Wamenkes Ungkap Korban Bencana Sumatera Kekurangan Air Bersih dan Obat Diare
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Benjamin Paulus Octavianus mengungkapkan bahwa ketersediaan obat diare dan air bersih masih belum terpenuhi bagi para pengungsi bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Hal tersebut diketahui Ben setelah mengunjungi beberapa lokasi bencana di tiga provinsi tersebut.
“Yang kita perlu siapkan adalah obat-obatan untuk pasca bencana, termasuk obat untuk atasi diare, untuk bagaimana atasi akibat kurang air bersih. Jadi di lapangan kurang itu,” kata Ben usai rapat tingkat menteri terkait penanganan
bencana Sumatera
di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Rabu (17/12/2025).
Ben menuturkan, situasi darurat di lokasi bencan sesungguhnya sudah teratasi, tetapi pemerintah kini perlu menyiapkan ketersediaan obat-obatan dan air bersih.
Ben mengatakan, tugas utama dari Kemenkes saat ini adalah supaya pengendalian dan pencegahan penyakit dengan obat-obatan lengkap untuk peralatan kesehatan.
“Kami punya pusat krisis yang dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, di Sumut oleh Kepala Dinas Provinsi Sumut, dan di Padang juga sama. Kemenkes menaruh setiap krisis pada perwakilan sehingga tidak ada alasan untuk masalah koordinasi,” ucap dia.
Dengan adanya perwakilan tersebut, Ben berharap koordinasi di lapangan yang sering kali tidak terhubung dengan baik dapat teratasi.
“Paham ya. Kadang-kadang di lapangan itu, kalau dari daerah minta apa, Kemenkesnya tidak nyambung, repot. Jadi kita taruh supaya tidak ada alasan karena orang Kemenkes bisa setiap saat langsung,” tutur Ben.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kementrian Lembaga: Kemenkes
-

Kemenkes Kucurkan Rp 44,9 Miliar untuk Pangkep, Apresiasi Keberhasilan CKG
Pangkajene –
Wakil Menteri Kesehatan RI Dante Saksono Harbuwono, mengumumkan alokasi dana sebesar Rp 44,9 Miliar untuk memperkuat layanan kesehatan di Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan.
Suntikan dana besar ini merupakan bentuk apresiasi Kemenkes terhadap keberhasilan strategi “jemput bola” dalam Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di wilayah kepulauan Pangkep.
“Jadi, total Rp44,9 miliar akan kita berikan ke Kabupaten Pangkep ini atas capaian cakupan Cek Kesehatan Gratis hingga 85 persen penduduk dan tertinggi dalam skala regional 2 di Indonesia,” kata Dante dalam kunjungannya di Puskesmas Sabutung, Kabupaten Pangkep, Selasa (16/12/2025).
Kemenkes akan membantu pengadaan alkes senilai Rp 31,9 Miliar untuk melengkapi rumah sakit di Pangkep. Alat-alat canggih yang akan disediakan mencakup kateterisasi, USG, mammografi, dan CT scan.
Selain itu, pemerintah melalui Kemenkes juga akan mengalokasikan Rp 12 miliar untuk 23 puskesmas di Pangkep, serta tambahan dana impuls sebesar Rp 1 miliar guna melengkapi kekurangan sarana penunjang layanan kesehatan.
Alokasi dana ini diharapkan dapat memperkuat sistem layanan kesehatan Pangkep, terutama inovasi seperti Perahu Sehat Pulau Bahagia (PSPB) yang telah berhasil mencapai cakupan CKG sebesar 83,9 persen dari total populasi.
“CKG ini kita monitor terus. Mana daerah yang berhasil, mana yang tidak berhasil. Mana yang petugasnya diam di puskesmas saja, mana yang turun ke lapangan. Pengkep ini salah satu kepulauan, daerah susah (dijangkau). Tapi, mereka berhasil untuk melakukan pemeriksaan kesehatan gratis,” tandasnya.
(kna/kna)
-

Wamenkes Janjikan Insentif Rp 30 Juta buat Dokter Spesialis yang Praktik di Pangkep
Jakarta –
Wakil Menteri Kesehatan RI I Dante Saksono Harbuwono menjanjikan insentif Rp 30 juta bagi dokter spesialis yang mau mengabdi di wilayah terpencil, termasuk di Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan. Hal tersebut menurutnya sejalan dengan pemenuhan dokter spesialis di daerah 3T.
“Insentifnya Rp 30 juta buat mereka (dokter spesialis) yang mau datang ke Pangkep dan Rp 10 juta dari daerah,” kata Dante di Desa Mattiro Kanja, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, Selasa (16/12/2025).
Dalam kesempatan tersebut, dia juga mengapresiasi Dinas Kesehatan Kabupaten Pangkep yang berhasil melaksanakan program cek kesehatan gratis (CKG) dengan tingkat kehadiran tertinggi di Regional II.
Menurut Dante, strategi jemput bola yang dilakukan Dinkes Pangkep menjadi salah satu alasan program CKG berhasil diikuti 84 persen warganya, meskipun tenaga kesehatan harus menempuh perjalanan darat dan laut mengunjungi masyarakat yang berada di pulau.
“Mereka tidak menunggu warga CKG ke puskesmas, mereka datang ke pulau-pulau dan datang ke desa. Meski sulit daerahnya, tapi mereka membuktikan atas kerja keras, mereka bisa maksimal sehingga bisa datang ke masyarakat untuk CKG,” beber Dante.
Dukungan Anggaran Rp 44,9 Miliar
Atas capaian tersebut, Wamenkes mengatakan Kemenkes akan memberikan dukungan besar berupa bantuan alat kesehatan (alkes) dan anggaran untuk Pangkep sebesar Rp 44,9 miliar. Kemenkes akan membantu pengadaan alkes senilai Rp 31,9 Miliar untuk melengkapi rumah sakit di Pangkep. Alat-alat tersebut mencakup kateterisasi, USG, mammografi dan CT scan.
Di samping itu Kemenkes disebut akan memberikan dana Rp 12 miliar untuk 23 Puskesmas guna melengkapi alkes yang masih kurang, termasuk USG portable. Selain itu, ada tambahan dana impuls Rp 1 Miliar.
“Akan saya prioritaskan alat mammografi karena salah satu penyebab kematian tertinggi perempuan di Indonesia itu kanker payudara,” tutur Dante.
Halaman 2 dari 2
Simak Video “Video: IDAI Kasih Catatan soal Kebijakan Tunjangan Dokter di Daerah 3T”
[Gambas:Video 20detik]
(kna/naf) -

Seribuan Anak Sekolah Pangkep Idap Hipertensi, Ketahuan Lewat CKG
Jakarta –
Program cek kesehatan gratis (CKG) Pemerintah Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, mengungkap penyakit darah tinggi atau hipertensi yang biasanya menyerang usia dewasa, kini mulai mengintai kelompok anak sekolah.
Hasil skrining CKG anak sekolah per Agustus 2025 oleh Dinas Kesehatan Pangkep menunjukkan masalah karies gigi mendominasi dengan 6.946 kasus. Namun, temuan yang juga menjadi sorotan adalah munculnya penyakit tidak menular (PTM), terkait gaya hidup.
Data CKG mencatat total 1.547 kasus hipertensi di lingkungan anak sekolah. Rinciannya terdiri dari:
Hipertensi tingkat 1: 1.404 kasusHipertensi tingkat 2: 143 kasus
“Melihat anak sekolah sudah ada yang terdeteksi hipertensi adalah alarm bahwa pencegahan harus dimulai jauh lebih awal,” ucap Kepala Dinas Kesehatan Pangkep, Herlina, SKep, MKes saat dijumpai detikcom di Makassar, Senin (15/12/2025).
Data CKG yang membagi temuan menjadi Tingkat 1 dan Tingkat 2 mengacu pada klasifikasi tekanan darah yang diadopsi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berdasarkan pedoman medis internasional. Klasifikasi ini bertujuan untuk menentukan tingkat risiko dan intervensi yang dibutuhkan.
Hipertensi tingkat 1 (Stage 1) adalah kondisi tekanan darah sistolik 140-159 mmHg atau diastolik 90-99 mmHg, sedangkan Hipertensi tingkat 2 (Stage 2) adalah tekanan darah sistolik 160-179 mmHg atau diastolik 100-109 mmHg.
Halaman 2 dari 2
(kna/naf)
-

Dampak Gray Divorce yang Tak Terlihat: Lansia Kesepian-Risiko Depresi Meningkat
Jakarta –
Fenomena perceraian di usia lanjut atau gray divorce kian menjadi sorotan, terutama ketika perpisahan terjadi saat anak-anak telah dewasa dan mandiri. Di balik keputusan yang kerap dianggap sebagai ‘hak pribadi’, gray divorce menyimpan berbagai dampak jangka panjang bagi keberlangsungan hidup para lansia, baik secara psikologis, sosial, maupun ekonomi.
Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kementerian Kesehatan RI, dr Imran Pambudi, MPHM, menegaskan dampak gray divorce tidak bisa dilihat semata-mata dari sisi kesehatan fisik.
“Dampak gray divorce ini harus dilihat secara komprehensif, tidak bisa hanya dilihat dari sisi kesehatan saja,” beber Imran saat dihubungi detikcom Selasa (16/12/2025).
Kehilangan Identitas hingga Risiko Depresi
Secara psikologis, Imran menjelaskan, perceraian setelah puluhan tahun menikah dapat memicu kehilangan identitas diri, terutama pada pasangan yang selama ini mendefinisikan hidupnya melalui peran dalam pernikahan.
“Banyak pasangan lansia yang sudah lama melekatkan identitas dirinya sebagai suami atau istri. Ketika pernikahan berakhir, muncul kekosongan peran yang tidak sederhana,” kata Imran.
Selain itu, gray divorce juga berpotensi menimbulkan kesepian dan duka yang kompleks, karena bukan hanya kehilangan pasangan, tetapi juga kehilangan rutinitas, kebiasaan, dan rasa kebersamaan yang dibangun selama puluhan tahun.
“Risiko depresi dan kecemasan juga meningkat. Walaupun memang ada sebagian kecil orang yang merasa lega atau terbebas setelah bercerai, saya tidak yakin jumlahnya besar,” ujarnya.
Tekanan Sosial dan Masalah Ekonomi
Dari sisi sosial dan ekonomi, Imran menyebut perceraian di usia tua kerap berujung pada penurunan stabilitas finansial. Pembagian aset, biaya hidup yang meningkat karena harus hidup terpisah, hingga keterbatasan kemampuan bekerja di usia lanjut menjadi tantangan tersendiri.
“Bagi lansia, memulai ulang kehidupan ekonomi itu jauh lebih berat dibandingkan usia muda,” kata Imran.
Relasi dengan anak-anak yang sudah dewasa juga dapat mengalami perubahan. Dalam beberapa kasus, dinamika keluarga menjadi lebih rumit, terutama jika anak harus berperan sebagai penopang emosional atau ekonomi bagi salah satu orang tua.
Tak hanya itu, jaringan sosial pun berpotensi menyempit. Lingkar pertemanan yang sebelumnya dibangun sebagai pasangan sering kali ikut terputus setelah perceraian.
“Teman-teman ‘pasangan’ bisa hilang. Ini memperbesar risiko isolasi sosial di usia tua,” tambahnya.
Melihat kompleksitas dampak tersebut, Kemenkes memandang gray divorce perlu disikapi dengan pendekatan healthy aging yang menyeluruh.
“Pendekatan healthy aging yang diterjemahkan secara komprehensif mungkin bisa menjawab masalah ini,” ujar Imran.
Pendekatan tersebut tidak hanya menekankan kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental, dukungan sosial, kesiapan ekonomi, dan kebermaknaan hidup di usia lanjut. Dengan begitu, baik pasangan yang masih mempertahankan pernikahan maupun mereka yang telah bercerai dapat tetap menjalani masa tua dengan kualitas hidup yang lebih baik.
-

Sudah 65 Juta Orang Ikut CKG, Menkes Ungkap Masalah Kesehatan Terbanyak
Jakarta –
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin buka-bukaan soal jumlah masyarakat yang sudah ikut program cek kesehatan gratis (CKG). Pada sidang paripurna di Istana Negara, Menkes mengungkapkan peserta cek kesehatan gratis sudah masuk di angka 65 juta orang.
Sebagai informasi, program ini dimulai pertama kali pada bulan Februari 2025.
“Untuk cek kesehatan gratis sekarang sudah menembus ke angka 65 juta pak. Diharapkan akhir tahun mungkin bisa menyentuh angka 70 juta,” ungkap Menkes pada Presiden Prabowo, dilihat detikcom dari kanal Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (16/12/2025).
Kondisi penyakit kronis seperti kolesterol, hipertensi, diabetes, lalu ditambah penyakit gigi menjadi masalah-masalah kesehatan yang paling banyak ditemukan dalam program CKG. Misalnya, kolesterol dan hipertensi yang tidak ditangani dengan baik dapat memicu penyakit jantung hingga stroke di masa depan.
“Nah, yang menyebabkan bisa meninggal itu adalah yang di kotak merah, kolesterol, hipertensi, dan diabetes,” ucap Menkes dalam presentasinya.
Menkes menyebut pada 2026 pihaknya akan mulai fokus pada proses perbaikan kesehatan masyarakat yang terdampak. Kemenkes juga akan melakukan ekspansi CKG ke kantor-kantor untuk meningkatkan jumlah peserta.
Sebelumnya, program CKG ini hanya dilakukan di puskesmas saja. Lalu, programnya berkembang ke sekolah hingga tempat-tempat umum, seperti pusat perbelanjaan.
“Jadi di 2026 kita akan fokus ke tindakan perbaikannya, Pak. Dan juga ekspansi ke kantor-kantor, termasuk kementerian, lembaga, dan swasta. Jadi kami mohon arahan bapak presiden yang pertama, kalau boleh tahun depan dilombakan tahun depan menterinya siapa yang anak buahnya paling sehat, dikasih hadiah pak,” tandasnya.
Halaman 2 dari 2
(avk/naf)
-

Video Menkes Usul ke Prabowo Adakan Lomba Kementerian yang Paling Sehat
Video Menkes Usul ke Prabowo Adakan Lomba Kementerian yang Paling Sehat
-

Kondisi Faskes Pascabencana Sumatera, Menkes Sebut Ada Puskesmas Hanyut-Hilang
Jakarta –
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan kondisi rumah sakit dan puskesmas yang terdampak bencana alam di Sumatera. Dalam paparannya kepada Presiden Prabowo, Menkes mengungkapkan seluruh rumah sakit sudah mulai beroperasi meski masih terbatas.
Ketika bencana alam terjadi pada akhir November, Menkes mengungkapkan 41 rumah sakit tidak beroperasi sama sekali.
“Rumah sakit di Sumatera, kita itu ada 41 yang tidak beroperasi pada saat 26 November. Sekarang alhamdulillah, 100 persen sudah mulai beroperasi, walaupun bertahap, IGD-nya dulu atau ruang operasinya dulu,” ungkap Menkes dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, dilihat detikcom di kanal Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (16/12/2025).
Menkes lantas mencontohkan RS Tanjung Pura Langkat yang sempat didatangi Presiden Prabowo, kini sudah mulai beroperasi. Rumah sakit tersebut sudah dibersihkan dan dapat melayani masyarakat melalui IGD dan operasi terbatas.
“Nanti, ini akan kita tingkatkan terus, agar bisa di layanan full-nya jalan,” kata Menkes.
Sementara itu, dari 1.000 puskesmas yang ada, Menkes menyebut ada sekitar 500 yang terdampak bencana alam Sumatera. Menkes mengungkapkan sebanyak 414 puskesmas saat ini sudah mulai beroperasi.
Sedangkan menurut data Kemenkes, ada sekitar 50 yang tidak beroperasi karena hanyut atau bahkan hilang. Setelah rumah sakit beroperasi, dalam dua minggu ke depan, pihak Kemenkes akan fokus untuk kembali mengaktifkan puskesmas yang belum beroperasi.
“Dia (puskesmas) penting untuk melayani kesehatan masyarakat yang masih tinggal di rumah dan juga melayani kesehatan masyarakat di 800 ribu yang ada di posko pengungsian. Kami butuh bantuan Bapak, supaya ini bisa dijalankan,” pungkasnya.
Halaman 2 dari 2
(avk/naf)
/data/photo/2025/12/17/69429d68e041c.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

