Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Polisi Tangkap Dokter Kandungan Terduga Pelecehan Seksual di Garut, Statusnya Masih Saksi

    Polisi Tangkap Dokter Kandungan Terduga Pelecehan Seksual di Garut, Statusnya Masih Saksi

    Liputan6.com, Garut – Kurang dari 24 Jam setelah tangkapan video CCTV viral di jagat maya, Satreskrim Polres Garut, Jawa Barat, akhirnya meringkus oknum dokter terduga pelecehan seksual kepada pasiennya yang tengah hamil.

    “Menindaklanjuti hal itu, kami bergerak cepat sehingga belum 24 jam kita sudah berhasil mengamankan yang diduga pelaku,” ujar Kapolres Garut AKBP Mochammad Fajar Gemilang, Selasa malam (15/4/2025).

    Menurutnya, menurutnya, viralnya video dugaan pelecehan seksual dokter kandungan di salah satu klinik di Garut itu, langsung menjadi perhatian satreskrim polres Garut untuk bergerak.

    “Pelaku berinisial MSF atau I ini diamankan di wilayah Garut dan saat ini sedang berada di ruangan khusus untuk pemeriksaan lebih lanjut,” kata dia.

    Setelah video itu muncul, saat ini sudah ada dua orang korban warga Garut yang melaporkan kejadian yang pernah mereka alami akibat tindakan asusila oknum dokter itu, ke pihak kepolisian.

    “Penyidik masih melakukan pemeriksaan secara intensif, termasuk pendalaman siapa saja pasien yang telah menjadi korban pelaku,” katanya.

    Namun meskipun demikian, status oknum dokter muda terduga pelaku pelecehan seksual tersebut masih sebagai saksi. Penyidik masih mendalami kasus ini untuk menentukan langkah hukum berikutnya.

    “Proses hukum terhadap pelaku melibatkan koordinasi lintas lembaga,” kata Fajar.

    Sesuai Pasal 308 Undang-Undang Kesehatan, apabila tenaga medis dalam melaksanakan profesinya melakukan tindak pidana, maka dalam penanganan hukum harus mendapatkan rekomendasi dari Majelis Disiplin Profesi Kesehatan.

    “Kami sudah koordinasi dengan Kemenkes, rencana besok akan datang ke Garut,” ujar dia.

    Fajar menyatakan, kasus pelecehan seksual dalam video itu diprediksi berlangsung pada 20 Juni 2024.

    “Kami juga membuka posko pengaduan apabila ada korban lain agar melaporkan ke Polres Garut,” katanya menambahkan.

  • Jejak Kasus Pelecehan oleh Dokter Kandungan di Garut, Terjadi 2024, Viral 2025 Lalu Pelaku Ditangkap – Halaman all

    Jejak Kasus Pelecehan oleh Dokter Kandungan di Garut, Terjadi 2024, Viral 2025 Lalu Pelaku Ditangkap – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, GARUT – Dunia medis sedang tercoreng dengan tingkah oknum dokter yang melakukan tindak kriminal. 

    Belum reda kabar Priguna Anugerah, seorang dokter residen anestesi diRSHS Unpad, diduga memperkosa penunggu pasien, kini dokter M Syafril Firdaus (MSF)seorang dokter spesilis kandungan di Garut Jawa Barat ditangkap karena kasus pelecehan seksual.

    Dokter MSF diduga lecehkan pasien yang sedang kontrol kehamilannya di salah satu klinik di Kabupaten Garut, Jawa Barat. 

    Berikut jejak kasus pelecehan yang dilakukan dokter MSF.

    Videonya viral, beredar di Medsos April 2025

    Video dokter MSF melakukan peecehan viral di lini masa media sosial.

    Viralnya video tersebut disertai dengan beragam keterangan permintaan warganet terhadap kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

    DUGAAN PELECEHAN – Tangkapan layar rekaman CCTV dokter kandungan terduga pelaku pelecehan seksual terhadap pasien di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Tangkapan layar diambil Selasa (15/4/2025). (Tribunjabar.id/ Istimewa/ tangkapan layar)

    Dokter spesialis kandungan tersebut terekam kamera pengawas saat diduga melakukan tindakan mencurigakan ketika tengah melakukan pemeriksaan USG terhadap pasien.

    Adalah drg. Mirza Mangku Anom, seorang Dokter Spesialis Konservasi Gigi, melalui akun Instagram pribadinya mengunggah rekaman video itu. 

    “Ini semua bukti aku punya lengkap lho, rekaman CCTV cersi lengkap aku juga punya dan aku selalu kesel ngeliat yang begini-begini,” tulis dokter Mirza dalam unggahannya.

    Dalam rekaman video tergambar pelaku mengenakan baju batik lengan panjang dan celana panjang hitam.

    Ia terlihat sedang memeriksa pasiennya yang merupakan ibu hamil di sbuah ruangan kecil.

    Ibu hamil itu tengah melakukan pemeriksaan USG melalui perut.

    Anehnya, saat mengecek kondisi ibu hamil, dokter kandungan itu melakukan perbuatan yang diduga melecehkan pasien.

    Sebab saat tangan kanannya memegang alat USG, tangan kirinya itu masuk ke bagian dalam baju pasien.

    Dokter kandungan itu tampak memasukkan tangannya hingga ke bagian sensitif pasien.

    Pada video itu juga terlihat pasien tampak tidak nyaman.

    Pasien berusaha mendorong tangan dokter kandungan yang sudah berada di dadanya.

    Ternyata sudah terjadi Juni 2024 

    Usai video dokter MSF cabul viral, Dinas Kesehatan Kabupaten Garut buka suara dan membuka jika kasus ini  terjadi tahun 2024 di klinik yang beralamat di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Pakuwon Kabupaten Garut.

    Dari sistem informasi sumber daya manusia Dinas Kesehatan diketahui jika saat ini terduga pelaku diketahui sudah tidak praktek di tempat tersebut.

    “(Sekarang) yang bersangkutan sudah tidak ada izin praktek satu pun di wilayah Kabupaten Garut,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Garut dr. Leli Yuliani kepada awak media melalui keterangan resminya, Selasa (15/4/2025).

    Polisi juga menjelaskan peristiwa yang viral itu terjadi pada Juni 2024.

    Ia menuturkan, bahwa dulu memang sempat ada laporan ke dinas kesehatan dan kasus tersebut sudah diselesaikan secara kekeluargaan.

    Pihaknya juga ucap Leli, belum sempat melakukan pemeriksaan secara mental dan psikologis, karena yang bersangkutan saat ini sudah tidak lagi berada di Garut.

    Leli juga menegaskan bahwa terduga pelaku bukan aparatur sipil negara (ASN), namun dari riwayat prakteknya diketahui terduga pelaku pernah bekerja di beberapa fasilitas kesehatan.

    Mulai dari Rumah Sakit Malangbong, hingga beberapa klinik dan rumah sakit di Garut.

    “Yang bersangkutan juga bukan orang sini (Garut),” ungkapnya.

    Pelaku ditangkap kurang dari 24 jam

    Kejadian ini kemudian diusut polisi hingga akhirnya MSF yang diduga melecehkan pasiennya ditangkap. 

    Dirreskrimum Polda Jawa Barat Kombes Pol Surawan kepada wartawan, Selasa (15/4/2025).

    “Dokter sudah diamankan,” ucapnya.

    Kombes Surawan menuturkan sejauh ini ada dua korban yang melaporkan kejadian.

    “Sementara saat ini ada dua korban,” imbuhnya.

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Surawan 

    Kasus ini ditangani oleh Polres Garut.

    Sebelumnya, Kasatreskrim Polres Garut, AKP Joko Prihatin menuturkan polisi memiliki diskresi wajib mengamankan 1×24 jam untuk proses penyelidikan.

    Dari hasil pengecekan ke tempat kejadian perkara (TKP) penyelidik telah berhasil mengantongi identitas dari dokter tersebut.

    Pihak kepolisian mengimbau kepada korban untuk segera melaporkan kejadian tersebut. 

    Hal itu guna memudahkan proses penyelidikan yang saat ini masih berlangsung.

    AKP Joko menerangkan upaya penyelidikan dilakukan berdasarkan video pelaku sekaligus melacak korbannya.

    Menurutnya hotline atas kasus pelecehan bagi siapapun terbuka. 

    “Saat ini kita masih menyelidiki, dan kita sedang bikin tim gabungan dari Polda dan polres untuk menyelidiki kasus viral tersebut,” tambahnya.

    AKP Joko menambahkan, proses penyelidikan akan dilakukan secara profesional dan transparan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

    “Mohon waktu kita sedang melakukan pemeriksaan intensif terhadap terduga,” ungkapnya.

    Pengakuan pengelola klinik, lokasi dugaan pelecehan oleh dokter MSF

    Lokasi klinik yang menjadi lokasi terjadinya pelecehan oleh dokter MDF ini terjadi di kawasan Pengkolan Garut Jalan Ahmad Yadi, Pakuwon, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

    Pengelola klinik,dr. Dewi Sri Fitriani mengatakan bahwa sebelum kasus tersebut viral banyak aduan dari pasien terkait dugaan pelecehan seksual oleh dokter MSF.

    “Ya sempat ada keluhan dari pasien,” ucapnya kepada awak media, Selasa (15/4/2025).

    Atas keluhan tersebut ucapnya, pihak klinik kemudian memasang CCTV di ruang praktek.

    Hasilnya ditemukan rekaman bahwa MSF diduga melakukan hal tak pantas terhadap pasiennya. 

     

    STR dicabut

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) buka suara terkait kasus dugaan seorang dokter kandungan di Garut yang melecehkan pasien saat melakukan Ultrasonografi (USG).

    Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman menyampaikan, pihaknya tengah meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk menangguhkan sementara Surat Tanda Registrasi (STR) yang bersangkuta.

    Ia menyebut, penonaktifkan sementara itu berlaku sampai proses investigasi dilakukan.

    “Kemenkes sudah koordinasi dengan KKI untuk menonaktifkan sementara STR-nya sambil menunggu investigasi lebih lanjut,” ujar Aji saat dihubungi wartawan pada Selasa (15/4/2025).

    Sebelumnya, Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) tengah menyiapkan sanski tegas pada dokter kandungan tersebut jika terbukti bersalah.

    Ketua Umum POGI Prof. Dr. dr. Yudi Mulyana Hidayat, Sp. OG, Subsp. Onk., D.MAS, M.Kes menyebut, kasus ini sudah lama dan sudah ditangani pihak Dinkes, Klinik , IDI dan POGI Cabang Jawa Barat ( Priangan Timur ).

    Pengurus Pusat (PP) POGI sedang melakukan investigasi atau klarifikasi ulang bentuk pelanggaran yang dilakukan.

    “Bila ada pelanggaran Etika dan disiplin profesi, POGI tidak akan ragu-ragu memberikan sanksi  tegas organisasi,” ungkap dia saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (15/4/2025).

    Nantinya PP POGI juga melakukan koordinasi dengan IDI Wilayah Jawa Barat dan Dinas Kesehatan Jawa Barat untuk melakukan pembinaan.

     

    Artikel sebagian tayang di TribunJabar.id dengan judul Dokter Kandungan Lecehkan Pasien di Garut Terjadi di 2024, Dinkes Klaim Selesai secara Kekeluargaan,

     
     (Tribunnews.com/Anita/Reynas) (TribunJabar.id/Sidqi Al Ghifari)

     

     

  • Klarifikasi Kemenkes soal ‘Tukang Gigi’ Praktik di Puskesmas

    Klarifikasi Kemenkes soal ‘Tukang Gigi’ Praktik di Puskesmas

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) mengklarifikasi pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin soal usulan ‘tukang gigi’ praktik di puskesmas, berbekal tambahan skill atau kompetensi. Pernyataan Menkes mendadak ramai menjadi perbincangan dan menuai protes banyak pihak, utamanya sejawat dokter.

    Kemenkes RI menekankan ‘tukang gigi’ yang dimaksud adalah terapis gigi dan mulut (TGM) yang memang menjalani pendidikan formal.

    “Pernyataan Menkes yang akan mendidik tukang gigi agar bisa ditingkatkan skill-nya merupakan kesalahan istilah. Yang beliau maksud adalah terapis gigi dan mulut (TGM),” demikian klatifikasi yang dirilis Kemenkes RI, Selasa (15/4/2025).

    Usulan tersebut didasari temuan hasil cek kesehatan gratis yang menunjukkan lebih dari 50 persen masyarakat Indonesia mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut.

    Hal ini juga sejalan dengan kenyataan minimnya dokter gigi di puskesmas. Sekitar 2 ribu puskesmas utamanya di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar, tidak memiliki dokter gigi.

    “Distribusinya pun lebih banyak di kota-kota besar, bukan di daerah,” tandas Kemenkes.

    Kemenkes RI juga menyoroti ‘gap’ jumlah dokter gigi yang tersedia dengan proyeksi atau perkiraan kebutuhan secara nasional. Disebut masih kurang 10.309 dokter gigi.

    Sementara jumlah lulusan dokter gigi dalam setahjn hanya sekitar 2.600 orang. Karenanya, salah satu usulan adalah pemberdayaan tenaga kesehatan lain, dalam hal ini TGM untuk diatur pemberian kompetensi tambahan, sesuai dengan Permenkes No. 19 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Puskesmas.

    Kemenkes RI juga sudah lebih dulu memperbanyak kuota mahasiswa kedokteran (FKG) gigi dengan dibukanya fakultas kedokteran gigi di sejumlah universitas. Dari semula hanya 32 menjadi 38 FKG.

    Pemerintah juga berupaya memberikan prioritas beasiswa untuk putra-putri daerah, agar setelah lulus akan kembali bertugas di daerah.

    (naf/up)

  • Kementerian PPPA Minta Masyarakat Tidak Takut Berobat ke Dokter Imbas Kasus Pelecehan

    Kementerian PPPA Minta Masyarakat Tidak Takut Berobat ke Dokter Imbas Kasus Pelecehan

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) minta masyarakat tidak takut berobat ke dokter di tengah banyaknya kasus pelecehan seksual oleh oknum dokter.

    Menteri PPPA, Arifah Fauzi mengemukakan bahwa pihaknya kini tengah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan untuk cari solusi dari banyaknya perkara pelecehan yang melibatkan tenaga medis, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap dokter bisa kembali seperti yang dulu.

    “Mungkin ada nanti koordinasi ke Kemenkes terkait memang sudah beberapa kasus ini yang melibatkan tenaga kesehatan. Kami dan Kemenkes akan mencari solusi supaya kepercayaan masyarakat kembali lagi dan mau ke dokter. Kita upayakan masyarakat tetap percaya,” tuturnya di Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Arifah mengakui beberapa kasus pelecehan yang melibatkan dokter sudah sering terjadi di Indonesia hingga viral ke media sosial.

    Dia berharap Kementerian Kesehatan agar memperketat syarat magang dan tugas untuk semua calon dokter di suatu tempat sehingga kasus pelecehan yang dilakukan dokter tidak terjadi lagi di kemudian hari.

    “Sepertinya nanti akan dievaluasi,” katanya

    Dia menegaskan salah satu amanat dari undang-undang adalah pemerintah harus memberikan rasa aman ke masyarakat.

    Maka dari itu, menurutnya, pemerintah akan turun tangan dan bergerak capat mencari solusi untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap dokter.

    “Negara akan hadir untuk memberi layanan yang maksimal ke masyarakat di seluruh Indonesia,” ujarnya.

  • Apa Itu PPDS? Ini Syarat untuk Mengikutinya

    Apa Itu PPDS? Ini Syarat untuk Mengikutinya

    Jakarta, Beritasatu.com – Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) menjadi sorotan setelah sejumlah universitas besar di Indonesia melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program ini. Evaluasi dilakukan menyusul berbagai isu yang muncul, termasuk kasus kekerasan di lingkungan pendidikan dokter spesialis.

    Namun, apa itu PPDS itu dan apa saja syarat yang diperlukan untuk mendaftar PPDS?

    Apa Itu PPDS?

    PPDS merupakan program pendidikan lanjutan yang dirancang untuk melatih dokter umum menjadi dokter spesialis di bidang tertentu.

    Program ini ditempuh setelah seorang dokter untuk menyelesaikan pendidikan sarjana kedokteran (S-Ked) dan pendidikan profesi dokter (dr). Dokter yang sedang menjalani PPDS disebut sebagai residen.

    PPDS biasanya berlangsung selama 8 semester atau sekitar 4 tahun, tergantung pada bidang spesialisasi yang diambil. Selama masa pendidikan, residen akan mendapatkan pelatihan intensif di rumah sakit pendidikan, baik dalam bentuk praktik klinis hingga penelitian.

    Beberapa bidang spesialisasi yang tersedia di Indonesia, antara lain ilmu bedah, ilmu penyakit dalam, ilmu kesehatan anak, ilmu kesehatan mata, psikiatri, radiologi, urologi, dan gizi klinik.

    Syarat Mengikuti PPDS

    Untuk mengikuti PPDS, calon peserta harus memenuhi sejumlah persyaratan administratif dan akademik yang cukup ketat. Berikut ini syarat umum yang berlaku di berbagai institusi pendidikan dokter spesialis di Indonesia.

    Syarat Umum

    Lulusan sarjana kedokteran (S-Ked) dan telah menyelesaikan pendidikan profesi dokter (dr).Memiliki pengalaman kerja klinis minimal 1 tahun di luar masa magang.Memiliki surat tanda registrasi (STR) yang masih berlaku.Memiliki surat izin praktik (SIP) aktif minimal 1 tahun, tidak termasuk masa magang.Usia maksimal 35 tahun pada saat pendaftaran.Memiliki akun SATUSEHAT SDMK untuk pendaftaran di bawah Kemenkes.Bersedia ditempatkan di daerah sesuai kebutuhan setelah lulus, terutama bagi peserta non-ASN yang akan ditempatkan di daerah prioritas atau daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan (DTPK).

    Syarat Akademik dan Administratif

    Indeks prestasi kumulatif (IPK) profesi dokter minimal 3.00.Akreditasi program studi minimal B saat lulus sebagai dokter umum.Peserta PPDS harus memiliki sertifikat TOEFL minimal 450, tetapi beberapa prodi mensyaratkan nilai lebih tinggi.Lulus ujian kompetensi dokter Indonesia (UKDI) atau UKMPPD.Surat rekomendasi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).Surat keterangan tidak buta warna dari rumah sakit pemerintah.Pas foto berwarna, daftar riwayat hidup, dan dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan institusi.

    Syarat Khusus untuk PNS/ASN dan Non-ASN

    PNS/ASN harus mendapatkan surat izin dari atasan dan bersedia kembali ke daerah tugas asal setelah lulus.Non-ASN harus bersedia ditempatkan di daerah prioritas sesuai penetapan Kemenkes.Proses Pendaftaran

    Pendaftaran PPDS dilakukan secara online melalui portal resmi, seperti SIBK Kemenkes atau sistem seleksi universitas terkait. Calon peserta PPDS kemudian harus mengunggah seluruh dokumen persyaratan dan mengikuti tahapan seleksi administrasi, wawancara, hingga pengumuman hasil seleksi.

  • KKI Tangguhkan STR Dokter Kandungan Garut Terduga Lecehkan Pasien

    KKI Tangguhkan STR Dokter Kandungan Garut Terduga Lecehkan Pasien

    Jakarta, Beritasatu.com – Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum dokter kandungan saat melakukan ultrasonografi (USG) terhadap pasiennya di Garut, Jawa Barat, kini menjadi sorotan tajam publik. Menyikapi kasus ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengambil langkah tegas dengan meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk segera menangguhkan Surat Tanda Registrasi (STR) terduga pelaku.

    Juru bicara Kemenkes, Widyawati, menyatakan bahwa KKI juga akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan mendalam terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dokter kandungan berinisial SF tersebut.

    “KKI akan melakukan pemeriksaan terhadap kasus yang ada di Garut, yang melibatkan Obgyn,” kata Widyawati saat dihubungi Beritasatu.com, Selasa (15/4/2025).

    Widyawati menegaskan, jika terduga pelaku terbukti melanggar kode etik profesi, maka STR-nya akan dicabut secara permanen. Langkah ini diambil sebagai upaya Kemenkes dan KKI untuk melindungi masyarakat dari praktik dokter yang tidak etis.

    “Jika ternyata kasusnya benar, data-datanya valid, serta ada laporan baik masuk ke Majelis Disiplin Profesi Kesehatan (MDPK) dan konsil di mana ada pelanggaran etik, maka STR-nya akan dicabut dan yang bersangkutan tidak dapat melakukan pelayanan karena surat izin praktik (SIP)-nya otomatis dicabut. Hal ini untuk melindungi masyarakat,” tuturnya.

    Viral Video Dugaan Pelecehan Seksual oleh Oknum Dokter

    Sebelumnya, jagat maya dihebohkan dengan beredarnya video CCTV yang memperlihatkan dugaan tindakan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dokter kandungan di Garut. Aksi tidak terpuji sang dokter tersebut diketahui terjadi pada tahun 2024 silam.

    Pernah Bertugas di RS Daerah

    Dinas Kesehatan (Dinkes) Garut memberikan informasi bahwa oknum dokter kandungan berinisial SF tersebut sebelumnya pernah bertugas di RS Malangbong. Namun, Dinkes memastikan bahwa dugaan aksi pelecehan seksual tersebut tidak terjadi di rumah sakit milik pemerintah, melainkan di sebuah klinik swasta.

    Dinkes Garut juga menyatakan akan melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap dokumen dan rekam jejak oknum dokter kandungan terduga pelaku pelecehan seksual di Garut.

  • 3 Fakta Baru Dokter Kandungan di Garut Lecehkan Pasien Hamil: Karier Terancam Melayang, Tim Khusus – Halaman all

    3 Fakta Baru Dokter Kandungan di Garut Lecehkan Pasien Hamil: Karier Terancam Melayang, Tim Khusus – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kabar terkini menyangkut dokter kandungan di Garut melakukan pelecehan terhadap pasiennya yang merupakan ibu hamil menjadi atensi berbagai pihak.

    Aparat penegak hukum dalam hal ini Polres Garut masih memburu dokter terduga pelaku bernama M Syafril Firdaus (MSF).

    Satreskrim Polres Garut pun telah membentuk tim khusus untuk mengejar dokter tersebut. 

    Sementara, karier dokter kandungan MSF terancam melayang.

    Pasalnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan menonaktifkan Surat Tanda Registrasi(STR) dokter spesialis obgyn di Garut itu.

    Jika nanti STR dicabut, yang bersangkutan tidak akan bisa melakukan praktik sebagai dokter seumur hidup.

    Berikut fakta-fakta baru tentang kasus dokter kandungan di Garut diduga lecehkan pasien hamil:

    1. Tim Khusus

    Adapun Unit Reserse Kriminal Polres Garut telah membentuk sebuah tim khusus untuk memburu dokter kandungan berinisial MSF, yang diduga terlibat dalam kasus pelecehan terhadap pasien di Garut, Jawa Barat.

    Tim tersebut diketahui mulai melakukan pergerakan sejak malam kemarin untuk melacak keberadaan M Syafril Firdaus, yang diduga sebagai pelaku utama dalam kasus ini.

    “Posisi tim sudah dalam perjalanan, kita sudah lakukan pengejaran terhadap MSF,” ujar AKP Joko Prihatin, Kepala Satreskrim Polres Garut, kepada wartawan pada Selasa (15/4/2025), dikutip dari Tribun Jabar.

    AKP Joko menegaskan bahwa pihak kepolisian akan menangani perkara ini secara cepat dan menyeluruh.

    Di samping upaya pengejaran, polisi juga mulai mendekati para korban yang disebut mengalami pelecehan oleh tersangka.

    “Ada beberapa tim yang sudah terbagi, satu tim untuk mengejar terduga pelaku, satu tim lain menjemput bola terhadap korban,” paparnya.

    Sementara itu, Kasatreskrim Polres Garut AKP Joko Prihatin mengatakan, pihaknya saat ini tengah melakukan penyelidikan atas kasus viral dokter tersebut.

    “Kita sudah minta keterangan pemilik klinik, dan kasus ini sedang dilakukan penyelidikan,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (15/4/2025).

    AKP Joko mengatakan, dari hasil pengecekan ke tempat kejadian perkara (TKP), penyelidik telah berhasil mengantongi identitas dari dokter tersebut.

    Meski demikian, keberadaan dari terduga pelaku belum diketahui pasti.

    “Untuk saat ini kita masih mencari identitas pelaku sudah kita kantongi,” ujarnya.

    Pihak kepolisian pun mengimbau kepada korban untuk segera melaporkan kejadian tersebut. 

    Hal itu guna memudahkan proses penyelidikan yang saat ini masih berlangsung.

    “Karena sampai saat ini belum ada laporan tapi kita tidak fokus kesitu, karena ini sudah menjadi berita nasional,” tambahnya.

    2. Tak Bisa Praktik Seumur Hidup

    Kemenkes akan menonaktifkan Surat Tanda Registrasi(STR) dokter spesialis obgyn di Garut tersebut.

    “Untuk saat ini, Kemenkes sudah koordinasi dengan KKI untuk minta nonaktifkan sementara STR-nya sambil menunggu investigasi lebih lanjut,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman saat dikonfirmasi Tribun, Selasa.

    DOKTER KANDUNGAN CABUL – Sosok dokter kandungan di Garut yang viral di media sosial karena diduga melecehkan ibu hamil jadi sorotan, foto kolase video viral dan unggahan mantan istrinya di media sosial @thianandita, dua bulan lalu, Februari 2025. Kini keduanya sudah bercerai (tribunnews.com)

    Namun, Aji tidak menjelaskan lebih lanjut sampai kapan STR tersebut dinonaktifkan. 

    “Kalau ada perkembangan, nanti akan diinfokan lagi,” kata Aji.

    Menurut hukum tepatnya yang tertulis pada Pasal 260 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menyatakan bahwa Surat Tanda Registrasi (STR) bagi tenaga medis dan kesehatan berlaku seumur hidup. 

    STR merupakan syarat mutlak dokter untuk mengurus Surat Izin Praktik (SIP).

    Lantas apabila STR dicabut, SIP juga turut tak berlaku.

    Si pemegang surat izin tersebut lantas tak bisa melakukan praktik kedokteran di bidang kesehatan.

    3. Gubernur Dedi Tegas

    Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ikut angkat bicara soal dugaan pelecehan seksual yang dilakukan seorang dokter kandungan terhadap pasien saat pemeriksaan USG di salah satu klinik di Garut.

    Dedi menekankan bahwa profesi dokter memiliki standar etika yang ketat, dan pelanggaran terhadap etika itu harus disikapi dengan tegas. Ia mendorong agar izin praktik sang dokter dicabut apabila terbukti bersalah.

    “Kalau dokter lecehkan pasien, ada kode etiknya, cabut izin dokternya. Cabut izin praktik dokternya, bila perlu perguruan tinggi yang meluluskan dokter itu mencabut gelar dokter,” tegasnya saat ditemui di Gedung Pakuan, Bandung, Selasa (15/4/2025), dikutip dari Tribun Jabar.

    KEPALA DESA THR – Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi, saat ditemui seusai acara open house di kediaman Ketua MPR RI, Ahmad Muzani di kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, Rabu (2/4/2025). (Tribunnews.com/Fersianus Waku)

    Tak hanya soal izin praktik, Dedi juga menilai bahwa tindakan yang dilakukan oleh oknum dokter tersebut tidak boleh berhenti pada sanksi administratif. Ia mendorong agar kasus tersebut diproses secara hukum demi memberikan efek jera kepada pelaku dan menjadi pembelajaran bagi dunia medis.

    “Karena dokter itu profesi yang ketika dilantik diambil sumpah profesi. Harus ada tindakan tegas dan tidak bertele-tele. Sementara kasus pelecehannya proses sesuai hukum,” tambahnya.

    Kasus ini mencuat ke publik setelah beredarnya rekaman CCTV dari sebuah klinik di Garut yang menunjukkan dugaan perilaku tidak pantas oleh dokter spesialis kandungan saat melakukan pemeriksaan terhadap pasien.

    Peristiwa itu terjadi di Klinik Karya Harsa yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Garut. Video rekaman tersebut menyebar luas di media sosial dan memicu kecaman publik serta desakan agar aparat penegak hukum segera bertindak.

    Dokter yang bersangkutan terekam kamera sedang melakukan gerakan mencurigakan saat menjalankan tugasnya sebagai pemeriksa USG.

    Rekaman tersebut pertama kali dibagikan oleh drg. Mirza Mangku Anom, seorang dokter spesialis konservasi gigi, melalui akun Instagram pribadinya.

    “Ini semua bukti aku punya lengkap lho, rekaman CCTV versi lengkap aku juga punya dan aku selalu kesel ngeliat yang begini-begini,” tulis drg. Mirza dalam unggahannya.

    Keterangan Dinkes

    Dinas Kesehatan Kabupaten Garut buka suara terkait kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter kandungan di Garut, Jawa Barat.

    Aksi dokter spesialis kandungan itu terekam CCTV, dia diduga melakukan hal tak senonoh terhadap pasiennya saat pemeriksaan USG.

    Namun, dari pihak Dinkes menyatakan bahwa kasus itu sudah terjadi pada 2024 lalu di klinik yang beralamat di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Pakuwon.

    Kepala Dinas Kesehatan Garut dr. Leli Yuliani mengatakan, terduga pelaku juga sudah tidak lagi praktik di klinik tersebut.

    Hal itu diketahui dari sistem informasi sumber daya manusia dinas kesehatan.

    “(Sekarang) yang bersangkutan sudah tidak ada izin praktek satu pun di wilayah Kabupaten Garut,” ujar Leli kepada awak media melalui keterangan resminya, Selasa (15/4/2025), dikutip dari TribunJabar.id.

    Leli mengatakan, dulu memang sempat ada laporan ke dinkes mengenai hal tersebut.

    Namun, katanya, kasus itu sudah diselesaikan secara kekeluargaan.

    Leli mengakui, pihaknya memang belum sempat melakukan pemeriksaan secara mental dan psikologis terhadap pasien itu.

    Pasalnya, pasien atau korban saat ini sudah tidak berada di Garut.

    Leli kemudian menegaskan bahwa terduga pelaku bukan aparatur sipil negara (ASN).

    Berdasarkan dari riwayat praktiknya, terduga pelaku pernah bekerja di beberapa fasilitas kesehatan.

    Di antaranya adalah Rumah Sakit Malangbong hingga beberapa klinik dan rumah sakit di Garut.

    Selain itu, dokter kandungan tersebut juga diketahui bukan orang asli Garut.

    “Yang bersangkutan juga bukan orang sini (Garut),” ungkap Leli.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Dokter Kandungan Lecehkan Pasien di Garut Terjadi di 2024, Dinkes Klaim Selesai secara Kekeluargaan, Soroti Kasus Dokter Kandungan yang Lecehkan Pasien di Garut, Dedi Mulyadi Tegas: Cabut Izinnya!

    (Tribunnews.com/Chrysnha, Rifqah, Williem Jonata) (TribunJabar.id/Sidqi Al Ghifari, Muhamad Nandri, Nazmi Abdurrahman)

  • Video Kemenkes: Capaian Imunisasi PCV Indonesia per Maret 2025 di Bawah 10%

    Video Kemenkes: Capaian Imunisasi PCV Indonesia per Maret 2025 di Bawah 10%

    Video Kemenkes: Capaian Imunisasi PCV Indonesia per Maret 2025 di Bawah 10%

  • Kemenkes Soroti Pentingnya Masyarakat Deteksi Dini Diabetes dan Penanganan Kaki Diabetik – Halaman all

    Kemenkes Soroti Pentingnya Masyarakat Deteksi Dini Diabetes dan Penanganan Kaki Diabetik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyoroti pentingnya masyarakat untuk mendeteksi diabetes sejak dini.

    Hal tersebut sejalan dengan peringatan Hari Diabetes Nasional 2025, yang jatuh pada tanggal 18 April 2025 mendatang.

    Kemenkes bersama RS Fatmawati dan Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Vaskular dan Endovaskular Indonesia (PESBEVI) mendorong deteksi diabetes sejak dini sebagai upaya menghindari amputasi bagian tubuh, khususnya pada pasien komplikasi kaki diabetik.

    “Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya deteksi dini dan penanganan kaki diabetik sebelum menjadi kronis, peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga medis, terutama dokter umum, perawat, dan dokter spesialis, dalam menangani kasus kaki diabetik” kata Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Vaskular dan Endovaskular Indonesia (PESBEVI) dr. Witra Irfan, Sp.B, Subsp.BVE(K), dalam keterangannya, Selasa (15/4/2025).

    Terkait hal itu, Kementerian Kesehatan bersama pihak terkait itu akan menggelar Webinar Nasional bertajuk “National Limb Salvage Diabetic Foot”, yang akan digelar secara virtual, pada Jumat, 18 April 2025 pukul 08.30 – 11.50 WIB.

    “Ini diharapkan menjadi momentum penting dalam meningkatkan kesadaran akan bahaya komplikasi kaki diabetik serta pentingnya upaya pencegahan amputasi yang tidak perlu,” tutur Witra.

    Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Dante Saksono Harbuwono, akan turut hadir sebagai Keynote Speaker, dengan menyoroti urgensi dan perhatian pemerintah terhadap tantangan komplikasi diabetes yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

    Data dari International Diabetes Federation (IDF) menunjukan jumlah penderita diabetes di dunia pada tahun 2021 mencapai 537 juta. 

    Angka ini diprediksi akan terus meningkat mencapai 643 juta di tahun 2030 dan 783 juta pada tahun 2045.

    Menurut IDF, Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan jumlah diabetes terbanyak dengan 19,5 juta penderita di tahun 2021 dan diprediksi akan menjadi 28,6 juta pada 2045.

    Persoalan ini menjadi perhatian dari Kementerian Kesehatan, mengingat diabetes melitus merupakan ibu dari segala penyakit.

  • 2 Pasien Lain Diduga Jadi Korban Pemerkosaan di RSHS, Menkes Temui FK Unpad

    2 Pasien Lain Diduga Jadi Korban Pemerkosaan di RSHS, Menkes Temui FK Unpad

    Jakarta

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut pihaknya sudah berkomunikasi langsung dengan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Padjajaran terkait kasus Priguna Anugrah Pratama (PAP) yang sempat menjadi dokter residen anestesi di kampusnya. PAP ditetapkan sebagai tersangka pelaku pemerkosaan keluarga yang mendampingi pasien, dengan modus memasukkan obat bius saat transfusi darah.

    Korban pemerkosaan belakangan terkonfirmasi bertambah dua orang, dijebak dengan modus yang sama. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes Surawan pada Jumat (11/4/2025), mengungkap korban berusia 21 tahun dan 31 tahun, diperiksa polisi pada Kamis (9/4).

    “Jadi kita sama Unpad koordinasi bagus sekali, kemarin pembahasannya fokus perbaikan ke depan apa, ada kekurangan yang terjadi, baik proses di Unpad, maupun RSHS. Ini kombinasi kan, ada pendidikan dan pelayanan, nah dua-duanya kan overlap, yang satu melayani pasien, yang satu mendidik PPDS, kelihatan ada kekurangan di sini kan karena masing-masing prosedurnya, SOP-nya jalan sendiri-sendiri,” terang Menkes Budi kepada wartawan, Senin (14/4/2025).

    Penghentian sementara PPDS FK Unpad di RSHS selama satu bulan penuh disebutnya bertujuan untuk mengkaji bersama SOP yang jelas antara kampus maupun pihak RS. Menkes menilai banyak hal yang perlu diubah, utamanya dalam pengawasan.

    Hasil dari kajian tersebut nantinya diharapkan bisa menjadi pilot project untuk sejumlah PPDS di banyak RS lain.

    “Itu yang sekarang kita setuju oh perbaikannya kemana, nah ada beberapa yang masih blm jelas, saya kasih waktu 1 bulan untuk duduk bersama, rektor Unpad dan RSHS mensinergikan SOP pendidikan dan layanan,” tandas dia.

    “Ini kan ada dua kementerian berbeda, ini harus disinergikan sehingga tidak mungkin kita melihat kesalahan-kesalahan sebelumnya, dan nggak jelas siapa yang tanggung jawab dalam satu bulan kita harapkan selesai sehingga itu bisa jadi pilot project ke RS-RS lainnya.”

    (naf/naf)