Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • DPR Akan Panggil Kemenkes hingga FK Unpad soal Kasus Dokter PPDS Pemerkosa – Page 3

    DPR Akan Panggil Kemenkes hingga FK Unpad soal Kasus Dokter PPDS Pemerkosa – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Komisi IX DPR RI menyatakan akan memanggil Kementerian Kesehatan (Kemenkes) hingga Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) untuk minta penjelasan terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter residen anestesi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) FK Unpad terhadap pendamping pasien di RSHS Bandung.

    “Sebagai bentuk pengawasan dan komitmen terhadap perlindungan pasien, Komisi IX DPR RI akan segera memanggil pihak-pihak terkait, antara lain Kementerian Kesehatan, Pimpinan RSHS Bandung, Dekan Fakultas Kedokteran Unpad, Konsil Kedokteran Indonesia, serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi,” kata Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh, Kamis (10/4/2025).

    Pemanggilan tersebut, sebagai langkah yang bertujuan untuk meminta klarifikasi, mengevaluasi sistem pembinaan, dan pengawasan tenaga medis agar kasus serupa tak terulang lagi.

    “Komisi IX berkomitmen untuk mendorong reformasi menyeluruh demi menjaga kehormatan profesi medis dan keselamatan pasien,” kata dia.

    Nihayatul pun mengecam keras aksi dokter PPDS terhadap korban. Dia menilai, kasus itu bentuk pelanggaran serius terhadap prinsip pelayanan kesehatan.

    “Komisi IX menilai bahwa kasus ini mencerminkan kegagalan dalam sistem pengawasan, pendidikan, dan perlindungan pasien di lingkungan rumah sakit pendidikan, dan perlu ditanggapi secara menyeluruh dan sistemik,” tegasnya.

    Nihayatul pun mendesak Kemenkes bersama KKI segera mengevaluasi serta melakukan disiplin terhadap tenaga medis yang terlibat. Selain itu, dia juga mendorong agar Unpad dan RSHS memperkuat sistem pelaporan, perlindungan korban, dan pengawasan terhadap peserta pendidikan dokter spesialis.

  • Video Upaya Kemenkes Cegah Kasus Kekerasan Seksual oleh PPDS

    Video Upaya Kemenkes Cegah Kasus Kekerasan Seksual oleh PPDS

    Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan melakukan tes kesehatan mental lewat tes MMPI (Minnesota Multiphasic Personality Inventory) untuk Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) terutama program anestesi yang berkaitan dengan obat-obatan. Hal ini dilakukan Kemenkes untuk mencegah agar kasus pemerkosaan oleh PPDS seperti di RSHS Bandung tidak terjadi lagi.

    (/)

  • Gaduh Dokter Residen Jadi Pelaku Pemerkosaan di RSHS, IDI Angkat Bicara

    Gaduh Dokter Residen Jadi Pelaku Pemerkosaan di RSHS, IDI Angkat Bicara

    Jakarta

    Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dr Slamet Budiarto buka suara soal gaduh kasus pemerkosaan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung oleh seorang residen anestesi.

    Pelaku merupakan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Priguna Anugerah Pratama (PAP) terdaftar sebagai anggota IDI wilayah Jabar, tepatnya Kota Bandung.

    dr Slamet menyebut pihaknya akan mempelajari terlebih dulu laporan hasil penyelidikan kepolisian kasus terkait. Tidak menutup kemungkinan, sanksi dan tindakan etik bisa diberikan saat yang bersangkutan benar-benar terbukti bersalah.

    “Dia anggota IDI Kota Bandung, jadi nanti akan diproses setelah penyelidikan. Kan kita nggak tahu pastinya, karena sedang ditangani oleh kepolisian, kan jadi kita tunggu hasilnya,” tutur dr Slamet saat dihubungi detikcom, Kamis (10/5/2025).

    “Proses dari IDI nanti akan tetap jalan terus,” lanjutnya.

    IDI sedikitnya memberikan sejumlah catatan sebagai bahan evaluasi menghindari kejadian yang sama di masa mendatang. dr Slamet meminta adanya peningkatan pengawasan praktik di RS vertikal, dalam hal ini tanggung jawab Kementerian Kesehatan RI.

    Mengingat, ini bukan kali pertama RS vertikal dilaporkan ‘berkasus’. Laporan kekerasan seksual di RSHS, diikuti kejadian sebelumnya pada RSUP Kariadi Semarang, terkait catatan bullying yang terjadi di lingkup PPDS.

    “Jadi pengawasannya harus lengkap, yang kedua adalah dicari akar masalah itu. Yang ketiga buat SOP yang jelas, tidak boleh dokter memeriksa sendiri, harus ada perawat, ya kan, kembali lagi Kemenkes RI bagaimana membuat SOP yang clear,” tukas dia.

    “Nah SOP-SOP itu bagaimana periksa lab, bagaimana bius, semua harus ada,” lanjutnya.

    IDI dipastikan dr Slamet tidak mentolerir segala bentuk kekerasan seksual dan mengecam keras tindakan terkait. Pelaku saat ini sudah ditahan dan terancam hukuman penjara hingga 12 tahun.

    (naf/up)

  • Video: Kemenkes Prihatin dengan Kasus Dokter PDSS Perkosa Anak Pasien di RSHS

    Video: Kemenkes Prihatin dengan Kasus Dokter PDSS Perkosa Anak Pasien di RSHS

    Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) prihatin dengan kasus pemerkosaan anak pasien di RSHS yang dilakukan oleh dokter anestesi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PDSS) FK Unpad. Berikut langkah tegas Kemenkes dalam kasus ini…

    (/)

  • Kemenkes Turun Tangan, Izin Praktik dr PAP si Pemerkosa Dicabut

    Kemenkes Turun Tangan, Izin Praktik dr PAP si Pemerkosa Dicabut

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk segera mencabut surat tanda registrasi (STR) dokter pemerkosa anak pasien di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat.

    “Pencabutan STR ini secara otomatis akan membatalkan surat izin praktik (SIP) yang bersangkutan,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Aji Muhawarman, dalam keterangan yang diterima Beritasatu, Kamis (10/4/2025).

    Langkah pencabutan STR dan pembatalan SIP pelaku, kata Aji, untuk menciptakan layanan kesehatan yang aman, serta sistem pendidikan kedokteran yang profesional dan berintegritas.

    Selain itu, Universitas Padjajaran (Unpad) juga telah memberhentikan pelaku, dr PAP dari program PPDS Anestesi.

    Saat ini, kasus dugaan pemerkosaan oleh dokter di RSHS telah diproses oleh Polda Jawa Barat.

    Program PPDS Anestesiologi di RSHS Dihentikan Sementara

    Program PPDS Anestesionlogi dan Terapi Intensif FK Unpad telah dihentikan sementara oleh Kemenkes selama satu bulan ke depan akibat kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh dr PAP.

    Menurut Aji, penghentian ini dilakukan dalam rangka upaya evaluasi dan perbaikan pengawasan.

    “Penghentian ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi proses evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan sistem pengawasan PPDS di lingkungan RSHS,” kata Aji dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/4/2025).

    Kemenkes juga meminta agar pihak RSHS dan FK Unpad melakukan upata perbaikan agar insiden serupa tidak terulang kembali.

    Ke depannya, seluruh Rumah Sakit Pendidikan Kemenkes akan diwajibkan untuk melakukan tes kejiwaan secara berkala terhadap setiap peserta PPDS di seluruh angkatan.

    Hal ini guna menghindari manipulasi tes kejiwaan dan mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta didik.

    Akibat kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan dr PAP di RSHS, Kemenkes dengan tegas menyatakan komitmennya dalam mendorong institusi pendidikan dan fasilitas kesehatan untuk memperkuat pengawasan, memperbaiki sistem pelaporan, serta membangun lingkungan yang bebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun.

  • Aturan Kemasan Polos Rokok Disebut Mengancam Industri Rokok

    Aturan Kemasan Polos Rokok Disebut Mengancam Industri Rokok

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Lamhot Sinaga menyebut penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) berpotensi memperparah ketidakstabilan ekonomi nasional. Menurutnya, penyeragaman tersebut bakal menghilangkan elemen industri pendukung dari rantai besar industri tembakau yang menyerap banyak tenaga kerja di Indonesia.

    Lamhot mengatakan, kondisi tersebut tak sesuai dengan fokus Presiden Prabowo Subianto dalam memperbaiki ekonomi nasional dengan mendorong pembukaan lapangan kerja.

    “Terkait wacana penyeragaman kemasan rokok (tanpa identitas merek) dalam Rancangan Permenkes yang diambil dari aturan FCTC yang telah berlaku di beberapa negara, tentu saya tidak sepakat. Dari segi industri, ini tentu tidak menguntungkan,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (10/4/2025).

    Lamhot menyampaikan industri tembakau Indonesia menyerap sekitar 6 juta tenaga kerja dalam rantai nilai yang panjang, mulai dari petani, buruh pabrik, pedagang, hingga pelaku industri kreatif.

    Aturan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang bersumber dari FCTC justru akan memukul seluruh mata rantai ini dan berpotensi memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di tengah kondisi ekonomi yang masih rentan.

    “Industri ini memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian negara,” katanya.

    Lamhot mengingatkan bahwa industri tembakau termasuk dalam salah satu industri asli Indonesia yang umurnya sangat panjang dan harus dilindungi dari intervensi kepentingan asing. Terutama kaitannya dengan campur tangan dalam kebijakan nasional, yang dapat mengancam kedaulatan negara.

    Indonesia sebagai negara berdaulat memiliki hak penuh untuk menentukan kebijakan pengendalian tembakau sesuai kondisi nasional, tanpa tekanan dari kepentingan asing. Segala bentuk konvensi internasional seperti FCTC harus melalui proses persetujuan DPR, bukan disusupkan melalui jalur birokrasi seperti yang dilakukan Kemenkes melalui Rancangan Permenkes.

    Lamhot menyatakan ketidaksepakatan jika Indonesia berkiblat pada FCTC. Terlebih lagi, Indonesia sebagai negara berdaulat dan pemerintahan Prabowo telah menetapkan Asta Cita yang memiliki aturan sendiri, menyesuaikan dengan kondisi lokal.

    Dia menambahkan, Indonesia membutuhkan kebijakan pengendalian tembakau yang bijak, yang menyeimbangkan segala aspek, termasuk perlindungan terhadap industri nasional dan lapangan kerja. Bukan kebijakan yang hanya mengejar kepentingan asing dan mengorbankan kedaulatan bangsa.

    “Indonesia tidak bisa diintervensi dari negara manapun untuk meratifikasi FCTC atau tidak,” pungkasnya.

    (rrd/rrd)

  • Hindari Kasus Rudapaksa Pasien Terjadi Lagi, RS Pendidikan Wajib Lakukan Tes Kejiwaan Dokter PPDS – Halaman all

    Hindari Kasus Rudapaksa Pasien Terjadi Lagi, RS Pendidikan Wajib Lakukan Tes Kejiwaan Dokter PPDS – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) akan mewajibkan seluruh Rumah Sakit Pendidikan Kemenkes untuk melakukan test kejiwaan berkala bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS)di seluruh angkatan.

    Tes berkala diperlukan untuk menghindari manipulasi test kejiwaan dan mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta didik. 

    Upaya ini untuk merespons tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dr. PAP yang merupakan peserta PPDS Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Undap).

    “Kemenkes akan melakukan pemeriksaan mental juga untuk para peserta dokter spesialis sehingga peristiwa (dr PAP) tidak lagi terjadi,” tutur Wakil Menteri Kesehatan (wamenkes RI) Prof Dante Harbuwono saat ditemui di Puskesmas Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (10/4/2025).

    Ia menerangkan, seluruh dokter PPDS maupun calon PPDS harus mengikuti tes
    Minnesota Multiphasic Personality Inventory atau tes MMPI.

    “Gunanya untuk pemeriksaan keseluruhan kesehatan jiwa. Ini untuk pencegahannya tes MMPI, tes mental, untuk prosedur pendidikan. Mereka (calon dokter) tidak hany pintar, tapi mereka juga sehat secara jasmani dan secara rohani,  supaya mereka bisa melaksanakan tugas dokter yang mulia itu menangani masyarakat dari dalam hati dan tidak melakukan penyalahgunakan wewenang,” jelas dia.

    Kementerian Kesehatan juga telah menginstruksikan kepada RSUP Hasan Sadikin (RSHS) untuk menghentikan sementara kegiatan PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Undap di lingkungan RSHS selama satu bulan.

    Langkah ini diambil untuk mengevaluasi dan melakukan perbaikan pengawasan serta tata kelola setelah adanya tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dr. PAP yang merupakan peserta PPDS Anestesiologi.

    Sebelumnya dari hasil pemeriksaan kejiwaan oleh kepolisian, diduga pelaku mengalami kelainan seksual.

  • Kemenkes Turun Tangan, Izin Praktik dr PAP si Pemerkosa Dicabut

    Imbas Perkosaan Anak Pasien, Kemenkes Hentikan PPDS Unpad di RSHS

    Jakarta, Beritasatu.com – Kegiatan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) di RSUP Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat, dihentikan sementara oleh Kemenkes.

    Diberhentikannya kegiatan PPDS Anestesi di lingkungan RSHS secara sementara merupakan respons Kemenkes atas tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dr PAP terhadap salah seorang keluarga pasien.

    “Penghentian sementara ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi proses evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola dan sistem pengawasan PPDS di lingkungan RSHS,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muharmawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (10/4/2025).

    Untuk mencegah terjadinya insiden serupa, RSHS dan FK Unpad diminta untuk bekerja sama dalam melakukan berbagai upaya perbaikan.

    Selain itu, Kemenkes juga mewajibkan seluruh Rumah Sakit Pendidikan Kemenkes untuk melakukan tes kejiwaan berkala terhadap peserta PPDS di seluruh angkatan.

    Tes tersebut akan dilakukan guna menghindari manipulasi tes kejiwaan, serta mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta PPDS.

    Selain sanksi hukum yang kini tengah bergulir, Kemenkes juga telah memerintahkan Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) pelaku.

    Langkah ini secara otomatis juga membatalkan Surat Izin Praktik (SIP) yang bersangkutan.

    Kemenkes berkomitmen untuk terus memantau proses penanganan kasus ini, serta mendorong seluruh institusi pendidikan dan fasilitas kesehatan untuk terus memperketat pengawasan, memperbaiki sistem pelaporan dan membangun lingkungan yang bebas dari kekerasan dalam bentuk apa pun.

    Untuk diketahui, saat ini pelaku kasus dugaan kekerasan seksual di RSHS telah diberhentikan oleh Unpad dari program pendidikannya. Selain itu, penyidikan dan penindakan terhadap dr PAP juga telah dilakukan Polda Jawa Barat secara menyeluruh.

  • Kemenkes Hentikan Sementara PPDS Anestesi di RS Hasan Sadikin Bandung

    Kemenkes Hentikan Sementara PPDS Anestesi di RS Hasan Sadikin Bandung

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kesehatan menghentikan sementara Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung.

    Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono mengatakan PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dihentikan sementara selama satu bulan untuk evaluasi sebagai

    “Jadi, pemerintah sangat prihatin atas kejadian itu. Kami sudah melakukan koordinasi dengan rumah sakit dan lembaga pendidikan,” katanya dikutip dari Antara, Kamis (10/4/2025).

    Adapun penghentian program pendidikan tersebut, kata Dante, adalah untuk melakukan perbaikan, pengawasan, secara lebih optimal.

    Dia menyebutkan proses pendidikan tersangka sudah diberhentikan, dan pihaknya juga sudah meminta Konsil Kesehatan Indonesia untuk mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) PAP, sehingga tersangka tidak ada izin berpraktik lagi.

    Selain itu, pihaknya juga bakal memberikan pemeriksaan mental bagi para peserta PPDS guna memastikan hal seperti ini tak terjadi lagi. Pihaknya akan bekerja sama dengan kolegium-kolegium anestesi guna mengadakan tes The Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI).

    Tes mental untuk peserta pendidikan dokter spesialis tidak hanya mereka pintar, tapi juga sehat secara jasmani dan rohani supaya mereka bisa melaksanakan tugas dokter yang mulia itu. Menangani masyarakat dari dalam hati dan tidak melakukan penyalahgunaan wewenang.

    “Nah nanti, karena ini sudah masuk ke dalam ranah kriminal, kasusnya akan kami serahkan ke Polda Jawa Barat. Kami berharap kasus ini dapat diselesaikan secepatnya,” ucapnya.

    Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Komisaris Besar Polisi Hendra Rochmawan di Bandung, Rabu, mengatakan bahwa pelecehan tersebut terjadi pada 18 Maret 2025. PAP (31), katanya, melakukan aksinya saat korban dalam kondisi tidak sadarkan diri setelah disuntik cairan bius melalui selang infus.

    Hendra menjelaskan tersangka PAP diketahui menyuntikkan cairan melalui infus setelah menusukkan jarum ke tangan korban sebanyak 15 kali. Akibatnya, korban mengaku merasa pusing dan tidak sadarkan diri. Peristiwa tersebut, terjadi saat korban sedang mendampingi ayahnya yang dalam kondisi kritis. 

    Tersangka meminta korban melakukan transfusi darah sendirian dan tidak ditemani keluarganya.

    Pihaknya telah memeriksa 11 orang saksi, termasuk korban, ibu dan adik korban, beberapa perawat, dokter, serta pegawai rumah sakit lainnya.

    Dia menambahkan penyidik saat ini sedang mendalami motif pelaku, termasuk kemungkinan adanya kelainan perilaku seksual yang akan diperkuat melalui pemeriksaan psikologi forensik.

    “Sementara itu, sejumlah barang bukti, termasuk hasil visum dan alat kontrasepsi, telah diamankan untuk keperluan penyelidikan lanjutan,” katanya.

  • Video: Kemenkes Blacklist Dokter PPDS Terduga Pelaku Kekerasan Seks di RSHS

    Video: Kemenkes Blacklist Dokter PPDS Terduga Pelaku Kekerasan Seks di RSHS

    Video: Kemenkes Blacklist Dokter PPDS Terduga Pelaku Kekerasan Seks di RSHS