Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Kemenkes Minta Surat Tanda Registrasi Dokter PPDS Unpad Pelaku Kekerasan Seksual Dicabut – Halaman all

    Kemenkes Minta Surat Tanda Registrasi Dokter PPDS Unpad Pelaku Kekerasan Seksual Dicabut – Halaman all

    Kemenkes Minta STR Dokter PPDS Pelaku Kekerasan Seksual Dicabut

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan keprihatinan dan penyesalan atas kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang dokter peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad).

    Dokter berinisial PAP tersebut tercatat sebagai peserta Program Studi Anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung.

    “Kemenkes merasa prihatin dan menyesalkan adanya kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dr PAP, peserta didik PPDS Universitas Padjadjaran Program Studi Anestesi di Rumah Sakit Pendidikan Hasan Sadikin Bandung,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman, dalam keterangan tertulis, Rabu (9/4/2025).

    Saat ini, dr PAP telah diproses secara hukum oleh Kepolisian Daerah Jawa Barat. 

    Kemenkes pun menyatakan dukungannya terhadap proses hukum yang tengah berjalan.

    Sebagai langkah tegas awal, Kemenkes telah meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) milik dr PAP.

    “Pencabutan STR akan otomatis membatalkan Surat Izin Praktik (SIP) dr PAP,” kata Aji.

    Seperti diketahui, seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Unpad diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang anggota keluarga pasien.

    Modusnya, pelaku memberikan obat bius yang membuat korban tidak sadarkan diri.

    Kejadian itu berlangsung di area Rumah Sakit Hasan Sadikin atau RSHS Bandung.

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, mengungkapkan bahwa pelaku telah resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelecehan seksual.

    “Jadi, tidak benar bila tersangka tidak kami tahan. Kasus ini ada laporan pada 18 Maret 2025, dengan lokasi kejadian di Gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung,” ungkap Hendra, Rabu (9/4/2025).

    Menurut Hendra, pelaku merupakan seorang dokter pelajar dari Universitas Padjadjaran (Unpad) yang tengah menjalani pendidikan spesialis anestesi di RSHS Bandung.

    Pelaku menggunakan modus pengecekan darah terhadap korban berinisial FH (21), anak dari salah satu pasien yang tengah dirawat di rumah sakit tersebut.

    “Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS. Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang sempat disuntikan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu,” kata Hendra.

    Kronologi Kejadian

    Kombes Hendra menjelaskan bahwa kejadian berlangsung pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB.

    Saat itu, pelaku meminta korban untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7. 

    Pelaku bahkan meminta korban untuk tidak ditemani adiknya.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” jelas Hendra.

    Setelah itu, pelaku menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya. 

    Beberapa menit kemudian, korban mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB. Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” lanjutnya.

    Tersangka dan Barang Bukti

    Berdasarkan data dari KTP, pelaku diketahui beralamat di Kota Pontianak namun saat ini tinggal di Kota Bandung. 

    Sementara itu, korban merupakan warga Kota Bandung.

    “Kami juga sudah meminta keterangan dari para saksi dan nantinya akan melibatkan keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini,” ujar Hendra.

    Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari lokasi kejadian, termasuk dua buah infus fullset, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Pelaku dijerat dengan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” tegas Hendra.

  • Unpad Keluarkan Dokter Pelaku Pelecehan Seksual di RSHS Bandung dari Program PPDS – Halaman all

    Unpad Keluarkan Dokter Pelaku Pelecehan Seksual di RSHS Bandung dari Program PPDS – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Universitas Padjadjaran (Unpad) tegas menyikapi pelecehan seksual di Rumah Sakit Hasan Sadikin atau RSHS Bandung.

    Unpad mengeluarkan dokter terduga pelaku dari program PPDS.

    Sebelumnya, informasi pelecehan seksual itu ramai di media sosial.

    “Karena terduga merupakan PPDS yang dititipkan di RSHS dan bukan karyawan RSHS, maka penindakan tegas sudah dilakukan oleh Unpad dengan memberhentikan yang bersangkutan dari program PPDS,” tulis keterangan resmi yang diterima Tribunnews.com, Rabu (9/4/2025).

    Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung telah menerima laporan kekerasan seksual itu.

    Disampaikan bahwa pelecehan seksual kepada keluarga pasien itu terjadi pada pertengahan Maret 2025 di area rumah sakit.

    Sebelumnya Direktur Jenderal (Dirjen) Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Azhar Jaya menegaskan, bahwa seluruh kekerasan berupa fisik hingga seksual tidak boleh terjadi di lingkungan pendidikan kedokteran.

    Karenanya, Kemenkes telah memberikan sanksi tegas kepada pelaku berupa larangan seumur hidup kepada bersangkutan untuk kembali melanjutkan residen di RSHS Bandung seumur hidup.

    “Kami sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad. Soal hukuman selanjutnya, maka menjadi wewenang FK Unpad,” tutur Azhar kepada wartawan, Rabu (9/4/2025).

    Diketahui, terduga pelaku memanfaatkan ketidaktahuan korban pada prosedur medis. Pelaku memberikan obat penenang hingga korban tak sadarkan diri.

    Korban lalu sadar 4-5 jam setelah diberikan obat dan merasakan sakit di area kemaluan.

     

  • Dokter Peserta PPDS Unpad Diduga Pelaku Pelecehan Seksual di RSHS Bandung, Kemenkes Angkat Bicara

    Dokter Peserta PPDS Unpad Diduga Pelaku Pelecehan Seksual di RSHS Bandung, Kemenkes Angkat Bicara

    PIKIRAN RAKYAT – Seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjajaran (Unpad) diduga melakukan pelecehan seksual di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Kementerian Kesehatan (Kemenses) angkat bicara soal dugaan pelecehan seksual di RSHS Bandung pada korban yang merupakan penunggu seorang pasien.

    Kasus ini ditanggapi Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Azhar Jaya di Jakarta pada Rabu, 9 April 2025.

    “Kita sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad,” ucap Azhar seperti dikutip dari Antara.

    Hukuman Wewenang FK Unpad)

    Menurutnya, Unpad dan RSHS Bandung menerima laporan kekerasan seksual pada seorang anggota keluarga pasien, yang terjadi pertengahan Maret 2025 di area rumah sakit.

    “Soal hukuman selanjutnya menjadi wewenang Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran,” lanjut Azhar.

    Ia mengaku, Unpad dan RSHS Bandung mengecam keras segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pelayanan kesehatan dan akademik serta mengambil sejumlah langkah.

    Beberapa langkah tersebut menurutnya yakni pendampingan korban dalam proses pelaporan ke Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar).

    Selain itu, komitmen melindungi privasi korban dan keluarga, serta pemberhentian terduga pelaku dari PPDS.

    Pelaku Sudah Ditangkap Polisi

    Sebelumnya, media massa memberitakan Polda Jabar sudah menangkap pelaku pelecehan seksual di RSHS Bandung sebelum Lebaran 2025.

    Namun, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Pol Surawan belum menjelaskan detail soal kasus ini, tapi akan merilis secara lebih lanjut.

    Pihaknya mengaku seluruh proses telah berlangsung secara lengkap serta menemukan sejumlah barang bukti seperti obat bius dan kondom.

    Sebagai informasi, kasus ini ramai usai terdapat korban yang menceritakan peristiwa yang dialaminya di media sosial.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Ini Sanksi Berat Dokter Residen Anestesi Unpad, Pelaku Pemerkosa Penunggu Pasien

    Ini Sanksi Berat Dokter Residen Anestesi Unpad, Pelaku Pemerkosa Penunggu Pasien

    PIKIRAN RAKYAT – Kasus dugaan pemerkosaan yang melibatkan seorang dokter residen anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) terhadap seorang pendamping pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung terus bergulir.

    Perkembangan signifikan terjadi dengan penahanan terduga pelaku, pemecatan dari program studi, hingga respons tegas dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

    Diberitakan Pikiran-Rakyat.com sebelumnya, dugaan tindak pidana asusila ini mencuat melalui viralnya informasi di media sosial dan pesan berantai, yang mengindikasikan adanya kekerasan seksual dengan menggunakan obat bius terhadap seorang wanita, anak dari pasien yang tengah dirawat di ICU RSHS.

    Kronologi yang terungkap menggambarkan rangkaian kejadian yang bermula dari tawaran cross match darah hingga dugaan pemberian obat penenang dan pemerkosaan di area sepi lantai 7 Gedung MCHC RSHS.

    Penahanan Terduga Pelaku

    Kabar terbaru mengkonfirmasi langkah tegas dari aparat kepolisian. Polda Jawa Barat (Polda Jabar) telah resmi menahan peserta PPDS FK Unpad berinisial PAP (31) terkait dugaan kekerasan seksual ini.

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, membenarkan penahanan tersebut, yang dilakukan pada tanggal 23 Maret 2025.

    “Iya kita tangani kasusnya, sudah ditahan tanggal 23 Maret tersangkanya,” ujar Kombes Pol Surawan dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara.

    Ia menjelaskan bahwa pelaku, seorang spesialis anestesi, diduga melakukan tindakan tersebut pada pertengahan Maret 2025 di lingkungan RSHS Bandung. Penahanan ini menjadi langkah awal dalam proses hukum untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi korban.

    Diberhentikan dan Dikeluarkan

    Tidak hanya dari pihak kepolisian, tindakan tegas juga datang dari almamater terduga pelaku, Universitas Padjadjaran (Unpad).

    Dekan Fakultas Kedokteran Unpad, Yudi Mulyana Hidayat, sebelumnya telah menyatakan pemberhentian PAP dari program PPDS.

    Kini, Rektor Unpad, Prof Arief S. Kartasasmita, menegaskan bahwa institusinya telah mengambil keputusan lebih lanjut berupa pemutusan studi terhadap dokter residen tersebut.

    “Tentu Unpad dalam hal ini sangat prihatin terhadap kasus ini. Secara umum Unpad tidak akan menoleransi segala bentuk pelanggaran hukum maupun pelanggaran norma yang berlaku,” tegas Prof Arief.

    Meskipun proses hukum masih berjalan dan belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, Unpad merasa memiliki indikasi dan dasar yang kuat untuk menjatuhkan sanksi akademik berupa pemutusan studi.

    Prof Arief menjelaskan bahwa aturan internal universitas dengan jelas menyatakan bahwa mahasiswa, dosen, maupun karyawan yang melakukan tindakan pidana akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

    Dengan keputusan ini, Unpad memastikan bahwa PAP tidak lagi memiliki status sebagai peserta didik dan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan apapun di lingkungan kampus maupun rumah sakit pendidikan.

    Langkah ini menunjukkan komitmen Unpad untuk menjaga integritas institusi dan memberikan sinyal yang jelas bahwa tindakan pelanggaran hukum tidak akan ditoleransi.

    Lebih lanjut, Rektor Unpad menyampaikan keprihatinan mendalam dan penyesalan kepada korban serta keluarganya.

    Pihaknya juga memastikan akan memberikan pendampingan kepada korban dan terus berkoordinasi dengan RSHS serta kepolisian untuk memastikan proses hukum berjalan dengan adil dan transparan.

    “Kami turut prihatin dan menyampaikan penyesalan mendalam kepada korban dan keluarganya. Semoga kejadian serupa tidak terjadi lagi pada masa mendatang,” ujar Prof Arief.

    Respons Kementerian Kesehatan

    Kasus ini juga mendapat perhatian serius dari tingkat kementerian. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) turut memberikan respons tegas terkait dugaan kekerasan seksual di RSHS Bandung ini.

    Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Azhar Jaya, menyatakan bahwa pihaknya telah memberikan sanksi tegas kepada dokter residen yang bersangkutan.

    “Kita sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad. Soal hukuman selanjutnya menjadi wewenang Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran,” kata Azhar Jaya.

    Azhar Jaya juga menjelaskan bahwa Kemenkes telah menerima laporan mengenai kejadian kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh peserta PPDS FK Unpad terhadap anggota keluarga pasien di RSHS Bandung pada pertengahan Maret 2025.

    Pihaknya mengapresiasi langkah cepat yang diambil oleh Unpad dan RSHS Bandung dalam menangani kasus ini.

    Langkah-langkah yang telah diambil oleh Unpad dan RSHS Bandung, seperti pendampingan korban, komitmen melindungi privasi, dan pemberhentian terduga pelaku dari program PPDS, juga mendapatkan perhatian positif dari Kemenkes.

    Hal ini menunjukkan adanya sinergi antara institusi pendidikan, fasilitas kesehatan, dan pemerintah dalam menangani kasus sensitif ini.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kronologi Pasutri Ditemukan Tewas Mengenaskan di Aceh Tengah, Tetangga Sebut Keduanya Sering Cekcok – Halaman all

    Kronologi Pasutri Ditemukan Tewas Mengenaskan di Aceh Tengah, Tetangga Sebut Keduanya Sering Cekcok – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, Aceh Tengah – Sebuah tragedi menimpa pasangan suami istri di Kuyun Lah Celala, Aceh Tengah.

    Keduanya ditemukan meninggal dunia di rumah mereka pada Selasa pagi, 8 April 2025.

    Penyebab kematian pasangan tersebut masih dalam penyelidikan kepolisian.

    Pertengkaran Sebelum Kejadian

    Menurut keterangan tetangga, pasangan suami istri yang berinisial B (47) dan I terlibat cekcok sekitar pukul 01.00 WIB.

    Meskipun dikenal sebagai sosok yang baik, beberapa tetangga sering mendengar suara pertengkaran antara keduanya.

    “Saya dengar seperti itu sering cekcok. Tapi saya sendiri tidak pernah melihat langsung. Saya cuma dengar dari tetangga. Sering didamaikan pun kalau sudah cekcok,” ungkap salah seorang tetangga pada Selasa, 8 April 2024.

    Saksi tersebut menambahkan bahwa suami korban cenderung pendiam dan korban jarang berkumpul dengan tetangga karena kesibukannya bekerja.

    “Tapi kalau ada acara pernikahan atau pesta, sering datang ke sini,” katanya.

    Penemuan Jasad

    Mayat kedua korban pertama kali ditemukan oleh anak mereka yang berusia 12 tahun, setelah ia baru saja tiba di rumah usai menginap di rumah kerabat.

    Sekitar pukul 09.00 WIB, anak korban menemukan ayahnya gantung diri di ruang tengah, sementara ibunya ditemukan di ruang tamu dalam kondisi mengenaskan dengan luka di bagian perut dan leher.

    Anak korban yang berinisial F sempat memutuskan tali tempat ayahnya gantung diri sebelum memberitahu warga sekitar. 

    Polisi masih menyelidiki motif di balik kejadian ini.

    Kedua jenazah telah dibawa ke rumah sakit untuk autopsi guna penyelidikan lebih lanjut.

    Hingga kini, belum ada informasi lebih lanjut mengenai penyebab kematian dan motif di balik tragedi ini.

    DISCLAIMER:

    Berita atau artikel ini tidak bertujuan menginspirasi tindakan bunuh diri.

    Pembaca yang merasa memerlukan layanan konsultasi masalah kejiwaan, terlebih pernah terbersit keinginan melakukan percobaan bunuh diri, jangan ragu bercerita, konsultasi atau memeriksakan diri ke psikiater di rumah sakit yang memiliki fasilitas layanan kesehatan jiwa.

    Berbagai saluran telah tersedia bagi pembaca untuk menghindari tindakan tersebut.

    Jika Anda memiliki permasalahan yang sama, jangan menyerah dan memutuskan mengakhiri hidup. Anda tidak sendiri.

    Layanan konseling bisa menjadi pilihan Anda untuk meringankan keresahan yang ada.

    Untuk mendapatkan layanan kesehatan jiwa atau untuk mendapatkan berbagai alternatif layanan konseling.

    Pembaca bisa menghubungi Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes (021-500-454) atau LSM Jangan Bunuh Diri (021 9696 9293) atau melalui email janganbunuhdiri@yahoo.com.

    (Tribungayo.com/Alga Mahate Ara)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Dugaan Kekerasan Seksual Libatkan Dokter PPDS Unpad, Pihak Kampus dan RSHS Bandung Janji Transparan

    Dugaan Kekerasan Seksual Libatkan Dokter PPDS Unpad, Pihak Kampus dan RSHS Bandung Janji Transparan

    Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes Azhar Jaya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (9/4/2025) mengatakan, pihaknya sudah memberi sanksi tegas terhadap pelaku pelecehan seksual.

    “Kita sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad. Soal hukuman selanjutnya menjadi wewenang Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran,” kata Azhar Jaya. 

    Dalam keterangan yang sama, Azhar menjelaskan bahwa Universitas Padjadjaran (Unpad) dan RSHS Bandung menerima laporan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Unpad terhadap seorang anggota keluarga pasien yang terjadi pada pertengahan Maret 2025 di area rumah sakit.

    Dia mengatakan bahwa pihak Unpad dan RSHS Bandung mengecam keras segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, yang terjadi di lingkungan pelayanan kesehatan dan akademik, dan mengambil sejumlah langkah.

    Sejumlah langkah tersebut, kata dia, meliputi pendampingan kepada korban dalam proses pelaporan ke Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar), komitmen melindungi privasi korban dan keluarga, serta pemberhentian terduga pelaku dari PPDS.

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Pol Surawan belum menjelaskan lebih detail tentang kasus tersebut, namun dia menyebutkan bahwa semua proses sudah berlangsung secara lengkap, dan pihaknya juga menemukan beberapa barang bukti seperti obat bius dan kondom.

    Surawan juga menyebutkan pihaknya akan merilis secara detail lebih lanjut. Kasus pelecehan seksual ini menjadi ramai setelah ada korban yang menceritakan peristiwa yang dialaminya di media sosial.

  • Kemenkes Larang Dokter PPDS Terduga Pelaku Pelecehan Seksual di RSHS Bandung Residen Seumur Hidup – Halaman all

    Kemenkes Larang Dokter PPDS Terduga Pelaku Pelecehan Seksual di RSHS Bandung Residen Seumur Hidup – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) buka suara terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Unpad di RSHS Bandung.

    Direktur Jenderal (Dirjen) Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Azhar Jaya menuturkan, pihaknya menegaskan bahwa seluruh kekerasan berupa fisik hingga seksual tidak boleh terjadi di lingkungan pendidikan kedokteran.

    Karenanya, Kemenkes telah memberikan sanksi tegas kepada pelaku berupa larangan seumur hidup kepada bersangkutan untuk kembali melanjutkan residen di RSHS Bandung seumur hidup.

    “Kami sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad. Soal hukuman selanjutnya, maka menjadi wewenang FK Unpad,” tutur Azhar kepada wartawan, Rabu (9/4/2025).

    Modus pelaku, berikan obat bius

    Sebelumnya, viral di media sosial terkait kasus pelecehan seksual di lingkungan rumah sakit ternama itu.

    Pemanfaatan ketidaktahuan korban pada prosedur medis, terduga pelaku memberikan obat penenang hingga korban tak sadarkan diri.

    Korban merupakan keluarga yang sedang menunggu pasien.

    Ilustrasi suntikan obat bius (Net)

    Korban lalu sadar 4-5 jam setelah diberikan obat dan merasakan sakit di area kemaluan.

    Kejadian ini pun geger dan membuat polisi segera menangkap pelaku.

    RSHS dan Unpad membenarkan kejadian pelecehan seksual itu dan turut mengusut kejadian tersebut.

    Sikap Unpad dan RSHS

    Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Kamis (21/12/2017). TRIBUN JABAR/THEOFILUS RICHARD (Tribun Jabar/Theofilus Richard)

    Unpad dan RSHS menanggapi dengan serius hal ini.

    “Unpad dan RSHS berkomitmen untuk mengawal proses ini dengan tegas, adil, dan transparan, serta memastikan tindakan yang diperlukan diambil untuk menegakkan keadilan bagi korban dan keluarga serta menciptakan lingkungan yang aman bagi semua,” tulis keterangan itu diterima pada Rabu (9/4/2025).

    Unpad telah mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

    1.       Memberikan pendampingan kepada korban dalam proses pelaporan ke Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar). 

    Saat ini, korban sudah mendapatkan pendampingan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jabar. Unpad dan RSHS sepenuhnya mendukung proses penyelidikan Polda Jabar.

    2.       Berkomitmen melindungi privasi korban dan keluarga.

    3.       Karena terduga merupakan PPDS yang dititipkan di RSHS dan bukan karyawan RSHS, maka penindakan tegas sudah dilakukan oleh Unpad dengan memberhentikan yang bersangkutan dari program PPDS.

     

     

  • Kekerasan Seks Dokter PPDS di RSHS Jadi Sorotan, Kemenkes Jatuhkan Sanksi Tegas

    Kekerasan Seks Dokter PPDS di RSHS Jadi Sorotan, Kemenkes Jatuhkan Sanksi Tegas

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan RI memberikan sanksi tegas buntut kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan residen anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Kota Bandung. Terduga pelaku dilarang berpraktik di RS terkait seumur hidup.

    “Kita sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad,” jelas Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), Azhar Jaya, saat dikonfirmasi detikcom Rabu (9/4/2025).

    “Soal hukuman selanjutnya, maka menjadi wewenang Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran,” sambungnya.

    Kronologi kejadian viral pemerkosaan ramai disorot dalam salah satu akun Instagram @ppdsgramm. Semula, bapak dari korban tengah dirawat di ICU dan memerlukan donor darah sebelum melakukan tindakan operasi.

    Pelaku disebut menawarkan anak pasien untuk donor dan langsung melakukan cross match atau pemeriksaan kecocokan darah antara donor dan penerima sebelum transfusi darah.

    Agar prosesnya berjalan cepat, pelaku menawarkan untuk melakukan tindakan langsung dengannya. Kemudian, pasien dibawa ke gedung baru lantai 7, yang kondisinya disebut masih kosong.

    “Di lantai 7, korban disuruh ganti pakai baju pasien. Terus dipasang akses IV.”

    Sebagai catatan, akses IV (intravena) pada transfusi darah berarti pemberian darah atau komponen darah langsung ke dalam pembuluh darah vena melalui jalur intravena (IV), yang biasanya dilakukan dengan memasukkan kateter atau selang ke dalam pembuluh darah.

    Pasien diduga tidak benar-benar memahami prosedur terkait sehingga mengikuti arahan dokter saat kemudian diberikan obat bius.

    “Kejadiannya terjadi sekitar tengah malam, si pelaku-nya itu nunggu sampai pasiennya aga sadar sekitar jam 4 pagi. Terus habis cross match itu pasiennya ngeluh kok yang sakit bukan cuma tangan bekas akses IV, tetapi di kemaluan juga sakit.”

    “Akhirnya si korban minta visum ke SpOG. Ketahuan lah ada bekas sperma,” lanjut informasi terkait.

    (naf/up)

  • Viral Dokter Residen Diduga Rudapaksa Keluarga Pasien, Bermodus Cross Match tapi Ditemukan Kondom – Halaman all

    Viral Dokter Residen Diduga Rudapaksa Keluarga Pasien, Bermodus Cross Match tapi Ditemukan Kondom – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Viral dokter residen anestesi diduga merudapaksa keluarga pasien, kisahnya diungkap drg Mirza.

    Dokter gigi sekaligus influencer, drg Mirza mengungkap dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter residen anestesi.

    Beberapa pesan yang diterima drg Mirza memperlihatkan kronologi dokter residen melancarkan aksinya.

    Pelaku disebut menggunakan obat bius untuk membuat korban tak berdaya.

    “Assalamualaikum dok

    Izin saya mendapat informasi bahwa ada 2 Residen Anestesi PDDS FK (sensor) melakukan pemerkosaan kepada penunggu pasien dengan menggunakan obat bius (terdapat bukti CCTV lengkap) keluarga pasien menuntut secara hukum kepada 2 Residen dan (sensor),” tulis pesan yang diterima dan diunggah akun @drg.mirza pada Selasa (8/3/2025)

    “Jadi ada pasien bapak-bapak dirawat di UCY, ditungguin sama anaknya (cewek)

    Pasiennya pre op, perlu darah

    Nah, sama si pelaku ditawarin ke anak pasien, cross matchnya sama saya aja biar cepet prosesnya

    Dibawa lah pasien ke gd MCHC lt 7.

    Wicis gedung baru. Lantai 7nya masih kosong

    Di lantai 7, korban disuruh ganti baju pakai baju pasien. Terus dipasang akses IV

    Menurut w pasiennya juga ga paham sih prosedur crosmatch kek gimana makanya manut manut wae

    Terus dimasukin midazolam terus terjadi
    Kejadiannya sekitar tengah malem.”

    “Si pelakuunya nunggu sampe pasiennya aga sadar sekitar jam 4 pagi

    Pelaku keliatan poko e mondar-mandir di lorong lt 7

    Korban sadar sekitar jam 4/5 pagian terus keliatan jalan di lorong lt 7 tapi sambil aga sempoyongan.”

    “Terus abis cross match itu pasiennya tuh ngeluh ko yang sakit bukan cuma tangan bekas akses iv tapi di kemaluan juga sakit

    Akhirnya si korban minta visum ke spog, ketahuan lah ada bekas sperma

    Terus di mchc 7 itu juga setelah dicek, ada bekas sperma bercecer di lantai

    Besoknya machc 7 dipasang police line.”

    Dokter Mirza mengaku telah melihat foto pelaku.

    Ia menyebut pelaku sudah memiliki istri cantik.

    “Setelah ngeliat foto terduga pelakunya, aku kaget

    Aku cuma pengen bilang: Minimal ngaca dan bersyukur mas, udah punya istri cantik gitu kok masih mesum aja!!!” tulis drg Mirza.

    Dokter Mirza mengaku akan mengawal kasus ini hingga pelaku mendapat hukuman tegas, baik dari PPDS maupun proses hukum pidana.

    “Jika tidak ada langkah tegas (diberhentikan dari ppds dan diproses sesuai hukum pidana di Indonesia), kita akan terus bergerak bersama mengawal kasus ini sampai keadilan terwujud sama seperti saat kita kawal kasus di Semarang tahun lalu,” lanjut drg Mirza.

    Tak hanya itu, drg Mirza telah menunjukkan bukti chat dengan Kemenkes.

    Kemenkes menerangkan, kasus yang viral tersebut terindikasi pidana.

    “Selamat malam, terima kasih bapak/ibu dari medical jurnal atas informasi yang disampaikan.

    Kami telah memperoleh informasi tersebut sebelumnya, dan tepat pelaporan ke APH karena terindikasi pidana,” balas dr Dwi-Kemenkes yang diunggah drg Mirza.

    Kabar terbaru, drg Mirza mengungkit ada pelaku yang tertangkap.

    “Uhuuuy ada yang udah ditangkep nih,” tulis drg Mirza pada Rabu (9/4/2025) pagi.

    Tak hanya itu, drg Mirza sebut dirinya menerima pesan dari keluarga korban.

    Dari pesan keluarga korban, ditemukan dua kresek di tempat kejadian yang dimana 1 kresek ada obat bius dan ada alat kontrasepsi bekas.

    “Polisi menerangkan bahwa sepertinya ada korban lain karna 1 kresek ini tidak ada kondom sama sekali dan sepertinya sudah lama disimpan di lantai 7 itu,” tulis pesan untuk drg Mirza.

    “Info dari adik kandung korban. Tenang, kami bantu kawal sampai mendapatkan keadilan,” tulis drg Mirza dalam Instagram Story tersebut.

    Terbaru, drg Mirza menerangkan kasus tersebut telah diproses oleh kepolisian.

    Dokter Mirza masih menunggu sanksi akademis bagi pelaku.

    “Nah urusan sanksi akademis dari kampus nih yang harus kita kawal juga yagesyaa

    turun angkatan doan? Oh tidak bisaa. Kampus tidak boleh melindungi pelaku kriminal,” tegas drg Mirza. (*)

    (Tribunnews.com/ Siti N)

  • Rencana Menkes AS Minta CDC Setop Rekomendasikan Fluorida di Air Minum

    Rencana Menkes AS Minta CDC Setop Rekomendasikan Fluorida di Air Minum

    Menkes AS Robert F. Kennedy Jr. berencana meminta CDC untuk berhenti merekomendasikan fluorida ke dalam air minum. Fluorida atau mineral yang ditambahkan ke dalam air berfungsi memperkuat enamel gigi dan meningkatkan kesehatan gigi. Namun, hal ini jadi isu politik yang hangat di sejumlah negara bagian.