Kementrian Lembaga: Kemenkes

  • Video Kemenkes Sebut 3 Prodi PPDS Disetop Imbas Bullying-Pelecehan Seksual

    Video Kemenkes Sebut 3 Prodi PPDS Disetop Imbas Bullying-Pelecehan Seksual

    Jakarta – Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan RI, Murti Utami, melaporkan data laporan perundungan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) hingga sebulan terakhir, mencapai 2.621 kasus. Dari total tersebut, 620 di antaranya sudah terkonfirmasi sebagai bentuk bullying dan 363 kasus terjadi di lingkup RS vertikal

    (/)

  • Menkes Bolehkan Dokter PPDS Praktik Umum untuk Dapat Penghasilan

    Menkes Bolehkan Dokter PPDS Praktik Umum untuk Dapat Penghasilan

    Jakarta

    Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin bakal memberikan Surat Izin Praktik (SIP) sebagai dokter umum kepada para dokter yang tengah menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) untuk mendapat penghasilan. Hal ini dikarenakan masih ada peserta PPDS yang mendapatkan tekanan finansial.

    Menurutnya, tekanan finansial menjadi salah satu pemicu terjadinya gangguan kejiwaan yang dialami para peserta PPDS. Terlebih beberapa di antaranya juga sudah berkeluarga.

    “Mereka bisa melakukan pekerjaan dokter umum di rumah sakit pendidikan dengan SIP, bukan hanya sebagai PPDS, tapi SIP sebagai dokter umum agar bisa mendapatkan hasilnya (penghasilan),” katanya dalam konferensi pers, Senin (21/4/2025).

    Menkes mengatakan selama ini peserta PPDS hanya menjalankan praktik kedokterannya dan berada pada sistem pendidikan. Padahal, lanjutnya, mereka memiliki kemampuan dalam menjaga bangsal, menjaga IGD, dan mampu menemani konsulen dalam menangani pasien.

    Sementara di luar negeri, tenaga medis yang tengah menempuh pendidikan profesi dapat bekerja sambil belajar. Karenanya, Menkes menyebut pihaknya akan menerbitkan SIP tambahan.

    Meski begitu, Menkes menjelaskan, dengan penerbitan SIP tambahan bagi peserta PPDS, Kemenkes perlu melakukan pengaturan terkait jam kerja, sehingga tidak mengalami overwork.

    “Cuman ini nanti mesti dilihat ya gimana pengaturan jam kerjanya sehingga pada saat mereka belajar di rumah sakit pendidikan,” katanya.

    “Nah dengan demikian saya harapkan nanti tekanan finansial pada peserta PPDS ini bisa kita kurangi, sehingga mereka bisa hidup lebih normal lah, sebagai seorang yang sudah berkeluarga, memiliki keterampilan dan bisa mendapatkan pendidikan,” sambungnya lagi.

    (suc/suc)

  • Kemenkes Ajak Komunitas-Pegiat Media Sosial Jadi Duta Imunisasi Digital demi Masa Depan Anak Bangsa

    Kemenkes Ajak Komunitas-Pegiat Media Sosial Jadi Duta Imunisasi Digital demi Masa Depan Anak Bangsa

    JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI meminta seluruh masyarakat untuk menyebarkan informasi mengenai imunisasi. Sebab, tak dipungkiri banyak pihak yang keliru sehingga berdampak pada keraguan bahkan penolakan di masyarakat.

    Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan, Prima Yosephine, menyebutkan bahwa salah satu tantangan terbesar dalam mengejar cakupan imunisasi bukan lagi soal distribusi vaksin atau akses fasilitas, melainkan pertarungan narasi.

    “Salah satu isu penting yang menjadi penyebab banyaknya anak Indonesia belum mendapatkan imunisasi adalah beredarnya informasi palsu atau tidak benar tentang imunisasi. Informasi yang tidak benar dan menyesatkan ini pada awalnya akan menimbulkan keraguan, ketakutan, dan pada akhirnya akan menimbulkan penolakan terhadap imunisasi,” ujar Prima dalam keterangannya, Senin, 21 April.

    Salah satu upaya yang dilakukan Kemenkens agar masyarakat lebih memahami perihal imunisasi yakni dengan menggelar Temu Komunitas dan Pegiat Media Sosial. Langka inipun sebagai bagian dari peringatan Pekan Imunisasi Dunia 2025.

    Dengan mengusung tema “Imunisasi untuk Semua: Dari Kota hingga Pelosok Negeri,” kegiatan ini mengajak berbagai pihak mulai dari tokoh agama, para ibu muda, pengemudi ojek online, hingga penggerak komunitas lokal untuk bersama-sama menjadi penyebar informasi yang benar sekaligus Duta Imunisasi Digital.

    Menambahkan, Direktur Global Health Strategies Indonesia, Ganendra Awang Kristandya menekankan bahwa kekuatan media sosial harus diarahkan untuk menyelamatkan masa depan anak-anak Indonesia.

    “Hoaks kesehatan bisa menyebar lebih cepat dari virus. Inilah pentingnya peran komunitas digital untuk menyuarakan fakta. Kita butuh lebih banyak suara yang mendukung imunisasi sebagai hak dasar, bukan sekadar pilihan,” ucapnya.

    Peringatan Pekan Imunisasi Dunia ini bukan tanpa alasan. Berdasarkan data WHO tahun 2023, sebanyak 14,5 juta anak di dunia masih belum mendapatkan imunisasi dasar (zero dose). Indonesia memang menunjukkan kemajuan signifikan dari 1,1 juta anak belum diimunisasi pada 2021 menjadi 662 ribu anak pada 2023, namun masih menjadi negara dengan jumlah zero dose tertinggi keenam di dunia.

    Acara tersebut turut melibatkan berbagai komunitas dari berbagai daerah dan latar belakang. Para peserta diberikan ruang untuk berdiskusi, bertukar pengalaman, dan mempelajari strategi komunikasi yang efektif untuk melawan disinformasi tentang imunisasi.

    Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan, Aji Muhawarman, menyampaikan bahwa tantangan komunikasi kesehatan saat ini sudah sangat berbeda dibandingkan beberapa tahun lalu.

    “Dulu kita menghadapi keterbatasan akses. Sekarang, kita berhadapan dengan banjir informasi yang tidak semuanya benar. Komunikasi kesehatan harus adaptif dan relevan. Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan jalur formal; harus ada pendekatan yang lebih dekat, lebih personal, dan yang paling penting disampaikan oleh sosok yang dipercaya,” tuturnya.

    Melalui kegiatan ini, Kemenkes berharap akan tumbuh lebih banyak Duta Imunisasi Digital dari berbagai kalangan yang siap menyuarakan pentingnya imunisasi secara konsisten dan inklusif. Pekan Imunisasi Dunia 2025 mengusung pesan nasional “Ayo Lengkapi Imunisasi, Generasi Sehat Menuju Indonesia Emas,” sebagai ajakan bersama untuk melindungi masa depan anak-anak Indonesia.

  • Kemenkes: Komunitas dan Pegiat Media Sosial Jadi Duta Imunisasi Digital – Halaman all

    Kemenkes: Komunitas dan Pegiat Media Sosial Jadi Duta Imunisasi Digital – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian kesehatan (Kemenkes RI) menilai komunitas dan pegiat media sosial adalah duta imunisasi digital.

    Di tengah derasnya arus informasi di media sosial, tokoh agama, ibu muda, pengemudi ojek online, hingga penggerak komunitas lokal bisa menjadi penyebar informasi yang benar mengenai imunisasi.

    Direktur Global Health Strategies Indonesia, Ganendra Awang Kristandya menekankan kekuatan media sosial harus diarahkan untuk menyelamatkan masa depan anak-anak Indonesia.

    “Hoaks kesehatan bisa menyebar lebih cepat dari virus. Inilah pentingnya peran komunitas digital untuk menyuarakan fakta. Kita butuh lebih banyak suara yang mendukung imunisasi sebagai hak dasar, bukan sekadar pilihan,” tegasnya dalam kegiatan yang mengusung tema ‘Imunisasi untuk Semua: Dari Kota hingga Pelosok Negeri’, Senin (21/4/2025).

    Berdasarkan data WHO tahun 2023, sebanyak 14,5 juta anak di dunia masih belum mendapatkan imunisasi dasar (zero dose).

    Indonesia  menunjukkan kemajuan signifikan, dimana tahun 2023 hanya ada sekitar 662 ribu anak yang belum menerima vaksinasi. Namun disisi lain, RI masih menjadi negara dengan jumlah zero dose tertinggi keenam di dunia.

    Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan, dr. Prima Yosephine, menyebutkan bahwa salah satu tantangan terbesar dalam mengejar cakupan imunisasi bukan lagi soal distribusi vaksin tetapi pertarungan narasi.

    “Salah satu isu penting yang menjadi penyebab banyaknya anak Indonesia belum mendapatkan imunisasi adalah beredarnya informasi palsu atau tidak benar tentang imunisasi. Informasi yang tidak benar dan menyesatkan ini pada awalnya akan menimbulkan keraguan, ketakutan, dan pada akhirnya akan menimbulkan penolakan terhadap imunisasi,” ujarnya.

    Acara ini turut melibatkan berbagai komunitas dari berbagai daerah dan latar belakang. Para peserta diberikan ruang untuk berdiskusi, bertukar pengalaman, dan mempelajari strategi komunikasi yang efektif untuk melawan disinformasi tentang imunisasi.

    Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan, Aji Muhawarman, menyampaikan  tantangan komunikasi kesehatan saat ini sudah sangat berbeda dibandingkan beberapa tahun lalu.

    “Dulu yang dihadapi keterbatasan akses. Sekarang, banjir informasi yang tidak semuanya benar. Komunikasi kesehatan harus adaptif dan relevan. Tidak bisa lagi hanya mengandalkan jalur formal; harus ada pendekatan yang lebih dekat, lebih personal, dan yang paling penting disampaikan oleh sosok yang dipercaya,” jelasnya.

    Acara ini juga menghadirkan para pegiat media sosial yang telah aktif mengadvokasi isu kesehatan di ranah digital, seperti Citra Ayu Mustika, dr. Ikhsanuddin Qothi, dan Virgiana Taryadi Setiawan.

    Melalui kegiatan ini, Kemenkes berharap akan tumbuh lebih banyak Duta Imunisasi Digital.

    Pekan Imunisasi Dunia 2025 mengusung pesan nasional “Ayo Lengkapi Imunisasi, Generasi Sehat Menuju Indonesia Emas,” sebagai ajakan bersama untuk melindungi masa depan anak-anak Indonesia. (*)

  • Bagaimana Priguna Dapat Obat Bius untuk Rudapaksa Anak Pasien? Ini Penjelasan Dirut RSHS – Halaman all

    Bagaimana Priguna Dapat Obat Bius untuk Rudapaksa Anak Pasien? Ini Penjelasan Dirut RSHS – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Utama Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung Rachim Dinata Marsidi mengungkapkan, cara terduga pelaku Priguna Nugraha Pratama mendapatkan obat bius untuk melancarkan aksi bejatnya kepada korban.

    Pelaku ujar Rachim, mengambil sisa-sisa obat bius yang sebelumnya digunakan pasien.

    “Oknum ini mengambil sisa-sisa obat bius yang sudah dimasukkan ke pasien. Misalnya, ada dua botol, ada sisanya, nah sisa itu dia yang ambil,” kata dia dalam konferensi pers di kantor Kemenkes Jakarta, Senin (21/4/2025).

    Pihaknya mengklaim, dalam urusan keluar masuk obat di instalasi farmasi RSHS sudah diawasi secara ketat dan dicatat dengan benar.

    “Di RS kami jika mengeluarkan dua obat, maka harus dikumpulkan dua. Itu jelas secara histori, sangat-sangat ketat di RSHS,” tegas Rachim.

    Rachim mengatakan, dalam kasus pelecehan seksual yang dilakukan dokter PPDS anestesi itu pihaknya mengaku tidak memantau jika ada sisa obat bius yang disimpan pelaku.

    “Ini pelanggaran kriminal. Tidak terpantau, karena tidak dikembalikan ke tempat semestinya,” kata dia.

    Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes RI) Budi Gunadi Sadikin menyoroti lemahnya pengawasan terhadap obat bius di RS pendidikan milik pemerintah ini.

    Budi menyebut, bahwa yang bisa mengambil obat bius adalah dokter pembimbing atau dokter konsulen bukanlah dokter PPDS.

    “Harusnya obat itu diambil oleh gurunya (dokter konsulen) bukan muridnya,” kata Menkes, pada  Sabtu (12/4/2025).

    Di kesempatan berbeda, pengamat manajemen kesehatan dr. Puspita Wijayanti menilai, obat anestesi termasuk dalam kategori high alert medication, yakni obat yang berisiko tinggi yang menyebabkan cedera serius atau kematian jika digunakan secara tidak tepat.

    Karena itu, pengelolaannya harus ketat, transparan, terdokumentasi, dan terbatas hanya untuk tenaga medis yang berwenang. (*)

  • Video: Menkes Budi Heran, Pelaku Bullying PPDS Undip Kok Bisa Diluluskan

    Video: Menkes Budi Heran, Pelaku Bullying PPDS Undip Kok Bisa Diluluskan

    Video: Menkes Budi Heran, Pelaku Bullying PPDS Undip Kok Bisa Diluluskan

  • Menkes Bolehkan Dokter PPDS Praktik Umum untuk Dapat Penghasilan

    Menkes Soroti Jam Kerja Dokter PPDS Berlebihan, Bisa Ganggu Kesehatan Mental

    Jakarta

    Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyoroti jam kerja dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang tidak wajar. Menurut dia hal tersebut bisa mempengaruhi kesehatan mental para dokter residen itu.

    “Kami mendengar bahwa para peserta didik dokter spesialis ini dipaksa bekerja luar biasa. Banyak yang bilang katanya ini untuk latihan mental. Tapi menurut saya terlalu berlebihan,” ucap Menkes dalam konferensi pers Penanganan Kasus Pelanggaran Etik dan Disiplin Tenaga Medis, Senin (21/4/2025).

    Budi Gunadi mengingatkan jam kerja dokter PPDS harus ditentukan agar mereka tidak mengalami overwork atau bekerja berlebihan. Adapun jam kerja untuk dokter PPDS sudah ditentukan, yakni 80 jam per minggu.

    Selain itu dia juga meminta seluruh calon dokter PPDS dan dokter residen untuk melaksanakan tes kejiwaan. Tes ini akan dilakukan secara berkala dimulai 6 bulan sekali.

    Dalam kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes Azhar Jaya mengatakan jam kerja 80 jam per minggu sudah memungkinkan para dokter residen beristirahat dengan maksimal. Durasi tersebut memungkinkan dokter bisa rehat sehingga patient safety atau keamanan pasien terpenuhi.

    angka ini masih dimungkinkan seseorang bisa beristirahat dengan baik dan tidak mengganggu patient safety 80 jam ini adalah maksimal, bukan harus seminggu 80 jam,” imbuh Azhar.

    (kna/kna)

  • Viral Laporan Testis Peserta PPDS di Unsri Ditendang Konsulen, Kemenkes Buka Suara

    Viral Laporan Testis Peserta PPDS di Unsri Ditendang Konsulen, Kemenkes Buka Suara

    Jakarta

    Viral lagi laporan kekerasan seksual yang terjadi di lingkup Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Narasi yang beredar menyebut korban adalah peserta PPDS anestesi di Universitas Sriwijaya.

    Terduga korban disebut mengalami luka perdarahan di bagian testis lantaran ditendang oleh konsulen di bagian tersebut. Korban juga disebut berakhir dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD).

    Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Aji Muhawarman membenarkan laporan tersebut. Pihaknya disebut sudah menerima laporan terkait dan masih mendalami kemungkinan korban dan pelaku.

    “Kami sudah menerima bahwa betul laporannya di sana. Untuk selanjutnya kami masih mendalami kasus ini, kita pastikan dulu pelaku dan korbannya,” tandas dia saat ditemui detikcom di kawasan Jakarta Selatan, Senin (21/4/2025).

    “Benar laporannya di RSUP Muhammad Hoesin Palembang,” lanjutnya.

    Bila terbukti demikian, ada kemungkinan penangguhan surat tanda registrasi (STR) dokter juga diberlakukan, seperti yang sudah diterapkan pada kasus kekerasan seks sebelumnya.

    “Kronologi masih kita cari tahu, tapi baru dapat informasi demikian (menendang testis sampai berdarah), nanti untuk sanksi kita tunggu kepolisian,” lanjut dia.

    “Sanksi bisa juga berupa penon-aktifan sementara STR,” pungkasnya.

    (naf/up)

  • Menkes Singgung Ada Pihak yang Tak Ingin Tes Kejiwaan PPDS Dilakukan

    Menkes Singgung Ada Pihak yang Tak Ingin Tes Kejiwaan PPDS Dilakukan

    Jakarta

    Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI akan mewajibkan calon peserta pendidikan dokter spesialis (PPDS) melakukan pemeriksaan kejiwaan sebelum melaksanakan pendidikan. Hal ini menyusul terungkapnya kejadian kekerasan seksual oleh dokter residen di RS Hasan Sadikin, Bandung.

    Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengatakan pihaknya sudah berkomunikasi dengan kolegium dokter jiwa atau psikiater untuk ke depannya menyiapkan tes kejiwaan bagi calon dokter spesialis dan dokter residen yang sedang menjalani pendidikan.

    “Banyak pihak yang tidak ingin dilakukan (tes kejiwaan), ya ini kejadiannya karena itu, karena tidak pernah dilakukan. Kondisi mental PPDS tidak diketahui, makanya kejadian seperti ini,” ucap Menkes dalam konferensi pers Penanganan Kasus Pelanggaran Etik dan Disiplin Tenaga Medis, Senin (21/4/2025).

    Kata Menkes, pemeriksaan kejiwaan dokter residen dan calon PPDS sudah lumrah dilakukan di luar negeri. Ke depannya, Kemenkes akan menyiapkan tes kepribadian Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) dalam proses seleksi calon dokter.

    Tes ini bertujuan untuk menyaring potensi gangguan psikologis yang tidak sesuai dengan karakter profesi medis.

    “Jadi kalau “Pak, ini ujiannya nggak ada, nggak efisien,” ini ada kok di luar negeri. PPDS ini kan sudah puluhan tahun ada dan ini divalidasi oleh ahli-ahli yang ada di kedokteran jiwa,” ucap Menkes.

    (kna/kna)

  • Komdigi akan Perkuat Implementasi E-SIM, Nicho Silalahi: Jadi Sales untuk Memuluskan Bisnis Oligarki

    Komdigi akan Perkuat Implementasi E-SIM, Nicho Silalahi: Jadi Sales untuk Memuluskan Bisnis Oligarki

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial, Nicho Silalahi, kembali melontarkan kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah.

    Kali ini, ia menyoroti dorongan penggunaan teknologi e-SIM oleh Kementerian Komunikasi dan Digital Komdigi, yang menurutnya berpotensi hanya menjadi cara baru untuk menguntungkan korporasi besar.

    Nicho mempertanyakan arah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menurutnya menunjukkan kecenderungan melanjutkan pola pemerintahan sebelumnya dalam melayani kepentingan bisnis besar.

    “Pak Prabowo, di rezim Jokowi ada beberapa kementerian yang menjadi sales,” ujar Nicho di X @Nicho_Silalahi (20/4/2025).

    Ia lalu merinci beberapa contoh kementerian yang menurutnya berperan sebagai sales untuk produk tertentu.

    “Kemenkeu sales IMF dan World Bank, Kemenkomarves sales Kopiko, Kemenkes sales vaksin, Kementerian ESDM sales kompor listrik, Kominfo sales set-top box,” lanjutnya.

    Menurut Nicho, dorongan pemerintah terhadap e-SIM yang dianggap lebih aman dari SIM fisik tidak terlepas dari kepentingan bisnis besar.

    “Sekarang di rezimmu, Pak Prabowo, muncul pula kementerian yang menjadi sales HP seperti Kementerian Digital ini,” sindirnya.

    Merasa bahwa pemerintahan Presiden Prabowo tidak jauh beda dengan era Jokowi, Nicho memberikan peringatan keras.

    “Apa pemerintahanmu itu keberlanjutan sales yang merugikan rakyat?,” tandasnya.

    Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyatakan bahwa penerapan teknologi e-SIM di Indonesia berpotensi menjadi solusi efektif dalam menghadapi maraknya kejahatan digital.