Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Video Kemenkes Bikin SOP Baru di RS: Ruangan Kosong Harus Tersegel-Terkunci

    Video Kemenkes Bikin SOP Baru di RS: Ruangan Kosong Harus Tersegel-Terkunci

    Jakarta – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyoroti ruangan kosong yang dipakai Priguna Anugerah Pratama, peserta Program Pendidikan Dokter Spesialias (PPDS) Anestesi di RSHS Bandung untuk memperkosa keluarga pasien. Kemenkes pun mengeluarkan aturan atau SOP (standar operasional prosedur) baru terkait penggunaan ruangan kosong.

    (/)

  • Video: Menkes Wajibkan Tes Psikologis Rutin Bagi Calon Dokter Spesialis

    Video: Menkes Wajibkan Tes Psikologis Rutin Bagi Calon Dokter Spesialis

    Jakarta – Kementerian Kesehatan berbenah menyusul banyaknya permasalahan dokter residen di sejumlah rumah sakit. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun meminta agar ada pemeriksaan psikologis dilakukan secara rutin untuk para calon dokter spesialis.

    (/)

  • Polemik Kasus Seksual, Ini 5 Langkah Kemenkes Tertibkan PPDS

    Polemik Kasus Seksual, Ini 5 Langkah Kemenkes Tertibkan PPDS

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melalui Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin akhirnya menyatakan sikap resmi mereka menanggapi polemik kasus asusila mulai dari kekerasan seksual hingga pelecehan seksual oleh para dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang saat ini ramai jadi isu nasional.

    Setelah kasus dokter Obgyn di Garut, dokter umum di Malang hingga dokter PPDS Anestesi di Bandung, teranyar ada lagi kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum peserta PPDS Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (FKG UI). Melihat kondisi di lapangan, Menkes Budi tak menampik kalau harus segera dilakukan perbaikan serius terkait para dokter PPDS.

    “Kami merasa harus ada perbaikan yang serius, sistematis dan konkret bagi PPDS,” ungkap Budi dalam konferensi pers Kemenkes, “Upaya Bersama Pembenahan PPDS di RSUP Hasan Sadikin dan Universitas Padjajaran”, Senin (21/4/2025).

    Lebih lanjut ia menerangkan, ke depannya Kemenkes akan menerapkan beberapa langkah konkrit tak hanya untuk mencegah kasus serupa terulang kembali di masa mendatang, namun juga untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat. Berikut lima langkah Kemenkes untuk menertibkan para dokter PPDS, seperti yang dijelaskan Budi.

    Wajib tes psikologi: Mewajibkan calon peserta PPDS untuk mengikuti tes psikologis. nantinya tes psikologi ini akan dilakukan setiap 6 bulan sekali. Tujuannya sebagai pengawasan secara berkala dan monitoring rutin. Transparasi rekrutmen PPDS: proses rekrutmen para calon peserta PPDS harus dilakukan terbuka, Budi menegaskan tidak boleh lagi ada preferensi khusus. “Transparansi dari proses rekrutmen ini dilakukan dengan baik, sehingga tidak ada lagi preferensi-preferensi khusus yang mengakibatkan kita akan salah pilih dari peserta PPDS ini,” tegasnya.

  • Kemenkes Sebut 3 Prodi PPDS di RS Vertikal Masih Disetop, Ini Daftarnya

    Kemenkes Sebut 3 Prodi PPDS di RS Vertikal Masih Disetop, Ini Daftarnya

    Jakarta

    Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan RI drg Murti Utami melaporkan data laporan perundungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) hingga sebulan terakhir, mencapai 2.621 kasus. Dari total tersebut, 620 di antaranya sudah terkonfirmasi sebagai bentuk bullying dan 363 kasus terjadi di lingkup RS vertikal.

    Rekomendasi terberat yang diberikan adalah penutupan sementara kegiatan PPDS program studi (Prodi) tertentu di RS vertikal, buntut temuan kasus bullying, seperti yang sebelumnya terjadi pada kasus almarhumah dr ‘ARL’ di prodi anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK Undip).

    “Dari laporan yang sudah kita tindaklanjuti, ada rekomendasi yang sampai penutupan prodi dan belum kita buka sampai sekarang,” tandas drg Murti dalam konferensi pers, Senin (21/4/2025).

    “Prodi anestesi di RSUP Kariadi sampai saat ini belum kita buka. Prodi penyakit dalam Unsrat di RSUP Kandou, dan terakhir prodi anestesi di RSUP Hasan Sadikin,” tegasnya.

    Pembekuan sementara dilakukan sampai benar-benar ada perbaikan. Perbaikan yang menurutnya tidak hanya ditunjukkan kepada publik, tetapi komitmen serius dari pihak institusi.

    Penilaian akan dilakukan sebelum membuka kembali prodi PPDS tertentu di RS vertikal.

    “Kita freeze dan nanti action plan-nya seperti apa kita evaluasi, yang menjadi bagian dari bahan pembukaan prodi,” lanjutnya.

    “Apakah pantas dibuka atau tidak. Jadi tidak hanya sebatas komitmen yang disampaikan di sini tetapi fakta-fakta di lapangan akan seperti apa,” pungkasnya.

    (naf/up)

  • Menkes Budi: Dokter PPDS Wajib Tes Psikologi 6 Bulan Sekali

    Menkes Budi: Dokter PPDS Wajib Tes Psikologi 6 Bulan Sekali

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Kesehatan Budi Gunaidi Sadikin menyoroti maraknya sejumlah kasus pelecehan hingga kekerasan seksual yang dilakukan oleh dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) belakangan ini. Sebagai salah satu upaya untuk memerangi polemik masalah ini,  Menkes Budi mengungkap Kemenkes nantinya akan melakukan tes psikologi kepada dokter PPDS.

    “Beberapa hal yang saya titipkan agar benar-benar harus dilakukan, yang pertama adalah pada saat rekrutmen dari calon peserta pendidikan dokter spesialis, itu diwajibkan untuk mengikuti tes psikologis,” ungkap Budi dalam acara konferensi pers di Kantor Kemenkes secara daring pada Senin (21/4/2025).

    Budi menambahkan,  mewajibkan dokter PPDS untuk mengikuti tes psikologi ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi kejiwaan menyimpang dan akan dinilai apakah dokter yang bersangkutan mampu menjalankan pendidikan tersebut atau tidak. 

     “Sehingga dengan demikian, kita bisa mengetahui kondisi kejiwaan dari peserta untuk bisa melakukan pendidikan ini,” imbuhnya. 

    Teknisnya sendiri, nantinya tes psikologi ini akan dilakukan setiap 6 bulan sekali. Hal ini dilakukan bentuk pengawasan secara berkala dan monitoring rutin.

  • Menkes Wajibkan Calon Dokter Tes Kejiwaan Setiap 6 Bulan Sekali Buntut Kasus Priguna

    Menkes Wajibkan Calon Dokter Tes Kejiwaan Setiap 6 Bulan Sekali Buntut Kasus Priguna

    loading…

    Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mewajibkan adanya tes kejiwaan untuk dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) buntut adanya kasus pemerkosaan yang dilakukan Priguna Anugerah Pratama. Foto/Annastasya

    JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mewajibkan adanya tes kejiwaan untuk dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) buntut adanya kasus pemerkosaan yang dilakukan Priguna Anugerah Pratama (31), dokter PPDS Universitas Padjadjaran (Unpad). Budi mengimbau adanya tes kejiwaan atau psikologi bagi calon dokter merupakan salah satu langkah perbaikan yang serius.

    “Pada saat rekrutmen calon peserta dokter spesialis, itu diwajibkan melakukan tes psikologis sehingga kita bisa mengetahui kondisi kejiwaan dari yang bersangkutan untuk bisa melakukan pendidikan ini dan nantinya akan bisa melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya,” tegas Menkes dalam konferensi pers ‘Upaya Bersama Pembenahan PPDS di RSUP Hasan Sadikin dan Universitas Padjajaran’, Senin (21/4/2025).

    Lebih lanjut, Menkes juga mewajibkan para dokter PPDS melakukan tes kejiwaan tersebut setiap enam bulan sekali secara berkala. Ini juga akan meliputi skrining psikologis.

    “Kami memastikan setiap 6 bulan dilakukan tes psikologis sehingga bisa dipantau secara rutin. Harus dilakukan screening psikologis, sehingga kondisi kejiwaan dari para peserta didik ini bisa kita monitor dengan rutin,” kata Budi.

    Seperti diketahui, pemerkosaan yang dilakukan dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran pada keluarga pasien. Pelaku berinisial PAP (31) melakukan pemerkosaan pada keluarga pasien dengan modus transfusi darah dan membius korban.

    (rca)

  • Imbas Kasus Dokter Priguna, Terkuak Marak Dokter Anestesi Alihkan Tugas di Ruang Bedah ke Murid PPDS – Halaman all

    Imbas Kasus Dokter Priguna, Terkuak Marak Dokter Anestesi Alihkan Tugas di Ruang Bedah ke Murid PPDS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kasus rudapaksa yang dilakukan oleh dokter residen peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi, Priguna Anugerah, ternyata membuka fakta baru soal kondisi dokter-dokter anestesi di rumah sakit pendidikan yang ada di Indonesia.

    Menurut Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin, ternyata banyak dokter anestesi yang tak bekerja di rumah sakit.

    Selain itu, terungkap pekerjaan anestesi di ruang bedah banyak dialihkan ke dokter PPDS, bukan dikerjakan dokter anestesi atau dokter konsulennya.

    Hal ini diketahui setelah Menkes menghentikan sementara program pendidikan anestesi di RS Hasan Sadikin Bandung, dan sebelumnya di RS Kariadi Semarang terkait kasus bullying.

    “Khusus anestesi, karena ini kejadian di Semarang dan juga di Bandung, kita lihat begitu prodinya kita tunda itu rame malah program layanan anestesi, bukan program pendidikan anestesi saja, begitu kita hentikan PPDS anestesi untuk hadir di RS Kemenkes, ketahuan ternyata banyak dokter anestesi yang tidak bekerja di rumah sakit.”

    “Saya mulai mengamati bahwa ternyata yang melakukan pekerjaan anestesi di ruang bedah adalah PPDS-nya,” kata Budi dalam konferensi persnya hari ini, Senin (21/4/2025), dilansir Kompas TV.

    Budi menilai tindakan tersebut tak hanya buruk untuk pendidikan dokter saja, tapi buruk untuk keselamatan pasien.

    Untuk itu, Budi mengungkap keseriusannya dalam memperbaiki cara kerja dokter-dokter anestesi di Indonesia.

    Budi juga menegaskan, di seluruh dunia, demi keselamatan pasien maka dokter anestesi harus selalu ada di dekat pasien sejak masuk ruang operasi hingga keluar ruangan.

    Namun, praktiknya, di Indonesia justru banyak ditemukan dokter anestesi keluar ruang operasi atau ruang bedah saat pasien sudah tertidur dan tugasnya dialihkan ke murid PPDS-nya.

    “Dan ini bukan hanya buruk untuk pendidikan, sangat buruk untuk patient safety. Dan ini kejadian ini terjadi, ya jadi saya serius memperbaiki cara kerja dokter-dokter anestesi, bahwa di seluruh dunia demi pasien safety sejak pasien masuk ruang operasi sampai keluar itu dokter anestesi harus selalu ada di situ.”

    “Ya karena kalau terjadi apa-apa pasiennya bisa celaka gitu di Indonesia ternyata praktiknya banyak yang keluar begitu sudah tidur langsung keluar itu dokter anestesi. Jadi praktik-praktik seperti ini berbahaya sekali dan tidak mengikuti standar dunia untuk best practices.”

    “Ini ketahuan pada saat kita bekukan sementara itu prodi anestesi di Rumah Sakit Karyadi dan Rumah Sakit Hasan Sadikin dan saya dengar ini terjadi hampir di seluruh rumah sakit pendidikan jadi yang mengerjakan pekerjaan konsulen dokter anestesi adalah PPDS-nya adalah muridnya dan ini sangat berbahaya,” ungkap Budi.

    BPOM Datangi RSHS Bandung

    Untuk merespons adanya dugaan penyalahgunaan obat anestesi dalam kasus dokter Priguna, BPOM RI meninjau Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung (RSHS) pada Kamis (17/4/2025).

    Kepala BPOM, Taruna Ikrar, mengatakan inspeksi ini dilakukan untuk memastikan sistem pengelolaan obat di rumah sakit pendidikan berjalan sesuai regulasi.

    Obat keras seperti obat anestesi atau yang lebih dikenal dengan obat bius harus diawasi pengelolaannya secara ketat.

    “Kami ingin memastikan bahwa pengelolaan obat di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung telah sesuai dengan standar keamanan dan tata kelola yang ketat. Ini penting demi keselamatan pasien dan integritas profesi medis,” tegas Taruna Ikrar.

    Pengelolaan obat di rumah sakit dilakukan sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

    Tim BPOM melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap pengelolaan obat yang meliputi sistem pengadaan, penerimaan, penyimpanan, penyerahan, pengembalian, pemusnahan, dan pelaporan obat di Instalasi Farmasi RSHS.

    Lebih lanjut, Taruna Ikrar menyatakan BPOM akan terus meningkatkan sinergi dengan rumah sakit pendidikan, institusi kesehatan, dan perguruan tinggi untuk memperkuat pengawasan serta edukasi dalam penggunaan obat.

    Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) memegang peran super penting dalam memastikan obat yang diterima dan dikonsumsi oleh pasien di rumah sakit. 

    Pihaknya berkomitmen untuk menjaga kualitas dan keamanan obat di semua lini pelayanan kesehatan.

    “BPOM juga siap mendampingi rumah sakit dalam berbagai penerapan aspek regulasi, fasilitasi, bimbingan teknis, hingga pemanfaatan teknologi informasi dalam pengelolaan obat,” ujar Taruna.

    (Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Rina Ayu Panca Rini)

    Baca berita lainnya terkait Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien.

     

  • Ciri-ciri Jantung Mulai Bermasalah, Waspadai Sebelum Fatal

    Ciri-ciri Jantung Mulai Bermasalah, Waspadai Sebelum Fatal

    Jakarta

    Penyakit jantung merupakan salah satu penyakit pembunuh nomor satu di dunia dan di Indonesia. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2021 menunjukkan kematian akibat penyakit jantung mencapai 17,8 juta kematian, atau satu dari tiga kematian di dunia disebabkan oleh penyakit jantung.

    Di Indonesia, penyakit jantung masih menjadi kondisi yang ditakuti. Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, kasus penyakit katastropik yang paling banyak ditemukan di Indonesia sepanjang 2022 adalah penyakit jantung dengan 15,5 juta kasus.

    Ketika jantung bermasalah, sebenarnya terdapat sejumlah tanda-tanda yang akan muncul. Hanya saja, ciri-ciri jantung bermasalah kerap disepelekan lantaran mirip dengan kondisi yang umum, seperti kelelahan atau sakit kepala.

    Dikutip dari berbagai sumber, berikut tanda-tanda jantung bermasalah yang perlu diwaspadai.

    1. Nyeri Dada

    Nyeri dada merupakan salah satu gejala yang sering diasosiasikan dengan penyakit jantung. Namun pada kenyataannya, nyeri dada kerap disalahartikan sebagai gejala penyakit lain, seperti asam lambung naik atau GERD.

    Dikutip dari laman Mount Sinai, nyeri dada dapat terjadi ketika jantung tidak mendapat cukup darah atau oksigen. Jumlah dan jenis nyeri dapat berbeda-beda pada setiap orang. Sebagian orang mungkin merasakan sakit yang luar biasa, sementara lainnya hanya merasakan ketidaknyamanan ringan.

    2. Kelelahan

    Kelelahan sering diartikan sebagai tanda tubuh memerlukan istirahat. Namun terkadang, kelelahan dapat menjadi tanda kondisi yang lebih serius, seperti penyakit jantung.

    Dikutip dari Mount Sinai, kelelahan dapat menjadi tanda penyakit jantung jika:

    Merasa jauh lebih lelah dari biasanya. Wanita biasanya merasa sangat lelah sebelum atau selama serangan jantung.Merasa sangat lelah, sehingga tidak dapat beraktivitas seperti biasa.Mengalami kelelahan yang parah dan tiba-tiba.3. Palpitasi Jantung

    Palpitasi adalah kondisi ketika jantung berdebar sangat kencang, cepat, atau tidak teratur. Dikutip dari NYU Langone, palpitasi dapat menjadi tanda fibrilasi atrium dan aritmia lain yang memengaruhi irama jantung.

    “Saat berolahraga, jantung akan berdetak lebih kuat. Namun, palpitasi yang berlangsung selama beberapa menit atau bahkan beberapa jam bukanlah hal yang normal,” terang spesialis jantung dr Lawrence Phillips, MD.

    4. Sesak Napas

    Sesak napas dapat terjadi ketika jantung tidak mampu memompa darah sebagaimana mestinya. Akibatnya, darah dapat kembali ke pembuluh vena yang mengalir dari paru-paru ke jantung.

    Hal ini dapat menyebabkan cairan bocor ke paru-paru dan memicu sesak napas. Seseorang mungkin merasakan sesak napas ketika:

    Beraktivitas.Sedang beristirahat.Berbaring telentang, hal ini bahkan dapat membuat seseorang terjaga dari tidurnya.5. Pusing dan Sakit Kepala

    Dikutip dari NYU Langone, pusing dapat disebabkan oleh irama jantung yang lambat atau cepat, dapat mengindikasikan sistem kelistrikan jantung tidak bekerja dengan baik.

    “Ini bisa menjadi tanda aritmia, atau kondisi katup jantung. Penting untuk melakukan EKG untuk mencari irama jantung yang tidak teratur dan memastikan tidak ada masalah besar,” tandas dr Phillips.

    (ath/naf)

  • Kemenkes Bakal Terapkan Tes Kejiwaan Calon Dokter Lewat Metode MMPI
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        19 April 2025

    Kemenkes Bakal Terapkan Tes Kejiwaan Calon Dokter Lewat Metode MMPI Nasional 19 April 2025

    Kemenkes Bakal Terapkan Tes Kejiwaan Calon Dokter Lewat Metode MMPI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bakal menerapkan tes kepribadian Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) usai maraknya kasus pelecehan seksual yang dilakukan sejumlah dokter.
    Sebagai langkah preventif, Kemenkes bersama Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), organisasi profesi, serta institusi pendidikan kedokteran, bekerja sama dalam penguatan pendidikan etika medis.
    “Kementerian Kesehatan akan menerapkan tes kepribadian Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) dalam proses seleksi calon dokter,” kata Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono dalam keterangan resmi, Sabtu (19/4/2025).
    Dante menuturkan, tes MMPI ini dilakukan untuk menyaring apakah calon dokter memiliki gangguan atau kelainan psikologis.
    “Tes ini bertujuan untuk menyaring potensi gangguan psikologis yang tidak sesuai dengan karakter profesi medis,” imbuh dia.
    Jika memiliki gangguan psikologis, Kemenkes berhak menolak meskipun dokter tersebut memiliki nilai akademik yang bagus.
    “Kalau hasilnya menunjukkan ada kelainan psikologis dan tidak cocok untuk profesi dokter, maka akan kami tolak, walaupun nilai akademiknya bagus,” ujar Dante.
    Ia prihatin dengan banyaknya pemberitaan oknum tenaga medis yang menyalahgunakan profesinya.
    “Kejadian ini menjadi pengingat penting untuk terus memperkuat sistem pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kesehatan,” kata dia.
    Sebelumnya diberitakan, oknum dokter berinisial AY diduga melecehkan pasien perempuan di Rumah Sakit (RS) Persada, Kota Malang, Jawa Timur.
    Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, korban berinisial QAR (31) mengatakan bahwa peristiwa yang dialaminya terjadi pada September 2022.
    Perempuan asal Bandung, Jawa Barat, itu sedang berlibur ke Malang.
    Saat rawat inap, tiba-tiba QAR didatangi dokter YA yang melakukan kunjungan ke kamar dengan membawa stetoskop.
    Dokter YA lalu menutup seluruh gorden kamar inap lalu menyuruh QAR membuka baju rawat inapnya.
    “Alasannya mau diperiksa, saya sudah merasa tidak nyaman. Setelah itu, orangnya menyuruh saya buka bra. Dari situ saya mulai berpikir, kok jadi seperti ini dan hal itu membuat saya bingung sekaligus ketakutan. Saya tetap turuti,” kata dia.
    Selanjutnya, dokter YA melakukan pemeriksaan dengan cara menempelkan stetoskop ke bagian dada kiri dan kanan sekaligus melecehkan korban.
    Tidak lama kemudian, terduga pelaku mengeluarkan HP yang diduga merekam.
    Menanggapi hal tersebut, Supervisor Humas Persada Hospital, Sylvia Kitty Simanungkalit, S.Si., MMRS mengonfirmasi bahwa YA adalah dokter di rumah sakitnya.
    “Saat ini, yang bersangkutan telah dinonaktifkan sementara sambil menunggu proses investigasi internal yang sedang berjalan,” kata dia.
    Pihak RS tersebut juga menolak tegas segala bentuk pelanggaran etik. Mereka pun membentuk tim investigasi internal untuk menelusuri kasus ini secara menyeluruh.
    “Apabila terbukti bersalah, kami akan menindak tegas pelaku sesuai hukum yang berlaku,” imbuh dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bandara Kertajati Diusulkan Jadi Titik Pemberangkatan Haji Jemaah Jabar dan Sebagian Jateng

    Bandara Kertajati Diusulkan Jadi Titik Pemberangkatan Haji Jemaah Jabar dan Sebagian Jateng

    Bisnis.com, MAJALENGKA – Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Maman Imanulhaq mengusulkan agar Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati melayani keberangkatan jemaah haji asal Jawa Barat dan daerah perbatasan Jawa Tengah seperti Brebes dan Tegal. 

    Tujuannya, agar titik pemberangkatan jemaah tidak terus-menerus terpusat di Bandara Soekarno-Hatta, melainkan tersebar merata guna meningkatkan efisiensi dan keadilan layanan haji nasional.

    Maman menyebutkan, tahun ini erjadi penurunan jumlah kelompok terbang (kloter) haji dari Bandara Kertajati. Padahal, tahun sebelumnya, pihaknya telah mendorong agar Kertajati bisa melayani hingga 60 kloter. Namun, justru realisasi tahun ini turun drastis menjadi hanya 28 kloter.

    “Tahun lalu, kami mendorong agar Kertajati bisa menangani 60 kloter. Tapi realisasinya tahun ini justru berkurang. Ini perlu dievaluasi secara menyeluruh,” ujar Maman di Bandara Kertajati, Kabupaten Majalengka, Sabtu (19/4/2025).

    Menurut Maman, Bandara Kertajati memiliki potensi besar sebagai pintu utama pemberangkatan haji untuk wilayah Jawa Barat. Selain letaknya yang strategis, Kertajati juga dinilai mampu mengurai kepadatan yang selama ini terpusat di Bandara Soekarno-Hatta.

    Ia menambahkan, optimalisasi Kertajati bukan semata persoalan efisiensi jarak, tetapi juga bagian dari upaya mendekatkan layanan ibadah haji kepada masyarakat. Terlebih, banyak jemaah asal Cirebon, Indramayu, Majalengka, hingga Brebes dan Tegal yang secara geografis lebih dekat ke Kertajati daripada ke Jakarta.

    “Pemerataan layanan haji adalah bentuk keadilan yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah pusat. Apalagi ini menyangkut pelayanan ibadah yang sangat sensitif,” tegas Maman.

    Selain soal titik pemberangkatan, Maman juga menyoroti aspek teknis lain yang tak kalah penting, yakni kesiapan tenaga medis yang mendampingi jemaah.

    Ia menilai, tahun ini terjadi kekurangan tenaga kesehatan haji akibat ketentuan baru dari Pemerintah Arab Saudi yang mewajibkan sertifikasi khusus bagi tenaga medis yang bertugas selama musim haji.

    “Kita perlu lebih serius dalam menyiapkan sumber daya manusia, terutama tenaga medis. Jangan sampai kekurangan ini berujung pada gangguan pelayanan terhadap jemaah, apalagi banyak yang sudah lansia dan punya riwayat penyakit,” tuturnya.

    Ia berharap Kementerian Agama (Kemenag) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bisa lebih solid dalam mempersiapkan kebutuhan tenaga kesehatan haji, termasuk dalam hal pelatihan dan sertifikasi sesuai standar internasional. 

    Maman juga menegaskan pentingnya kolaborasi lintas kementerian demi menjamin keselamatan dan kenyamanan jemaah selama menjalankan ibadah di Tanah Suci.

    Lebih lanjut, kata Maman, pemerintah saat ini tengah merancang penguatan ekosistem haji dan umrah secara nasional. Salah satu pilar utama dari penguatan tersebut adalah menjadikan Bandara Kertajati sebagai hub strategis pemberangkatan haji dan umrah untuk kawasan barat Indonesia.

    “Ekosistem haji tidak hanya soal administrasi dan pelayanan jemaah. Kita juga bicara tentang integrasi transportasi, teknologi, serta tata kelola kelembagaan yang lebih modern,” jelasnya.

    Maman pun menyebut bahwa Badan Pengelola Haji (BPH) yang kini tengah dalam proses awal pembentukan, akan memegang peranan penting dalam transformasi ekosistem haji Indonesia. 

    Meski saat ini lembaga tersebut masih mengadopsi sistem kerja Kemenag, dalam waktu dekat BPH diharapkan bisa memiliki sistem sendiri yang lebih otonom dan profesional.