakit Kardiovaskular

    Jakarta – Prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia masih menjadi persoalan tersendiri. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi kasus obesitas pada penduduk usia 18 tahun meningkat dari 35,4 persen pada tahun 2018 menjadi 37,8 persen pada tahun 2023.

    Sementara itu, prevalensi diabetes pada penduduk di atas usia 15 tahun mengalami peningkatan dari 10,9 persen di tahun 2018 menjadi 11,7 persen pada tahun 2023. Demikian juga dengan hipertensi, SKI 2023 menunjukkan angkanya masih 30,8 persen, meski sedikit mengalami penurunan dibanding tahun 2018 yakni 34,1 persen.

    Diet atau pola makan merupakan salah satu faktor risiko penting dalam pencegahan penyakit tidak menular. Karenanya, membaca label nutrisi bisa menjadi langkah awal bagi masyarakat untuk memilih produk pangan yang lebih sehat dan berkualitas.

    Sayangnya, kesadaran masyarakat di Indonesia untuk membaca label nutrisi saat ini sangat rendah. Menurut data Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) di tahun 2013, hanya sebanyak 7,9 persen orang yang memperhatikan label produk pangan olahan sebelum membeli.

    BACA JUGA https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-7797012/hari-gini-beli-kosmetik-di-luar-official-store-pikir-ulang-ini-wanti-wanti-bpom

    Menyikapi hal tersebut, detikcom Leaders Forum akan kembali hadir bersama Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Taruna Ikrar, untuk membahas pentingnya memahami nilai gizi dalam sebuah produk pangan. Turut hadir, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi, MEpid yang akan membahas upaya pemerintah dalam mengurangi dampak pola makan tidak sehat terhadap risiko penyakit tidak menular.

    Diskusi ini juga akan menghadirkan Linda Lukitasari, R&D Director Tempo Scan Group, untuk membahas soal apa saja yang perlu diperhatikan konsumen dalam label nutrisi serta memberikan tips yang harus diperhatikan orang tua apabila ingin memilih susu pertumbuhan untuk anak.

    Hal tersebut tentu juga harus menjadi perhatian agar orang tua untuk memastikan kebutuhan gizi, menyesuaikan kebutuhan anak, membantu mengatur pola makan, hingga membantu menemukan produk susu pertumbuhan anak yang lebih berkualitas.

    Selengkapnya, nantikan tayangan streaming detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’ pada Jumat, 28 Februari 2025, pukul 13.00 WIB. Hanya di detikcom.

    (up/up)

  • Video Kemenkes Kongo Ungkap Gejala Penyakit Misterius yang Tewaskan 53 Orang

    Video Kemenkes Kongo Ungkap Gejala Penyakit Misterius yang Tewaskan 53 Orang

    Kementerian Kesehatan Kongo mengatakan sekitar 80% pasien mengalami gejala serupa termasuk demam, menggigil, nyeri tubuh, dan diare. Meskipun gejala-gejala ini dapat disebabkan oleh banyak infeksi umum, pejabat kesehatan awalnya khawatir gejala-gejala dan kematian cepat beberapa korban juga bisa menjadi tanda demam berdarah seperti Ebola, yang juga dikaitkan dengan hewan yang terinfeksi.

  • Diskusi Hari Kanker: Tantangan Tidak Hanya Persoalan Medis, Tetapi Juga Masalah Pembiayaan – Halaman all

    Diskusi Hari Kanker: Tantangan Tidak Hanya Persoalan Medis, Tetapi Juga Masalah Pembiayaan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mengacu data dan fakta, saat ini kanker menjadi salah satu momok global.
     
    Global Cancer Observatory (Globocan) mencatat pada tahun 2022 Indonesia mencatat lebih dari 408.661 kasus baru dengan 242.099 kematian akibat kanker.  

    Bahkan, jika tidak ada intervensi yang efektif, jumlah kasus ini diperkirakan meningkat 63 persen pada tahun 2040.
     
    Kepala Pusat Pembiayaan Kesehatan Kemenkes Ahmad Irsan A. Moeis, mengungkapkan persoalan kanker tidak saja berdampak secara medis, melainkan pula dari sisi pendanaan dan pembiayaan.

    Merujuk data Kemenkes, terdapat sedikitnya 6,3 juta orang berkunjung ke rumah sakit dengan diagnosis kanker. 

    “Jumlah itu baru yang didata dari kunjungan ke rumah sakit, dan pengguna JKN [Jaminan Kesehatan Nasional],” katanya dalam diskusi seputar penanganan kanker di Indonesia bertajuk “Critical Role of Private Insurance in Personalized Cancer Care Coverage”, pada Rabu (26/2/2025). Diskusi ini merupakan bagian rangkaian memperingati Hari Kanker Sedunia yang jatuh pada 4 Februari. 
     
    Persoalannya, dari total kunjungan tersebut saja, setidaknya menghabiskan anggaran JKN sekitar Rp13 triliun.  

    “Karena itu tantangan penanganan kanker tidak saja persoalan medis, tetapi juga masalah pembiayaan dan pendanaan,” tulis Menkes dalam sambutannya.

     
    Lebih jauh, pembiayaan kanker kian jadi penting, mengingat penanganan yang kompleks, serta belum terbiasanya masyarakat melakukan pemeriksaan.
     
    Hal ini terbukti dari statistik, terdapat 2 dari 3 penderita kanker, mengetahui diagnosis saat penyakit dalam stadium berat. Problemnya, penanganan kanker stadium berat itu membutuhkan berbagai terapi, mulai dari kemoterapi hingga imunoterapi.
     
    Tantangan ini juga yang membuat penanganan kanker menjadi tinggi. Budi berharap terdapat sinergi positif antar pemangku kepentingan dan kebijakan. “Mulai dari pelaku dan pelayanan kesehatan hingga penyedia asuransi, serta pembiayaan,” tutupnya.
     
    Dalam kesempatan yang sama, Presiden Direktur Tugure Teguh Budiman mengatakan kegiatan ini merupakan komitmen perusahaan melalui Tugure Academy untuk meningkatkan literasi maupun upaya berkontribusi terhadap industri asuransi.
     
    Tugure, kata Teguh, menilai penanganan kanker sangat mendesak dan membutuhkan kerja sama semua pihak. Pada kenyataan, lanjutnya, setiap individu yang mengidap kanker memiliki kebutuhan penanganan berbeda.
     
    “Sayangnya, keterlambatan diagnosis dan keterbatasan jaminan kesehatan masih menjadi kendala utama dalam meningkatkan kualitas hidup pasien,” tegasnya.
     
    Sebaliknya, Teguh menjelaskan meski saat ini masyarakat sudah banyak terbantu dengan program BPJS Kesehatan yang menjadi pondasi utama sistem kesehatan nasional, kasus kanker terus bertambah.
     
    “Banyaknya kasus kanker membutuhkan berbagai jenis terapi, seperti pengobatan inovatif seperti terapi target dan imunoterapi, peran asuransi kesehatan swasta menjadi semakin penting dalam memperluas akses terhadap terapi yang lebih efektif,” ungkap Teguh.
     
    Oleh karena itu, Teguh mengharapkan lewat diskusi ini bisa membuka berbagai bahasan tantangan sekaligus bisa mendapatkan solusi dari berbagai perspektif.
     
    “Harapannya, kami dapat mengkaji regulasi serta pembiayaan yang mendukung pengendalian kanker,” tutup Teguh.

    Para panelis diskusi antara lain Kepala Pusat Pembiayaan Kesehatan Ahmad Irsan A Moeis, Senior Vice President & Head Of Malaysia Re Mohammad Nizam Yahya, Dewan Pengurus Ketua Bidang IT Persatuan Underwriter Jiwa Indonesia (PERUJI) Sigit Adiwijaya, dan Ketua Umum Forum Komunikasi Klaim Asuransi Indonesia (FOKKAI) Hendro Sulistiyo.
     
    Selain itu, diskusi juga menghadirkan pakar dan akademisi yakni Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Abitani Barkah Taim, Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Hematologi Onkologi Medik RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Andhika Rahman. 
     
    Tidak hanya itu, diskusi turut dihadiri Perwakilan dari Cancer Information and Support Center Association (CISC) Aryanthi Baramuli Putri. Sedangkan dari industri farmasi diwakili Associate Director of Market Access and Policy PT Merck Sharp & Dohme Indonesia (MSD Indonesia) dr. Donda Hutagalung.

  • Industri Keluhkan Rencana Kemasan Rokok Polos, Identitas Produk Bakal Hilang – Page 3

    Industri Keluhkan Rencana Kemasan Rokok Polos, Identitas Produk Bakal Hilang – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pemerintah sedang menyusun aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek atau plain packaging dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Kebijakan ini dinilai telah memicu polemik dari berbagai pihak.

    Aturan plain packaging berencana untuk mengatur desain kemasan rokok secara seragam, termasuk ukuran, jenis huruf, warna, dan letak penulisan merek serta identitas produsen. Bahkan, jenis tulisan diharuskan menggunakan Arial dan warna kemasan rokok disamakan dengan kode warna Pantone 448C.

    Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi, menyatakan bahwa rencana aturan plain packaging ini akan menghilangkan semua bentuk identitas produk. “Ciri, warna, atau logo akan tampak sama semua,” keluhnya.

    Menurut Benny, aturan yang sedang digodok Kemenkes ini justru merujuk pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang digunakan banyak negara non-produsen dalam membuat regulasi kebijakan produk tembakau.

    Padahal, Indonesia tidak meratifikasi perjanjian internasional tersebut. “Penyeragaman kemasan rokok ini sebenarnya diperkirakan Kemenkes melihat (mengacu pada) FCTC yang tidak diratifikasi pemerintah Indonesia, maka ini tidak punya dasar,” tegasnya.

    Benny melanjutkan, sesuai dengan Putusan MK No. 71/PUU-XI/2013, produk tembakau adalah produk legal di Indonesia. Namun, pengaturan penyeragaman kemasan rokok (plain packaging) ini justru membuat produk tembakau tidak memiliki hak untuk berpromosi dan diiklankan, seperti produk ilegal.

    Kebijakan tersebut dinilai sebagai upaya menghilangkan identitas merek sekaligus merusak hak konsumen dalam menerima informasi yang tepat terkait produk serta kebebasan untuk memilih preferensinya.

    Benny pun memperingatkan Kemenkes tentang kemungkinan melanggar aturan yang lebih tinggi, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

    “Kebijakan ini akan merampas produsen atas merek dagangnya, hak cipta yang menjadi bagian dari kemasan tersebut, serta reputasi baik yang telah dibangun oleh produsen dan merek dagangnya selama puluhan tahun,” katanya.