Eksploitasi TKI Seni di Malaysia: 2 Majikan Ditangkap, Menteri P2MI Ungkap Proses Hukum
Tim Redaksi
PALANGKA RAYA, KOMPAS.com
– Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Mukhtarudin menyampaikan kondisi Seni, warga Desa Mergowati, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah yang menjadi korban eksploitasi berat saat bekerja di Malaysia.
Saat ini, TKI yang merantau di negeri jiran selama 20 tahun itu belum bisa pulang karena harus menyelesaikan
proses hukum
sebagai saksi. Sementara itu, dua majikannya sudah ditangkap.
Diberitakan sebelumnya, Seni diduga menjadi
korban eksploitasi
berat selama lebih dari 20 tahun sebagai pekerja rumah tangga di
Malaysia
.
Selama periode tersebut, Seni tidak mendapatkan gaji dan mengalami penganiayaan, sementara kabar mengenai keberadaannya sempat tidak jelas bagi keluarga dan tetangga.
Mukhtarudin menegaskan, kasus ini sudah dalam perlindungan pemerintah Indonesia. Selain itu, juga telah diproses hukum di Malaysia.
“Untuk yang kasus di Malaysia itu sudah dalam perlindungan kami, dalam perlindungan KBRI bersama dengan otoritas Malaysia, majikannya sudah ditangkap dua-duanya, dan sekarang proses hukum,” ujar Mukhtarudin saat diwawancarai awak media dalam kunjungan kerjanya di Poltekkes Kemenkes Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Kamis (27/11/2025).
Mukhtarudin menyebutkan bahwa yang bersangkutan masih diperiksa sebagai saksi, sehingga belum boleh pulang ke Indonesia.
Seni baru bisa dipulangkan setelah menyelesaikan proses hukum di Malaysia.
“Karena dia (Seni) sebagai saksi yang nanti mengungkap bahwa dia korban, dengan begitu jadi alat bukti untuk memperkuat tuduhan hukum kepada majikan yang bermasalah itu,” tuturnya.
Dia berjanji bahwa pemerintah RI akan mendampingi WNI tersebut sampai dengan proses hukum atas kasusnya selesai dan membawanya pulang dengan selamat.
“Setelah proses hukum selesai baru yang bersangkutan bisa pulang, kami akan dampingi, kami pulangkan, sampai ke rumahnya,” ucap dia.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi mengaku telah menghubungi Kedutaan Besar Indonesia untuk Malaysia untuk memastikan kondisi kesehatan dan perlindungan keamanan Seni.
“Saya sudah komunikasi dan koordinasi dengan Dubes. Saya cek, pendampingan hukum sudah diberikan untuk Bu Seni. Sekarang dalam perlindungan Kedutaan,” kata Luthfi dalam keterangan tertulis, Rabu (26/11/2025).
Berdasarkan hasil komunikasi, yang bersangkutan dalam kondisi aman, sehat, dan dalam pengawasan Kedutaan.
Untuk itu, ia berharap agar keluarga menjadi lebih tenang. “Pemprov Jawa Tengah akan mengupayakan pemulangannya secara cepat, berikut berkoordinasi dengan Kementerian
Perlindungan Pekerja Migran
Indonesia,” lanjutnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kemenkes
-
/data/photo/2025/11/27/69284f707e1cd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Eksploitasi TKI Seni di Malaysia: 2 Majikan Ditangkap, Menteri P2MI Ungkap Proses Hukum Regional 27 November 2025
-

Kemenkes Ungkap 4 Hasil Investigasi Bumil-Calon Bayinya Meninggal usai Ditolak 4 RS
Jakarta –
Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes RI Azhar Jaya mengungkap hasil investigasi kematian ibu hamil dan calon bayinya pasca ditolak empat RS di Papua. Sedikitnya ada empat penyebab di balik kejadian tersebut termasuk kelangkaan dokter spesialis.
Ibu tersebut tidak bisa ditangani karena satu dokter spesialis obgyn tengah menjalani seminar. Sementara dokter lainnya tengah menjalani pendidikan.
Kondisinya saat itu hanya tersedia bidan, sementara ibu Irene membutuhkan persalinan caesar karena indikasi kekhawatiran komplikasi jika persalinan normal, lantaran ukuran bayi relatif besar.
Persoalan lain yang ditemukan di rumah sakit lain, adalah minimnya sarana dan prasarana.
“Ada empat ruangan operasi, di RS Adipura, semuanya sedang direnovasi, jadi ini jelas tidak bisa dilakukan operasi,” bebernya.
Aco kemudian melaporkan dugaan salah satu pelanggaran yang dilakukan RS saat menolak menangani ibu Irene, padahal termasuk pasien gawat darurat.
RS Bhayangkara menolak ibu Irene lantaran kelas 3 BPJS Kesehatan penuh, sehingga diarahkan ke VIP dengan mengurus administrasi terlebih dahulu sebelum ditangani, yakni membayar Rp 4 juta.
“Di mana seharusnya pasien dalam keadaan emergency tidak boleh lagi dilakukan administrasi dahulu, tetap harus ditolong dulu,” sorotnya.
Pihak terkait dipastikan bisa diberikan sanksi sesuai dengan amanah Undang Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
(naf/naf)
-

Ngilu! Dokter Temukan 120 Benda Asing di Perut Pasien, Ada Pisau-Gunting
Jakarta –
Dokter di China menemukan 120 benda asing dalam perut seorang pasien yang datang ke rumah sakit. Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Annals of Medicine and Surgery, mengungkapkan seorang pria 39 tahun datang ke Tangshan Gongren Hospital mengeluhkan perut yang membesar tinja berwarna hitam selama satu minggu.
Ketika sampai rumah sakit, tanda vitalnya stabil. Pemeriksaan darah menunjukkan hasil normal kecuali sedikit peningkatan jumlah sel darah putih.
“Foto polos abdomen menunjukkan banyak benda asing buram (opaque) di dalam lambung pasien. Meskipun pasien menunjukkan gejala berbicara sendiri, tidak ditemukan adanya perforasi saluran cerna,” tulis dokter dalam jurnal tersebut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pasien itu telah didiagnosis skizofrenia selama 8 tahun dan sempat menjalani perawatan. Namun, 5 tahun yang lalu ia menghentikan perawatannya atas permintaan sang ibu.
Temuan benda asing dalam perut pasien. Foto: Annals of Medicine and Surgery
Semenjak saat itu, ia mulai memiliki kebiasaan makan benda tidak wajar.
Melihat temuan tersebut, dokter melakukan penanganan psikiatri terlebih dulu sembari melakukan pemantauan tanda vital. Pasien dirawat selama 2 minggu untuk pemantauan ketat.
Setelah ada perbaikan signifikan pada gejala mentalnya, proses operasi akhirnya dilakukan. Pada saat itulah, dokter menemukan total 120 benda asing dalam tubuhnya, yang kebanyakan berupa logam.
“Prosedur pembedahan menunjukkan adanya dilatasi lambung, namun tidak ditemukan tumor atau perlengketan. Secara total, lebih dari 120 benda asing, termasuk kunci, paku, batang besi, jarum, pemotong kuku, pisau kecil, dan sendok kuping, berhasil dikeluarkan dari lambung pasien,” sambung dokter.
Operasi berjalan dengan baik. Pasien kemudian dipindahkan ke bangsal bedah dalam kondisi stabil dan diberi antibiotik.
Pasien akhirnya dipulangkan setelah menjalani perawatan selama 6 hari. Ia juga dirujuk ke departemen psikiatri untuk evaluasi lebih lanjut.
“Ia melaporkan merasa lebih baik dan tidak mengalami nyeri atau ketidaknyamanan perut lagi. CT scan ulang menunjukkan bahwa perut pasien sudah bersih dari benda asing. Ia dianjurkan untuk terus mengonsumsi obat antipsikotik dan melakukan kontrol rutin dengan penyedia layanan kesehatan jiwa untuk evaluasi lanjutan,” tandasnya.
Halaman 2 dari 2
Simak Video “Video: Puan Desak Kemenkes Evaluasi RS Buntut Kematian Ibu Hamil di Papua”
[Gambas:Video 20detik]
(avk/suc) -

Menkes Ungkap Cara Simpel Cegah Gula Darah Melonjak Meski Porsi Makan Banyak
Jakarta –
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membagikan cara simpel agar tetap menikmati makanan dengan porsi cukup tanpa memicu gula darah melonjak drastis. Menkes menyoroti pentingnya urutan menyantap makanan terhadap respons glukosa tubuh.
Budi mencontohkan konsep hidangan yang lazim ditemukan di restoran, yakni appetizer, main course, dan dessert. Menurutnya, susunan tersebut bukan hanya soal estetika penyajian, tetapi juga berkaitan dengan cara tubuh merespons makanan.
“Saya mau kasih tips biar kita makannya tetap enak, lumayan banyak, tapi gula darahnya tidak naik melesat,” jelas Budi dalam akun Instagram pribadinya, Rabu (26/11/2025).
Dimulai dari Sayuran
Budi menceritakan pengalamannya menggunakan alat pemantau glukosa yang ditempel di kulit. Dari situ, ia menemukan kadar gula darah meningkat lebih cepat jika langsung memilih main course.
“Makanya mulainya harus appetizer dulu, dan usahakan appetizer-nya itu sayur-sayuran,” katanya.
Menurutnya, konsumsi serat di awal dapat membantu memperlambat penyerapan glukosa. Setelah sayuran, barulah seseorang dianjurkan menyantap sumber protein.
Setelah sayur dan protein, barulah mengonsumsi makanan karbohidrat. Dessert atau hidangan penutup diletakkan paling akhir.
“Nah kalau urutan disesuaikan seperti ini, gula darah kita pasti jauh di bawah, dibandingkan kita langsung makan main course,” beber Budi.
Budi menekankan pengaturan urutan makan ini dapat menjadi langkah sederhana untuk membantu masyarakat menjaga kadar gula darah, terutama di tengah tingginya prevalensi diabetes di Indonesia.
Meski begitu, ia tetap mengingatkan pola makan seimbang, aktivitas fisik, dan pemantauan kesehatan secara berkala tetap diperlukan, terutama bagi mereka yang memiliki faktor risiko atau sudah terdiagnosis diabetes. Pemilihan penyajian makanan juga tak kalah penting dengan memperbanyak makanan yang diolah dengan cara dikukus dan direbus.
(naf/naf)
-

Fakta-fakta ‘Flu Babi’ H1pdm09, Tewaskan 5 Anak di Riau
Jakarta –
Kementerian Kesehatan RI melaporkan lima anak meninggal dunia akibat infeksi Influenza A/H1pdm09, yang sebelumnya dikenal sebagai flu babi, serta Haemophilus influenzae. Kasus tersebut terjadi di Dusun Datai, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Hasil penyelidikan epidemiologi menunjukkan minimnya fasilitas kesehatan dasar di wilayah tersebut. Dusun Datai tidak memiliki MCK, tidak ada tempat pembuangan sampah, ventilasi rumah buruk, dan aktivitas memasak dengan kayu bakar dilakukan di ruangan yang sama dengan tempat tidur. Kondisi ini meningkatkan risiko penularan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), terutama pada anak-anak.
Selain masalah lingkungan, ditemukan pula banyak warga dengan gizi kurang dan cakupan imunisasi dasar yang rendah.
Hasil laboratorium menunjukkan adanya kombinasi infeksi Influenza A/H1pdm09, pertusis, adenovirus, dan bocavirus. Temuan ini memperkuat analisis bahwa status gizi dan rendahnya kekebalan tubuh membuat warga rentan terhadap penyakit.
Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan, Sumarjaya, menyampaikan bahwa kondisi lingkungan di Dusun Datai menjadi penyebab penyakit mudah menyebar.
“Kami menemukan rumah padat, ventilasi minim, nyamuk banyak, dan warga hidup dalam paparan asap kayu bakar setiap hari. Situasi seperti ini membuat penyakit pernapasan lebih mudah menular, terutama pada balita,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa krisis ISPA ini bukan sekadar persoalan medis, tetapi terkait erat dengan sanitasi, perilaku hidup, dan akses layanan kesehatan.
“Jika kondisi sanitasi, gizi, dan kebiasaan sehari-hari tidak diperbaiki, penularan akan terus berulang,” kata Sumarjaya.
Wanti-wanti Kemenkes RI
Untuk merespons kondisi tersebut, Kemenkes bersama pemerintah daerah melakukan pengobatan massal, memperkuat intervensi gizi, dan memberikan perhatian khusus kepada balita dan ibu hamil melalui pemberian makanan tambahan (PMT), vitamin, dan pemantauan kesehatan. Edukasi terkait etika batuk, penggunaan masker, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) juga diperluas.
Tim kesehatan juga melakukan pengambilan sampel tambahan untuk memastikan tidak ada patogen lain yang beredar, mengingat variasi gejala dan temuan multipatogen sebelumnya.
Sebagai langkah jangka panjang, Kemenkes bersama pemerintah daerah mulai menyusun perbaikan lingkungan, termasuk pembuatan tempat pembuangan sampah, kerja bakti pembersihan area rawan nyamuk, hingga pemisahan area memasak dan area tidur di rumah warga. Media KIE untuk sekolah terpencil juga disiapkan untuk edukasi berkelanjutan.
Apa Itu ‘Flu Babi’?
Dikutip dari Cleveland Clinic, flu babi atau swine flu (H1N1) adalah infeksi yang disebabkan oleh salah satu jenis virus influenza. Disebut ‘flu babi’ atau swine flu karena virus ini mirip dengan virus flu yang menginfeksi babi. Pada babi, virus ini menyebabkan penyakit pernapasan yang menyerang paru-paru. Flu babi (H1N1) pada manusia juga merupakan infeksi saluran pernapasan.
Pada April 2009, para peneliti menemukan strain baru virus H1N1. Virus ini pertama kali terdeteksi di Amerika Serikat. Dalam waktu singkat, virus tersebut menyebar dengan cepat ke seluruh AS dan ke berbagai negara di dunia karena merupakan tipe virus flu yang benar-benar baru.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) setelah menghadapi tekanan dari para produsen industri daging dan sejumlah pemerintah yang khawatir, pada hari Kamis (30/4/2009) menyatakan bahwa mereka akan menyebut strain virus baru yang mematikan itu sebagai influenza A (H1N1), bukan swine flu.
“Mulai hari ini, WHO akan menyebut virus influenza baru ini sebagai ‘influenza A (H1N1)’,” tulis WHO di situs resminya, dikutip berita Reuters 2009.
Dikutip dari WHO, sebelum pandemi H1N1 pada tahun 2009, virus influenza A (H1N1) ini belum pernah diidentifikasi sebagai penyebab infeksi pada manusia. Analisis genetik menunjukkan virus tersebut berasal dari virus influenza hewan dan tidak berkaitan dengan virus influenza musiman H1N1 yang sudah beredar di masyarakat sejak tahun 1977.
Setelah laporan awal mengenai wabah influenza di Amerika Utara pada April 2009, virus influenza baru ini menyebar dengan sangat cepat ke seluruh dunia. Ketika WHO menetapkan status pandemi pada Juni 2009, sebanyak 74 negara dan wilayah telah melaporkan infeksi yang terkonfirmasi melalui laboratorium.
Berbeda dari pola flu musiman pada umumnya, virus baru ini menyebabkan lonjakan kasus yang tinggi selama musim panas di belahan Bumi utara, dan bahkan lebih tinggi lagi saat memasuki cuaca yang lebih dingin. Virus tersebut juga menimbulkan pola kesakitan dan kematian yang tidak biasa untuk infeksi influenza.
WHO kemudian menyatakan pandemi telah berakhir pada Agustus 2010. Namun, H1N1 tetap dapat menginfeksi dan menulari orang. Saat ini H1N1 menjadi salah satu virus flu musiman yang masih dapat menyebabkan penyakit, rawat inap, bahkan kematian.
Senada, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan H1N1pdm09 adalah virus penyebab pandemi 2009 dan menjadi pandemi pertama yang dinyatakan WHO setelah pemberlakuan International Health Regulations (IHR) 2005.
“Awalnya disebut swine flu atau flu babi, tetapi kemudian diketahui penularannya tidak terbatas, sehingga istilah flu babi sebaiknya tidak digunakan lagi,” beber Prof Tjandra kepada detikcom Selasa (26/11/2025).
Ia menambahkan, sebagian besar virus H1N1 yang beredar saat ini merupakan H1N1pdm09 dan sudah tergolong influenza musiman. Selain itu, virus H3N2 juga tengah memicu peningkatan kasus flu di berbagai negara.
Mengapa ‘ Flu Babi’ Bisa Picu Kematian?
Dihubungi terpisah, Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, menjelaskan virus tersebut kini telah berubah menjadi bagian dari influenza musiman dan terus bersirkulasi secara global. Aktivitas influenza, kata Dicky, berubah-ubah setiap musim sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara rutin memantau pergerakannya dan menentukan komposisi vaksin flu tahunan. H1N1 sendiri sering masuk dalam komposisi vaksin.
Adapun infeksi ini dapat berujung fatal karena dipengaruhi oleh faktor host, yaitu kondisi tubuh anak. Menurut Dicky, anak kecil memiliki sistem imun yang masih berkembang. Bila disertai malnutrisi atau imunisasi yang tidak lengkap, kerentanan mereka terhadap infeksi berat akan semakin meningkat.
Faktor lingkungan juga berperan besar, seperti paparan asap kayu bakar, ventilasi rumah yang buruk, kepadatan hunian, hingga sanitasi yang tidak memadai.
“Ini kalau di epidemiologi itu ya faktor host, faktor agentnya, faktor lingkungan. Dan terutama ada koinfeksi bakteri atau virus yang meningkatkan risiko pneumonia berat dan kematian,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Rabu (26/11/2025).
“Nah ini yang laporan lapangan kan menunjukkan kombinasi faktor risiko ini. Selain itu pada anak kecil cadangan fisiologisnya rendah sehingga cepat sekali dekompensasi,” lanjutnya.
Sementara itu, Dicky juga menjelaskan gejala yang perlu diwaspadai pada kasus influenza meliputi demam mendadak, batuk, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan rasa lemas.
Pada anak-anak, gejala tambahan seperti mual dan muntah dapat muncul. Pada bayi dan balita, tanda-tandanya kadang tidak khas, tetapi dapat terlihat dari menurunnya nafsu makan, menjadi lebih rewel, atau munculnya gejala sesak napas.
“Dan komplikasi yang menyebabkan kematian pada anak biasanya adalah Pneumonia Virus Primer atau Super Infeksi Bakteri, misalnya Streptococcus Pneumonia ataupun Haemophilus Influenza yang Non-typeable (NTHi),” tuturnya.
Halaman 2 dari 4
(suc/up)
-

Video: Kemenkes Ubah Rujukan RS Berlaku di 2026, Begini Skemanya
Video: Kemenkes Ubah Rujukan RS Berlaku di 2026, Begini Skemanya
-

Komisi IX DPR Minta 4 RS Tolak Ibu Hamil sampai Meninggal di Papua Disanksi
Jakarta –
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris mengaku prihatin atas peristiwa yang terjadi pada ibu hamil, Irene Sokoy dan bayi dalam kandungannya meninggal usai ditolak 4 rumah sakit (RS) di Jayapura, Papua. Charles meminta 4 RS tersebut untuk diberi sanksi.
Hal itu disampaikan Charles dalam rapat panja bersama Dirjen SDM Kesehatan Kemenkes, Direktur Pelayanan BPJS, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/11/2025). Charles mengatakan peristiwa yang terjadi pada Irene dan bayinya merupakan gambaran layanan kesehatan yang masih tidak merata.
“Kalau kita melihat kejadian yang menimpa ibu Irene Sokoy di Papua yang meninggal dalam kondisi hamil ditolak untuk bisa berobat di 4 RS, ini adalah gambaran yang sangat akurat menurut saya, gambaran yang akurat betapa layanan kesehatan untuk rakyat masih jauh dari kata merata masih ada ketimpangan khususnya di wilayah-wilayah 3T,” kata Charles.
Dia mengaku miris isu tersebut muncul usai ramai di media sosial. Dia lantas menyinggung kebijakan pemerintah kerap reaktif terhadap isu yang viral di media sosial.
“Harapan saya tentunya dengan kejadian yang menimpa Ibu Irene dan anaknya yang masih dalam kandungan, kebijakan yang akan dijalankan bukan hanya sekedar kebijakan reaktif, tetapi termasuk kehadiran kita di sini, kita ingin membangun atau mendorong kebijakan komprehensif, yang tujuannya telah membangun sistem, sehingga kedepan tidak ada lagi kejadian-kejadian Ibu Irene di kemudian hari,” paparnya.
Charles lantas mempertanyakan kebijakan yang akan dilakukan Kemenkes dalam waktu dekat di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) agar kasus serupa tak terulang kembali. Khususnya, kata dia, dalam ketersediaan tenaga kesehatan untuk membantu persalinan.
“Kita gak usah lagi bicara rasio, karena kalau bicara rasio kita taulah, rasio dokter spesialis itu jauh dari cukup, tetapi anak atau ibu hamil yang mau melahirkan itu tidak bisa menunggu,” ujarnya.
“Mencetak dokter spesialis mungkin butuh 3 tahun, tapi ibu yang mengandung dan mau melahirkan itu setiap hari pasti ada, setiap beberapa menit mungkin ada, jadi apa nih dalam waktu dekat yang dilakukan Kemenkes untuk bisa mencarikan solusi agar ibu-ibu hamil atau pasien yang membutuhkan layanan spesialis khususnya di wilayah 3T bisa ditangani dengan baik,” sambung dia.
Charles menekankan kebijakan yang dikeluarkan bukan hanya solusi sementara, namun harus bersifat jangka panjang dan adanya perbaikan sistemik.
“Undang-undangnya kan jelas kita bahas di sini, kita yang buat, rumah sakit, faskes tidak boleh menolak pasien apabila dalam keadaan emergency, jadi ke depan seperti apa sanksinya, ada nggak untuk empat rumah sakit tersebut?” ujar Charles.
Lebih lanjut, Charles juga mempertanyakan layanan BPJS dalam kasus Irene tersebut. Dia mengatakan BPJS harus melakukan evaluasi pelayanan agar kejadian serupa tak terulang.
“Informasinya pasien Irene ditolak karena ada status kepesertaan juga, bagaimana BPJS memastikan status peserta tidak lagi menjadi penghalang akses layanan, termasuk dari evaluasi BPJS, kasus ini seperti apa? Apa yang terjadi? Dan apa yang akan dilakukan di kemudian hari?” tanya Charles.
“Jadi sekali lagi menurut saya kejadian Ibu Irene ini menggambarkan bahwa masih ada kelalaian, negara lalai. Jadi ke depan harapan saya, apalagi adanya panja ini kita bisa menghadirkan solusi yang komprehensif,” imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen SDM Kesehatan Kemenkes Yuli Farianti mengatakan, saat ini tenaga kesehatan di rumah sakit memang masih mengalami kekurangan. Yuli mengatakan pihaknya, telah mengirimkan rekomendasi kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kemenpan-RB terkait penerimaan ASN.
“Barang kali ini pak Charles, gak mungkin dalam waktu 10 menit kita bisa mencari solusi yang terbaik, saya sebenarnya sudah ada beberapa rekomendasi, apa yang perlu kita ke BKN, MenPAN-RB,” ujarnya.
Yuli mengatakan ASN di rumah sakit saat ini masih cukup minim. Dia mengatakan banyak dokter yang gagal lolos saat mengikuti ujian calon ASN.
“Mohon maaf bapak, saat ini yang diterima ASN itu cuma 2,6% yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan kita yang lainnya,” jelas Yuli.
“Sorry banyak dokter spesialis yang sudah maju menjadi calon PNS, pada saat tes TKD atau kompetensi dasar tidak ada yang lulus bahkan ada yang melamar itu nol, itu adalah hal-hal yang memang ini juga saya sedang jajaki bersama,” sambungnya.
Sementara itu, Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati mengatakan berdasarkan laporan yang diterimanya, permasalahan utama yang terjadi pada kasus Irene ialah tidak tersedianya dokter serta keterbatasan ruangan perawatan, termasuk fasilitas penting seperti Pediatric Intensive Care Unit (PICU). Dia menjelaskan sejak terbitnya Perpres Nomor 59 Tahun 2024, BPJS Kesehatan memiliki mekanisme evaluasi berbasis kelas terhadap rumah sakit.
“Kalau rumah sakit tidak menyediakan fasilitas yang sesuai, kita berdasarkan review kelas pak, bisa kita bayar satu tingkat lebih rendah,” ujarnya.
Sedangkan, kata dia, persoalan pada rumah sakit terakhir ialah ruangan kelas yang penuh. Dia mengatakan dalam aturan yang ada, seharusnya jika ruangan kelas penuh maka pasien dapat dititip pada kelas di atasnya.
“Kemudian RS terakhir, kan seharusnya dia PBI (penerima bantuan iuran) kelas 3, di dalam regulasi yang ada, sebetulnya kalau kelas sesuai kelasnya penuh, peserta dapat dititipkan di kelas atasnya tanpa dipungut biaya, harusnya seperti itu, itu sudah ada aturannya,” tuturnya.
“Maka kami yang mendorong masyarakat juga memperkuat untuk mengadukan, apabila ada hal-hal yang tidak sesuai tadi untuk segera diadukan kepada kami agar segera ditindaklanjuti,” imbuh dia.
Halaman 2 dari 2
(amw/wnv)
-
/data/photo/2025/04/09/67f6678787260.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
BPJS Kesehatan: 454 Puskesmas Tidak Punya Dokter Umum, 2.735 Tak Punya Dokter Gigi Nasional 26 November 2025
BPJS Kesehatan: 454 Puskesmas Tidak Punya Dokter Umum, 2.735 Tak Punya Dokter Gigi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Lily Kresnowati mengungkapkan, sebanyak 454 pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) di Indonesia tidak memiliki dokter umum. Selain itu, 26,98 persen atau 2.735 puskesmas di Indonesia tidak memiliki dokter gigi.
Data tersebut disampaikan Lily dalam rapat panitia kerja (Panja) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan Komisi IX DPR, Rabu (26/11/2025).
“454
Puskesmas
tidak memiliki
dokter umum
, sementara 2.735 Puskesmas tidak memiliki
dokter gigi
. Kekurangan dokter gigi disebut sebagai salah satu persoalan paling menonjol dalam penguatan layanan primer,” ujar Lily.
Selain itu, terdapat 3,63 persen atau 241 klinik pratama yang hanya memiliki satu dokter umum. Kemudian, 17,84 persen atau 1.183 klinik pratama tidak tersedia dokter gigi.
Lily mengatakan, data tersebut menunjukkan tidak meratanya dokter maupun tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
“Jadi secara umum memang ketersediaan dokter gigi masih dirasakan kurang,” ujar Lily.
Oleh karena itu,
BPJS Kesehatan
melakukan lima upaya untuk menguatkan fasilitas kesehatan yang tersebar di wilayah Indonesia.
Pertama, koordinasi dengan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk pemenuhan sarana, prasarana, dan tenaga kesehatan, khususnya puskesmas.
Kedua, advokasi pemerintah daerah untuk menambah jumlah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) di daerah terpencil dan kepulauan.
“(Ketiga) Koordinasi dengan organisasi profesi dan asosiasi fasles untuk peningkatan kompetensi tenaga kesehatan, khususnya dokter,” ujar Lily.
Keempat, penyesuaian kredensialing/rekredensialing sesuai dengan regulasi yang terbaru. Terakhir, peningkatan promotiv preventif di FKTP.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin menyebut bahwa Indonesia masih kekurangan sumber daya manusia (SDM) kesehatan, terutama untuk posisi dokter gigi dan dokter spesialis.
“Kekurangan terbesar masih terjadi untuk dokter gigi dan dokter-dokter spesialis di seluruh fasilitas kesehatan ini,” ujar Budi dalam sambutannya ketika menjadi pembina upacara pada Peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-61 yang digelar di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Rabu (12/11/2025).
Budi mengatakan, jumlah tenaga kesehatan di setiap puskesmas di Indonesia belum mencukupi dan distribusinya juga belum merata.
“(Baru) 61 persen puskesmas yang memiliki jenis tenaga kesehatan sesuai standar dan 74 persen RSUD telah dilengkapi dengan tujuh dokter spesialis dasar,” ujar Budi.
Kata Menkes, Presiden Prabowo Subianto menargetkan sebanyak 500 pembangunan rumah sakit penyelenggara pendidikan utama (dokter spesialis) di seluruh kabupaten/kota.
“Ditargetkan Bapak Presiden 500 di seluruh kabupaten/kota di seluruh Indonesia agar memudahkan dan memurahkan akses pendidikan untuk menjadi dokter spesialis yang sangat kurang untuk mengisi kebutuhan rumah sakit-rumah sakit di seluruh pelosok Indonesia,” ujar Budi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Video: Menkes Sentil Fasilitas Kesehatan RI, Soroti Warga Pilih Berobat ke LN
Video: Menkes Sentil Fasilitas Kesehatan RI, Soroti Warga Pilih Berobat ke LN
-

5 Anak Meninggal di Riau Kena ‘Flu Babi’, Ini Kata Pakar soal Penularan-Pencegahannya
Jakarta –
Kementerian Kesehatan RI melaporkan lonjakan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Dusun Datai, Kecamatan Batang Gansal, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Berdasarkan data hingga 23 November 2025, sebanyak 224 warga mengalami gangguan pernapasan. Seluruh pasien kini dilaporkan dalam kondisi membaik.
Namun, Kemenkes menyebut terdapat lima kasus kematian pada anak. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kelima anak tersebut positif terinfeksi Influenza A/H1pdm09 serta Haemophilus influenzae. Virus H1pdm09 merupakan jenis influenza yang pernah memicu wabah global pada 2009 dan sebelumnya dikenal sebagai flu babi.
Menanggapi temuan tersebut, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, menjelaskan H1N1pdm09 adalah virus penyebab pandemi 2009 dan menjadi pandemi pertama yang dinyatakan WHO setelah pemberlakuan International Health Regulations (IHR) 2005.
“Awalnya disebut swine flu atau flu babi, tetapi kemudian diketahui penularannya tidak terbatas, sehingga istilah flu babi sebaiknya tidak digunakan lagi,” beber Prof Tjandra kepada detikcom Selasa (26/11/2025).
Ia menambahkan, sebagian besar virus H1N1 yang beredar saat ini merupakan H1N1pdm09 dan sudah tergolong influenza musiman. Selain itu, virus H3N2 juga tengah memicu peningkatan kasus flu di berbagai negara.
Prof Tjandra menjelaskan langkah pengendalian H1N1pdm09 mencakup tiga hal utama. Pertama, pencegahan melalui pola hidup sehat, menjaga daya tahan tubuh, etika batuk, dan penggunaan masker bagi yang sakit.
Kedua, pencegahan melalui vaksinasi influenza. Ketiga, pemberian obat antivirus pada pasien dengan gejala berat karena sebagian besar kasus bersifat ringan.
Ia juga menekankan perlunya kewaspadaan bersama.
“Dunia, termasuk kita, harus terus memantau berbagai strain virus influenza untuk melihat kecenderungan, peningkatan kasus, maupun potensi wabah,” ujarnya.
Hingga kini, investigasi epidemiologis di wilayah terdampak masih berlangsung, termasuk penelusuran faktor risiko, pola penularan, dan upaya pencegahan lanjutan. Kemenkes mengimbau masyarakat tetap waspada terhadap gejala gangguan pernapasan, khususnya pada anak.
Halaman 2 dari 2
Simak Video “Video: Pemerintah Akan Bikin Satgas Penanganan Demam Babi Afrika”
[Gambas:Video 20detik]
(naf/naf)