Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Presiden Saat Ini Prabowo Subianto

    Presiden Saat Ini Prabowo Subianto

    loading…

    Ketua DPP PDIP Puan Maharani turut angkat suara ihwal sejumlah menteri Kabinet Merah Putih sowan ke Jokowi di Solo, Jawa Tengah beberapa waktu lalu. Foto/Istimewa

    JAKARTA – Sejumlah menteri di Kabinet Merah Putih sowan ke Presiden ke-7 RI Joko Widodo ( Jokowi ) di Solo, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo pada momen Lebaran 2025. Salah satunya ialah Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi.

    Budi Arie berkunjung ke kediaman Jokowi pada Selasa (1/4/2025). Selain Budi, ada pula Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono dan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin.

    Dua menteri itu bertamu ke kediaman Jokowi pada Jumat (11/4/2025). Trenggono dan Budi Gunadi kompak menyebut Jokowi sebagai bos.

    “Silaturahmi sama bekas bos saya, sekarang masih bos saya,” kata Trenggono di depan rumah Jokowi.

    Ketua DPP PDIP Puan Maharani turut angkat suara ihwal sejumlah menteri Kabinet Merah Putih sowan ke Jokowi di Solo, Jawa Tengah beberapa waktu lalu. Ia tak mempermasalahkan silaturahmi para pembantu Presiden Prabowo Subianto ke Jokowi.

    Menurutnya, silaturahmi di momen Idulfitri 1446 Hijriah itu sangat baik. “Selaturahmi di masa Lebaran akan sangat baik,” ujar Puan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/4/2025).

    Puan pun meyakini tak akan ada matahari kembar. Baginya, pemimpin Indonesia saat ini ialah Presiden Prabowo.

    “Matahari kembar? Presiden saat ini Presiden Prabowo Subianto,” pungkas Puan.

    (rca)

  • Menkes Bakal Perluas Akses Faskes di Daerah Terpencil Lewat Klinik-Apotek Desa

    Menkes Bakal Perluas Akses Faskes di Daerah Terpencil Lewat Klinik-Apotek Desa

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut pemerintah akan memperluas akses klinik dan apotek di desa. Hal ini berkaca pada sulitnya keterjangkauan fasilitas kesehatan yang terjadi semasa COVID-19.

    Menkes Budi menilai ketersediaan 10 ribu puskesmas di Indonesia saja masih jauh dari kata ideal. Terutama di daerah-daerah terluar dan terpencil.

    “Yang akan jalan segera klinik dan apotek desa. Nggak cukup 10 ribu puskesmas di kecamatan untuk cover seluruh wilayah Indonesia, pengalaman dari COVID-19,” beber Menkes Budi dalam pelantikan kepengurusan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Sabtu (12/4/2025).

    “Saya mau turunin ke 85 ribu desa. Gimana? Dengan mengkonsolidasikan yang namanya pustu dan poskesdes. Itu ada 66 ribu.”

    Regulasi ini disebutnya akan diformalkan dan masuk dalam Undang Undang. Apotek dan klinik desa juga disebutnya akan memudahkan sasaran program cek kesehatan gratis (CKG) yang kini baru diikuti 1,5 juta masyarakat.

    Terkait ketersediaan SDM di daerah, Menkes berencana akan melibatkan perawat-perawat. Kebijakan ini, menurutnya, tidak dipungkiri akan memicu pro-kontra di publik.

    “Nanti sih kita akan kasih satu nurse dan satu bidan. Mungkin akan ramai-nya sama ide saya mau nurse-nya itu, saya naikin nurse plus. Dulu terkenal namanya mantri. Nah ini dokter-dokter umum bisa ngomel.”

    “Tapi kenapa dilakukan itu? Karena kalau nggak, nggak terjangkau layanan kesehatan sampai di level desa. Dan kadang-kadang desa ke kecamatan buat teman-teman yang di luar kota pasti tau, itu jauh. Jadi risetnya kembali lagi, interest dari main case nya apa? Aksesnya mesti kita berikan, kita dekatkan.”

    Salah satu yang mungkin dipersoalkan adalah kompetensi. Menurutnya, hal ini bisa diatasi dengan pendampingan dan penambahan kompetensi oleh rekan-rekan sejawat dokter, sehingga pelayanan tetap bisa diberikan di daerah.

    “Nah ini mungkin bisa rame. Tapi risetnya kenapa? Supaya klinik dan apotek itu bisa turun sampai ke level desa. Sehingga menjaga masyarakat tetap sehat, karena ini kan aksesnya itu jauh.”

    (naf/kna)

  • PCO Bantah Ada “Matahari Kembar” Usai Menteri Prabowo Temui Jokowi di Solo – Page 3

    PCO Bantah Ada “Matahari Kembar” Usai Menteri Prabowo Temui Jokowi di Solo – Page 3

    Beberapa menteri yang mendatangi Jokowi adalah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang datang pada Selasa, (8/4/2025). Selang satu hari, Menko Pangan Zulkifli Hasan juga menemui Jokowi.

    Kemudian hari ini, giliran Menteri Kelautan dan Perikanan (KPP) Sakti Wahyu Trenggono dan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mendatangi Jokowi.

    “Yang pertama tentu silaturahmi tetap baik, tapi yang kedua tidak boleh ada matahari kembar,” kata Mardani, saat dikonfirmasi, Jumat (11/4/2025).

    Meski begitu, Mardani menilai, Prabowo tak akan tersinggung jika para menterinya bertemu dengan Jokowi.

    “Bagaimanapun presiden kita Pak Prabowo, dan Pak Prabowo sudah menunjukkan determinasinya, kapasitasnya, komitmennya, dan saya pikir Pak Prabowo juga tidak tersinggung ketika ada menterinya yang ke Pak Jokowi,” ujarnya.

    Namun, dia kembali menegaskan, jangan sampai ada matahari kembar. Sebab, satu matahari saja dalam keadaan berat.

    “Yang jadi pesan saya cuma satu, jangan ada matahari kembar. Satu matahari saja lagi berat, apalagi kalau dua gitu,” imbuh dia.

     

  • 5 Fakta Kasus Perkosaan oleh Dokter Spesialis terhadap Keluarga Pasien – Page 3

    5 Fakta Kasus Perkosaan oleh Dokter Spesialis terhadap Keluarga Pasien – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mewajibkan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menjalani tes kesehtan mental. Langkah tersebut guna mengantisipasi terjadinya kasus kejahatan yang dipicu masalah kejiwaan yang melibatkan peserta PPDS.

    “Ini kan bisa dicegah, masalah mental, masalah kejiwaan. Sekarang Kementerian Kesehatan akan mewajibkan semua peserta PPDS yang mau masuk harus tes mental dulu dan setiap tahun,” ujar Menkes Budi Gunadi di Solo, Jawa Tengah, Jumat, 11 April, dilansir Antara.

    Langkah tersebut juga dilakukan sebagai imbas dari kasus dokter residen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjadjaran (Unpad) yang melakukan perkosaan terhadap anak pasien rawat inap di RS Hasan Sadikin Bandung.

    Hal tersebut dilakukan, kata Budi, karena tekanan mental yang dialami peserta PPDS cukup besar.

    “Jadi setiap tahun harus tes mental, sehingga kita bisa lihat kalau ada yang cemas atau depresi bisa ketahuan lebih dini sehingga bisa diperbaiki,” ucap Budi.

    Adapun terkait kasus yang melibatkan dokter PPDS Unpad, Menkes mengatakan perlu adanya perbaikan.

    “Perbaikan yang pertama kami akan membekukan dulu anestesi di Unpad dan RS Hasan Sadikin Bandung untuk melihat kekurangan mana yang harus diperbaiki,” jelasnya.

    Menkes Budi menjelaskan mengapa diberlakukan pembekuan karena perbaikan akan sulit jika dilakukan tanpa pemberhentian sementara. “Maka di-freeze dulu satu bulan, diperbaiki seperti apa,” ujar Menkes.

    Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi juga angkat bicara agar hukum ditegakkan secara tegas dalam kasus kekerasan seksual oleh oknum dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, Jawa Barat, demi membangun kepercayaan.

    “Saya dengar ada aspek-aspek yang bersifat perdamaian, tapi intinya bukan itu. Intinya adalah kita harus membangun kembali kepercayaan atau trust yang tinggi terhadap perguruan tinggi dan dunia kedokteran. Sehingga hukumannya harus tegas,” kata Dedi seperti dilansir Antara.

    Dia menyampaikan hal tersebut terkait dengan pernyataan kuasa hukum pelaku yang menyebut telah ada perjanjian damai dengan pihak korban, Menurut Dedi, seharusnya kasus ini dipahami bukan hanya soal perdamaian, melainkan soal penciptaan kondisi agar hal serupa tidak terulang.

    “Dalam kasus ini, bukan damai yang jadi inti persoalan. Intinya, kita harus memberikan hukuman tegas agar kejadian serupa tidak terulang. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi universitas dan rumah sakit harus dipulihkan,” ujar Dedi.

    Dedi menyebut dampak dari kasus tersebut dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap universitas tempat bernaung pelaku dan rumah sakit tempat praktiknya.

    Menurutnya, saat ini kepercayaan terhadap kedua institusi itu sedang dipertaruhkan. Oleh karena itu, ia menilai perlu ada tindakan tegas dan keputusan cepat.

    “Jadi hukumannya harus tegas dan keputusan yang bersifat hukuman dari perguruan tingginya harus segera diambil. Karena apa? Karena itu soal kepercayaan,” ucap Dedi.

    Selain itu, ia menyoroti pentingnya evaluasi dalam proses rekrutmen calon mahasiswa kedokteran. Ia secara terbuka mengkritisi sistem seleksi yang selama ini berjalan.

    “Jujur saja, hari ini yang masuk kedokteran itu yang punya uang. Pintar saja tidak cukup,” kata Dedi.

    Berikut sederet 5 Fakta Kasus Dugaan Perkosaan oleh Dokter Spesialis terhadap Keluarga Pasien dihimpun Tim News Liputan6.com:

    Polda Jabar ungkap adanya korban baru dalam kasus pelecehan yang dilakukan dokter residen PPDS Unpad di RSHS Bandung. Namun sejauh ini belum ada laporan resmi dari para korban.

  • Rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Aturan Wajib Tes Mental bagi PPDS Diterapkan – Halaman all

    Rekomendasi Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Aturan Wajib Tes Mental bagi PPDS Diterapkan – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) dukung aturan Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) yang mewajibkan pemeriksaan kesehatan jiwa secara berkala bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

    Ketua Umum PDSKJI Prof. Dr. Andi Jayalangkara Tanra, Sp.KJ(K) mengatakan, kebijakan ini merupakan langkah terobosan dalam menjaga kualitas dan profesionalisme dokter sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan.

    Profesionalisme tenaga medis tidak hanya ditentukan oleh kompetensi klinis, tetapi juga kesiapan psikologis dalam menghadapi beban kerja, tantangan etik, serta tekanan emosional yang menyertai praktik kedokteran.

    “Pemeriksaan kesehatan jiwa secara berkala memungkinkan deteksi dini terhadap potensi gangguan psikologis dan menjadi bagian dari sistem pendukung profesional yang sehat dan berkelanjutan,” tulis pertanyaan resmi yang diterima Minggu (13/4/2025).

    Kesehatan jiwa tenaga medis harus menjadi perhatian bersama, sebagai bagian integral dari sistem kesehatan nasional.

    PDSKJI meyakini bahwa dokter yang sehat secara mental akan mampu memberikan pelayanan yang lebih aman, empatik, dan berkualitas tinggi.

    Dalam konteks ini, pelaksanaan tes kesehatan jiwa tidak boleh dipandang sebagai bentuk penghakiman, melainkan sebagai bagian dari sistem mutu dan pembinaan profesional yang bersifat manusiawi.

    Berikut Rekomendasi PDSKJI:

    1. Pelaksanaan skrining kesehatan jiwa secara berkala di seluruh institusi pendidikan kedokteran spesialis, minimal satu kali setiap tahun menggunakan wawancara klinis serta alat ukur psikologis yang tervalidasi secara ilmiah.

    2. Penerapan pendekatan edukatif dan non-stigmatisasi dalam proses pemeriksaan, guna memastikan bahwa tes ini menjadi bagian dari pengembangan profesional, bukan sebagai alat kontrol atau penilaian semata.

    3. Penyediaan layanan pendampingan psikologis dan psikiatri yang sistematis di setiap institusi pendidikan, agar peserta PPDS yang membutuhkan dukungan dapat memperoleh akses layanan yang tepat dan cepat.

    4. Menjaga kerahasiaan dan etika profesional selama proses skrining dan tindak lanjut, sesuai dengan prinsip-prinsip kedokteran dan kesehatan jiwa.

    5. Mendorong kolaborasi lintas profesi antara institusi pendidikan, organisasi profesi kedokteran, dan lembaga pemerintah untuk
    mendukung implementasi kebijakan ini secara berkelanjutan.

    6. Menjaga kesehatan jiwa dokter adalah bagian dari menjaga keselamatan pasien dan mutu layanan kesehatan secara keseluruhan.

    PDSKJI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis pemerintah dan institusi pendidikan dalam membangun sistem kesehatan yang lebih manusiawi, sehat, dan profesional.

    Sebelumnya, Kemenkes menyatakan tes berkala diperlukan untuk menghindari manipulasi test kejiwaan dan mengidentifikasi secara dini kesehatan jiwa peserta didik. 

    Upaya ini untuk merespons tindak pidana kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh dr. PAP yang merupakan peserta PPDS Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Undap).

    Tes kejiwaan akan dilakukan kepada PPDS seluruh angkatan.

    “Kemenkes akan melakukan pemeriksaan mental juga untuk para peserta dokter spesialis sehingga peristiwa (dr PAP) tidak lagi terjadi,” tutur Wakil Menteri Kesehatan (wamenkes RI) Prof Dante Harbuwono saat ditemui di Puskesmas Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (10/4/2025).

    Ia menerangkan, seluruh dokter PPDS maupun calon PPDS harus mengikuti tes Minnesota Multiphasic Personality Inventory atau tes MMPI.

    “Gunanya untuk pemeriksaan keseluruhan kesehatan jiwa. Ini untuk pencegahannya tes MMPI, tes mental, untuk prosedur pendidikan. Mereka (calon dokter) tidak hanya pintar, tapi mereka juga sehat secara jasmani dan secara rohani,  supaya mereka bisa melaksanakan tugas dokter yang mulia itu menangani masyarakat dari dalam hati dan tidak melakukan penyalahgunaaan wewenang,” jelas dia.

  • Perhimpunan Dokter Jiwa Dukung Penuh Wacana Tes Kesehatan Mental Peserta PPDS

    Perhimpunan Dokter Jiwa Dukung Penuh Wacana Tes Kesehatan Mental Peserta PPDS

    Jakarta

    Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin akan mewajibkan tes kesehatan mental bagi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Keputusan tersebut diambil oleh Menkes mengingat ada beberapa kasus yang melibatkan PPDS.

    Kebijakan ini dilakukan guna mencegah adanya masalah kesehatan mental yang dilakukan oleh dokter residen. Menyusul terjadinya pemerkosaan yang dilakukan oleh dokter PPDS Priguna Anugerah terhadap anak pasien.

    “Ini kan bisa dicegah ini kan masalah kejiwaan mental, sekarang Kemenkes akan mewajibkan semua peserta PPDS yang mau masuk harus tes kesehatan mental dulu,” katanya ditemui di kediaman Presiden Ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Sumber, Banjarsari, Kota Solo, dikutip detikJateng, Senin (14/4/5).

    Terkait hal itu, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) menyambut baik penerapan tes kesehatan jiwa berkala bagi peserta PPDS. Penerapan kebijakan ini merupakan langkah terobosan dalam menjaga kualitas dan profesionalisme dokter sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan.

    “Profesionalisme tenaga medis tidak hanya ditentukan oleh kompetensi klinis, tetapi juga kesiapan psikologis dalam menghadapi beban kerja, tantangan etik, serta tekanan emosional yang menyertai praktik kedokteran,” demikian keterangan resmi PDSKJI yang diterima detikcom, Senin (14/4/2025).

    PDSKJI mengatakan pemeriksaan kesehatan jiwa secara berkala memungkinkan deteksi dini terhadap potensi gangguan psikologis dan menjadi bagian dari sistem pendukung profesional yang sehat dan berkelanjutan.

    Kesehatan jiwa tenaga medis juga harus menjadi perhatian bersama sebagai bagian integral dari sistem kesehatan nasional.

    “Kami meyakini bahwa dokter yang sehat secara mental akan mampu memberikan pelayanan yang lebih aman, empatik, dan berkualitas tinggi. Dalam konteks ini, pelaksanaan tes kesehatan jiwa tidak boleh dipandang sebagai bentuk penghakiman, melainkan sebagai bagian dari sistem mutu dan pembinaan profesional yang bersifat manusiawi,” lanjut keterangan tersebut.

    Di sisi lain, PDSKJI juga memberikan sederet rekomendasi terkait pelaksanaan skrining kesehatan jiwa untuk tenaga medis, termasuk peserta PPDS. Di antaranya sebagai berikut.

    1. Pelaksanaan skrining kesehatan jiwa secara berkala di seluruh institusi pendidikan kedokteran spesialis, minimal satu kali setiap tahun menggunakan wawancara klinis serta alat ukur psikologis yang tervalidasi secara ilmiah.

    2. Penerapan pendekatan edukatif dan non-stigmatisasi dalam proses pemeriksaan, guna memastikan bahwa tes ini menjadi bagian dari pengembangan profesional, bukan sebagai alat kontrol atau penilaian semata.

    3. Penyediaan layanan pendampingan psikologis dan psikiatri yang sistematis di setiap institusi pendidikan, agar peserta PPDS yang membutuhkan dukungan dapat memperoleh akses layanan yang tepat dan cepat.

    4. Penyediaan layanan pendampingan psikologis dan psikiatri yang sistematis di setiap institusi pendidikan, agar peserta PPDS yang membutuhkan dukungan dapat memperoleh akses layanan yang tepat dan cepat.

    5. Mendorong kolaborasi lintas profesi antara institusi pendidikan, organisasi profesi kedokteran, dan lembaga pemerintah untuk mendukung implementasi kebijakan ini secara berkelanjutan.

    “Menjaga kesehatan jiwa dokter adalah bagian dari menjaga keselamatan pasien dan mutu layanan kesehatan secara keseluruhan. PDSKJI berkomitmen untuk terus menjadi mitra strategis pemerintah dan institusi pendidikan dalam membangun sistem kesehatan yang lebih manusiawi, sehat, dan profesional,” kata PDSKJI.

    (suc/up)

  • Malunya Menkes, Masalah Gigi Terbanyak Ditemukan saat Cek Kesehatan Gratis

    Malunya Menkes, Masalah Gigi Terbanyak Ditemukan saat Cek Kesehatan Gratis

    Jakarta

    Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyebut hampir dua juta orang sudah memanfaatkan program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang diinisiasi oleh pemerintah. Adapun masalah kesehatan gigi menjadi keluhan terbanyak yang ditemukan saat CKG. Di sisi lain, masih banyak puskesmas di Indonesia tak memiliki layanan dokter gigi.

    “Aku malu gigi (banyak terdeteksi). Saya baru sadar kalau di puskesmas ternyata 50 persen nggak ada dokter gigi. Makanya banyak masyarakat punya problem di gigi,” ucapnya, dikutip dari detikJateng.

    Menkes menyebut pihaknya tengah berdiskusi dengan sejumlah fakultas kedokteran gigi. Ia menyoroti mahalnya biaya dan sulitnya pendidikan dokter gigi sebagai salah satu penyebab utama minimnya jumlah praktisi di bidang tersebut.

    Selain penyakit gigi, cek kesehatan gratis juga menemukan dua penyakit lain yang cukup mengkhawatirkan, yakni tekanan darah tinggi dan diabetes. Dua penyakit ini dikenal sebagai “silent killers” yang bisa memicu komplikasi serius jika tidak ditangani sejak dini.

    “Nomor dua darah tinggi, tiga gula. Kalau 5-6 tahun tidak tertangani bisa jadi stroke dan jantung. Itu sebabnya kematian banyak di stroke dan jantung,” tuturnya.

    Senada, Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono juga menyebut masalah gigi, hipertensi, hingga diabetes menjadi penyakit yang paling banyak ditemukan saat CKG.

    Karenanya, ia berharap program ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas untuk mengetahui kondisi kesehatan dirinya atau keluarganya.

    Menurutnya, jika seseorang teridentifikasi penyakit lebih dini, maka pengobatan bisa segera dilakukan, sehingga peluang untuk sembuh menjadi lebih besar.

    “Temuannya cek kesehatan gratis banyak ya, ada yang hipertensi banyak, yang diabetes, kelainan gigi, kelainan telinga juga banyak,” kata Dante di Puskesmas Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (10/4).

    “Pemeriksaan lab yang berhubungan dengan penyakit jantung dan pembuluh darah juga banyak,” lanjut dia.

    (suc/up)

  • IDI-AIPKI Tak Setuju PPDS Anestesi RSHS Dibekukan Sementara

    IDI-AIPKI Tak Setuju PPDS Anestesi RSHS Dibekukan Sementara

    Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) punya pandangan yang sama soal penghentian sementara kegiatan PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UNPAD di RSHS Bandung. Menurut mereka, keputusan Kemenkes kurang tepat.

  • Video: Menkes Bakal Temui Rektor Unpad Besok, Bahas Evaluasi Kasus di RSHS

    Video: Menkes Bakal Temui Rektor Unpad Besok, Bahas Evaluasi Kasus di RSHS

    Video: Menkes Bakal Temui Rektor Unpad Besok, Bahas Evaluasi Kasus di RSHS

  • Kasus Dokter Pemerkosa Anak Pasien, Komisi IX DPR Bakal Panggil Kemenkes Hingga Pihak RSHS dan Unpad

    Kasus Dokter Pemerkosa Anak Pasien, Komisi IX DPR Bakal Panggil Kemenkes Hingga Pihak RSHS dan Unpad

    JAKARTA- Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh, menyatakan pihaknya akan memanggil Kementerian Kesehatan, pihak Rumah Sakit Dr Hasan Sadikin (RSHS) Bandung hingga pihak Universitas Padjajaran terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter residen anastesi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) terhadap keluarga pasien di lingkungan rumah sakit.

    “Sebagai bentuk pengawasan dan komitmen terhadap perlindungan pasien, Komisi IX DPR RI akan segera memanggil pihak-pihak terkait. Antara lain, Kementerian Kesehatan, Pimpinan RSHS Bandung, Dekan Fakultas Kedokteran Unpad, Konsil Kedokteran Indonesia, serta Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi,” ujar Nihayatul, Sabtu, 12 April.

    Nihayatul mengatakan, langkah pemanggilan ini diambil untuk meminta klarifikasi, mengevaluasi sistem pembinaan dan pengawasan tenaga medis, serta memastikan kasus serupa tidak terulang di masa mendatang.

    Legislator PKB dari Dapil Jawa Timur itu menyatakan, Komisi IX DPR berkomitmen untuk mendorong reformasi menyeluruh demi menjaga kehormatan profesi medis dan keselamatan pasien.

    “Komisi IX menilai bahwa kasus ini mencerminkan kegagalan dalam sistem pengawasan, pendidikan, dan perlindungan pasien di lingkungan rumah sakit pendidikan, dan perlu ditanggapi secara menyeluruh dan sistemik,” tegas Nihayatul.

    Menurutnya, Kemenkes perlu memberikan pendampingan psikologis, hukum, dan kesehatan kepada korban sebagai bentuk pemulihan hak-hak korban. “Sesuai amanat Pasal 55 dan 64 UU Kesehatan,” pungkasnya.

    Pemanggilan ini dijadwalkan setelah DPR selesai menjalani masa reses pada 16 April. DPR dijadwalkan kembali bersidang pada Kamis, 17 April, pekan depan.

    Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui adanya kekurangan dan kesalahan dalam kasus tersebut.

    Menkes menyesalkan lolosnya pengawasan dalam lingkup RS vertikal. Ia pun menyatakan, Kemenkes akan melakukan langkah-langkah perbaikan dalam sebulan ke depan.

    “Kita yang pertama, nggak usah mengelak. Kita harus mengakui ada kekurangan. Jangan pernah bilang bahwa kekurangan itu tidak ada, masyarakat akan merasa sangat sakit hati. Kalau kita tidak mengakui ada kekurangan atau kesalahan,” ujar Menkes, Sabtu, 12 April.

    Meski tidak semua pihak mengakui kekurangan di lapangan, Menkes memastikan, perbaikan akan terus diupayakan dalam pelayanan kesehatan di RSHS maupun proses pendidikan di FK Unpad.

    “Karena ini kan melibatkan dua institusi, nah ini harus diperbaiki,” katanya.